Asumsi yang keliru
Asumsi yang keliru
Disebutkan bahwa dulu Ayman Zawahiri meyakinkan Usamah bin Ladin untuk memahami mentalitas Amerika. Mentalitas Amerika adalah mental koboi (mental jagoan ?), yang ketika identitas mereka diserang secara teori maupun praktek, mereka akan bereeaksi secara ekstrem. Amerika dengan seluruh sumber daya dan kekuatannya akan mengamuk seperti koboi jika dilukai. Mereka akan menyerang membabi buta. Hal inilah yang akan memantik (memicu) perlawanan umat Islam, apalagi mereka telah lama mencari (menanti) seorang pemimpin yang bisa menantang Barat (Fahmi Suwaidi : “Masterplan 2020 Strategi AlQaida Menjebak Amerika”, Jazeera, Solo, 2008:XI). Tampaknya teori Zawahiri ini berangkat dari asumsi yang keliru, asumsi Das Sollen (yang diharapkan), bukan asumsi das Sein (yang terjadi). Bahwa umat Islam dewasa ini adalah umat yang solid, utuh, kompak, adalah asumsi yang keliru, asumsi Das Sollen, bukan asumsi Das Sein. Umat slam dewasa ini adalah umat yang terkena wabah alwahn, tamak, rakus akan kesenangan duniawi, banyak pertimbangan, panjang angan-angan, takut mengambil risiko, tak punya kekuatan fisik, logistic, tak punya bobot. Benar-benar bagaikan buih, meskipun jumlahnya mayoritas.
Disebtkan pula kekhawatiran sementara orang, bahwa “serangan hebat terhadap negara-negara Muslim” akan mendorong (menyulut) “kaum fanatik berbondong-bondong mendukung Usamah bin Ladin” (Noam Chomsky : “Maling Teriak maling : Amerika Sang Teroris ?, Mizan, Bandung, 2001:XVI). Kekhawatiran ini pun berpangkal dari asumsi yang keliru, asumsi Das Sollen, bukan asumsi das Sein. Umat Islam dewasa ini tidaklah seperti yang diasumsikan, yang dikhawatirkan. Umat Islam ini terpecah belah. Satu sama lain tak saling mendukung.Meskipun identitasnya diserang, Qurannya diinjak-injak, dikencingi, Nabinya dicac maki, agamanya dihinakan, dilcehkan, tak ada reaksi perlawanan dari umat Islam. Paling-paling hanya mengutuk tanpa ada upaya nyata untuk membela dan mempertahankan Islam dari musuh-musuh Islam.Mengutuk itu pun bukan dilakukan oleh yang punya kekuatan, oleh yang punya kekuasaan. Umat Islam dewasa ini benar-benar umat pecundang, jadi bulan-bulanan musuh-musuh Islam.
Sang Pecundang
Rasulullah saw dan para sahabat di dalam usaha membangun umat sering memperingatkan bahwa perkembangan sejarah membawa perkembangan pasang-surut dan pasang-naik. Rasulullah mengingatkan, bahwa nanti akan datang suatu masa yang pada waktu itu umat Islam bagaiakan buih terapung-apung di atas air. Dianggap enteng oleh orang lain, meskipun mereka banyak, mayoritas. Tak ada rasa segan atau gentar di hati orang yang melihatnya. Hal ini disebabkan di dalam diri umat Islam bersarang dan berkembang virus wahn, yaitu penyakit cinta, rakus dunia, dan takut mati (M Natsir : “MASJID, Quran, Disiplin”, DAKWAH, jajasan Masjid “AlMunawarah”, Tanah Abang, Djakarta) (BKS0312071250).
Umat Islam Umat Pecundang
Umat Islam pernah jaya, dihormati, dihargai orang, disegani, diperhitungkan lawan, sehingga seorang Simon Jenkins (koresponden London Times) merasa khawatir “Serangan hebat terhadap negar-negara Muslim” akan mampu memicu, mendorong “kaum fanatik berbondong-bondong mendukung Osama bin Laden” (Noam Avram Chomsky : “Maling Teriak Maling. Amerika Serikat Sang Teroris?”, 2001:XVI). Karena Islam dipandang oleh orang semacam Washington Irving sebagai suatu ajaran yang mendorong sekelompok tentara yang bodoh tidak berpengalaman menyerbu secara buas ke medan perang, dengan keyakinan bahwa kalau hidup mendapat rampasan, kalau mati mendapat surga (Muhammad Husein Haekal : “Sejarah Hidup Muhammad”, 1984:693). Demikianlah tafsiran, interpretasi orientalis tentang “’isy kariman, aw mut syahidan”.
