Milis bincang-bincang Masyarakat Adil Makmur Situs Koleksi Informasi Serbaneka

Friday, July 29, 2011

घज्वुल Fikri

catatan asrir pasir

Gazhwul Fikri

Kekuatan kafir atau thaghut, termasuk pengikut Yahudi dan Nasrani tidak akan merasa tenteram hati sebelum ummat Islam tunduk kepada mereka.

Ambisi musuh Islam adalah untuk menghancurkan dan melenyapkan Quran. Dengan penuh semangat, di parlemen Majlis Rakyat) Inggeris, sambil mengacungkan sebuah mushhaf, bekas perdana menteri Inggeris Gladstone berkata : “Selama alQruan ini di tangan umat Islam, selama itu pula Eropah tidak akan mampu menguasai, menaklukkan dunia Timur”. Salah satu ajaran alQuran yang amat mereka benci adalah ajaran jihad fi sabilillah, ajaran penegakan kalimatullah, ajaran pengunggulan dinullah di atas sekalian adyan, ajaran pemberlakuan hukum Allah.

Paul Schmidth, Yahudi Jerman, berkebangsaan Inggeris dalam bukunya “Islam is the future power” memberikan rekomendasi kepada dunia Barat “agar Barat jangan pernah membiarkan umat Islam bisa akrab dengan kitabnya. Barat harus membuat program-program keduniaan, baik budaya, politik, pendidikan, dlsb agar umat Islam sibuk mengurusi semua itu sehingga mereka tidak berkesempatan mempelajari, menelaah dan memahami kitabnya itu” (Sulaiman Zachawerus : “Kumpulan Materi Kajian”, AlItqan, Bekasi, 2009, hal 197). Di Hindia Belanda ada yang namanya C Snouck Hurgronye.

Snouck Hurgronje mengajarkan agar Islam Politik/Militan dimusnahkan dengan menjinakkannya, menempatkannya dibawah kendali, sehingga mereka tak bisa berbuat macam-macam. Sedangkan Islam Ibadah/Seremoni sebisa mungkin didukung/dibantu.

Abdul Gaffar (Prof Dr Christian Snouck Hurgronye, 1857-1936) mengemukakan agar pemerintah Kolonial Hndia Belanda untuk :
- Melarang percobaan-percobaan oleh Islam untuk mengembangkan suatu basis politik yang kuasa.
- Menggalakkan aktivitas-aktivitas keagamaan Islam.
- Membatasi setiap kemungkinan masuknya orang atau ajran yang mungkin membangkitkan semangat juang.
- Memberikan keleluasaan kepada orang Islam, sedemikian rupa, terhadap hal-hal yang bersangkutan dengan urusan ibadat, kalau perlu ikut memberikan dorongan yang cukup berarti.
- Mengontrol semua kegiatan orang Islam, khususnya yang mengarah kepada politik praktis.
- Mendukung unsur-unsur yang hidup dalam masyarakat, seperti mereka yang kurang fanatik Islam, para ketua-ktua adat, dan orang-orang yang termasuk dalam golongan priyai elite. (Simak antara lain PANJI MASYARAKAT, No.223, 15 Mei 1977, hal 19, 21; No.528, hal 72).

Musuh-musuh Islam (Khannas : Iblis dan pengikutnya yang terdiri dari jin dan manusia) senantiasa berupaya merusak, mencemari, merqcuni, menyesatkan pikiran ummat Islam. Mereka senantiasa berupaya menanamkan, menyemaikan, menyebarkan pikiran-pikiran sesat (menggelincirkan).

Dalam alQuran terdapat lukisan dialog antara pikiran yang berwawasan duniawi semata-mata dengan pikiran yang berwawasan juga ukhrawi.

Musuh Islam berpaya merusakkan kepercayaan akan Tauhid, merusak kepercayaan akan Rasul Allah. Mencaci maki, menjelek-jelekkan Islam dan ummat Islam. Terhadap Rasul Allah, mereka mengatakan : tukang tenung, suatu yang ‘ajaib, seorang ahli sya’ir, seorang penyair yang gila, seorang pelajar yang gila, orang gila, tukang sihir, atau orang gila, tukang sihir yang alim, tukang sihir lagi pendusta, orang yang bohong, seorang pendusta, yang mengadakan dusta terhadap Allah, mengada-adakan, dalam kesesatan yang nyata, dalam kebodohan, manusia yang suci, tiada mempunyai kelebihan, yang mengikutinya orang-orang yang hina-dina. (Simak Prof Dr Hamka : “Tafsir AlAzhar”, juzuk XXIII, hal 41, re QS 36:30).

Musuh Islam berupaya merusak kepercayaan akan Takdir Allah, merusak epercayaan akan hari pembalasan.

