Milis bincang-bincang Masyarakat Adil Makmur Situs Koleksi Informasi Serbaneka

Saturday, June 11, 2011

मोरालितास केलुअर्गा Modern

Moralitas Keluarga Modern

Manusia itu makhluk mulia. Bla ia mengacu pada makhluk rendah (mengikuti kebebasan hewani), maka jatuhlah ia ke peringkat terendah (lebih jorok dari hewan, tanpa merasa malu). Kaum isteri modern merasa gerak langkahnya tak bebas, terhalang. Merasa dibebani/diberati dengan tugas-tugas mengurus anak-anak, mengurus rumah tangga. Ia merasa diperlakukan tidak adl. Anak-anak dirasakan sebagai beban, penghalang. Padahal kehadiran anak adalah atas kemauan sendiri.

Lebih dari separuh responden yang ditanya dalam suatu angket yang pernah dilakukan di daerah Detroit menjawab, bahwa anak mengekang kebebasan wanita. Seyogianya ia tak menjadi isteri. Untuk yang tak mau menjadi isteri, juga untuk yang tak mau menjadi suami, jaman edan menyediakan beraneka boneka sarana pemenuhan/pemuasan kebutuhan biologis.

Kaum isteri modern menghendaki kebebasan mutlak. Bebas menentukan dan menggunakan waktunya untuk melakukan aktivitas pengembangan karir/profesinya dan aktivitas dalam keorganisasian/kemasyarakatan. Bebas dalam ekonomi. Muncul kecenderungan gaairah kaum isteri akan independensi/ketidakbergantungan ekonomi pada kaum suami. Kaum isteri tidak perlu menggantungkan diri kepada kaum suami dalam urusan rumah tangga. Suami takut pada isteri.

Undang-undang Barat “yang beradab” tidak memberikan hak memiliki dan memperoleh harta kepada wanita (independensi ekonomi, kebebasan dalam ekonomi). Pabrik-pabrik, perusahaan-perusahaan (konglomerat) mengeksploitasi hajat kaum wanita pada apekerjaan dan terus menerus memperlakukan kaum wanita dengan perlakuan aniaya (exploitation de l’home par l’home).

Di negeri kampium demokrasi, masih saja kepada wanita diberikan gaji/upah lebih rendah/kecil dari yang diberikan kepada kaum pria dalam perusahaan dan pekerjaan yang sama, meskipun wakil-wakil wanita duduk di dalam badan perwakilan rakyat dan dalam eksekutif/manger perusahaan. Tingginya partisipasi wanita yang bekerja di luar rumah.

Wanita berjuang mendapatkan independensi, kedudukan dalam badan perwakilan rakyat, dalam jabatan-jabatan pemerintahan. Wanita yang senang bekerja, menurut penelitian yang pernah dilakukan cenderung untuk berkuasa. Ia menuntut diberikan kekuasaan untuk mengatur masyarakat dan negara. Ia berupaya menggalang persatuan mendapatkan kebebasan, kemerdekaan, persamaan, menentang poligami (sekaligus mencerminkan egoisme, menolak kesetiakawanan sesama wanita).

Termasuk kebebasan hewani (kebebasan seksual) tanpa batas. Kebebasan berganti pasangan. Bebas melakukan penyelewengan/penyimpangan seksua. Bebas dari kecemburuan. Melakukan SBM (sex before marriage, kebebasan hewani) dpandang sebagai keharusan, mendobrak kemapanan norma-norma yang berlaku.

Berbagai lokasi di kampus pergruan tinggi dijadikan para mahasiswa sebagai ajang hubungan seks bebas. Pengertian kecabulan dan kemaksiatan dimanipulir/diredusir dari konteksnya. Mengantarkan pacar untuk melakukan aborsi tidak lagi dianggap asing/tabu. Praktik seks bebas (kebebasan hewani) berkembang di kampus-kampus kota besar.

Di Afghanistan, kebebasan wanita diusung oleh Dr Anna Maria Gida yang datang ke Afghanistan dari Denmark yang bertugas sebagai Kepala Kantor Jawatan Kesehatan Pemerintahan Daerah di Delhi. Secara sistematis, terorganisir kaum wanita didorong untuk membuang, melemparkan, atribut, identitas keIslamannya.

Seorang isteri apabila kebetulan sedang di rumah, ia adalah milik suaminya. Namun jika ia sedang di luar rumah, ia milik siapa saja, milik ramai-ramai. Isteri punya PIL, dan suami punya WIL.

Mengurus rumah tangga dipandang sebagai pekerjaan hina yang hanya diurus/dikerjakan oleh pembantu rumah tangga. Peran orangtua harus dihapuskan. Negara haruslah dapat menggantikan peran orangtua dalam mengurus, mengasuh, merawat anak. Anak-anak diasuh dalam panti tempat penitipan anak (TPA).

