Milis bincang-bincang Masyarakat Adil Makmur Situs Koleksi Informasi Serbaneka

Saturday, November 27, 2010

Kita ini bangsa fasiq

Fasiq
Kita mengaku berTuhankan Allah, tahu hukum Allah, tetapi kita tidak mau menegakkan hukum Allah, tidak mau menerima hukum Allah, sengaja melanggarnya, beramal, bertindak berentangan dssengan perintah dan ajaran Allah. Kita membenarkan dalam ucapan, tapi kita menyangkal dalam tindakan.
Kita mengaku beriman kepada Allah swt sebagai Rabb, Islam sebagai dien, AlQur;an sebagai pimpinan (imam), Nabi Muhammad saw sebagai suri teladan (uswah, qudwah), tetapi kita tdak mau mengikuti ajarannya.
Kta mengaku bahwa hak sesame Muslimin, baik sebagai tetangga, kerabat, teman sepekerjaan, teman sperkumpulan meliputi menyebarkan salam, menjawab salam, menengo yang sait, mengantarkan jenazah, memohonkan do’a, mendo’akan yang bersin (berbangkis), menolong yang teraniaya (tertindas), menolong yang kesusahan, menasihati yang membutuhkannya, menutupi aibnya, tidak mengganggu atau merugikannya, tetapi kita tidak menunaikannya.
Kita begitu bersemaqngat menghimpun dana untuk meringankan beban penderitaan korban bencana alam dan bendana perang bak di dalam maupun di luar negeri, tetapi kita menutup mata menyaksikan beban penderitaan hidup yang berkepanjangan ang dalami oleh para terlantar, terlunta-lunta, gelandangan, pengemis, pemulung, anak kolong, anak jalanan, tuna arta, tuna wisma, tuna karya.
Di depan umum kita sangat mengecam penghidupan seks bebas yang terbuka atau setengah terbua. Tapi kita buka tempat-tempat mandi uap, kita atur tempat-tempat prostitusi, kita lindungi dengan berbagai aturan resmi, setengah resm ataupun cara swasta.
Dalam lngkungan sendiri, kita pura-pura alim. Begitu lepas, keluar dari lingkungan sendiri, kita antas masuk tepat maksiat. Kita ikut-ikut maki korpsi, tetapi kita sendiri tak bersih dar korupsi, bakan sebagai koruptor.
Kita mengatakan, bawa hukum itu berlaku sama terhadap semua orang. Tetapi dalam kenyataan kita lihat pencuri masu penjara, sedangkan pencuri besar segera akan bebas, atau masuk penjara sebenatar saja.
Kita latah mengajak, menganjurkan memererat, memperkokoh hubungan slaturrahim. Tapi dalam diri kita sendiri tak secuilpun benih raim itu bersemi. Kita daang berkunjung bertamu ke empat sanak family, kita menunggu, menanti kedatangan kunjungan sanak family pada saat hari raya idul fitri untuk mepererat hubungan silaturraim. Tapi diri kita sendiri kosong dar rahim itu. Kita bersalam-salaman, berma’af-ma’afan dengan tetaggag sekitar pada hari raya idul fitri taklebih dari depan pintu rumah.
Kita hibur gembirakan yatim miskin pada hari raya idul fitri dengan menyantuninya dengan sandang dan pangan bilamana nama kita diumumkan, disiarkan, disebut sebagai penyantun. Tapi kia masa bodoh, ta peduli sama sekali bilamana nama kita tak akan diumumkan, disiarkan, disebut sebagai penyantun.Tak pernah tergerak hati kita untuk menghibur menggembirakan keponakan, anak family, anak tetangga berknjung ke taqman ria anak-anak.
Kita mengaku percaya bahwa belum beriman seseorang sebelum ia mencintai sesame Mukmin sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri, tetapi kita tak pernah berupaya mewujudkan kesamaan antara pernyataan (Das Sollen) dengan kenyataaqn (Das Sein). Kita getol berkoar meneriakkan seruan menggalang persatuan dan kesatuan. Tapi kita sendiri ogah dating berkujung bertama ke rmah yang berlainan paham dengankita, mengucapkan salam selamat. Lain di bibir, lain di hati.