Ghazwul Fikri identik dengan ghaslul much, pencucian otak, thought control dan semacamnya. Essensinya di dalam alQuran diseut dengan istilah tazayin, tahrif, tadhlil dan takhwif dengan tujuan menyelewengkan dan menyesatkan ummat Islam dari agamanya (Simak Abu Ridha, hal 1, 86, QS 14:13, 40:26, 20:63, 2:217, 48:15, 2:109, 3:149, 34:43, 7:45, 11:19, 4:46, 3:69, 2:120, 5:103, 5:57, 61:8).

Ghazwul Fikri, diartikan secara bebas : serbuan pemikiran, invasi pemikiran, ditujukan khusus terhadap umat Islam, agar umat Islam tidak lagi memahami ajaran Islam dengan baik. Invasi, serbuan pemikiran ini umumnya dilakukan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani.

Sebagai sebuah invasi, ia mempunyai unsure kekerasan atau pemaksaan kehendak kepada pihak yang ditaklukkan, Sebagai invasi non-fisik, maka ia mempunyai pemahaman yang dekat dengan brain washing (cuci otak), thought control, thought reform, idologial reform, menticide.

Makna semanti Ghazwul Fikri berarti : perang pemikiran, invansi pemikiran atau intervensi pemikiran. Semakna dengan thought control, brain washing, atau misleading yang bertujuan untuk menyelewengkan, menyesatkan & meragukan pemahaman Islam dari yang semestinya.

Makna istlahnya berarti : invasi atau interbensi pemikiran ke dalam pemikiran dan ajaran Islam yang dilancarkan oleh musuh-musuh Islam dengan rancangan strategi dan taktik yang sistemik dan handal, sebagai bagian yang tak terpisahkan dari seluruh rencana peperangan mereka (Sulaiman Zachawerus, hal 126).


Muhammad Assad mengatakan dengan tegas, Perang Saliblah yang sangat dominan dalam membentuk sikap bangsa Eropa terhadap Islam selama berabad-abad, bahkan barangkali sampai hari ini. Peperangan ini sangat mempengaruhi jiwa orang-orang Eropa sehingga membangkitkan himyah jahiliyah luar biasa hebatnya, yang belum pernah disaksikan sebelumnya dalam sejarah (Abu Ridha, hal 24, 73).

Kalangan pemikir Muslim selalu menyinggung Perang Salib sebagai peristiwa sejarah yang berpengaruh luas terhadap sikap kagamaan kaum Kristiani Eropa. Perang Salib telah membangkitkan dendam dan nafsu ingin memusnahkan Islam dan menghancurkan kaum Muslimin. Kobaran dendam ini mendorong Eropa memperluas medan penyerbuan dan sasarannya (Abu Ridha, hal 26).

Ghazwul Fikri adalah perang tanpa menumpahkan darah, tapi merusak cara berfikir umat Islam di hamper semua bidang kehidupan : IPOLEKSOSBUDHUKPENHANKAM. Menimbulkan mispersepsi umat terhadap ajarannya, yang berakhir dengan tercabutnya akar keislaman dari hati, pikiran dan prilaku kaum Muslimin (Sulaiman Zachawerus, hal 126).

Sasaran orientalis. Pelayaran menjelajahi samudera dan perqmpasan yang dilakukan oleh bangsa-bangsa Eropa didorong oleh :
a. Semangat Reconquesta, semangat balas dendam untuk merampas neger9-neeri dn pusat-pusat Islam.
b. Tiga tujuan yang tercermin dalam semboyan :
GOLD : Mencari kekayaan, emas dan perak, antara lain dengan menguasai perdagangan secara monopoli dan paksaan serta dengan merampas negeri yang diketemukannya.
GOSPEL : Tugas suci menyebarkan agama Nashrani.
Glory : Mencari kejayaan, kepahlawanan dan kekuasaan.

(Seberapa jauhkah dampak tiga setengah abad kolonialisme Belanda dan tiga setengah tahun kolonialisme Jepang dalam membentuk sikap anti kolonialisme bangsa Indonesia. Apakah sebatas rumusn Pembukaan UUD-1945 “Bahwa sesungguhnya Kemerdekaan itu alah hak segal bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan”. Apakah hanya sebatas bentuk tertulis di atas kertas ? Simak juga QS 4:75).(Kolonialisme didukung dan ditopang oleh orientaisme dan missionarisme. Menenai misi impereialisme, simak juga Maryam Jamilah : “Islam dalam kanca modernisasi”, hal 56-57)

Tidak diketahui secara pasti siapa pencetus istilah ini, tetapi diperkirakan lahir dari kalangan prgerakan Islam. Sebenarnya ghazwul fikri sudah dimulai sejak zaman Rsulullah saw, dipimpin oleh Abdullah bin Ubay bin Salul. Kemudian gerakan ghazwul fikri dilanjutkan dan dikembangkan oleh Abdullah bin Saba’ dan generasi pengikut penerusnya.

