Milis bincang-bincang Masyarakat Adil Makmur Situs Koleksi Informasi Serbaneka

Saturday, November 06, 2010

Jadikan Masjid sebagai Pusat Pendidikan Masyarakat

Kondisi umat Islam (umat pecundang, generasi buih)

Keadaan umat Islam sekarang ini sangat memprihatinkan. Umat tertidur pulas. Masih belum bangun dari tidur panjangnya. Semua sistem yang mengatur umat Islam secara umum zalim, tidak memiliki visi dan misi positif yang menguntungkan Islam. Hanya menjalankan keputusan musuh,, menjadi budak lawan. Mewadahi aktivitas yang telah diagendakan untuk membuat umat tetap lemah dan tidak mampu keluar dari keterpurukannya. Para pemimpin telah merampas hak-hak rakyat dan bekerjasama dengan pihak asing untuk menguras kekayaan negeri mereka.

Mayoritas umat ini tak memahami, tak menyadari masalah yang menimpa mereka. Diperlukan dakwah yang dapat dicerna akal dengan hikmah untuk menyadarkan umat, bahwa aset-asetnya telah dijajah dan dieksploitasi oleh negara-negara mperialis Barat dengan Amerika Serikat sebagai pemimpinnya. Umat perlu disadarkan, bahwa semenjak dua abad slam, kekayaan umat dirampas musuh, kehormatannya dilecehkan, kemerdekaannya dikekang. Umat perlu disadarkan agar tak memiliki jalan kompromi dengan keadaan, agar tak mendekati dan menjilat penguasa, agar tak berkompromi dalam masalah akidah, agar tak memilih jalan demokrasi sekuler, agar tak bermesaan dengan musuh demi imbalan duniawi (Fahmi Suwaidi : ”Strategi Aqaidah Mejebak Amerika”, 2008:105-107).

Kemungkinan terciptanya kehidupan ang isami di negar-negara, kecocokan Islam sebagai suatu sistem yang mampu mengatur dunia, akan terwujudnya masyarakat Islam di masa depan betul-betul tak diragukan. Tapi untuk mewujudkan masyarakat Islam seperti itu sungguh amat tak mudah. Banyak hlangan yang aan ditemui. Banyak sekali pekerjaan berat dan besar yang mesti diselesaikan. Untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan hendaklah mengarahkan, mengerahkan segala kemampuan yang dimiliki.

Umat Islam haruslah menggunakan kesungguhan berlipat ganda untuk dapat memiliki dominasi kekuatan ang dapat menggentarkan lawan (QS 8:60). Membutuhkan kekuatan iman, kesabaran, serta komitmen yang kuat terhadap masyarakat dan dunia Islam, pemikiran kreatif yang mampu menciptakan hal-hal yang lebh baru dan sempurna. Semua ini disertai dengan pengabdian, pengorbanan dan kesungguhan ang betul-betul (Simak Sayyid Quthub : ”Keadilan Sosial dalam Islam”, 1994:339-341).

Umat pecundang, genarasi buih seperti ini memerlukan pembinaan, penggembelengan secara serius melalui jama’ah d dalam masjid. Inlah yang dipesankan, diserukan olah Khalifah Abu Bakar Shiddiq : ”Senantiasa kumpul di Masjid. Mencari petunjuk dari Qur:an. Menta’ati disiplin”

Kondisi umat Islam kini belum siap dengan Daulah Islamiyah”, dengan ”Khilafah Islamiyah”. Sesungguhnya sia-sia mengusung ide ”Dalah Islamiyah”, ide ”Khilafah Isamiyah” selama umat ini belum dibangunkan dari tidurpanjangnya, selama umat ini belum disadarkan akan derita yang menimanya.

(Asrir BKS1010270615 written by sicumpaz@gmail.com sicumpas.wordpress.com)


Umat Islam

Das Sollen, seharusnya, umat Islam itu umat yang menghayati dan yang mengamalkan ajaran Islam, yang berpegang teguh pada tuntunan dan bimbingan alQur:an, yang siap membela, mempertahankan Islam dari segala yang mengganggu.

