Milis bincang-bincang Masyarakat Adil Makmur Situs Koleksi Informasi Serbaneka

Saturday, July 31, 2010

Wacana penanganan gerakan Ahmadiyah


Saya dan Ahmadiyah

Saya lahir ke dunia 71 tahun yang lalu di kaki gunung Merapi, kota Jam Gadang, Sumatera Barat. Ketika saya masih kanak-kanak, seorang sesepuh kekuarga, kakek saya (saudara nenek saya di pihak ibu) ikut jadi anggota jama’ah Ahmadyah. Semula kakek saya bermaksud hendak mengembalikan temannya yang sdah lebh dulu menjadi anggota Jama’ah Ahmadiyah agar kembali ke dalam Islam yang benar. Namun yang teradi yang sebaliknya, kakek saya yang kena pancing yang ketarik masuk ke dalam jama’ah Ahmadyah.

Saya sama sekali tak pernah menakskan, memperhatikan cara ibadah kakek saya. Yang pernah saya lihat, kakek sya menyimpan “Tafsir Mahmud Yunus”. Di desa saya tak ada masjid dan kantor Ahmadiyah. Kake saya dan temannya yang sama-sama Ahmadiyah pergi ke kota pada saat mereka perlu ke masjid dan kantor Amadiyah. Keluarga memperlakukan kakek saya dan temannya tidak sebagai orang Islam. Ketika kakek saya meninggal, yang mengurus jenazah beliau hanyalah teman-tema beiau yang sama-sama Ahmadiyah; sedangkan pihak keluarga sama sekali tak ada yang ikut memandikan, mengapani, menyalatkan, mengantarkan beliau ke pemakaaman.

Setelah berdomisili di Jabodetabek sejak 40 tahun slam, saya baru mengenal akidah dan ibadah jamaah Ahmadiyah melalui bacaaan, antara lan : “Ahmadiyah” oleh Muzakarah AlAzhar, dalam PANJI MASYARAKAT, No.498, halaman 58-59. “Benarkan Mirza Ghulam Ahmad Seorang Nabi?” oleh Shoimun, dalam MEDIA PEMBINAAN, Kanwil Depag Jabar, Bandung, No.7/XXII-1995, halaman 50-52. “Kaum Amadi, Minoritas NonMuslm” oleh Thufail Muhamamd, dalam ALMUSLMUN, angina, No.142, Januari 1982, halaman 43-48. “Ahmadiyah”, oleh Fawzy Said Thaha, dalam TEMPO. “Ahmadyah” oleh ElHamidy, dalam TEPO, 8 November 1975, haaman 33. Dan lain-lain.

Pada tahun 1933 berlangsung perdebatan di antara Pembela Islam (Ustadz A Hasan Bandung) dan Ahmadiyah Qadian (Maulwi Ramat Ali HAOT dan Malwi Abubakar Ayyub). Sesuai dengan wataknya, Ahmadyah selalu merasa menang, selalu menegakkan benang basah, tak pernah merasa kalah, meskipun secara faktual sudah kalah. SABILI, No.3, 26 Juli 2000 memat “Menggugat Kesesatan Amadiyah” (Halaman 18-31). LPPI Pasar Rumput, Jakarta menerbitkan “Membongkar Kesesatan Dan Kedustaan Ahmadiyah”. Msyawarah nasional ke-II MUI dalam keputusan No5/Kep/Munas II/MUI/1980 memfatwaan bahwa Ahmadiyah adalah Jama’ah d luar Islam, sesat dan menyesatkan. Konperensi Rabithah Alam Islami di Makkah, 14-18 Rabiul Awal 1398 memutuskan Ahmadiyah adala kafir dan keluar dari Islam, danharus diperlaukan sebagai orang kafir.

Agar tak terjadi kekacauan, benturan, bentrokan di dam masyaraat antara anggota jama’ah madiyah ang teah dinyatakan bukan slam dengan umat Isam, maka pemerintah hendaknya melarang Jama’ah Amadyah untuk menggunakan atribut, smbl, ermnologi Islam. Islam, Qur:an, Masjid, Jamaah adalah terminology Islam, yang hanya umat Islam yang berhak memakainya. Di kalangan bisnis dikenal hak paten, hak cipta, hak kekayaan ntelektual yang terlarang menggnakannya oleh yang tak berhak.

Diharapkan FPI, LPPI, MUI, KUIB bias berperan sebagai Pembela Islam (Ustadz A Hassan Bandung) yang lebih focus (mengedepankan) sarana mujadalah (debat) dalam menghadapi Ahmadiyah, mengacu pada “bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik” (QS 16:125).

(Asrir Bks1007311700)

0 Comments:

Post a Comment

<< Home