Milis bincang-bincang Masyarakat Adil Makmur Situs Koleksi Informasi Serbaneka

Monday, May 30, 2011

खिलाफः अन्तर सीता (आईडिया) दान fakta

Khilafah antara cita (idea) dan fakta

Eujud Perjuangan Kaum Muslimin di neger-negeri Islam yang tidak terjadi perang (fisik) – menurut juru bicara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) M Ismail Yusanto – adalah berusaha keras menegakkan kembali institusi pelaksana syari’ah Islam jakni Khilafah Islamiyah.

Perjuangan menegakkan syari’at dan khilafah ini berlangsug melalui perang pemikiran, tanpa amenggunakan fisi.

Dakwah untuk penerapan syari’ah dan penegakkan khilafah harus bisa menggambarkan dengan gamlang sistem Islam secara utuh.

Pemahaman tak bisa berubah dengan pemaksaan (MEDIA UMAT, Edisi 59, 20 Mei – 2 Juni 2011, hal 7, “Perlawanan Tak Kenal Padam, oleh Mujianto) (Ide tak pernah mati. Persepsi tak pernah sama mutlak).

“Tegaknya khilafah adalah janji Allah swt dan RasulNya, serta merupakan keniscayaan faktual” (idem, hal 8) ? (Sementara pihak menyatakan bahwa AlQuran dan Sunnah tidak pernah berbicara tentang Negara Islam, idem, hal 19).

Penerapan syari’at adalah suatu hal. Dan penegakkan khilafah adalah suatu hal lain. Tak pernah ada kesemaan persepsi, pemahaman terhadap kedua hal tersebut. Ada yang setuju, mendukung, dan ada pula yang menolak, menantang. Selalu saja ada yang menolak, menantang formalisasy syari’at Islam, terutama datangnya dari pendukung sinkretisme (talbis), sekularisme, pluralisme, liberalisme, pancasilaisme. Bahkan pada tahun 40-an, Haji Agus Salim dalam PEDOMAN MASYARAKAT telah menolak, menantang penegakkan kembali Khilafah Islamiyah.

Haji Agus Salim dalam bulanan PEDOMAN MASYARAKAT, tahun 1940 menulis tentang kedudukan Khalifah di dalam Islam. Bagi Haji Agus Salim, berdasarkan data historis : Kekuasaan kekhalifahan itu berdasarkan kekuatan senjata. Kekhalifahan Ali bin Abi Thalib tak disepakati oleh seluruh umat Islam. Tak ada hubungan yang tegas antarra agama dengan urusan khalifah (negara). Kekhalifahan itu sudah berakhir.

Unsur Kekhilafahan terdiri dari piranti lunak (software) berupa Quran dan Sunnah Rasulullah saw, serta piranti keras (hardware) berupa Khalifah dan aparat Kekhalifahan. Meskipun sama-sama berpegang merujuk, mengacu pada Quran dan Sunnah, namun tetap saja muncul perbedaan pemahaaaaaaaaaaaaaman, persepsi. Sengketa antara kelompok Ali dan kelompok Mu’awiyah, antara firqah-firqah, antara madzhab-madzhab, antara aliran-aliran mengindikasikan bahwa unsur piranti keras dalam kekhilafahan tak pernah solid. Dengan kata lain, bahwa khilafah dalam perjalanan sejarahnya tak pernah memberikan jaminan sebagai satu-satunya solusi, sistem terbaik. Namun begitu, dari sudut pandang cita (idea), khilafah tetap saja sebagai solusi, sistem yang paling ideal, meskipun dari sudut faktual (aplikasi, implementasi, penerapan) tetap saja memunculkan pertanyaan.

Seluruh kaum Muslim haruslah ditempatkan, diposisikan sebagai potensi, objek dakwah yang harus disadarkan (idem, hal 7). (Namun kondisi riil umat ini benar-benar bagaikan buih di lautan, tak punya daya apa-apa, jadi pecundang, bukan pemenang, jadi bulan-bulanan lawan dimana-mana).

Berbagai macam teori, gagasan, konsep telah diusung untuk mengembalikan kejayaan Khilafah yang diruntuhkan oleh konspirasi lawan pada 8 Maret 1924, namun impian hanya tinggal tetap jadi impian, dambaan.

Dalam bukunya “islam dan Khilafah” (1985:267-277), Dr Muhammad Dhyiya’ad-Din ar-Rais (Guru Besar Sejarah Islam di Universitas Kairo), mengajukan gagasan lembaga Persekutuan Negara-Negara Muslim sebagai bentuk (model) kekhilafahan yang sesuai dengan masa kini.

Kekhilafahan pada masa modern ini haruslan memiliki bentuk yang dinamis dan seirma dengan kemajuan, baik politik maupun kosntitusional yang muncul di masa kini. Bentuk kekhilafahan modern tidak terpusat pada satu tangan, melainkan berada dalam suatu sistem persatuan, demokratis, bercorkmusyawarah dan persekutuan.

(BKS1105271400)

0 Comments:

Post a Comment

<< Home