Namun kemudian, umat Islam pernah pula tak berjaya, tak dihormati, tak dihargai, tak disegani, tak diperhitungkan lawan (khauf). Umat Islam sudah dilecehkan lawan, ditimpa kehinaan (dzillah), kehilangan kemuliaan (‘izzaah), tidak lagi memiliki kekuatan, meskipun jumlahnya masih mayoritas, sampai-sampai seorang Marshal lord Allenby (wakil sekutu Inggeris, Perancis, Italia, Rumawi, Amerika) sesumbar pongah berteriak di Kuil Sulaiman di Yerusalem, pada akhir Perang Dunia Pertama, ketika kota itu takluk dalam tahun 1918 “Sekarang Perang Salib sudah selesai” (“Sejarah Hidup Muhammad”, 1984:731, “Rencana Barat Menghancurkan Islam”, hal 16. Si pengigau (delirium) Bush kecil (George Walker Bush) tak gentar mengikis habis sisa lambang Islam dengan meluncurkan demokrasi koboi dengan rudal ke Irak.
Umat Islam kini sudah sama umat lain, tak beda lagi dengan umat lain, tak lagi punya identitas Islam (Isyhadu bi anna Muslimin). IPOLEKSOSBUDHANKAMTIB umat Islam tak beda umat lain. Hal ini disebabkan oleh karena umat Islam sudah sangat cinta akan dunia, takut mati, panjang angan-angan. Umat Islam kini menderita demam “wahnun” (lemah semangat memperjuangkan Islam, tak punya motivasi memperjuangkan Islam), cinta dunia (lebih berorientasi pada kehidupan diri pribadi, daripada kepentingan bersama, lebih cinta pada harta, kekayaan, pangkat, jabatan, kedudukan, kekuasaan, ketenaran daripada Allah dan RasulNya serta berjihad fi sabilillah), panjang angan-angan (terlalu banyak mempertimbangkan risiko memperjuangkan Islam), takut mati (tak berani berjihad memperjuangkan Islam, tak berani menghadapi risiko stigmatisasi, labelisasi, cap radikal, fundamentalis, teroris) (Simak HR Abu Daud dari Tsauban, no.3745, dalam “Detik-Detik Terakhir Kehidupan Rasulullah”, oleh KH Firdaus AN, 1983:134). Umat Islam sudah sangat cinta akan dunia (kedudukan, pangkat, jabatan, harta, kekayaan, kekuasaan, ketenaran), pangjang angan-angan, takut mati, tak berani berjihad memperjuangkan Islam, tak berani mengambil risiko dalam berjihad fi sabilillah, takut menerima stimatisasi, labelisasi, sebagai teroris, terlalu banyak pertmbangan dalam berjihad. Padahal umat Isla diperintah untuk lebih cinta pada Allah dan RasulNya serta berjihad di jalan Allah daripada cinta akan harta kekayaan, sanak keluarga, bangsa dan negara, tanah air (Simak antara lain QS 9:23-24). (BKS0402261515)
Umat Pecundang
Kondisi umat Islam di mana-mana benar-benar seperti yang ditamsilkan oleh Rasulullah saw, yaitu sebagai buih. Jumlahnya banyak, tapi tak berdaya, tak memiliki kekuatan, tidak disegani, dan tidak diperhitungkan lawan. Kini tak ada satu pun negara Islam, tak ada pemerintahan yang Islami. Seluruh pemerintah yang ada adalah pemerintah sekuler, pemerintah yang menghamba pada materi. Semuanya di bawah kendali Zionisme Internasional melalui Fir’aunisme Amerika Serikat dan sekutunya.
Seharusnya di antara sesama umat Islam itu saling tolong menolong, saling Bantu membantu mengupayakan terwujudnya negara/daulah Islam melalui jalur-jalur yang tersedia.
