Milis bincang-bincang Masyarakat Adil Makmur Situs Koleksi Informasi Serbaneka

Monday, February 21, 2011

Isolasi mental

Isolasi mental (ijtanibut thaghut)

Generasi Qur:ani yang unik yang mempunyai cirri-khas. Ia sama sekali terpisah dari kehidupan jahiliyah (rimbawi, sekularis), yaitu kehidupan yang konsepsinya, kepercayaannya, adat dan tradisinya, sumber ilmunya, seni dan sastranya, hukum dan peraturannya, falsafa dan emikirannya tidak mengacu pada wahyu Allah dan sunnah RaslNya. Ia berusaha untuk bertindak sesua dengan petunjk-petnjuk Qur:an. Terdapat pemisahan mental dengan lingkngan jahiliyah. Ia terpisah dari lingkungan jahiliyah, walaupun ia masih tetap melakkan traksaksi, pertukaran, perdagangan dan pergaulan sehari-hari dengan bkan Muslim. Terdapat proses pencabutan diri dari lingkungan, adapt kebiasaan, konsepsi, tradisi, pergalan jahiliyah, dari kepercayaan syirik, dari penghambaan diri kepada thaghut, ke penanaman diri ke pada akidah tauhid, kepada konseksi Islam tentang kehidupan. Ia tidak terpengaruh oleh tekanan konsepsi jahiliyah, juga tidak oleh tradisi masyarakat jahiliyah. Bagai ikan di lautan, tak asin karena air laut. (Disimak dari Sayyid Qutb : “Petunjuk Jalan”, hal 16-19).

Meskipun berada dalam satu perahu, satu kapal, satu sistim yang bukan Islami, seorang Muslim seyogianya tidak larut, tidak meleburkan diri, apalagi ikut/turut terlibat mendukung, menunjang, mensupport, menyanjung, membela, menyemaikan, menyebarkan, membudayakan, memasyarakatkan sistm yang bkan Islami.

Apa sih sistim yang Islami itu ? Mudahnya adalah pola aturan hidup bermasyarakat (baik konsepsi dan kepercayaannya, adapt dan tradisinya, sumber ilmunya, seni dan sastranya, hukum dan lain sebagainya) yang acuannya adalah wahyu Allah swt, tuhan Yang maha Esa, dan yang penjabarqannya adalah sunnah Rasulullah saw.

Seorang Muslim seyogianya membebaskan diri dari segala pengaruh dan kekuatan jahiliyah. Ia mengambl konsepsi tentang kehidpan, mengambil nilai dan budi pekerti, mengambil metode pemerintahan, politik, ekonom dan segala unsure pokok kehidupan, dari wahyau Allah swt, dan yang penjabarannya dalam sunnah Rasulullah saw. Ia melepaskan diri dari tekanan masyarakat jahiliyah, konsepsi jahiliyah, pimpinan jahiliah. Ia berupaya merubah dirinya, dan kemudian berupaya meruah masyarakatnya agar sesuai dengan metoda Islam, dengan konsepsi Islam yang menyuruh agar hidup dalam kehidpan yang sesuai dengan kehendak metada Ilahi. (idem, hal 18-19.

AlQur:an diturunkan untuk mengadakan mufashalah (pemisahan penuh, isolasi total0 dengan setiap yang tidak ikut di bawah Islam. Garis pemisah ini tidaklah melarang pergaulan sehar-hari dengan yang bukan Mslim, sepert dalam tegur sapa, jual beli yang halal, pegang gadai, membantu yang lemah, memberi dan menerima hadiah dan lain sebagainya.

Mufashalah (isolasi) melarang al-wala’ (mendekati, bersimpati, menyerahkan pimpinan, memuji, menyayangi) terhadap yang menghalangi, merintangi, menghambat tegaknya aturan Allah secara nyata sebagai hukum positif, dan teganya loalitas kepada Allah swt, Tuhan Yang Maha Esa, kepada Rasulllah saw, dan kepada pengkut-pengikut Raslullah saw (Disimak dari HA Malik Ahmad : “Strategi Dakwah Islamiyah”, 9, hal 80-81).

Seorang Muslim seyogianya menjauhkan diri dari yang bukan Islami, meskipun aan menghadapi risiko yang berat (Disimak dari HR Bukhari, Muslim dari Hudzaifah bin alYaman, dalam ‘alLukluk wal Marjan” (tarjamah), jilid 2, hal 718, hadis 1211).