Menurut Anwar alJundi, sebagian peneliti menganggap bahwa orang yang dipandang pertama kali melancarkan Ghazwul Fikri ialah tokoh-tokoh seperti Abdullah bin aba’, Abdullah bin Muqaffa dan kaum Zanadiqah klassik. Selanjutnya serangan ini berwujud gerakan seperti Rawandiyah, Bathiniyah dan Qaramithah. Semua gerakan ini didukung oleh gerakan politik (Abu Ridha, hal 26).

Imam Rafi’I menuturkan bahwa Ibnul Muqaffa pernah berniat dan aktif berusaha menandingi alQuran, tapi akhirnya ia merasa malu dan kemudian ia pecakan pena dan ia sobek/robek-robek kertas serta menyiaran “Demi Allah, manusia tidak akan bisa mendatangkan seperti alQuran” (Simak Mohammad Ali Ash-Shabuny : “Pengantar Study alQuran” (At-Tibyan fi ‘Ulum al-Quran”, terjemah Drs H Moh Chudhori Umar dkk, Al-Ma’arif, Bandung, 1984, hal 190).

Ghazwul Fikri bertujuan mencabut akar keislaman dari fikiran dan hati kaum Muslimin serta menyebarkan Islamophobia di kalangan non-muslim (Abu Ridha, hal 27). Menurut Zwemer, seorang tokoh Yahudi yang kemudian menjadi Nasrani, tugas missionaries ala mengeluarkan mereka dari Islam agama mereka, mejadi makhluk tidak bertuhan. Seterusnya mereka menjadi manusia yang tidak berakhlaq (Abu Ridha, hal 28).

Pada masa Rasulullah saw, umat Islam hanya terdiri 10% dari seluruh penduduk jazirah Arab, sedangkan persenjataan dan ekonomi masih jauh di bawah standar bila dibandingkan dengan kekuatan musuh-musuh Islam. Tapi kekuatan itu terbentuk dari kekuatan jiwa yang dipenuhi semangat jihad yang berlandaskan iman dan islam dalam membela kebenaran ajaran Allah swt.

Melihat kekuatan itu maka kaum kafir Quraisy dan dibantu oleh orang-orang Yahudi tidak lagi melakukan serangan-serqangan bersenjata kepada kubu kaum Muslimin. Tapi mulai dengan cara melontarkan issue dan fitnah di tengah-tengah kehidupan ummat Islam untuk memecah belah persatuan dan kesatuan mereka yang telah menjadi modal kekuatan tersebut.

Untuk itu tampil tokoh-tokoh munafiqin di tengah-tengah umat Islam seperti Abdullah bin Ubay bin Salul, sehingga musuh-musuh Islam yang dahulunya nampak jelas dan nyata menjadi terselubung dalam diri umat Islam sendiri.

Kalau ditelusuri dalam sejarah yang dikemukakan oleh alQuran ditemukan pokok pangkal ghazwul fikri pada kisah iblis dan Adam ( (Simak QS 7:116, 15:39-40, 38:82-83).

Dialog antara iblis dan malaikat tentang hak penciptaan Allah serta Qadha dan Qadar yang tercantum di dalam ke-empat Kitab Perjanjian Baru dan dalam Kitab Perjanjian lama sebagaimana dikutip oleh Imam Syahrastani (475-548H) dalam Kitab alMihal wan Nihal (hal 14-16, muqaddimah tsalitsah).

(Masalah yang dipersoalkan iblis, antara lain : Allah telah mengetahui segala sesuatu sebelum kejadianya, mengetahui apa saja yang bakal keluar dari perbuatannya, kenapa Allah menjadikannya yang pertama dan apa pula hikmahnya Allah menciptakanny; Simak H Ali Fahmi Arsyad : “Ghazwul Fikri Sudah Ada Sejak Nabi Adam as”, SUARA MASJID, no.162, Maret 1988, hal 50).

Simak pula dialog/diskusi antara Abu Hasan alAsy’ari dan gurinya Abu ‘Ali alJubba’I (Tokoh Mu’tazilah) tentang kewajiban berbuat yang terbaik (wujub alashlah) bagi Allah Syaikh Muhammad Ahmad Abu Zharah : Aliran Politik dan ‘Aqidah daam Islam”, hal 206, “Asy’ariyah”).