Bila sudah terwujud negara Islam, maka pemerintahan haruslah menyusun kekuatan infantri, kavaleri, arteleri, strategi agar negara Islam benar-benar berdalat ke dalam dank e luar, disegani lawan. Kekuatan itu haruslah yang dapat menggentarkan musuh-musuh Allah, musuh Islam, seperti diamanatkan dalam QS 8:60. Dalam QS 8:60 dapat disimak konsep dasar tentang pertahanan dan bela negara.
Selama hidp, selama iman masih mengalir di seluruh saluran darah, umat Islam sekali-kali tidak boleh melepaskan cita-cita agar Hukum Allah tegak di ala mini, walaupun di negeri mana tinggal. Moga-moga tercapai sekedar apa yang dapat dicapai. Tuhan tidaklah memikulkan sesuatu beban yang melebihi kesanggupan. Kalau Hukum Allah belum jalan, janganlah berputus asa. Kufur, zhalim, fasiqlah kalau percaya bahwa ada hukum yang lebih baik daripada Hukum Allah (Prof Dr Hamka : “Tafsir AlAzhar”, juzuk VI, 1984:263). (BKS0410050600)
Saang Pecndang (Korban Provokasi Teroris Global)
Kondisi umat Islam di mana-mana adalah sebagai bangsa pecundang, bukan sebagaia bangsa pemenang. Padahal umat Islam ini seharusnya (Das Sollen) adalah umat yang super (QS 3:139, 47:35). Namun nyatanya (Das Sein), di Aljazaair, di Sudan, di Somalia, di Bosnia, di Palestina, di Kashmir, di Afgahnistan, di Thailan, di Filipina, di Indonesia, dan lain-lain tempat umat Islam jadi blan-bulanan musuh-musuh Islam. AlQaeda, Taliban, Jami’at Islamiyah, Majelis Mujahidin, Front Pembela Islam, Lasykar Jihad Ahlus Sunnah wal Jama’ah jadi bulan-bulanan musuh-musuh Islam. Media massa semacam Koran Pelita, Panji masyarakat tak lagi menyuarakan Islam. Koran Republika, Sabili bisa saja menyusul.
Umat Islam lemah dalam segala hal. Lemah dalam information war, psywar, ghazwul fikr. Tak mampu melakukan tugas menangkis tudingan lawan dengan cara-cara yang paling baik (QS 16:125, 29:46). Sebaliknya, kapitalis Barat dengan jaringannya sebagai Sang Provokator amat piawai membanun, menggaprap opini publik. Gencar menggarap opini publik bahwa Irak (dengan Saddam Huseinnya) memproduk senjata kimia pembunuhmassal. Gencar menggarap opini publik bahwa Taliban dan AlQaeda (dengan Osama bin Ladennya) adalah teroris, pelaku serangan teroris di Washington dan New York pada 11 September 2001). Gencar menggarap opini publik bahwa Jama’ah Islamiyah dan Mujahidin (dengan Abubakar Baasyirnya) adalah teroris, anggota jaringan AlQaeda, otak pelaku Tragedi Bali 12 Oktober 2002. umat Islam tak memiliki kemampuan mengcounter (wa jadilhum billati hiya ahsan) tudingan lawan itu.
Juga lemah dalam arena physical war. Lemah secara ideologis (imaana) dan secara fisik (ihtisaaba). Lemah dalam kualitas dan kapasitas. Padahal untuk menghadapi lawan (musuh) haruslah (Das Sollen) dengan menyiapkan kekuatan yang dapat menggentarkan lawan (musuh) yang nyta dan lawan yang tqak nyata (QS 8:60). Dengan semangat berkobar-kobar, dengan kesabaran (ketahanan) tinggi, dengan pimpinan Muhammad rasulullah saw, maka pasukan Islam dapat mengalahkan musuh (lawan) yang sepuluh kali banyaknya (QS 8:65), setidaknya dapat mengalahkan musuh (lawan) yang dua kali banyaknya (QS 8:66). Setelah Muhammad Rasullah saw sudah tidak ada lagi, setelah semangat tak berkobar-kobar lagi, setelah kesabaran sudah tak ada lagi, maka (Das Sein) tak ada tercatat dalam sejarah, pasukan Islam yang dapat mengalakan lawan yang lebih besar jumlahnya dari pasukan Islam.
