पामेर kecurangan
Catatan serbaneka asrir
Pamer kecurangan
Kita ini bangsa munafik, bangsa curang. Kalau jujur, tak ikut curang akan didemo, dikucilkan, diasingkan. Dimana-mana pamer kecurangan. Di pendidikan, di pengadilan, di yudikatif, di legislatif, di eksekutif, di mana-mana.
Lima puluh tahun yang lalu, dalam majalah SASTRA, No.8/9, Th.II, 1962 terdapat cerita pentas “Domba-Domba Revolusi”, oleh B Soelarto. Seluruh pelakunya : perempuan, penyair, petualang, politikus, pedagang, serdadu adalah pembohong, pendusta. Semuanya mahir, terampil mengemas, memoles kebohongan, kedustaan dengan menggnakan ribuan topeng, masker.
Keahlian menyembunyikan kebohongan untuk sesaat memang dapat menyelamatkan diri. Namun “sekali lancung ke ujian, sepanjang hidup tak dipercaya”.
Diceritakan bahwa Syaikh Abdul Qadir Jailani, ketika berangkat pergi belajar, menuntut ilmu agama, di tengah perjalanan ia bertemu dengan sekawanan penyamun, perampok. Salah seorang dari penyamun itu menghampirinya dan menanyakan kepadanya apakah ia membawa uang. Abdul Qadir kecil teringat akan didikan ibunya agar jangan pernah berbohong, berdusta. Ia menjawab bahwa ia membawa dua puluh keping uang mas yang dijahitkan oleh ibunya dalam bajunya. Ia menerangkan bahwa ibunya mengajarinya, mendidiknya agar jangan pernah berbohong, berdusta. Mendengar cerita Abdul Qadir kecil, maka hati, perasaan si penyamun itu tersentuh, tergugah. Bahkan akhirnya si penyamun tersebut menjadi murid pertama dari Syaikh Abdul Qadir Jailani (“Sepintas Tentang Riwayat Hidup Syaikh Abdul Qadir Jailani”, dalam “Kunci Tasawuf : Menyingkap Rahasia Kegaiban Hati”, terbitan Husaini, bandung, 1985:VI).
Iman-islam mencegah kecurangan, kemunafikan. Rasulullah saw mengajarkan agar tak pernah berbohong, berdusta. “Sesungguhnya berkata benar itu membawa kepada kebaikan dan kebaikan itu membawa ke surga. Seorang membiasakan diri berkata benar hingga tercatat di sisi Allah sebagai seorang benar. Dan dusta itu membawa kepada kecurangan, dan kecurangan itu menuju ke neraka Seorang selalu berdusta hingga tercatat di sisi Allah sebagai pendusta” (HR Bukhari Muslim dari Ibnu Mas’ud dalam “Riadhus Shalihin” Imam Nawawi, pasal “Haram Berdusta”).
Diceritakan bahwa seorang preman, begajul dating mengunjungi seorang kiyai. Ia minta diajari tentang Islam. Sang kiyai hanya mengajarinya agar tak pernah berbohong, berdusta. Dengan mengamalkan, menerapkan ajaran tersebut, si preman tak pernah lagi melakukan tindak kejahatan, perbuatan munkar.
Sorang Islam, seorang beriman tak akan melakukan tindak kejahatan, perbuatan munkar. Seorang Islam hanya akan melakukan tindak kejahatan, perbuatan munkar ketika Islam itu terlepas dari dirinya. “Tidak akan berzina seorang pelacur di waktu berzina, jika ia beriman, dan tidak akan minum khamar ketika meminumnya jika beriman, dan tidak akan mencuri seorang pencuri di waktu mencuri jika ia berman (HR Bukhari, Muslim dari Abu Hurairah, dalam “alLukluk wal Marjan”, hadits no.36).
Orang Islam, pertama sekali diajarkan Rasulullah saw adalah keimanan, kepercayaan akan Allah swt. Dimana dan kapan pun berada, Allah senantiasa mengawasi, memperhatikan tindakan, perbuatan. Seorang Islam sangat malu melakukan tindak kejahatan, perbuatan munkar. Malu akan dirinya, akan keluarganya, akan tetangganya, akan masyarakatnya, akan Tuhannya. Jika sudah tak punya malu, jika sudah turun ke taraf binatang, silakan berbuat sesuka hati. “Jika kamu tak punya malu, lakukanlah sesukamu” (HR Bukhari dalam “Mukhtarul Ahadits anNabawiyah” Ahmad alHasyimi Beik, hal 52, hadits no.364).
(written by sicumpaz@gmail.com at BKS1106150545)
Labels: कातातन serbaeka
0 Comments:
Post a Comment
<< Home