“Selalu ada dari umatku golongan yang menegakkan ajaran Allah tidak hirau terhadap siapa pun yang menghina dan menentang mereka, seingga datang ketetapan Allah (kiamat, maut /), sedang mereka tetap sedemikian” Tarjamah HR Bukhari, Muslim dari Mu’awiyah dlam “alLukluk wal Marjan” (tarjamah), jilid 2, hal 738, hadits 1250).

Kepada kaumnya (‘Aad), Nabi Hud mengumumkan “Sesungguhnya aku mempersaksikan kepada Allah dan jadi saksilah amu, bahwa aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan” (dari tarjamah QS 11:54).

Kepada kaumnya, Nabi Ibrahim mengumumkan “Sesungguhnya aku berlepas dri dari apaapa yang kamu persekutukan” (dari tarjamah QS 6:78).

Rasulullah saw dan pengikutnya diperintahkan Allah agar mengumumkan “Sesungguhnya Dia 9Allah), hanya Tuhan Yang Esa dan sesngguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan” (dari teramah QS 6:19).

“Sesungguhnya wali kamu ialah Allah, RasulNya dan orang-orang yang beriman yang mendirkan salat dan memberikan zakat, sedang merekaitu tunduk kepada Allah” (dari tarajamah QS 5:55).

“Sesungguhnya telah Kami (Allah) utus seorang Rasul kepada tiap-tiap ummat : Hendakalah amu samba Allah dan jauhilah thaghut” (dari tarjamah QS 16:36).

Thaghut itu ialah segala sesuatu yang disembah selain Allah, segala sesuatu yang membawa durhaka (thaghaaa, thughyan) kepada Allah. Termasuk ke dalam kaegori thaghut antaralain: Syaithan dan bala bala tentaranya yang terdiri dari jin dan manusia, yang menghukum dengan curang (tidak berlaku adil dalam mengambil keputusan hukum), yang menghukum bukan dengan hukum Allah, tenung, ramal, ide penantangan terhadap hukum Allah, dan lain-lain (Demikian disimak dari H Zainoeddi hamidy : “Ilmu Tauhid”, hal 12-16).

Dengan segenap kemampuan ang dimiliki, dengan segala kekuatan yang ada, diri, nafsu, jiwa, mental, keyakinan, pendrian dibersihkan, dibebaskan, dimerdekakan dari pengarh, tekanan, ikatan, belenggu syrik, thaghut, memperhambakan diri kepada yang selain Allah swt, Tuhan Yang Maha Esa.

Satu demi satu ikatan, belenggu syirik, thaghut dilepaskan, diputuskan, sehingga keakinan, pendirian benar-benar brsih secara paripurna dari noda syirik, thaghut (tirani),

Situasi, kondisi yang diciptakan, yang diberlakukan, yang tidak Islami, seperti uang semir, suap-menyuap, sogok-menyogok, uang rokok, uang lelah, uang pelican, biaya administrasi, uang dengar, komisi harusla setahap demi setahap dihindari, dijauhi, disingkirka, mulai dari diri sendiri, kemudian dari diri masyarakat, sehingga penyalahgunaan jabatan, kedudukan, kekuasaan (komersialisasi jabatan), untuk memperkaya diri sendiri dengan cara kolusi, komisi, manipulasi, korupsi dapat dicegah, setidaknya dapat diredusir seminimal mungkin.

Rasulullah Muhammad saw an pengikutnya disuruh Allah mengumumkan “Aku tiada akan menyembah apa yang kamu sembah. An kamu tiada akan menyembah apa yang aku sembah. Aku tak pernah menyembah apa yang kamu sembah. Bagi kamu agamamu dan bagiku agamaku” (dari tarajamh QS 109:2-6).

Dalam pergalan sehari-hari, seorang Muslim bisa saja bercampur baur dengn yang bukan Muslim, tetapi dalam sikap mental, keyakinan, pendirian, pemikiran tegas-tegas menyatakan corak “Saksikalah oleh kamu sekalan, bahwa aku adalah seorang Muslim, seorang yang rela menyerahkan harta kekayaannya, jiwa raganya, diri pribadinya, hidup matinya, diatur oleh aturan Allah swt, Tuha Yang Maha Esa”. Sekali ia menyatakan ke-Islamannya, selanjutnya ia senantias tetap stiqamah (konsisten, konsekwen) berada pada jalur Islam.

