Sumber Daya Insani
Sumber Daya Insani
Sesungguhnya umat Islam itu – tanpa mengabaikan segala cacat dan segi-segi kelemahannya – masih tetap memendam jiwa (semangat) yang melimpah dan siap siaga, berupa keimanan dan ketakwaan, kerelaan dan pengorbanan, ketaatan dan kepatuhan, kecintaan serta ketulusan yang takkan dapat dijumpai pada ummat materalist (hubbun dunya) manapun di bawah kolong langit ini.
Sesungguhnya ummat Islam itu, walaupun dalam kebodohan yang amat disesalkan dan kemunduran yang memilukan, merupakan bahan-bahan istimewa dari kemanusiaan (sumber daya insani) yang dari padanya dapat dibentuk model manusia yang ideal (manusia seutuhnya, insan kamil, ideal persosn), kaliber tertinggi dari makhluk insani. Kekuatannya yang paling besar terletak dalam keimanan dan kejujuran, kesederhanaan dan keperwiraan.
Tetapi kekuatan iman dari ummat telah mulai tercekik di bawah pengaruh modernisasi dan westernisasi, hingga ummat ini telah dijalari oleh kanker mental yang taka dapat disembuhkan oleh obat dan perawatan manapun juga (Abul Hasan Ali Al-Husni An-Nadwi : "Pertarungan antara alam pikiran Islam dengan alam pikiran Barat di Negara-negara Islam", al-Ma’arif, Bandung, 1983 (cetakan kedua), hlm 213-214).
Dunia Islam membutuhkan pahlawan ulung dalam barisan penuh dan para pemimpin. Pahlawan ulung yang mampu memungut motif-motif terbaik dari agama (Islam) serta mampu menampung sarana dan alat-alat yang kuat dan berlimpah dari peradaban Barat.
Pahlawan ulung yang mampu mengambil manfa’at yang banyak dari Barat, terutama dalam bidang ilmu dan teknologi. Mengambil-alih buah pikiran dan cara-cara ilmiah (sains dan teknologi), bukanlah merupakan penjiplakan. Ilmu itu bukanlah kepunyaan Barat maupun Timur. Semua usaha-usaha ilmiah adalah hak berserikat di antara seluruh ummat manusia. Setiap sarjana membina ilmunya di atas dasar yang telah dirintis oleh orang-orang terdahulu, baik dari kalangan bangsawan sendiri maupun dari bangsa lain. (Pertarungan, hlm 203-208).
Ummat Islam perlu mengutip manfa’at dari Barat di lapangan ilmu pengetahuan, perindusterian dan penyelidikan-penyelidikan ilmiah (riset) serta teknologi (IPTEK) yang berdiri hanyalah di atas dasar percobaan-percobaan praktis dan fakta-fakta ilmiah dan jerih payah manusia semata untuk melayani tujuan-tujuan luhur yang diberikan oleh nubuwat terakhir dan Kitab Suci Terakhir (Pertarungan, hlm 215).
Ummat Islam haruslah berpikir untuk menyesuaikan pengajaran yang diambilnya dengan akidah yang dianutnya (selektif).
Ummat Islam haruslah berpikir untuk mengusahakan agar sarana-sarana pendidikan itu tunduk ke pada risalat samawi dan akidahnya yang pasti, serta ilmu pengetahuan yang terpelihara dari kesalahan dan kesesatan (Pertarungan, hlm 171-172).
Ummat Islam haruslah selektif memilah materi Ilmu pengetahuan, kesusasteraan, filsafat, sejarah, ilmu-ilmu sosial seperti ilmu ekonomi dan politik. Secara kritis memisahkan bagian yang berguna dari yang berbahaya, mengambil yang bersih dan meninggalkan yang bernoda (Pertarungan, hlm 158).
Sistem pengajaran itu hendaklah diatur sesuai dengan akidah dan tuntutan tempat serta perkembangan masa modern dan pengetahuan mutaakhir. Generasi muda hendaklah dibina dengan keimanan, watak, akhlak, keteguhan hati, kepercayaan diri sendiri, keyakinan beragama, keperwiraan dalam membela dan mempertahankan agama. Jiwa mereka dibangkitkan agar tumbuh hasrat menyelidik dan kebebasan berpikir, kebesaran pribadi dan kemampuan menghadapi Barat secara berani dan bijaksan. Jiwa rakyat dihidupkan dengan keimanan dan keagamaan yang tangguh, rasa kesusilaan dari ajaran Islam. Susunan dan tatacara hidup hendaklah diperbaiki. Dari Barat dikutp mana yang baik dan berfaedah (halalan-thaiyiba) dan sesuai dengan akidah Islam, sertaa yang mempunyai nilai positif yang akan memperkuat potensi ummat serta menguntungkan mereka dalam perjuangan hidup dan tercapainya kejayaan.
"Dunia dan negeri-negeri Islam memerlukan suatu masyarakat Islam yang maju dan adil, sehingga kehidupan menurut Islam dapat terwujud dalam praktek dn kebudayaan" (Pertarungan, hlm 37).