Ghazwul fikri bisa saja tumbuh berkembang dipicu oleh karena logika yang keliru, yang dipandang sebagai logika yang benar. Di antara logika yang keliru, yang salah mengatakan bahwa “Iman kepada Tuhan menandakan jiwa lemah dan akibat dari ketidakberdayaan manusia” (logika Nietsche), bahwa “Agama dalah untuk orang awam yang kurang berpikir atau yang telah merasa selesai dalam berpikir. Seorang flosof tidak perlu beragama. Begitu da beragama, begitu dia berhenti jadi filosof” (logika Ahmad Wahib”. (Simak kutipan “Catatan Harian Ahmad Wahib, dalam “Aliran dan Paham Sesat di Indonesia”, oleh Hartono Ahmad Jaiz, 2002, hal 281; simak pula “Almarhum Ahmad Wahib Mengina Islam?”, oleh B Purwanto, tertanggal Yogya, 13 Ramadhan 1403H, dalam harian PELITA, Jakarta).

Di zaman pemerintahan Abbasiyah, mulailah digalakkan penerjemahan filsafat Yunani dan berbagai ilmu pengetahuan Romawi dan Parsi, yang sedikit banyak telah menyebarkan kerqagu-raguan dalam akidah kaum Muslimin. Para ulama mulai disibukkan untuk membela dan mempertahankan akidah Islam. Mereka terpaksa menangkis setiap usaha yang hendak mengebiri akidah itu dengan system dan senjata yang digunakan pihak lawan. Maka lahirlah apa yang dinamakan Ilmu Kalam dalam kehidupan Islam (Simak Dr Ali Gharisah : “Beriman Yang Benar”, hal 2).

Abu Hasan alAsy’ari (260-324H) membela faham Ahlus Sunnah wal Jama’ah dengan mengarang sejumlah buku yang menolak faham kaum Mu’tazilah, Dahriyin, Falsifah, Ahli Zeigh, Mantiq.

AlGhazali (450-505H) menolak faham sesat dengan mengarang sejumlah buku yang menolak faham Falasifah, Zindiq, Ahli Ibahah.

Rencana orang-orang Barat untuk menghancurkan Islam

Pengalaman Perang Salib mendorong munculnya “kota Eropa” yang memusuhi Islam. Sikap keagamaan Eropa yang dibentuk Perang Salib membangkitkan ambisi kaum Kristiani untuk menghancurkan keuniversalan Islam dan bagian-bagiannya (Abu Ridha, hal 29).

Penulis Gairdner mengatakan bahwa tujuan Perang Salib bukanlah untuk membebaskan kota al-Quds (Baitil Maqdis ?) saja, tetapi sasaran utamanya ialah penghancuran Islam dan pemusnahan kaum Muslimin (Abu Ridha, hal 32; simak juga Jalal Amien : “Rencana Orang-Orang Barat untuk Menghancurkan Islam”, hal 24, 30). (Simak juga aktivitas Dante – Pandji Kusmin – Salman Rushdi)

Penulis Yahudi Barbara Tochman dalam bukunya “Taurat dan Pedang” melukiskan bahwa kegagalan yang diderita Richard dibayar dengan keberhasilan Allenby dan Balfour. Tiang pancangnya kemudian diperkokoh oleh Truman dan Ben Gurion. Sedangkan buahnya dipetik oleh Jimmy Carter dan Menachen Begin (Abu Ridha, hal 33).

Perang Salib yang telah memakan waktu tidak kurang tiga abad memberikan andil besar terhadap kebangkitan Eropa (Abu Ridha, hal 34). Sejalan dengan kebangkitan tersebut, kebencian, dendam dan ambisi ingin menghancurkan Islam dan kaum Muslimin semakin menghebat di kalangan orang-orang Eropa (Abu Ridha, hal 35, 74).

Tidak aneh kalau di sebuah negeri yang mayoritas penduduknya Muslim, menter-menteri dalam pemerintahannyanya justru kebanyakan beragama lain. Posisi seperti itu harus diterima dengan penuh kerelaan oleh kaum Muslimin. Sebab siapa yang berkeberatan harus menanggung risiko dituduh ekstrimis, fundamentalis, junud, sekretarian, tirani mayoritas, anti demokrasi, dan lain-lain sebagainya (Abu Ridha, hal 42).

John Noth seorang missionaries mengatakan bahwa pengaruh yang merusak Islam harus ditanamkan pada anak-anak sedini mungkin. Karena itu missionaries membawa anak-anak Muslim ke pengakuan Kristiani sebelum mereka akil baligh dan sebelum mereka terbentuk oleh Islam (Abu Ridha, hal 45) (Tentara Kerajaan Byzantium terdiri dari orang-orang Islam yang telah dikristenkan. Mereka berasal dari bekas tawanan muda orang Islam, atau anak-anak dari tawanan itu. Diberi didikan Kristen dan dilatih dalam kehidupan militer; Simak “Antara Fakta dan Khayal Tuanko Rao”, hal 42).