Da Sein, dalam kenyataannya, umat Islam itu umat yang sekedar menyandang predikat Islam, yang tak begitu menghayati dan mengamalkan ajaran Islam, yang tak begitu peduli terhadap yang mengganggu, menyerang Islam.

"Serangan hebat terhadap Negara-negara Muslim" tak mendorong "kaum fanatic berbondong-bondong mendukungnya" seperti dikhawatirkan Jenkins (Noam Chomsky : "Amerika Sang Teroros ?", 2001:XVI).

Strategi AlQaidah Menjebak Amerika dengan memancing, memaksa Amerika ke luar dari kandangnya untuk membangunkan umat Islam bangkit dari tidur panjangnya mengalami kegagalan. Karena umat Islam ini tak memiliki kesadaran beragama, tak menghayati dan mengamalkan ajaran Islam, tak peduli akan gangguan, serangan terhadap Islam, tak memiliki, potensi, kekuatan akidah, akhlaq, ibadah, mu'amalah, politik, ekonomi, militer.

Meskipun jumlahnya miliaran, banyaknya manusia yang memeluk Islam seperti buih. Meski terlihat begitu berlimpah, umat Islam tak punya bobot dan selalu menjadi bulan-bulanan umat lain. Umat Islam lemah segalanya, akidahnya, akhlaqnya, ibadahnya, mu'amalahn ya, politiknya, ekonominya, militernya (Fahmi Suwaidi : "Strategi AlQaidah Menjebak Amerika" 2008:36,41).

(Asrir BKS1010210900 written by sicumpaz@gmail.com sicumpas.wordpress.com)



Jama’ah umat Islam

Das Sein, dalam kenyataannya, jama’ah umat Islam itu jama’ah icakicak, pura-pura, semu, sepuhan, imitasi, pseudo, artificial. Ketika melaksanakan shalat jama’ah, kondisi umat Islam tampakhnya seolah memiliki satu gerak, sat langkah yang sama. Namun safnya tak pernah rapi, tak pernah teratur, lurus, rapat. Unsur khilafiyah (perpecahan ?) tetap saja hadir dalam shalat jama’ah. Apalagi di luar shalat, antar sesame Islam saling menghujat, saling mencaci, saling membid’ahkan, saling mengkhawarijkan, saling mengkafirkan.

Das Sollen, seharusnya, jama’ah umat Islam itu jama’ah yang solid, kokoh, terpadu, bagaikan satu bangunan yang antar unsurnya saling mengokohkan, bagaikan satu tubuh yang antar unsurnya saling merasakan. Pertolongan Allah jauh dari umat yang berpecah belah, yang tak kompak bersatu.

Sumbr pepecahan (tafarruq) itu karena memperebutkan dunia (harta, kekayaan, kedudukan, jabatan, pangkat, kekuasaan, kemuliaan, kehormatan, pengaruh, pamor, sanjungan). Selama hubbud dunya wa karihatil maut dipelihara, maka mustahil terwujud persatuan yang benar-benar kompak bersatu.

Salah satu titik kelemahan umat Islam menurut M Natsir : Hobi bermusuhan. Umat Islam sangat deman (senang) punya lawan. Kalau ada musuh mereka bersatu. Bila musuh tak ada lagi mereka mencari musuh di kalangan sendiri (SUARA MASJID, No.144, 1 September 1982, hal 4). Bahkan kini, meski ada musuh, umat Islam masih saja terpecah belah.