Kini, umat Islam tinggal sebagai bangsa pecundang. Tak punya kekuatan ideologi (akidah), organisasi (jama’ah), disiplin (bai’ah, nizhamiyah), logistic (piranti lunak dan piranti keras) (Sayid Qutub : “Petunjuk Jalan”, hal 12). Di mana-mana, umat Islam tak lagi berlindung, bernaung di bawah kekuasaan Allah, dan tak lagi berlindung, bernaung di bawah hukum penguasa Islam, tak lagi berpegang pada hablum minallah wa hablum minannaas (QS 3:112). Kondisi umat Islam di mana-mana sangat mengenaskan, sangat memprihatinkan. Ditimpa kehinaan (dzillah), tidak lagi diperhitungkan lawan. Tidak lagi memiliki kekuasaan, meskipun jumlahnya masih mayoritas. Mendapati kemurkaan, kemarahan dari Allah (ghdhab), siksaan, adzab (musibah), bendana, malapetaka (kerusakan sistim hidup). Ditimpa kemiskinan (maskanah), kemelaratan, kelaparan, kesengsaraan. Semuanya disebabkan oleh akena tidak lagi melakukan ibadah hanya kepada Allah. Putus hubungan dengan Allah, tidak lagi berpegang pada aturan Allah, tidak mengindahkan sabda Rasulullah. Durhaka, melanggar aturan Allah, berbuat maksiat. Melampaui batas (ya’tadun, agressif), tidak mengindahkan batas antara yang halal dan yang haram, antara yang makruf dan yang munkar, antara yang khair danyang syaar, antara yang thaiyib dengan yang khabits. Putus hubungan dengan ikhwan, hilangnya kesetiakawanan, hilngnya kesatuan dan persatuan. Tidak berbuat ihsan kepada sesame.
Allah mempergilirkan masa (kejayaan) di antara manusia agar mereka medapat pelajaran, dan agar terpisah orang-orang yang beriman denganorang-oraqng yang kafir, serta agar sebagian gugur sebagai syuhada (QS 3:14). Pertarungan dengan lawan merupakan saringan pemisah antara kawan dan lawan. Setelah Islam berkuasa selama 700 tahun di Eropa barat daya (Spanyol), Maka giliran Salib nasrani berkuasa selama 350 tahun di Nusantara, maka giliran Nasionalisme yang tampil. Sisa-sisa Salib Nasrani bisa dijumpai di seantero Nusantara, bahkan tumbuh berkembang semakin marak. Yang tertindas, yang teraniaya, yang dizhalimi terus menerus, bisa saja pada suatu sa’at berbuat nekad, berlaku brutal, bahkan bisa melakukan hal-hal yang dikategorikan sebagai tindakan terror. (BKS0210190530)
Kondisi umat Islam
Pernyataan Quraniyah yang merupakan Das Sollen, menyebutkan bahwa “kamulah orang yang paling tinggi derajatnya” (QS 3:139, 47:35), “kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia” (QS 3:110). Kenyataan Kauniyah yang merupakan Das Sein menunjukkan bahwakondisi umat Islam di mana-mana kini dalam keadaan memalukan, dalam keadaan terhina, dalam keadaan dilecehkan orang, dalam keadaan tak diperhitungkan orang.Citra umat Islam di mana-mana kini jadi bulan-bulanan umat lain. Cap, label, stigma jelek disandangkan orang ke atas pundank umat Islam.
Umat Islam bisa saja mengalami kondisi seperti yang dialami Ahli Kitab kaum nabi Musa as, yaitu “ditimpakanlah kepada mereka nista dan kehinaan, serta mereka mendapat kemurkaan dari Allah” (QS 2:61). Untuk mencegah terjadinya kondisi ini maka umat Islam harus berpegang kepada aturan agama Allah dan aturan pemerintah Islam” (QS 3:112, simak tafsirnya antara lain dalam “Tafsir Ibnu katsir”, jilid I, hal 376). (BKS040508-615)
Kondisi umat Islam masa kini
Kondisi umat Islam masa kini sudah mendekati seperti apa yang dibayangkan oleh Rasulullah, ibarat buih yang terapung-apung di atas air. Datang angin sedikit meniup, dia hanyut,. datang arus sedikit, dia terdampar. Kadang-kadang terdesak ke pinggir, kadang-kadang hanyut sama sekali. Dianggap enteng oleh orang. Tak ada rasa segan atau gentar di hati orang melihat. Sikap mentalnya “wahn”. Rakus akan kesenangan dunia. Tak peduli halal atau haram. Selalu takut, kuatir, cemas akan kena musibah. Takut bertanggung jawab (Simak antara lain M Natsir : “Masjid, Quran dan Disiplin”, Dakwah, alMunawarah, Tamah Abang, Jakarta).
