KasNegaraDalamNegaraIslam
catatan serbaneka asrir pasir
Kas negara dalam Negara Islam
Pendapatan dan Belanja Negara. Sumber pemasukan/pendapatan bagi keuangan/kas negara (Baitulmal) berasal dari :
a. Zakat. Zakat diambil/dipungut dari kekayaan kaum umat Islam sesuai dengan ketentuan syara’, berupa mata uang, barang dagangan, ternak, tanaman, disimpan dalam baitulmaal dan dibagikan sesuai dengan ketentuan syara’.
b. Jizyah, iuran diambil/dipungut dari kalangan dzimiy (non-muslim) sebgai imbalan atas keamanan dan perlindungan yang diterimanya dari Negara Islam.
c. Kharaj diambil/dipungut atas pajak tanah (hasil bumi) sesuai dengan produktivitas hasilnya.
d. ‘Usyur diambil/dipungut atas cukai barang-barang impor berdasarkan nilai fisiknya.
e. Pajak diambil/dipungut dari kaum Muslimin sesuai dengan ketentuan syara’ untuk menutupi pengeluaran baitulmal, sesuai dengan kebutuhan negara.
f. Sumbangan-sumbangan (infaq, shadaqah tathawu’). Infaq ialah kewajiban tiap warganegara untuk ditunaikan/dibayarkan, baik berupa harta atau benda di masa damai namanya infauddin, dan di masa perang namanya infaq fi sabilillah.
g. Pungutan wajib (taudhif). Ta’zir ialah denda menurut hukum yang dijatuhkan oleh mahkamah
h. Fa’i. Ghanimah.SalabKhumsul ganaim, seperlima dari harta rampasan perang
Baitulmaal (Kantor Bendahara Negara) adalah Lembaga yang mengurus pemasukan dan pengeluaran negara. Dari sudut pandang Karnaen Perwataatmadja, Wakil Ketua Komisi Ekonomi MUI, dengan menggunakan kacamata politik-ekonomi, bahwa Baitulmaal itu sebenarnya konsep negara (Lembaga Keuangan Negara). Semula selama 10 taun (di era perang/revolusi), sumber penerimaan negara pertama yang masuk ke Baitulmaal adalah ghanimah (rampasan perang). Kemudian setelah itu (di era damai/tenang/merdeka), sumber pendapatan Baitulmaal itu dari zakat dan kemudian juga dari wakaf (“APBN kita Bisa [Harus ?} Mengadopsi Konsepsi Rasulullah dengan Balanced Budget”, SHARING, Edisi 35, Thn.IV, November, hal 14). Zakat adalah sumber penerimaan/pendapatan negara resmi yang merupakan pos Baitulmaal.
Keuangan Negara digunakan untuk : Memenuhi keperluan jaminan sosial dan pertahanan negara.
Kekayaan negara itu selanjutnya dpergunakan untuk membiayai para qadhi, amir, angkatan perang, pegawai lainnya dan untuk membiayai aneka ragam pembangunan dalam negara seperti pembangunan masjid, sekolah, rumah sakit, perpustakaan, benteng-benteng, pengairan, danlain-lain.
Anggaran belanja negara memiliki pos-pos yang baku sesuai ketentuan syara’. Sedangkan rincian pos-pos anggaran dan nilainya untuk masing-masing bagian, serta bidang-bidang apa saja yang memperoleh anggaran, semuanya ditentukan oleh ijtihad Khalifah (Kepala Negara).
Sumber tetap pemasukan baitulmal berupa fa’i, jizyah, kharaj, seperlima harta rikaz dan zakat. Seluruh pemasukan ini dipungut secara tetap.
Apabila sumber tetap pemasukan baitulmal tidak mencukupi anggaran, maka negara boleh memungut pajak dengan syarat tertentu.
Sumber pendapatan yang disimpan di baaitulmal mencakup harta yang dipungut dari kantor cukai, harta yang dihasilkan dari badan usaha anegara, dan dari harta warisan yang tidak memiliki ahli waris.
Pengeluaran baitulmal disalurkan pada :
a. Delapan golongan yang berhak menerima zakat (mustahik).
b. Para pegawai, pejabat, militer.
c. Pembangunan sarana pelayanan masyarakat 9seperti jalan raya, rumah ibadah, rumah sehat, sekolah.
d. Pembangunan sarana pelayanan pelengkap.
e. Bencana alam (seperti gempa bumi, angin topan).
(Jika dari kas zakat tidak ada dana, maka untuk fakir, miskin, ibnu sabil, kebutuhan jihad dan gharimin diberikan dari sumber pemasukan baitulmal lain. Apabila dana baitulmal tidak mencukupi, maka segera dipungut pajak untuk memenuhi biaya tersebut).
(Simak antara lain :
- Taqiyuddin an-Nabhani : “Peraturan Hidup dalam Islam”, HTI, Jakarta, 2006, hal 167-170.
- Prof Dr TM Hasbi ash-Shiddieqy : “Ilmu Kenegaraan dalam Fiqih Islam”, Bulan Bintang, Jakarta, 1991.
- Dr Ahmad Abdul Aziz An Najjar dkk : “100 Soal Jawab tentang Bank Islam”, Al-Ma’arif, Bandung, 1987, hal 25-30.
- Al-Chaidar : “Pengantar Pemikiran Politik Proklamator NII SM Kartosoewirjo”, Darul Falah, Jakarta, 1999, hal 107-109
- ALWA’IE, No.101, 1-31 Januari 2009; 102, 1-28 Feburari 2009.
- Prof Dr Hamka : “Tafsir AlAzhar”, juzuk X, Pustaka Pabjinas, Jakarta, 1983, hal 2).
Bangsa pengemis
Kemana-mana naik/turun angkutan/bis kota disaksikan di dalam bis, di seputar lampu merah berjubel pengamen, pengemis.
Di tataran internasional menadahkan tangan, mengemis belas kasihan IMF, Bank Dunia, Negara Donor.
Bahkan mengemis tenaga pelatih/pemain sepakbola dari negara asing.
Bisa-bisa Kapolri, Jaksa Agung, Ketua KPK, Ketua Komisi Yudisial dan lain-lain diimpor dari negara-negara maju.
Sungguh sangat memprihatinkan jadi bangsa pengemis, bangsa peminta-minta, bangsa jajahan modern.
Harga diri
Ada hal yang lupa (terlupakan atau dilupakan) di kalangan masyarakat/umat keharusan untuk menjaga muru:ah, harga diri. Sudah menjadi lumrah/wajar kaya/miskin mengemis-ngemis tanpa malu-malu, rame-rame minta sedekah/zakat menjelang lebaran/hari raya idil fitri. Dalam “Riadhus Shalihin” Imam nawawi terdapat pasal “Qana’ah”, “Celaan terhadap minta-minta yang bukan terpaksa”, ‘Boleh menerima sedekah tanpa minta-minta dan tidak mengharap-harap”.
(written by sicumpaz@gmail.com at BKS1108060730)
Labels: catatan serbaneka
0 Comments:
Post a Comment
<< Home