Negara-negara Skandinavia terkenal dengan sebutan Child gulag, karena anak-anak yang diasuh oleh negara mencapai titik tertinggi di dunia. Isteri yang merawat/mengasuh/menyusui anak-anak hendaklah diberi sbsidi/gaji oleh negara (sebagai ibu asuh, ibu susuan pada TPA). Setelah anak-anak tidak lagi memerlukan perawatan/pengasuhan, maka kaum isteri harus segerea kembali melakukan profesinya, meneruskan karirnya.

Hampir 50% anak di Swedia dilahirkan oleh pasangan kumpul kebo. Bebas melahirkan atau menggugurkn. Seorang wanitaa terkenal berkebangsaan Inggeris pernah mengemukakan “kenapa hanya kaum wanita saja yang harus mengandung dan melahirkan, sedangkan kaum pria tidak usah mengandung dan melahirkan”. Kaum wanita juga seharusnya tidak usah mengandung dan melahirkan. Bila seseorang menginginkan anak, tinggal pesan saja bayi hasil rekayasa genetika modern.

Padahal kondisi fisik wanita untuk mengandung, melahirkan, menyusui diimbangi dengan kondisi mental psikologis berupa kesabaran, ketabahan, ketelitian. Perasaan, jiwa, fikiran waita dipersiapkan oleh Sang Pencipta, Sang Khaliq untuk mengemban tugas biologis seperti hamil/mengandung, melahirkan, menyusui. Karena adanya perbedaan dalam susunan jasmani, perasaan dan juga tugas biologis, maka berbeda pula watak pria dan wanita dalam mengantisipasi tuntutan asasi masing-masing.

Kaum isteri harus dibayar dengan sejumlah tertentu untuk melahirkan anak. Melahirkan layak sebagai karir/profesi yang menghasilkan uang (sebagai industri). Tidak perlu semua, bahkan tidak perlu sebagian besar isteri mengambil profesi melahirkan. Bebas dari ikatan dan tanggungjawab.

Suatu sa’at kelak tidak diperlukan lagi hubungan suami-isteri. Lembaga keluarga merupakan sesuatu yang tidak harus dipertahankan. Bahkan sah danlegal hubungan seksual tanpa ikatan (kebebasan seksual). Menjaga kehormatan pribadi dan mengukuhkan kesopanan serta kesucian individu dan kehormatan diri, sertapersoalan keperawanan dipandang sudah ketinggalan jaman.

Dengan alat kontrasepsi, seorang wanita dapat memilih siapa yang akan menjadi ayah dari benih yang dikandungnya. Teknik pembekuan sperma, inseminasi buatan, bayi tabung menggusur peran aya dan peran ibu.

Di kalangan Arab jahiliyah/primitive dikenal empat macam perkawinan. Pertama, seorang pria meminang seorang wanita pada keluarganya. lalu dikawinkan. Kedua, seorang suami yang tak punya akan, menyuruh isterinya memperdagangkan dirinya kepada pria lain (istib’adh). Ketiga, sejumlah pria (kurang dari sepuluh orang) menggauli seorang wanita. wanita itu memilih salah seorang dari pria yang menggaulinya tersebut sebagai ayah dari anak yang dilahirkannya. Keempat, sejumlah pria menggauli seorang wanita. Ahli keturunan (orang yang mengerti tentang nasb/silslah keturunan) menentukan salah seorang dari pria yang menggauli wanita itu sebagai ayah dari anak yang dilahirkan wanita itu).

(Simak antara lain :
1. Tjipta Lesmana : “Kehidupan Keluarga di Amerika : Mengapa Kaum Wanita Bekerja ?”, KARTINI, No.107, 11-24 Desember 1978, hal 97.
2. Muhammad Qutub : “Jawaban Terhadap Alam Fikiran Barat Yang Keliru Tentang Al-Islam”, 1981:130-139.
3. Sayyid Qutub: “Masyarakat Islam”, 1983:11-12.
4. Sayyid Qutub : “Petunjuk Jalan”, hal 28.
5. Ibnu Musthafa : “Keluarga Islam Dalam Menyongsong Abad 21”, 1993:55-60, ‘Garis Keturunan Yang Memudar’.
6. REPUBLIKA, Sabtu, 24 Feburari 1996, hal 11.
7. Drs H Aqib Suminto : “Problematik Da’wah”, 1984:35-36, ‘Emansipasi dan Bayi Tabung’.
8. Ratna Megawangi : “Agama Sebagai Penyelamat Kemanusiaan”, KOMPAS, Jum’at, 14 Jli 1995, hal 4.)

(BKS1106120930)

0 Comments:

Post a Comment

<< Home