Dalam kondisi demikian, Islam sebenarnya sudah berantakan, sudah tak ada lagi. Yang tersisa hanyalah nama Islam saja lagi. Quran sudah meluncur lenyap, tercerabut dari hati. Yang tersisa hanyalah Mushhaf Quran saja lagi. Sudah tak dimengertti lagi isinya. Padahal dalam Quran itu terdapat janji baik dan janji buruk (wa’ad dan wa’id), tentang ancaman dan peringatan (tahdzir dan tandir), tentang nasikh dan mansukh. Ulamanya sudah jahat-jahat, sudah menyebar isu. Kebaikan dan pelaku kebaikan sudah hilang lenyap. Kejahatan dan pelaku kejahatan semakin bertambah.
Kondisi seperti ini disebabkan oleh sikap umat Islam itu sendiri. Yang beragama sudah tak peduli, tak hirau akan agamanya. Tak lagi mengamalkan, mengerjakan, melaksanakan ajaran Islam. Kecuali segelintir orang yang konsisten, yang istiqamah, yang tetap bertahan menyelamatkan agamanya. Umumnya sangat mencintai dunia, kekayaan (dinar dan dirham), bahkan yang sudah kaya masih saja merasa dirinya kekurangan, belum cukup. Pantaslah ditimpa malapetaka (Simak hadis yang disampaikan oleh Hudzaifah bin alYamani tentang 73 aktivitas yang mengundang bencana, malaapetaka).
Dari ayat QS 2:61 dan 3:112 dipahami bahwa di antara aktivitas yang mengundang datangnya bencana, malapetaka adalah tak peduli akan agama Allah, tak peduli akan aturan Islam, tak peduli akan ajaran Rasulullah, mengingkari firman Allah Allah, mengingkari sabda Rasulullah, berbuat durhaka, maksiat, sewenang-wenang, melampaui batas.
Solusi untuk hidup dalam kondisi demikian, dikemukan oleh Abubakar Shiddieq agar menjadikan masjid sebagai pusat aktivitas, menjadikan Quran sebagai sumber acuan, rujukan, referensi, panduan aktivitas dan senantiasa berada dalam jama’ah, jama’ah qurani was sunni.
Kondisi komunitas Islam masa kini
“Dari masyarakat awam, kyai, seniman, hingga penguasaha hiburan mengelurkan suara keras mendukung goyang inul”. “Dukungan diberikan oleh Media, fatwa ‘kyai’, pembelaan ‘ahli hukum’” (NIKAH, Edisi 03, Th.II, juni 2003, hal 6-7).
Hal tersebut memantapkan secara gamblang bahwa kondisi riil masyarakat Islam di Indonesia masa kini benar-benar ogah dengan Islam. Mereka menghendaki kemerdekaan, kebebasan sebebasnya tanpa batas dalam segala bidang kehidupan. Mereka benar-benar memperilahkan, mempertuhankan hawa, nafsu, keinginan, kemauan, pendapat, pikiran, pandangan. Mereka memandang hidup isi sekali dan sesudah itu tak ada alagi. Karena itu hidup ini harus dinikmati, dipuaskan sepuasnya tanpa batas (Simak QS 45:23-24).
Komunitas Islam yang menghendaki “kebebasan sebebasnya tanpa batas” ini merupakan sasaran, objek dakwah, yang perlu dihimbau, diseru, diajak mengikuti petunjuk Allah dengan cara-cara yang ditentukan oleh Allah sendiri seperti dicontohkan oleh RasulNya Muhammad saw.