Kita nyatakan Nabi Muhammad teladan sempurna. Tapi nyatanya, ajaran nabi Muhammad kita lemparkan. Kita pungut yang bukan ajaran abi Muhammad. Kita nyatakan Qur:an itu tuntunan sempurna. Kita gunakan Qur:an untuk sarana sumpah. Tapi nyatanya ajaran Qur:an kita lemparkan. Kia singkirkan Qur:an dari Konstitusi. Kita pungut yang bukan ajaran Qur:an. Kita nyatakan Islam itu system sepurna. Tapi nyatanya ajaran Islam kitaleparkan. Kita punut yang bukan ajaran Islam. Kita nyatakan Allah itu Maha Sempurna. Tapi nyatanya ajaran Allah kita lemparkan. Kita pungut yangbukan aaran Allah. Kita mengaku percaa kepada Tuhan ang Maha Esa (sila pertama Pancasila), tetapi kita juga percaya kepada Nyi Roro Kidul, dewi siluman di laut selatan yang dipandang sakti.
Kita mengaku berTuhankan Allah, tetapi kita tdak mau menunaikan hak Allah, bahkan mencintai makhluk. Kita tahu bahwa yang bernyawa akan mati, tetapi kita mencintai rumah tempat tinggal. Kita percaya akan akhirat, tetapi kita mencintai hidup dunia. Kita percaya bahwa di ahirat kela segala sesuat akan diperhitungkan, tetapi kita mengejar, menumpuk hara kekayaan. Kita percaya akan kewajiban bertobat, tetapi kita suka berbuat maksiat. Kita tau bahwa dunia ini akan lenyap, tetapi kita hidup dalam kemewahan. Kita thu bahwa setiap hal mengikuti takdir, tetapi kita resah gelisah mengalami kegagalan. Kita percaya bahwa neraka disediakan bag yang jahat, tetapi kita melakukan perbuatan dosa. Kita percaya bahwa sorga disedakan bagi yang mengerjakan kebajikan, tapi kita tidak berupaya memperolehnya, bahkan kita tdak merasa puas menikmati kekyaan dunia. Kita tahu bahwa seta itu musuh kita, tetap kita patuh mengikuti kemauan, perintahnya. Kita membaca Qur:an, tapi kita tidak mengamalkan ajarannya. Kita mengaku cinta akan Rasulullah, tetapi kita tidak mengikuti Sunnahnya. Kita tutupi aib kita, tetapi kita beberkan aib orang lain.
Kita bisa saja mengibuli manusia. Api kia tak bisa lepas dari tilkan Yang Maha Kasa. Kita bisa saja mengibuli semua orang pada suatu jumlah orang pada sepanjang masa, tapi kita tak akan bisa mengibuli semua orang semanjang masa.
(Disimak antara lain dari :
1. Abu Fahmi : “Bercinta dan Bersaudara Karena Allah” (Husni Adham Jaurar), Gema Insani Press, Jakarta, 1990:33,38.
2. H Mawardi Noer SH : “Me4milih Pemimpin”, Publicity, Djakarta, 1971:15-16.
3. Drs Asyhuri : “Orang Kafir Dapat Menerima Pahala Dai Surga ?”, KANISA, Assalam, Surakarta, No.03, Rabiul Awal 1410h, halaman 23.
4. PANJI MASYARAKAT, No.221, 15 April 1977, alaman 46-47, Mukhtar Lubis : “Manusia Indonesia”.
5. Abdullah Thaher : “Kitab al-Islaqm wal-Amal”, halaman7.
6. Amien Noersyams : “Rahasia/Keajaiban Hati “ (Imam Ghazali), halaman 130, tentang tempat masuk setan.
7. Mahfud Sahli : “Dibalik Ketqjaman Hati” (Imam Ghazali), halaman 34, tentang Kelengahan, halaan 57, tentang Kecintaan.
8. SUARA MASJID, No.61, Th V, Oktober 1979, halaman 80, “Mutiara Hikmat dari Usman bin ‘Affan”.
9. KOMPAS, Minggu, 28 Maret 1993, halaman 9, Asal Usul, “Interupsi”, Mahbub Junaidi.
10. PANJI MASYARAKAT, No.245, 15 Aprl 1978, halaman 3, “Hikayat Ibrahim bin Adham.
11. H Salim Baqhreisy : “Tarjamah Riadhus Shalihin (Imam Nawawi, jilid II, halaman 416, hadis 2, “Kejelekan orang bermuka dua”; jilid I, halaman 211, hadis 2, “Perintah Menunaikan Amanat”.
12. H Salim Bahreish : “Tarjamah al-Lukluk wal-Marjan” (Muhammad Fuad Abdul Baqi), jilid I, halaman 46, hadis 87, “Tercabutnya amanat dan iman dari hati, dan banyaknya ujian hidup”.
13. S Sjah SH : “Islam Lawan anatisme dan Intoleransi” (Khurshid Ahmad, MA, LLB), Tintamas, Djakarta, 1968, halaman XIII.
(written by sicumpaz@gmail.com in sicumpas.wordpress.com as Asrir at BKS9104161030)

0 Comments:

Post a Comment

<< Home