Begitu tentara-tentara Salib mengalami kegagalan dalam bidang militer dan politik, musuh Islam terus mencari jalan lain untuk membalas dendam terhadap Islam. Cara yang pertama ialah mempelajari Islam serta mengeritiknya. Kemudian mereka mulai dengan cara baru, yaitu mempelajari Islam untuk memperoleh strategi penjajahan terhadap umat Islam.

Raja Louis IX (1214-1270, Saint Louis) adalah seorang panglima pasukan Salib VII (menyertai perang Salib 1248-1254 dan 1270) yang ancur di almanshurah, Mesir. Lous IX tertawan serta dipenjarakan di Dahr Ibnu Lukman, alManshurah, Mesir. Dalam memorinya, Louis IX menulis pesan yang disimpan sebagai dokumen penting dalam kanor Arsip nasional Peracis, antara lain berbnyi sebagai berikut : “Setelah melalui perjalaaaanan panjang, sealanya telah menjadi jelas bagi kita, bahwa keancuran kaum Muslimin dengan jalan peperaangan aalah sesuatu yang mustahil. Karena mereka memiliki manhaj (konsep, metode) yang jelas yang tegak di atas konsep jihad fi sabilillah. Dengan manhaj ini mereka tidak akan perah mengalami kekalahan militer. Karena itu, Barat harus menempuh jalan lain (bukan jalan mliter), yaitu jalan ideology dengan mencabut simpul manhaj ini dan mengosongkannya dari kekuatan, kemarahan dan keberanian. Caranya tidak lain, yaitu dengan menghancurkan konsep-konsep dasar Islam dengn berbagai ta’wil dan tasykik di tengah-tengah ummat”.

Pemerintah Inggeris mengirimkan pasukan Salib ke-VIII menyerbu memasuki kota alQuds dibawah pimpinan Jenderal Lord Allenby pada masa perang Dunia ke-I. Ketika memasuki kota suci alQuds, dengan pongah Allenby mengatakan : “Kini Peperangan Salib telah selesai”.

Lord Cromer (Sir Evelyn Baring) tokoh otak imperialism Inggeris di dunia Arab pada bab terakhir dari bukunya “Modern Egypt”, berseru : “Jangan biarkan seorang politisi praktis berpikir tentang rencananya untuk menghidupkan kembali Islam yang tak pernah musnah dan mampu bertahan selama berabad-abad”. (AsySyaikh Mushthafa alGhalayaini mengarang buku “AlIslam Ruh almadaniyah”memuat bantahan Islam terhadap pandangan Lord Cromer)

Taktik tipu daya yang dipergunakan musuh Islam untuk menghancurkan Islam beragam, antaranya dengan cara mengacaubalaukan ajaran-ajaran, sejarah serta memutarbalikkan hakikat riwayat hidup para pemuka Islam melalui strategi-strategi yang dirancang musuh-musuh baik dengan cara memompakan rasa dengki, hasud, ta’asub serta nafsu jahat.

Musuh Islam berusaha mengacaubalaukan perhatian kaum Muslimin serta memompakan suatu rasa ragu-ragu terhadap akidah Islam dan khazanah warisan peninggalan Islam, kebudayaan Islam serta segala sesuatu ang berhubungan dengan Islam dan bidang Ilmu pengetahuan, kesusasteraan di dalam jiwa kaum Muslimin dan para intelektual Muslim.

Musuh Islam berusaha untuk menghidup-hidupkan fir’aunisme (fir’auniyah) di Mesir, finiqisme (phunicia) di Siria, Libanon serta Palestina, dan Asyurisme di Irak (Majapahit, Sriwijaya, Borobudur di Indonsia ?).

Secara umum kaum penyerbu brkonsentrasi menyebarkan syubhat, tasykik dan tadhlil di tengah-tengah kaum Muslim terhadap tujuh komponen dari asas Islam. Tujuh komponen asas Islam yang dijadikan sasaran penyerbuan itu ialah :
1. Al-Quran dan as-Sunnah sebagai dasar berfikir dan beramal kaum Muslimin.
2. Bahasa Arab sebagai bahasa dan ilmu.
3. Sirah Rasul sebagai teladan utuh dan abadi bagi umat Islam.
4. Kebuayan Islam sebagai produk pemikiran para ulama dan sarjana Muslim.
5. Sastra Arab.
6. Warisan Islam.
7. Sejarah Islam (Abu Ridha, hal 7, 77; Simak juga Slaiman Zachawerus : “Kumpulan Materi Kajian”, AlItqan, Bekasi, 209, hal 8, 128-129; Dr Musthafa asSiba’I : “Akar-Akar Orientalisme”).
Musuh Islam berusaha :
- Merusak penafsiran terhadap gejala-gejala wahyu.
- Membuat, menimbulkan keragu-raguan di hati kaum Muslimin terhadap/tentang : kebenaran risalah Nabi Muhammad saw dan smbernya yang berasal dari Tuhan, kebenaran hadis Nabi, nilai fiqih Islam, nilai kebudayaan Islam, kekayaan keusasteraan bahasa Arab, kemampuan bahasa Arab untuk dapat melanjutkan perkembangan Ilmu pengetahuan.
- Menyebarluaskan jiwa keragu-raguan terhadap nilai-nilai akidah serta akhlak luhur yang dimiliki kaum Muslimin.
- Memudarkan jiwa persaudaraan di antara kaum Muslmin.
- Memalsukan fakta-fakta sejarah.
- Melemahkan kepercayaan kaum Muslimin terhadap peninggalan mereka.