Sekitar tahun 1966, M Natsir menulis resep “Mempersatukan Umat”, yang diterbitkan kembali pada 1983. Teori mempersatukan umat tampaknya logis rasionilhanya selama factor ekstern tetap, tidak berubah. Seruan Islam tetap saja. Berjuanglah (QS 322:78)untuk ketinggian Islam dan kaum Muslimin serta kesatuan Islam (QS 3:139). Hendaknya semua dalam satu jama’ah, satu barisan, satu front yang terorganisir rapi (QS 3:103). Kebenaran tak terorganisir rapi akan dikalahkan kebatilan rapi. Tak ada yang di luar. Punya program SMART/SWOT, dana, sarana, logistic (QS 61:4), personil, penanggungjawab, pembagian tugas, kesetiaan, loyalitas (QS 8:60). (Simak juga Ahmad Salimin Dani MA : “Perintah Merapatkan Barisan”, dalam SUARA MUSLIM, Bekasi, Edisi 26/2010/1431H, hal 23-27, rubri : “Tafsir”).

(Asrir BKS101011150730 written by sicumpaz@gmail.com sicumpas.wordpress.com)

Islam agama dakwah

Islam itu agama dakwah, menyampaikan seruan kebaikan. Seruan itu disampaikan ke semua lapisan, ke segenap srata social, baik rakyat awam, maupun elite politik (malaa). Secara garis besar, Islam menyeru agar berbuat yang makruf, yang baik-baik, tidak berbuat yang munkar, yang jelek-jelek. Inti seruan Islam itu adalah agar hanya mengabdi kepada Allah saja. Tak da Tuhan selain Dia. Agar takut akan siksaan Allah di akhirat nanti. Agar tak melakukan perbuatan jorok, cabul, mesum, porno. Agar tak melakukan penipuan, kecurangan, manipulasi, kekacauan, kerusakan, kerusuhan, keresahan. Agar tak mengganggu jalanan (lalu lintas), tiak menghalangi dakwah (seruan kebenaran). Agar tidak melakukan kejahatan, tindak pidana, tindak criminal, keributan, aksi perampokan, penodongan, pemerasan. Agar berlaku adil, menebar kebaikan, kebajikan, ketertiban, memperhatikan/memenuhi kebutuhan kerabat.

Khusus kepada penguasa (elite politik) juga disampaikan seruan agar tidak berlaku sewenang-wenang, tidak berlaku zhalim, tidak berlaku aniaya, memelihara keamanan. Sekaligus Islam mengecam, menggugat absulutisme, anarkisme, kesewenang-wenangan, kezhaliman, tirani, ketidakadilan, diskriminasi. “Lo! Allah enjoineth justice an kindness, and giving to kinsfolk, and for biddeth lewdness and abomination and wickedness” (QS 16:90). “Deal justly, that is nearer to your duty” (QS 5:8). “Lo! Allah commandeth you that ye restore deposits to their owners, and if ye judge between mankind that ye judge justly” (QS 4:58).

Seruan dakwah itu haruslahberkesinambungan secara kontinu dari generasi ke generasi dalam semua bidang kehidupan. Karena itu perlu upaya kaderisasi di semua bidang melahirkan da’i-da’i professional.

Seruan Islam kepada tiran/thaghut Fir’aun yang telah menindas, memperbudak Bani Israel lebih dari empat ratus tahun berupa himbauan, ajakan agar Fir’au melepaskan, membebaskan Bani Israel dari perbudakan dan membiarkan mereka kembali ke tanah leluhurnya di Palestina (QS 26:17-22).

Islam juga menyeru agar melakukan perlawanan fisik menuruti aturan Allah terhadap yang berbuat semena-mena, serbuat sewenang-wenang, membuhuh, merampas, menggusur tanpa alasan hukum yang sah (QS 2:190, 60:8).

Bila dakwah macet melalui jalur umum, jalur biasa, maka ditempuh jalur jihad. Jihad merupakan salah atu sarana, jalur darurat yang haruss ditempuh dakwah karena terpaksa, karena jalur biasa, jalur umum macet.

Meskipun trio Fir’aun, Qarun, Haman telah melakukan tindakan absolutisme, tirani, semena-mena, sewnang-wenang, maker, onar, diskriminatif, provokatif, intimidasi, namun dakwah Nabi Musa dan Nabi Harun hanya sebatas menempuh jalur biasa, jalur umum, belum menempuh jalur darurat berupa jalur jihad, konfrontasi fisik, masih konfrontasi psikologis, karena belum punya kekuatan (personil dan logistik).

