Milis bincang-bincang Masyarakat Adil Makmur Situs Koleksi Informasi Serbaneka

Wednesday, March 30, 2011

Investasi

Investasi

Kewajiban asasi yang harus dipenuhi oleh seorang pemilik harta adalah “infaq fi sabilillah”, yaitu kewajiban untuk menafkahkan atau mempergunakan harta milik itu pada jalan yang dibenarkan oleh Allah swt.

Salah seorang di antara rajadiraja konglomerat, pemilik harta terbesar adalah Qarun. Ia adalah salah seorang kaum Nabi Musa as (Bani Israel) yang harta kekayaannya super-banyak, sehingga anak-anak kunci gudang-gudang kekayaannya amat berat dipikul oleh kuli-kuli yang kuat-kuat (semacam tenaga Hercules barangkali).

Tetapi kemudian ia aniaya (cuek) kepada bangsanya sendiri. Kaumnya memperingtkannya agar ia jangan trlalu bersukaria. Agar ia menaruh perhatian untuk mendapatkan kebahagiaan di kampong akhirat dengan membelanjakan kekayaan yang diberikan Allah kepadanya untuk kepentingan/keutuhan masyarakat bangsanya yang memerlukannya, tetapi jangan terlalu berlebih-lebihan sehingga melpan (modal) kebutuhan nasib/bagian hidupnya di dunia.

Kekayaan haruslah dimanfa’atkan untuk kesejahteraan hidup bersama, harus mempunyai fungisi sosial, dengan menggerakkan dan memutarkannya dalam proses produksi, sehingga dapat mempertinggi kemakmuran hidup bermasyarakat sebagai keseluruhan (prodktif), sekaligus menimbuni kemelaratan ummat yang banyak di sekitar kemewahan berlimpah-limpah di kalangan beberapa gelintir orang-orang kaya.

Islam mengajarkan agar menyebut-nyebut nikmat Allah dengan bersyukur, agar menafkahkan sebagian rezki yang dianugerahkan Allah. Dalam rangkaaplikasi-terapinya, tak ada saahnya bila secara rutin setiap tutup tahun buku setiap konglomerat bekerjasama dengan Yayasan Dhua’afa menyelenggarakan temu muka dengan para dhu’afa.

Diundang hadir paara dhu’afa, tokoh-tokoh LSM, para konglomerat. Pada perteman itu diumumkan jumlah kekayaan (bukan dari keuntungan) diinvestaskan untuk kepentingan umum. Dibagi-bagikan kepada pada dhu’afa. Agar yang melarat (fuqaraa, masakin, ibnus-sabil, anak jalanan, gelandangan, orang terlantar, tuna-wisma) dapat meakukan kegiatan dan usaha, sehingga mampu menafkahi dirinya, keluarganya dengan baik, dengan sumber pencaharian yang tetap.

Agar yang terbelit hutang (ghaarimin) dapat melunasi hutangnya. Agar proyek-proyek kesejahteraan masyarakat (fisabilillah) dapat dibangun. Agar tenaga operatif-administratif pengelola zakat (‘amilin) dapat menerima honornya. Agar yang tertindas oleh belenggu perbudakan (firriqab) dapat terbebas. Agar dakwah pada muallafati qulubuhum memiliki kekuatan yang kokoh, memiliki dana dakwah/pendidikan.

Sekaligus merintis mempelopori menjajagi kemungkinan dibentuknya suatu Perseroan/Badan Usaha Dhu’afa untuk menghimpun zakat, infaq, sadaqah untuk kepentingan fakir-miskin yang bergerak di bidang industri kecil, menengah, besar, yang dapat menyerap yang melarat sebagai tenaga kerja (karyawan)ny dan membagikan keuntungannya kepada yang melarat pula, dalam rangkapenyediaan lapangan kerja dan pengentasan kemiskinan.

Ajakan ini dilatarbelakangi oleh ancaman terhadap yang tidak mau mengajak mmberi makan oang miskin. Kemiskinan bisa saja karena nasib/suratan takdir (kmiskinan bawaan). Bisa karena musibah/bencana, kebakaran, kehilangan. Bisa karena tidak memiliki kemampuan/ketrapilan. Bisa karena gangguan fisik atau psikis. Bisa pula karena salah memaahami perihal kehidupan di dunia. Bisa karena kecerobohan/kelalaian. Bisa karena kurang semangat kerja, cepat merasa puas. Bisa akibat sistim yang timpang disebabkan antagonisme oleh sebagian kelompok mapan(kemiskinan structural/rekayasa).

Yang miskin perlu diberi nasehat supaya sabar dan tawakkal. Diberi santnan konsumtif. Diberi pendidikan/pelatihan untuk merubah pola piker yang salah terhadap kehidupan dunia. Yang miskin structural perlu diberi santunan/bantuan modal yang produktif agar mampu berinisiatif dan kreatif di masa yang akan dating. Sistim yang timpang harus diubah hingga semua mendapatkan kemudahan/fasilitas secara adil.

Membagi-bagikan kekayaan kepada orang miskin bukanlah ajaran komunisme seperti yang dipahami oleh sementara orang (KOMPAS, 1-6-97, “Asal Usul”). Dikisahkan bahwa hartawan besar Ma’an bin Zaaidah adalah seorang dermawan yang tidak sempat berzakat, karena murah tangannya pada setiap tutup tahun buku, harta kekayaannya tak mencukupi nisab/wajib kat.

Hartawan Abdullah bin Ja’far menyerahkan sebagian besar kekayannya kepada seorang budak yang mau mempererat ikat pinggangnya karena kasihnya terhadap seekor anjing yang kelaparan. Ketelaanan Rasulullah saw yang tidak pernah menolak permintaan yang meminta (Simak antara lain terjemah/tafsir ayat QS 9:34, 51;19, 28:76-77, 93:11, 2:3, 9:60, 69:34, 9:8, 2:286, 2:177, 3:92; “Rasulullah dan pengemis buta” dalam www.cahayasirah.com, dan lain-lain).

(written by sicumpaz@gmail.com in sicumpas.wordpress.com as Asrir at BKS9708081230)

0 Comments:

Post a Comment

<< Home