Ummat Islam haruslah selektif memilah konsep-konsep Barat yang sesuai dengan prinsip-prinsip Islam.
Dalam budaya Barat, ke pada anak-anak sejak dini diperkenalkan segala sesuatu tentang sex (perkelaminan), baik tentang unsur (organ), perkembangan, maupun cara pemakaiannya, yang diintrodusir dengan nama Pendidikan Sex (Sex Education). (Ingat buku "Adik Baru").
Sebaliknya dalam Islam, sampai batas waktu tertentu (sampai batas usia baligh/dewasa), anak-anak dijauhkan dari hal-hal cenderung ke pada mengenali tentang sex, yang barangkali lebih pantas disebut Pendidikan Berkeluarga (Berumah tangga).
Mulai usia tertentu, anak-anak tidak lagi bebas keluar masuk kamar orang-tuanya. Intinya agar anak-anak tidak mengenali aurat orang-tuanya. Anak-anak lelaki dipisahkan kamar tidurnya dari anak-anak perempuan. Islam tidak menyukai apa yang disebut dengan Pendidikan (Pelajaran ?) Sex.
"Setiap makhluk semenjak lahirnya telah diberi oleh Allah kemampuan cara bagaimana ia memenuhi nafsunya tanpa belajar lebih dahulu. Untuk memenuhi nafsu makan, maka setiap makhlku tanapa belajar telah tahu di mana harus mencari makan, dan bagaaimana cara memperolehnya. Semua nafsu disertai dengan instinct sendiri-sendiri" (Kunci Sukses Penerangan dan Dakwah, hlm 61).
Dalam bioteknologi, ummat Islam haruslah meninggalkan konsep "generatio spontanea". Semua ini dirancang dan diciptakanlah mengikuti proses yang ditetapkanNya, bukanlah terjadi secara kebetulan.
Terpesona dengan kemajuan bioteknologi, Prof Dr Sutan Takdir Alisyahbana mengungkapkan "Suatu kali siapa tahu nanti sperma buaya bisa dikawinkan dengan sperma manusia dan lahir makhluk baru". Demikian terlintas dalam benak sang professor bahwa otak-otik sperma akan menghasilkan makhluk baru (JURNAL ULUMUL QUR:AN, Jakarta, No.1, Vol.1, April-Juni 1989, hlm 49, Masa depan : "Paham Islam yang menghambat kemajuan").
Dalam bidang kependudukan, Islam memberikan tuntunan : "Katakanlah : Dia yang menjadikan kamu di muka bumi dan ke padaNya kamu akan dihimpunkan" (Tarjamah QS Mulk 67:24). "Dia yang menjadikan kamu di bumi dan ke padaNya kamu dihimpunkan" (Tarjamah QS Mukminuun 23:79).
Dalam bidang ekonomi, Islam membedakan antara :
# usaha memperoleh harta kekayaan dengan cara yang sahih, benar, baik, boleh, seperti jual beli (lembaga niaga).
# usaha memperoleh harta kekayaan dengan cara yang batil, salah, buruk, terlarang, seperti riba, maisir (judi, lembaga spekulasi).
"Janganlah seagian kamu memakan harta orang lain dengan yang batil (tiada hak) dan (jangan) kamu bawa ke pada hakim, supaya dapat kamu memakan sebagian dari harta orang dengan berdosa, sedang kamu mengetahui" (Tarjamah Qs Baqarah 2:188). "Allah menghalalkan berjual beli dan mengharamkan riba" (Tarjamah QS Baqarah 2:275).
Apakah dapat diciptakan undang-undang untuk menetralisir (menghilangkan) dosa (itsmun) (2:219) sehingga status hukum khamar dan maisir bisa berubah dari haram ke halal, kembali kepada hasil pemikiran (ijtihad) para ahli fikih yang wara’. Demikian juga apakah dapat diciptakan undang-undang untuk menetralisir (menghilangkan) bunga-berbunga (adh’afan mudha’afah) (3:130) sehingga status hukum riba dapat berubah dari haram ke halal, juga kembali kepada hasil pemikiran (ijtihad) para ahli fikih yang wara’".
Riba dewasa ini dikenal dengan sebutan rente, bunga dan terdapat di kalangan Bank (lembaga riba).
Iqbal menyeb utkan bahwa : Bank-bank besar ini tiada lain dari hasil kelicikan Yahudi yang licik (Pertarungan, hlm 90).
Prof Dr Hamka memperingatkan bahwa : "Memang Masyarakat Modern tidak akan dapat dihadapi, kalau tidak ada pinjam-meminjam, atau tidak ada Bank untuk mengedarkan uang. Tetapi wajiblah orang mengingat bahwa masyarakat memakai Bank itu baru ada dalam Dunia Islam setelah ekonomi, politik dan sosial dipengaruhi atau dijajah oleh bangsa Barat dengan sistim kapitalis yang berpusat pada Bank". (Bukitting Sumatera Barat baru pertama kali mengenal Bank kira-kira tahun tigapuluhan dengan didirikannya Bank Nasional tahun 1930).