(Asrir BKS1010141530 written by sicumpaz@gmail.com sicumpas.wordpress.com)


Jadikan Masjid Sebagai Pusat Pendidikan Masyarakat

Kondisi beragama generasi kini, generasi 2000, mengenai pemahaman, penghayatan,
penerapan, pengamalan Islamnya sangat memprihatinkan, jauh menurun dibandingkan
dengan generasi lalu, generasi 1950. Tanpa perlu bersusah payah mengumpulkan
data staatisktik, hal tersebut tampak nyata terlihat secara umum pada kondisi
beragama dalam keluarga sendiri, dalam lingkungan erte, dalam lingkungan erwe
sendiri. Bagaimana tingkat pemahaman, penghayatan, pengamalan ajaran Islam oleh
anak-cucu, dibandidngkan dengan ibu-baapaknya, kakek-nenek-nya. Apakah generasi
kini lebih baik dari generasi lalu dalam pemahaman, penghayatan, pengamalan
ajaran Isl;am, ataukah sebaliknya. Berapa prosen generasi kini yang dengan
kesadaran sendiri melaksanakan shalat lima waktu dan shaum Ramadhan secara
tekun, teratur, tertib. Dan berapa prosen pula generasi lalu.
Salah satu faktor penyebab menurunnya sikap beragama generasi kini dibandingkana
dengan generasiu lalu adalah oleh karena munculnya kecenderungan kebebasan yang
hampir tanpa batas dalam segala hal. Pintu-pitu (gerbang, gate, media, sarana)
terbuka amat luas bagi genrasi kini dibandingkan dengan generasi lalu. Mulai
dari koran, majalah, radio, televisi, filem sampai internet. Tayangan televisi
merupakan Guru Besar bagi generasi kini. Ukuran keenaran dirujuk pada tayangan
televisi, pada budaya pergaulan bebas di objek wisata. Dakwah, baik yang tatap
muka 9taklim), apalagi melalui tayangan televisi sepi dari ruh tauhid, dari ruh
jihad, tanpa semangaty juang tinggi untuk membentuk generasi tangguh pengemban
amanat risalah untuk meninggikan, mengunggulkan, memenangkan Islam di atas
segala agama, untuk tampil membawa Islam sebagai pemimpim, pengatur dunia.
Generasi 1950 pada umumnya, di samping mengikuti pendidikan formal di sekolah
umum, juga mengikuti pendidikan agama di madrasah. Di madrasah mereka dididik
untuk beragama, untuk mengenal dan mengamalkan ajaran agama Islam, untuk
mengenal mana yang halal, yang boleh, dan mana yang haram, yang terlarang. Bukan
hanya didik sekedar untuk mengenal saja, tapi sekaligus untuk mengamalkan ajaran
Islam dalama kehidupan sehari-hari. Hal ini dapat disimak dari generasi muda
Natsir dan kawan-kawan di Masyumi, dan generasi muda Kartosoewirjo dengan
Institute Suffahnya di Malangbong.
Generasi 2000 sangat membutuhkan pendidikan holistik (integrated, totalitas,
kaffah, menyeluruh) terprogram, sistimatis untuk meningkatkan pemahaman,
penghayatan, pengamalan ajaran Islaam dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu
upaya dapat ditempuh dengan menjadikan masjid, Mushalla sebagai pusat pendidikan
ajaran Islam bagi masyarakat sekitarnya. Masjid, Mushalla sebagai pusat
pendidikan ajaran islam, beberapa waktu yang lalu pernah dirintis di Masjid
Salman dalam Kampus ITB Bandung. Pendidikan Islam di Masjid Salman ini dapat
dijadikan sebagai proyek percontohan bagi pendidikan ajaran Islam untuk generasi
kini, baik urusan ibadat, muaamalat, siasat, militer, sebagai pusat kegiatan
jama’ah yang mempersatukan umat islam (Prof Dr hamka : “Tafsir Al-Azhar”, XI,
hal 46, tentang tafsir ayat QS9:107).