Musuh Islam berupaya :
- Menjadikan kaum Muslimin sebagai bangsa yang lemah, agar selalu tunduk dibawah pengaruh para penyerbu dari negara-negara maju, sehinggga umat Islam menjadi pengekor setia bangsa-bangsa penyerbu/kafir.
- menjadikan kaum Muslimin mengimplementasi berbagai ideologi bangsa-bangsa penyerbu/kafir, sehingga tercipta system hidup yang tidak islami.
- berupaya keras untuk menciptakan system pendidikan dan pengajaran yang sesuai dengan kehendak dan konsep penyerbu, sehingga umat Islam berpola piker kufur.
- berupaya keras untuk memutus hubungan sejarah umat Islam dengan para pendahulunya (salafus shalih), sehingga umat Islam kagum dan membanggakan tokoh-tkh kuffar.
- mendesak bahasa kaum Muslimi agar berganti dengan bahasa kaum penerbu/kafir, sehingga uamt Islam berbahasa dan berbudaya seperti bangsa penyerbu/kafir. (Bagaimana mengantisipasi bahasa dan budaya Anglo-Sakson-Amerika masa kini ?).
- Melembagakan budaya, tradisi dan adat istiadat kaum penyerbu/kafir, sehingga umat/kaum Islam kehilangan kepribadian Islami dari diri pribadi (Sulaiman Zachawerus, hal 127).

Musuh Islam berusaha antara lain : merusak ajaran dan peninggalan Islam, membedakan dengan jelasa antara Barat dan Timur, mengadakan pendekatan antara Islam dan Non-Islam, mengadakan pembaruan di dalam ajaran agama dengan mengikuti metodologi Non-Islam.

Orientalis (pastur yang berbusana Ilmu pengetahuan) merupakan kelompok yang memusuhi Islam yang lahir pada abad ke-9M. Yang paling pertama di antara mereka adalah rahib Jerbert yang terpilih menjadi paus di Roma pada tahun 999M, setelah kembali dari studinya di Andalusia. Juga Pierrele Aenere (1098-1156) serta Gerard de Gremode (1114-1187).

Ungkapan “sebagai manusia mereka tidak luput dari kesalahan” yang ditujukan kepada pemikir Muslim di masa lalu, imam-imam yang dihormati, yang mendapat tempat khusus di hati mayoritas umat adalah menunjukkan sikap angkuh dan kesombongan.

Di dunia Islam sampai kini belum terwujud alirn politik, ekonomi dan sosial yang menerakan manhaj Ilahy dengan sistemnya yang universal, sesuai dengn keadaan tempat dan perkembangan zamannya (Abu Ridha, hal 47). Di dunia Islam dewasa ini, mayoritas lembaga-lembaga politik dan pemerntahan sama sekali tidak ada kesedian ntuk melaksanakan hukum Allah (Abu Ridha, hal 89). Dalam diri mayoritas generasi Muslim ditemui gejala sikap tmenerima dan tidak tunduk kpeada hukum al-Quran (Abu Ridha, hal 70).

Penghambaan terhadap ideology local menghlangkan kemerdekaan berfikir dan berperilaku (Abu Ridha, hal 56). Cara-cara yang biasa dilakukan dalam mewjudkan tujuan Ghazwul Fikri, mencakup tasykik, tasywih, tadzwib dan taghrib (Abu Ridha, hal 60; Zachawerus, hal 8, 128-129).

Ghazwul Fikri bermakna Harakah al-Irtidad. Indikasi harakat al-irtidad ;
1. Memberikan ketaatan dan kesetiaan kepada orang kafir.
2. Tidak berhuduk dengan hukum Allah.
3. Tidak menerima dan tidak ridha berhukum kepada Allah dan RasulNya.
4. Mengimani sebagian al-Quran dan mengingkari sebagiannya (Abu Ridha, hal 66-70). (Mengenai kedudukan Ghazwul Fikri dalam harakat ar-Irtidad simak atara lain QS 2:109, 3:100, 47:25-26, 2:47, 2:120, 2:217, 5:82, 8:73, 42:13, 3:186, 3:118-120, 4:89, 68:9).


