Milis bincang-bincang Masyarakat Adil Makmur Situs Koleksi Informasi Serbaneka

Monday, May 30, 2011

केम्बलिकन पंकासिला सेबगाई दसर नगर saja

Kembalikan ideologi Pancasila sebagai Dasar Negara saja

Sesuai dengan ide, gagasan Ir Soekarno yang disampaikannya dalam pidatonya “Lahirnya Pancasila” dalam sidang BPUUPKI pada 1 Juni 1945, bahwa Pancasila itu hanya sebatas “Philosophische grondslag”, “Weltanschauung”, Dasar Negara Indonesia Merdeka, maka kembalikanlah Pancasila itu hanya sebagai Dasar Negara saja, bukan sebagai Dasar Moral. Nasionalisme, demokratisme, sosialisme, komunisme, Islam adalah “Weltanschauung”.

Selama empat belas tahun pertama sejak Proklamasi Kemerdekaan Negara Republik Indonesia, yaitu dari 1945 sampai 1958, hampir boleh dikatakan bahwa Pancasila dikenali hanya terbatas sebagai Dasar Negara Republik Indonesia.

Pada awalnya Pancasila itu adalah formulasi (perumusan) dari gagasan Ir Soekarno yang diperkenalkannya pada hari keempat sidang pertama Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPKI) tanggal 1 Juni 1945 tentang dasar Indonesia Merdeka yang kemudian diterima dalam Piagam Jakarta, dan yang selanjutnya direvisi dalam Pembukaan UUD-45.

Baru sejak tahun 1978 secara sistimatis dan terencana, dikembangkan konsep Pancasila sebagai ajaran Moral Bangsa Indonesia, sebagai ajaran Moral Bangsa Indonesia, sebagai Asas Moral bagi kehidupan bangsa Indonesia. Mulai dari kehidupan berpolitik, berekonomi, sampai kehidupan pribadi dan berkeluarga diatur, berapa jumlah anak, bagaimana isi dakwah setahap demi setahap diarahkan, diatur, ditata oleh negara.

Setelah ditetapkan Pancasila sebagai Asas Tunggal, maka disini pancasila berperan mengatur sikap dan tingkah laku orang Indonesia masing-masing dalam hubungannya dengan Tuhan Yang maha Esa (Ketuhanan Yang maha Esa), dengan sesama manusia (Kemanusiaan yang adil dan beradab), dengan tanah air dan nusa bangsa Indonesia (Kebangsaan atau Nasionalisme), dengan kekuasaan dan pemerintahan negara (Kerakyatan), dan dengan negara sebagai kesatuan sosial dalam rangka realisasi kesejahteraan (Keadilan Sosial). Dalam hubungan ini sementara pengamat mempertanyakan apakah negara/pemerintah, MPR berhak mengatur, membina hati nurani masing-masing individu ?

Dalam wilayah, daulah, negara yang berpenduduk Muslim, maka konsekwensi logisnya yang layak diberlakukan adalah Hukum Islam (Simak antara lain KH Firdaus AN : “Dosa-Dosa Yang Tak Boleh Berulang Lagi”, Pedomaan Ilmu Jaya, 1992, hal 32-33. Sayangnya KH Firdaus AN tak memiliki kemampuan (kepemimpinan, leadership) untuk mewujudkan, merealisasikan idenya agar “Dosa-Dosa Politik Orla dan Orba Tak Berulang lagi”).

Dalam hubungan ini, menurut pandangan KH Firdaus AN “Teks Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia yang dibacakan Soekarno adalah teks yang tidak sah alias tidak otentik. Karena sama sekali tidak sesuai dengan apa yang telah diputuskan oleh BPUUPKI”. Dengan kata lian telah terjadi penyimpangan, sekaligus pengkhianatan terhadap Islam” (SABILI, 29 Januari 1999, REPUBLIKA, Kamis, 28 Januari 1999, hal 3).

Selama Pancasila dan UUD-45 menjadi nomor satu dalam negara RI; Islam, AlQur^an dan AsSunnah jadi nomor dua, itu berarti semangat jihad kaum Muslimin belumlah optimal. Dan itu aalah hal yang cukup memalukana dalam suatu negara yang penduduknya hamper 90% memeluk agama Islam. Itu satu bukti bahwa iman dan kesadaraan beragama terlalu lemah dan melempem (KH Firdaus An : “Dosa-Dosa Politik Orla dan Orba Yang Tak Boleh Berulang Lagi di Era Reformasi”, Pustaka AlKautsar, Jakarta, 1999:190).

Yang ideal, di Indonesia cukup memiliki dua buah partai politik, Yaitu Partai Islam dan yang satu lagi Partai Pancasila. Di negara-negara besar yang matang demokrasinya cuma ada dua partai politik. Dengan itu rakyat mudah menentukan pilihannya dan mudah pula menentukan lawan dan kawan. Bagi yang tidak setuju ideology Islam silakan masuk partai Pancasila, dan yang bercita-cita untuk kejayaan Islam dan kaum Muslimin, silakan masuk Partai Islam (idem, hal 186). Dengan demikian bisa pula diatasi gerakan jihad yang dicap sebagai teroris. Semua yang bercita-cita untuk kejayaan Islam dan kaum Muslim diberikan kesempatan berjuang secara demokratis (musyawarah mufakat) dalam sidang DPR/MPR, seperti yang pernah ditawarkan oleh Soekarno pada sidang BPUUPKI pada 1 Juni 1945 yang dikenal dengan hari Lahirnya Pancasila.

(BKS11105301630)

0 Comments:

Post a Comment

<< Home