Hukum Menghormat Bendera
Hukum Menghormat Bendera
Oleh : KHE Abdullah
Bendera Sepanjang Sejarah
Bendera (marawa, panji) itu adalah tanda atau cirri. Biasanya dibuat dri kain, digunakan sebagai lambang dari suatu kerajaan/pemerintahan. Atau lambang perkumpulan dan lain-lainnya. Warna bendera disesuaikan dengan cita-cita negara atau perhimpunan itu. (“Bendera Negara Indonesia ialah Sang Merah Putih”, demikian bunyi pasal 35 UUD-45. Dalam Penjelasan UUD-45 tak ada penjelasan tentang cara hormat bendera, dan sanksi hukum bagi yang tak mengikuti tata caranya).
Dalam bahasa Arab biasa disebut “al-‘Alam’ yang artinya cirri atau tanda (alamat). Bendera biasanya diikatkan di ujung tombak (senjata). Bendera yang biasa digunakan sebagai tanda pasukan disebut “Ar-Rooyatu”, atau disebut juga “Ummul Harbi” – induk perang. Sedang bendera yang biasa dipakai waktu baris “Al-Liwaa”.
Di zaman Rasulullah saw, bila perang fi sabilillah, biasa memakai bendera sebagai tanda pasukan Muslim, pernah bendera Islam berwarna hitam.
Bendera dikenal pertama kali sejak 1000 tahun sebelum lahir Nabi ‘Isa as. Di jaman Rumawi, bendera dinaikkan dengan upacara kesucian (upacara kudus). Diiringi lagu kebaktian karangan vergalius sebagai lagu peringatan kepada Jumater (Dewi ibu), mereka sangat tawadhu menghormati bendera itu karena dihubungkan dengan kepercayaan mereka. Kemudian hormat bendera ditambah dengan mengangkat tangan (tabik, kerek, sikap hormat) sebagai ajaran dari Inggeris.
Islam datang, semuanya dibatalkan dan dikembalikan kepada keadaan semula. Bendera hanya sekedar tanda pasukan di waktu peperangan dan tidak lebih daripada itu.
Adapun menghormat bendera dengan cara tabik (mengangkat tangan dan lainnya), ini tidak dapat dimengerti oleh otak, dan tidak ada dalil agama (dalil negara ?). Yang demikian itu dalam istilah agama (Islam) disebut Khurafat (syirik, karut marut).
Secara naqli (rasio, logika), menghormat bendera itu adalah bertentangan dengan ajaran Islam, yakni bertentangan denan ketentuan Allah dan berentangan dengan akal, serta menyami adat kebiasaan orang musyrik yang dilarang oleh agama.
Hukum hormat bendera menurut keterangan agama adalah khurafat dan membawa kepada kemusyrikan. Berdasarkan Lembaran Negara Republik Indonesia Nr/1954, hal 7, pasal 16 : ”Di dalam sekolah, guru-guru harus menghormati tiap-tiap aliran agama atau keyakinan hidup”
Manusia boleh melakukan sesuatu yang dibenarkan otaknya asalkan tidak bertentangan dengan ketentuan agama. Dilarang melakukan sesuatu yang tidak dapat dimengerti otak kecuali ada dalil dari Allah dan RasulNya. Takhyul, khurafat, magik, mithos, klenik sama sekali dilarang oleh Islam. Yang harus dihormati adalah yang dibenarkan oleh Islam, dan caranya mengikuti ajaran Islam pula. (Dipetik dari RISALAH, Bandung, No.2, Th.XXIII, Rajab-Sya’ban 1405H / April 1995, hal 37-39)
0 Comments:
Post a Comment
<< Home