Fenomena kehancuran ma’nawiyah mewujud antara lain dalam bentuk :
- Ketaatan Muslim kepada orang-orang kafir.
- Memberlakukan hukum-hukum bukan Islam.
- Tidak rela bertahkim kepada Kitabullah dan Sunnah RasulNya.
Ketiga sikap tak terpuji tersebut sekurang-kurangnya dapat menjerumuskan ke dalam lembah kemurtadan dan kekufuran nilai, bahkan ke dalam lembah kemurtadan dan kekufuran status (Abu Ridha, hal 52; Zachawerus, hal 127).

Tidak menerapkan seluruh atau sebagian dari isi al-Kitab (al-Quran) pada kehidupanummat secara nyata adalah merupakan pembangkangan atau kekufuran terhadap al-Quran 9Abu Ridha, hal 71, 98; Simak juga QS 2:84-85).

Sarana yang dipergunakan oleh orientalisme umumnya berupa lembaga-lembaga pengkajian, buku-buku teks, seminar, majalah-majalah ilmiah, makalah dan semacamnya. Sedangkan missionaries mempergnakan sarana lembaga pendidikan Kristen untuk mendidik anak-anak dan menggunakan lembaga-lembaga sosial untuk tujuan kristenisasi (Abu Ridha, hal 75).

Tokoh-tokoh Yahudi yang telah menjadi Nashrani yang paling kotor melancarkan permusuhan terhadap Islam dan kaum Muslimin antara lain : Goldziher, Samuel Zwemer, g von Grunebaum, dll (Abu Ridha, hal 76).

Islam dituduh hanya cocokuntuk abad pertengahan (abad kegelapan dan keterbelakangan), biadab dalam penerapannya dan merupakan sumber perselisihan sepanjang aman (Abu Ridha, hal 76).

Yusuf agaaghura, Ahmad Farid Bik, Husein jihad, dan Ahmad gayef (Ahmad Agha Ogly) gigih memperjuangkan nasionalisme Turki (Thuransme) dan membenci apa saja yang berbau Islam (Abu Ridha, hal 81).

Ziya Gok Alp (Dhiya Cuk Elp, Ziya Gokalp 1875-1924), penyair, pengarang, pemimpin bangsa Turki, menyatakan bahwa dalam sejarah terdapat suatu zaman turania, di mana penduduk Asia Barat yang mula-mula sekali merupakan nenek moyang bangsa Turki. Bangsa Turki adalah bahagian dari peradaban barat dan bangsa turki mempunyai andil di dalam peradaban barat (Maryam Jameelah : “Islam versus Barat” [Islam versus The West”, terjemah Rifyal Ka’bah, alHidayah, Jakarta, 1981, hal 48-49; “Islam & Modernsme”, terjemah A Januri dkk, al-Ikhlas [Usaha nasional], 1982, hal 153; Prof Dr Hamka : “Tafsir Al-Azhar’, Panji Masyarakat, juzuk XI, hal 107, “Zhia Kuk Alp mengajarkan bahwa Jengiz khan bagi Turki lebih bernilai dari Khalid bin Walid”).

Fenomena kemunduran umat Islam :
1. Kemunduran di bidang pemikiran.
2. Mandegnya gerakan perekonomian ummat.
3. Kelemahan di bidang politik dan kemiliteran.
4. Keterbelakangan di bidang sosial kemasyarakatan.
5. Terbagi-baginya dunia Islam mejadi negara-negara nasional kecil.
6. Terputusnya hubungan politik antara satu negara Islam dan negara Islam lainnya (Abu Ridha, hal 83).

Faktor-faktor penyebab kemunduran :
1. Suksesi sejarah (Simak QS 3:140, 13:17).
2. Disintegrasi (perpecahan/kehancuran)
Faktor-faktor penyebab kehancuran, kerontokan menurut Ibnu Khaldun dalam bukunya Muqaddimah :
- Makan dan minum secara mewah/berlebihan/israf/tasrif.
- Makan dan minum barang yang haram.
- Penyimpangan perilaku syahwat farji (hubungan kelamin), seperti zina, liwath.
- Tingkah laku munkar, seperti ingin membunuh, korupsi, merampas.
- Usaha yang tidak produktif, seperti proyek rekreasi.
- Sikap apatis, masa bodoh, budaya diam.
- Berpandangan secular-materialis.

Orang-orang yang masih ta’at asas kepada Islam dan menginginkan berlakunya sistim Islam, tergusur dari pentas politik. Kaum Muslimin terpaksa harus merelakan dirinya terus menerus menjadi rakyat yang diberlakukan sewenang-wenang oleh penguasa (Abu Ridha, hal 85).

