Milis bincang-bincang Masyarakat Adil Makmur Situs Koleksi Informasi Serbaneka

Sunday, August 29, 2010

Bagimana konsep matematika ibadah


Bagaimana konsep matematika ibadah

Disebutkan bahwa shalat berjama’ah di masjid dua puluh tujuh derajat daripada shalat sendiri di rumah (Simak HR Bukhari dan Muslim dari Ibnu Umar dalam Terjemah “Riadhus Shalihin” Imam Nawawi, jilid II, halaman 160, hadis no.1, Terjemah “Bulughul Maram” Al’Asqalani, halaman 217, hadis no.421). Apakah ini berarti bahwa akhlaqseseorang yang secara rutin shalat berjama’ah di masjid 27 kali lebih baik dari yang shalat sendiri di rumah ? Apakah efektifitas shalat berjama’ah di masjid secara rutin dapat dilacak ditelusuri sesudah keluar dari masjid , bahwa kesalehan ritual dan kesalehan sosialnya meningkat 27 kali dari sebelumnya ?

Disebutkan bahwa shalat di Masjid Nabawi lebih baik dari 1000 kali daripada shalat di masjid lain, sedangkan shalat di Masjidil Haram lebih baik 100 kali daripada di Masjid Nabawi ( Simak HR Bukhari dan Muslim dari Abuhurairah, dalam Terjemah “AlLukluk wal Marjan” Muhammad Fuad Abdul Baqi, jilid I, halaman 474, hadis 881). Apakah ini berarti akhlak seseorang yang secara rutin shalat di Masjidil Haram lebih baik ribuan kali daripada yang shalat di masjsid lain. Apakah orang-oang yang bermukim di sekitar kedua masjid itu yang hanya dapat hak/fasilitas untuk memperoleh kebaikan ribuan kali ? Apakah setelah beribadah di Masjidil Haram (Haji atau Umrah) sikap mental (kesalehan ritual dan kesalehan social seseoang akan meningkat lebih baik ribuan kali dari sebelumnya ?

Disebutkan bahwa amalan sunat pada bulan Ramadhan bernilai seperti amalan wajib (Simak Terjemah “Riadhus Shalihin”, jilid II, halaman 463, hadis no.8, HR Bukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas). Apakah ini berarti akhlaq seseorang yang secara rutin melakukan amalan sunat lebih baik daripada yang hanya melakukan amalan wajib saja ? Apakah tolok ukur yang dapat digunakan untuk melihat bahwa kesalehan ritual (spiritual) dan kesalehan social seseorang itu meningkat ?

Bagaimana kaitan antara kepekaan/kesalehan ritual/spiritual dengan kepekaan/kesalehan sosial. Apakah semakin meningkat kepekaan/kesalehan ritual/spiritual akan semakin meningkat kepekaan/kesalehan sosial. Bagaimana kaitan antara ibadah dengan akhlaq. Apakah ibadah itu merupakan cara, metoda untuk meningkatkan akhlaq. Rasulullah diutus untuk meningkatkan akhlaq manusia.

Disebutkan bahwa haji/umrah adalah jihad para wanita (Simak HR Ahmad, Ibnu Majah dari Aisyah, dalam Terjemah “Bulubhul Maram”, halaman 352, hadis no.727). Bagaimana halnya kalau wanita yang sudah menunaikan ibadh haji/umrah itu kebetulan masih punya dana untuk menunaikan ibadah haji/umrah, apakah ia harus kembali menunaikan ibadah haji/umrah ? Bagaimana kalau saat itu di lingkungannya bertempat tinggal terdapat proyek keagamaan (seperti pembangunan masjid, madrasah) yang sangat membutuhkan dana pembangunan. Apakah ia harus mengutamakan mewakafkan hartanya untuk pembangunan proyek keaamaan ? Dan bagaimana kalau di sekitarnya banyak fakir-miskin yang sangat membutuhkan bantuan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Apakah si wanita itu harus lebih mendahulukan menyantuni oang0oang papa ?

Di dalam sejarah pernah disebutkan seorang dermawan dan hartawan besar yang tidak sempat berzakat, namanya Ma’an bin Zaaidah. Ia hidup pada akhir pemerintahan Umaiyah dan awal pemerintahan Bani Abbas. Sumber kekayaannya amat besar, dan ia selalu member orang hadiah, murah tangan, sehingga setelah tahun habis dia tak dapat berzakat, karena hartanya yang tinggal tak sampai nisabnya (Prof Dr Hamka : “Tafsir AlAzhar”, Panjimas, juzuk II, 1983:91). Tentu saja pemberiannya bukanlah recehan, remahan. Kalau besarnya receh, remah taklah akan menguras kekayaannya.

Ada seseorang yang sudah menunaikan ibadah haji dan umrah, kini bermaksud akan berumrah bersama sekeluarga lagi. Pada saat yang sama beberapa saudara kandungnya hidupnya sangat memprihatinkan (melarat, manyarapih), membutuhkan modal usaha. Mana yang lebih mulia di sisi agama dan kemanusiaan, apakah member saudra bantuan modal usaha ataukah berangkat sekeluarga menunaikan ibadah umrah ?.

Disebutkan bahwa yang sempat beribadah pada malam lailatul qadar, maka nilai amal-ibadahnya meningkat lebih dari seribu kali daripada malam hari biasa. Apakah ini berarti juga nilai ketakaan, kekhusyu’annya meningkat lebih daripada seribu kali sebelumnya ? Ketakwaan, kekhusu’an itu mengandung, mencakup pengertian kepekaan, kesalehan spiritual (teologis, teosentris, domestic, individual)) dan social (sosiologis, antroposentris, public, intelektual) ?

Dalam hubungan ini ada terminologi Islam, yaitu “zuhud”. Zuhud adalah sikap hidup yang lebih peduli pada kesejahteraan sosial daripada kemewahan diri meskipun ia mampu.

(Asrir BKS1009140700 written by sicumpaz@gmail.com)

0 Comments:

Post a Comment

<< Home