Rapuhnya jama’ah umat Islam
Jama’ah umat Islam adalah jama’ah yang sangat rapuh. Hal ini dapat dilihat, diamati, dilacak dari mana pun. Antara sesame Islam tak terjalin hubungan saling kasih mengasihi. Yang muda tak menghormati yang tua. Yang tua tak menyayangi yang muda. Padhal rasulullah menyatakan “Bukan dari matku orang yang tidak belas kasih kepada yanglebih muda dan tidak menghargai kehormatan yang lebih tua” (HR Abu Daud, Tirmidzi dari Amru bi Syu’aib, dalam Riadhus Shalihin” Imam Nawawi, pasal ‘Menghormati dan Mengutamakan para Ulama dan Orang Terkemuka, serta memuliakan mereka”. “Tiada sempurna iman salah seorang kamu, sehingga suka kepada saudaranya sesame Muslim, sebagaimana yang suka pada dirinya” (HR Bukhari, Muslim dari Anas, dalam Riadhus Shalihin”, pasal “Menjunjung Kehormatan kaum Muslimin dan Hak-Hak mereka, serta Belas kasih kepada mereka”).
Jangankan saling sayang menyayangi sesama Islam (litaa’arafu), bahkan saling bersalaman saja pun enggan. Padahal Rasulullah menyatakan “Kamu tidak masuk surga hingga kamu beriman, dan kamu tidak aan beriman hingga kamu saling mencintai satu sama lain”. “Kamu pasti akan saling mencintai satu sama lain, bila kamu menyebarkan salam di antara kamu” (dari HR Abu Daud, Tirmidzi, Muslim dari Abi Hurairah, dalam “Riadhus Shalihin”, pasal “Mengucap Salam”).
Di tingkat internasional, bahkan di tingkat nasional, jama’ah umat Islam itu telah tersobek-sobek, terobek-robek, terkoyak-koyak. Kondisi jama’ah umat Islam kini benar-benar sudah bagaikan buih, sudah tak disegani orang, sudah tak diperhitungkan orang. Musuh-musuh tak lagi gentar terhadap ama’ah umat Islam. Umat Islam benar-benar sudah diremehkan, dilecehkan orang (Simak HR Abu Daud dari Tsauban, haditsno.3745). Betapa memprihatinkannya solidaritas (ta’awun) jama’ah umat Islam dapat disimak antara lain dari Dr Rifyal Ka’bah : “Solidaritas Dunia Islam”, Buletin DAKWAH, No.12, Th.XXX, 21 maret 2003.
Tak ada jama’ah umat Islam yang serius, sungguh-sungguh berupaya memperjuangkan berlakunya hukum Allah, syari’at Islam sebagai hukum positif di muka bumi ni. Seharusnya semua aktivitas bermu’amalah, bermasyarakat, berbangsa, bernegara dilatari, disandarkan motivasi ibadah, yaitu untuk mewujudkan tegaknya hukum Allah, syar’at Islam. Caranya bisa melalui jalur pemilu untuk duduk di lembaga eksekutif atau legislatif. Dengan motivasi ibadah, maka menang atau kalah akan mendapat pahala di sisi Allah. Baik di eksekutif, maupun di legislative bisa berjuang menegakkan, memberlakukan hukum Allah, syari’at Islam. ‘Pemurnian aqidah, perlurusan akhlaq dan pengajaran ibadah harus senantiasa dilakukan. Namun struktur masyarakat Islam yang baru harus pula segera didirikan”. “Penegakan Syari’at Islam memerlukan kesiapan umat yang lebih matang” (Siap Ber-Islam) (Nani Wisno : “Jalan Revolusioner Menuju Kemenangan”, ALMUSLIMUN, Bangil, No.267, Tahun.XXIII, Juni 1992M, hal 81).
Risiko, ujian memperjuangkan tegaknya hukum Allah, syari’at Islam, bisa berupa cap fanatik, cap fundamentalis, cap radikalis, cap teroris. Bisa dijadikan bulan-bulanan, disiksa, dianiaya, diintimidasi, diculik, dipenjarakan, dibantai, diterir (Simak “Tafsir AlAzhar” Prof Dr Hamka, juzuk II, hal 190-191, mengenai tafsiran QS 29:9). (BKS0407220600)
(written by sicumpaz@gmail.com in sicumpas.wordpresss.com as Asrir at BKS1104031300)
0 Comments:
Post a Comment
<< Home