"Orang yang beriman janganlah berputus asa di dalam hendak menegakkan masyarakat Islam yang berdasarkan iman dan beramal shaleh, sembahyang dan mengeluarkan zakat, karena terpesona oleh kehidupan kapitalisme yang sekarang tengah mencengkeran di atas diri kita".
"Di zaman sekarang kita terpaksa meniru sistim ekonomi yang bersandar ke pada Bank, sebab orang Yahudi menternakkan uang dengan Bank, untuk meminjami orang luar dari Yahudi. Orang Islam tidaklah menyerahkan ke pada susunan ini. Kita masih menuju lagi ke pada tujuan yang lebih jauh, yaitu kemerdekaan ekonomi kita secara Islam, dengan dasar hidup beriman ke pada Allah. Kita wajib meyakini konsepsi ekonomi Islam, dan tetap bercita-cita mempraktyekkannya di dunia ini" (Prof Dr Hamka : "Tafsir Al-Azhar", juzuk II, hlm 71, 77-78).
"Abul A’la Maududi berucap : Kami akan tetap berusaha menciptakan masyarakat Islam, betapa pun andainya anda tidak melihat adanya kebobrokan-kebobrokan ini di depan mata kita" (Abul A’la al-Maududi : "Kemerosotan Ummat Islam", hlm 3).
Dalam mengutip ilmu-ilmu Barat, ummat Islam hendaknya jangan sampai termakan ajaran-ajaran orientalis yang menyesatkan. Para orientalis berupaya menimbulkan keraguan dan kebingungan terhadap Islam, sehingga mengakui bahwa Islam itu tidak cocok dengan alam kehidupan modern, serta tidak mampu untuk menjawab tantangan dan melayani kebutuhan jaman" (pertarungan, hlm 180).
Para orientalis berupaya mempropagandakan bahwa : al-Qur:an itu adalah gubahan manusia, pemisahan agama dari politik, bahwa Islam itu adalah agama dan bukan negara. Dan berupaya menyerukan, menyuarakan : seruan kepada sekularisme, kebimbangan dalam nilai ilmiah hadits, seruan akan persamaan wanita dan lelaki, seruan menanggalakan jilbab, seruan bahwa fikih Islam itu dikutip dari undang-undang Romawi (Pertarungan, hlm 116).
Sungguh, ajaran-ajaran Islam cukup sempurna dan jadi jaminan untuk dapat memperbaiki tatanan sosial, tetapi sayang ummatnya lemah, dalam keadaan tiada berdaya, hingga datanglah peradaban materialistis yang secara keterlaluan menganjurkan persamaan dan kemerdekaan yang meliwati batas, serta mengganti tradisi-tradisi lama bagaimanapun juga corak bentuknya, hingga akhirnya meledaklah kebencian dan pemberontakan terhadap tradisi dan tatanan yang berlaku (Pertarungan, hl 34).
Dalam menyusun Fikih Islam secara baru, tidaklah perlu menemukan undang-undang baru yang membutuhkan disusunnya prinsip-prinsip baru (kaidah usul fikih), atau menciptakan sesuatu yang belum terwujud menjadi berwujud. Yang perlu sekarang ini hanyalah menarik maslah-masalah cabang dari pokok atau garis-garis besar fikih Islam yang bersumber ke pada al-Qur:an dan Sunnah. Ini diperlukan untuk menjawab tantangan kehidupan modern yang senantiasa berobah-robah, dan guna menyodorkan pemecahan bagi kemusykilan-kemusykilan baru (Pertarungan, hlm 189).
Walau dengan artinya yang luas sekali pun, kedatangan syari’at tak akan dapat memecahkan semua kesulitan yang ditemui di masa kini seperti masalah asuransi, perdagangan internasional, undang-undang hukum lautan, undang-undang pemerintahan modern. Tetapi syari’at itu mengandudng prinsip-prinsip utama yang dapat dipakai sebagai dasar untuk menyelesaikan masalah-masalah itu, sebagaimana juga ia memuat cara-cara praktis untuk menggali dan mendapatkan pemecahan baru (Ahmad Zaki Yamani MCJ.LLM :"Syari’at Islam Yang Abadi Menjawab Tantangan Masa Kini", al-Ma’arif, Bandung, 1986 (cetakan ke-3), hlm 35).
Susmber daya insani berpangkal pada : mengimani Islam (berdimensi iman0), mengilmui Islam (IPTEK, Sains & teknologi), mengamalkan Islam (etos kerja, amal shalih, ihsan), menda’wahkan Islam (manajemen), shabar dalam Islam (ALMUSLIMUN, Bangil, No.191, hlm 72).
Agar sukses (tidak merugi) dengan meningkatkan sumber daya insani, dengan membekali hidup dengan : iman (mental-spirituil), IPTEK (sains & teknologi), amal shaleh (etos kerja), da’wah (manajemen), sbar (optimis, dinamis).
0 Comments:
Post a Comment
<< Home