Meramaikan dan memerankan masjid
Kondisi komunitas, umat Islam di mana-mana amat sangat memprihatinkan. Umat Islam di mana-mana tak diperitungkan orang, dilecehkan orang, dipandang enteng orang, tak disegani orang. Di mana-mana muncul aksi, aktivitas yang melecehkan Islam, menodai Islam. Muncul berbagai firqah, aliran sesat, aliran yang menyimpang dari Islam. (Simak antara lain Tabloid SYI’AR ISLAM, Bekasi, Edisi XXIII, Maret 2010, halaman 5-6).
Pelecehan, penodaan terhadap Islam itu sebenarnya muncul karena kondisi umat Islam itu sendiri sudah amat sangat lemah, tak punya kekuatan sama sekali. Lemah dalam bidang akidah dan keyakinan, lemah di bidang politik-militer-ekonomi-sosial-budaya. Lemah akidah-ibadah-akhlak-mu’amalah (Simak antara lan ALMSLIMUN, Bangil, No.202, Januari 1987, halaman 28).
Kelemahan umat Islam ini dalam terminologi Islam sendiri disebutkan dengan patologi sosial, penyakit “alwahnu”, penyakit “attakatsur”, penyakit rakus, sibuk mengumpulkan harta kekayaan dunia dan meninggalkan, mengabaikan urusan akhirat (Simak antara lain QS 102:1-8, 104:1-9). Penyakit materialisme-kapitalisme telah melanda ke seluruh tulang sumsum umat Islam.
Untuk menghadapi situasi, kondisi seperti ni, Khalifah Abubakar Shiddiq wanti-wanti berpesan agar menetap di masjid, meramaikan masjid, menghidupkan masjid, memfungsikan peran masjid, memahami pesan alQuyr:an, menemukan solusi masalah dalam alQur:an, berpegang teguh pada ketaatan kepada alQur:an (Simak antara lain M Natsir : “Fiqhud Da’wah”, 1981:88-89; Usman Abd Kadir Mukarram : “Fungsi Masjid Sebagai Pembina Umat”, dalam ALMSLIMUN, Bangil, No.202, Januari 1987, halaman 27-28).
Dibutuhkan, diperlukan sosok-sosok teladan untuk meramaikan masjid, untuk memfungsikan masjid. Untuk membina jama’ah yang kokoh, solid baik di dalam maupun di luar masjid. Imamnya benar-benar fasih, paham akan alQur:an, mengerti akan Islam. Makmumnya benar-benar mengerti akan hakikat shalat, barisan yang rapi, baik ketika shalat mapun di luar salat (Simak antara lain QS 61:4).
Aktivtas kehidupan bermasyarakat, berbangsa bernegara dikedalikan dari masjid. Perjuangan Umat Islam dikendaikan dari masjid, berangkat dari masjid. Hukum-hukum mengenai bermasyaakat, berbangsa bernegara menurut Islam sudah pernah diberlakukan sebagai hukum positif di kerajaan-kerajaan Islam di seluruh Nusantara dan Semenenanjung yang disebut dengan kanun Islam (Simak antara lain PESANTREN, Jakarta, No.2/Vol II/1985, hal 21, 4).
Dibutuhkan, diperlukan sosok-sosok intelektual masjid untuk mengoleksi, menyeleksi, mengedit kanun-kanun Islam tersebut menjadi satu Kompilasi Hukum yang dapat menggantikan Kodifikasi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Hukum Perdata. Perjuangan Umat Islam seharusnya berangkat berangkat dari masjid menuju twerwujudnya UUD, KUHP yang Islami (Bandingkan dengan SYI’AR ISLAM, Edisi XXIII, Maret 2010, halaman 3-4). Semoga sosok-sosok di MUI, ICMI, Ormas dan Parpol Islam merintis ke arah terwujudnya Jama’ah Islam yang kompak, kokoh, solid, yang disegani lawan.. Amin.
(BKS1003060600)

