MenyebarnyaTeroris
catatan serbaneka asrir pasir
Darah teroris tertumpah
Sudah tak terhitung berapa banyak jumlah korban bergelimpangan mereka yang dicap sebagai teroris (menurut terminologi Amerika dan sekutunya masa kini). Namun realitas menunjukkan bahwa teroris tak pernah berkurang, malah makin bertambang. Tampaknya Hukum Boyle Gay Lussac PV=CT juga berlaku dalam Ilmu Sosial di samping dalam Ilmu Fisika. Suhu semakin panas, tekanan semakin keras. Semakin ditekan, semakin militan. (Simak Drs Mohammad Soebari MA : “Makalah : Kesenjangan dengan Sembilan Basis Konsepsi”, Biro Dakwah Dakta, Bekasi, 1998, “Split Personality”).
Simak dan perhatikanlah di mana-mana, apa ayang terjadi. Apakah dengan membantai Hasan alBanna, Ali Audah, Sayyid Quthub, orang-orang Ikhwanul Muslimin; teroris makin berkuang di Mesir ? Apakah dengan membantai oang-orang FIZ; teroris makin berkurang di Aljazair ? Apakah dengan membantai orang-orang DI, JI, Amrozi, Mukhlas,Imam Samudera, Azhari, Nurdin, dan lain-lain; teroris makin berkrang d ndonesia ? Demikian juga di Mindanau, di Patani, di Kashmir, di Kurdi, dan lain-lain.
Bagaimana pun paham tak akan bisa dibasmi, dimusnahkan dengan memusnahkan orang-orangnya. Selama misi jihad masih berlaku, maka akan selalu saja bermunculan silih berganti mereka-mereka yang siap mengusung panji-panji “hidup mulia atau mati syahid”.
Mereka yang dikategorikan di Indonesia pada masa kini sebagai teroris, sebenarnya adalah para pencari syahid (Simak antara lain Mudzakir Muhammad Arif MA :Teroris Menurut AlQuran”, SABILI, No.01, Th.X, 25 Juli 2002, hal 12-13, “Tadabbur”; Drs H Ahmad Yani, MM, MBA : “Mulia dengan Jihad, Terhina Tanpa Jihad”, SUARA MUSLIM, DDII Bekasi, Edisi 33-Thn.2011M/1432H, hal 56, “Muhasabah”).
Mereka ini dipandang sebagai orang-orang bodoh yang telah menjalani/mengalami cuci otak, yang mudah tertarik akan iming-imingan masuk surga, yang menjatuhkan diri kedalam kebinasaan (QS 2:195 ?). “Mereka mudah diyakinkan, kalau hidup mendapat rampasan perang, kalau mati mendapat surge” kata Washington Iring, orientalis Amerika Serikat pada abad ke-19 (Simak Muhammad Husin Haekal : “Sejarah Hidup Muhammad” Tintamas, Jakarta, 1984, hal 693).
Bandingkan perkembangan/penyebaran yang dikateorikan teroris itu di Indonesia dengan perkembangan/penyebaran Darul Islam (DI) di Jawa, Sulawesi, Kalimantan, Sumatera pada awal-awal kemerdekaan RI (Simak Al-Chaidar : “Pengantar Pemikiran Politik Proklamator NII SM Kartosoewirjo”, Darul Falah, Jakarta, 1999, hal 124-174, “Ditabuhnya Genderang Perang Semesta : Munculnya Darul Islam di Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan dan Aceh”).
Memusnahkan teroris
Mereka yang dicap teroris (menurut terminologi Amerika Serikat dan sekutunya masa kini) haruslah dijinakkan, dikendalikan, dikandangkan, dimasukkan ke dalam sangkar. Demikian suara-suara nyaring terdengar dalam membasmi, menumpas, memusnahkan teroris saat ini. Ide, gagasan ini mengacu kepada konsep, metode yang dilakukan oleh Ali Murtopo dada era Orde Baru dengan Komji (Komando Jihad) hasil rekayasanya untuk mengandangkan orang-orang NII dan IJ agar berada dibawah kendali.
Dalam bahasa kini disebutkan bahwa untuk mengantisipasi teroris, dengan melakukan deradikalisasi terorisme secara holistik (menyeluruh) inter-disiplin (lintas sektoral). Maksudnya menjinakkan, mengandangkan, menempatkan mereka itu di bawah kendali seperti yang pernah dilakukan oleh Ali Murtopo dengan mengenyangkan perut mereka (terpenuhinya sosial ekonominya). Kuncinya setiap orang akan bisa ditundukkan dengan tripel ta (harta, tahta, wanita). Snouck Hurgronje mengajarkan agar Islam Politik/Militan dimusnahkan dengan menjinakkannya, menempatkannya dibawah kendali, sehingga mereka tak bisa berbuat macam-macam. Sedangkan Islam Ibadah/Seremoni sebisa mungkin didukung/dibantu.
Tangan kanan Ali Moertopo di Opsus antara lan Pitut Soeharto. Kolonel Pitut Soeharto ditugasi Ali Moertopo menggarap bidang penggalangan politik Islam, seperti menggarap PPP, NU, bekas anggota DI/TII (Simak Al-Chaidar : “Pengantar Pemikiran Politik Proklamator NII SM Kartosoewirjo”, Darul Falah, Jakarta, 1999, hal 222, catatan kaki no.5). Hapir masing-masing individu mantan tokoh DI diberi modal cukup oleh Pitut Suharto, sehingga hidupnya menjadi makmur secarra ekonomi (Simak Desastian [Adhes Satria Sugestian ?) : “Politik Belah Bambu Kaum Hipokrit : Dari Komando Jihad, LDII hingga NII”, SUARA MUSLIM, DDII, Bekasi, Edisi 33-Th.2011M/1432H, hal 20-21).
Abdul Gaffar (Prof Dr Christian Snouck Hurgronye, 1857-1936) mengemukakan agar pemerintah Kolonial Hndia Belanda untuk :
- Melarang percobaan-percobaan oleh Islam untuk mengembangkan suatu basis politik yang kuasa.
- Menggalakkan aktivitas-aktivitas keagamaan Islam.
- Membatasi setiap kemungkinan masuknya orang atau ajran yang mungkin membangkitkan semangat juang.
- Memberikan keleluasaan kepada orang Islam, sedemikian rupa, terhadap hal-hal yang bersangkutan dengan urusan ibadat, kalau perlu ikut memberikan dorongan yang cukup berarti.
- Mengontrol semua kegiatan orang Islam, khususnya yang mengarah kepada politik praktis.
- Mendukung unsur-unsur yang hidup dalam masyarakat, seperti mereka yang kurang fanatik Islam, para ketua-ktua adat, dan orang-orang yang termasuk dalam golongan priyai elite. (Simak antara lain PANJI MASYARAKAT, No.223, 15 Mei 1977, hal 19, 21; No.528, hal 72).
(written by sicumpaz@gmail.com at BKS1107191015)
Labels: catatan serbaneka
0 Comments:
Post a Comment
<< Home