Bentuk pemurtadan dalam aksi Gahzwul Fikri berupa :
1. Peraguan (Tayaar alTasykik), upaya pendangkalan terhadap ajaran Islam, hingga membat umat Islam mengalami krisis kepercayaan/konfisi dan netral nilai, ragu terhadap ajaran agamanya.
2. Pengaburan (Tayar alTasywiih), upaya pengaburan dan penampilan citra buruk pada orisinalitas ajaran Islam, membuat umat Islam rendah diri (minder) dan phobia terhadap Islam.
3. Pelarutan (Tayaar alTadzwiib), upaya pelarutan budaya dan pemikiran kaum Muslimin ke dalam budaya dan pemikiran kaum kuffar, membuat umat Islam tak punya kepribadian, jadi umat pecundang, bukan umat pemenang.
4. Pembaratan (Tayaar alTaghriib), pengaliran studi, aktivitas, budaya dan system hidup barat ke dalam kehidupan umat Isslam, sehingga umat Islam berperilaku Barat, bergaya hidup barat (Sulaiman Zachaerus, hal 8-9, 128-129).

Sekularisme berupaya memisahkan agama dari kehidupan bermasyarakat dan bernegara, mendepat Islam dari aturan kehidupan dan memojokkannya hanya pada bidang-bidang ritual yang bersifat seremonial (Abu Ridha, hal 103).

Identitas keislaman dari seluruh sector kehidupan digusur, dan dimunculkan kehidupan yang berwarna nasional, dengan memperkenalkan : kebudayaan nasional, wawasan nasional, hukum nasional, makanan nasional, pendidikan nasional, kerukunan nasional, kepentingan dan tujuan nasional, ideology nasional, partai nasional, dlsb 9Abu Ridha, al 15).

Setiap gerakan Islam dimusuhi dan disingkirkan demi menjaga keutuhan nasional (stablitas nasional) (Abu Ridha, hal 105). Wasilah (sarana) yang digunakan untuk mencapai tujuan-tujuan Ghazwul fikri, antara lain : 1. Lembaga Pemerintahan. 2. Publikasi. 3. Pendidikan. 4. Bidang kemasyarakatan (Abu Ridha hal 111-114).

Hakikat Ghazwul fikri terhadap kaum Muslimin adalah :
1. Memasukkan kaum Muslimin ke dalam millah kafirin.
2. Menjauhkan kaum Muslimin dari Islam dan menyeleweyengkannya.
3. Memadamkan Nuur Islam (Abu Ridha, hal 115-116).

Qadhiyah Ghazwul fikri :
1. Istilam - menjiplak pemikiran Barat - Taba’iyah Hadhariyah (Perbudakan Kultral).
2. Istihlam - menyaring pemikiran Barat - yang selaras dengan ‘aqidah/syar’iyah – pendundukan kepada manhaj Islam – Hiwar Hadhari (Dialog cultural).
3. Istida’ – memerangi pemikiran barat – Intihad Hadhari (Permusuhan cultural) (Abu Ridha, hal 118; Simak juga Abul Hasan Ali al-Husni an-Nadwi : “Pertarungan antara Alam Fikiran Islam dengan Alam Fikiran Barat”)


(Simak :
- SUARA MASJID, Jakarta, No.162, Maret 1983, hal 31-56.
- Anwar Jundi : “Hakikat Ghazwul Fikri”, terjemahan/terbitan Pustaka Tadabbur, Jakarta, cetakan kedua, 1993.
- Jalal Amin : “Rencana Orang-Orang Barat untuk Menghancurkan Islam”, terjemahan H Salim Basyarahil, terbitan Integritas Pres, Jakarta, cetakan pertama, 1985.
- Maryam Jamilah : “Islam dalam kanca Modernisasi”, terjemahan Ismail Umar, terbitan Risalah, Bandung, cetakan pertama, 1983.
- Dr Mushthafa asSiba’ie : “Akar-akar Orientalisme”, terjemahan Ahmadie Thaha, terbitan Bina Ilmu, Surabaya, cetakan pertama, 1983.
- “Ulumul Quran”, Jakarta, Volume III, No.2, Th.1992.
- ISHLAH, Jakarta, No.5/Th.I, 5-19 Juni 1993, hal 52-53.
- ALMUSLIMUN, Bangil, No.274, Januari 1993, hal 61-64.
- Abu Ridha : “Pengantar Memahami al-Ghazw al-Fikr”, al-Ishlahy Press, Jakarta, 1993, Seri 01.)

(written by sicumpaz@gmail.com at BKS1107261600)

Labels:

0 Comments:

Post a Comment

<< Home