Termasuk dalam kategori isolasi mental adalah pengingkaran terhadap kemungkaran dengan hati, dengan cara berdiam diri, dengan tidak mennjukkan persetujuan. Pelaku kemungkaran structural, terkoordnir ialah pemegang kekuasaan, yang mempunyai kekuasaan dan kekuatan untk bertinak dan memerintah. Untuk mengesahkan, membenarkan, melegalisasikan dibuatlah peratguran, undang-undang yang dapat digunkan sebagai alat untuk menunkakan kekuatan (unjuk gigi) aparat pemegang kekuasaan. Para cendekiawan dalam kondisi demikian hanya mampu mengingkari kebijaksanaan penguasa dalam hati dengan berdiam diri, kendatiitu tingkatmartabat yang palingbawah.

Tak ada yang berani mengingkari kebijaksanaan yang zhalim dari penguasa, seperti yang pernah dilakkan oleh Imam Nawai terhadap intimidasi raja Zhair Baibars dalam mnetapkan anggaran belanja pertahanan negara (militer). Salah satu di antara sopan santun terhadap ulama (cendekiawan0 adalah dengan cara berbaik sangka terhadap skap, tindakan, kebijakan yang diambil, yang ditempuh oleh para ulama yang saleh 9Demikian disimak dari : Umar Hasyim : “Mencari Ulama Pewaris para Nabi”, hal 92-97; Shan’ani : “Penghancuran Kepercayaan bathil”, hal 55-57).

Lanjutan dari isolasi mental (hijrah rohaniyah) adalah jihad fi sabilillah. Jihad berarti berjuang melawan musuh Islam, berjuang melawan, menentang yang menghalangi, merintangi jalannya dakwah Islam. Pengertian jihad seperti ini dapat disimak antara lain dari tarjamah sabda Rasulullah saw berikut :

“Seutama-utama jihad perjuanganyaitu kalimat haq yang diucapkan kepada raja yang kejam/zhali” (dari tarjamah HR Abu Daud, Tirmidzi dari Abu Said alKhudry daalam “Riadhus Shalihin” (Tarajamah), jilid I, hal 203, hadis 11).

“Siapa yang berperang semata-mata untuk menegakkan kalimatllah (agama Allah), maka itulah fi sablillah” (dari tarjamah HR Bukhari, uslim dari Abu Musa (Abdullah bin Qais alAsy’ary dalam “Riadhus Shalihin” (tarjamah), jilid I, hal 17, hadis 9; dan dalam ‘alLukluk wal Marjam” (tarjamah), jilid 2, hal 734, hadis 1244).

“Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjuang di jalan Allah, dengan harta dan dirinya, lebih tinggi derajatnya di sisi Allah. Mereka itulah orang-orang yang menang” (tarjamah QS 9:20).

Sedangkan pengertian hijraha sebagai isolasi mental (rohani) dapat disimak dari keterangan Rasulullah saw berikut :

“Hijrah yang lebih utama adalah meninggalkan segala kejahatan” (dari tajamah HR Ibnul Husain alAjri dari Abidar dalam “Wasiat Nabi kepada AbuDzar ra”, hal 75, hadis 162; dan dalam “Tafsir Ibnu Katsir”, jilid I, hal 586, mengenai QS 4:164).

Selama situasi dan kondisi belum memungkinkan, sehingga tak sanggup mengucapkan kalmat adil/haq kepada sulthan jair, penguasa kejam/zhalim, rejim tirani/thaghut, maka seorang Muslim tetap berada dalam budaya diam (budaya koor, bisu seribu basa), tapi kalau situasi dan kondisi sudah memungkinkan, maka seorang Muslim akan berada dalam bdaya bicara.

Budaya diam (istilah dari Rusydi dalam PANJI MASYARAKAT, No.532, hal 6; dan dari Prof Dr HA Muis SH dalam PANJI MASYARAKAT, No.537, hal 78) atau Budaya Koor (istilah dari Emma al-Banna dalam PANJI MASYARAKT, No.522, hal 10) adalah disebabkan oleh karena terkena serangan sindrom ikan fait (sejenis ikan gabus).

Sebenarnya yang bersemqangat tauhid tak perlu merasa takut menyampaikan kebenaran secara terbuka kepada penguasa. Takut hanya kepada Allah, takut akan murka Allah. Demikian disimak dari Dr Ir Imaduddin Abdulrahim dalam PANJI MASYARAKAT, No.601, 1-10 Feburaari 1989, hal 28, rubrik “Siapa dan Mengapa”.

(written by sicumpaz@gmail.com n sicumpas.worpress.com as Asrir at BKS1102221200)

0 Comments:

Post a Comment

<< Home