Meramaikan dan memerankan masjid
Kondisi komunitas, umat Islam di mana-mana amat sangat memprihatinkan. Umat Islam di mana-mana tak diperitungkan orang, dilecehkan orang, dipandang enteng orang, tak disegani orang. Di mana-mana muncul aksi, aktivitas yang melecehkan Islam, menodai Islam. Muncul berbagai firqah, aliran sesat, aliran yang menyimpang dari Islam. (Simak antara lain Tabloid SYI’AR ISLAM, Bekasi, Edisi XXIII, Maret 2010, halaman 5-6).
Pelecehan, penodaan terhadap Islam itu sebenarnya muncul karena kondisi umat Islam itu sendiri sudah amat sangat lemah, tak punya kekuatan sama sekali. Lemah dalam bidang akidah dan keyakinan, lemah di bidang politik-militer-ekonomi-sosial-budaya. Lemah akidah-ibadah-akhlak-mu’amalah (Simak antara lan ALMSLIMUN, Bangil, No.202, Januari 1987, halaman 28).
Kelemahan umat Islam ini dalam terminologi Islam sendiri disebutkan dengan patologi sosial, penyakit “alwahnu”, penyakit “attakatsur”, penyakit rakus, sibuk mengumpulkan harta kekayaan dunia dan meninggalkan, mengabaikan urusan akhirat (Simak antara lain QS 102:1-8, 104:1-9). Penyakit materialisme-kapitalisme telah melanda ke seluruh tulang sumsum umat Islam.
Untuk menghadapi situasi, kondisi seperti ni, Khalifah Abubakar Shiddiq wanti-wanti berpesan agar menetap di masjid, meramaikan masjid, menghidupkan masjid, memfungsikan peran masjid, memahami pesan alQuyr:an, menemukan solusi masalah dalam alQur:an, berpegang teguh pada ketaatan kepada alQur:an (Simak antara lain M Natsir : “Fiqhud Da’wah”, 1981:88-89; Usman Abd Kadir Mukarram : “Fungsi Masjid Sebagai Pembina Umat”, dalam ALMSLIMUN, Bangil, No.202, Januari 1987, halaman 27-28).
Dibutuhkan, diperlukan sosok-sosok teladan untuk meramaikan masjid, untuk memfungsikan masjid. Untuk membina jama’ah yang kokoh, solid baik di dalam maupun di luar masjid. Imamnya benar-benar fasih, paham akan alQur:an, mengerti akan Islam. Makmumnya benar-benar mengerti akan hakikat shalat, barisan yang rapi, baik ketika shalat mapun di luar salat (Simak antara lain QS 61:4).
Aktivtas kehidupan bermasyarakat, berbangsa bernegara dikedalikan dari masjid. Perjuangan Umat Islam dikendaikan dari masjid, berangkat dari masjid. Hukum-hukum mengenai bermasyaakat, berbangsa bernegara menurut Islam sudah pernah diberlakukan sebagai hukum positif di kerajaan-kerajaan Islam di seluruh Nusantara dan Semenenanjung yang disebut dengan kanun Islam (Simak antara lain PESANTREN, Jakarta, No.2/Vol II/1985, hal 21, 4).
Dibutuhkan, diperlukan sosok-sosok intelektual masjid untuk mengoleksi, menyeleksi, mengedit kanun-kanun Islam tersebut menjadi satu Kompilasi Hukum yang dapat menggantikan Kodifikasi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Hukum Perdata. Perjuangan Umat Islam seharusnya berangkat berangkat dari masjid menuju twerwujudnya UUD, KUHP yang Islami (Bandingkan dengan SYI’AR ISLAM, Edisi XXIII, Maret 2010, halaman 3-4). Semoga sosok-sosok di MUI, ICMI, Ormas dan Parpol Islam merintis ke arah terwujudnya Jama’ah Islam yang kompak, kokoh, solid, yang disegani lawan.. Amin.
(BKS1003060600)

0 Comments:

Post a Comment

<< Home