Milis bincang-bincang Masyarakat Adil Makmur Situs Koleksi Informasi Serbaneka

Monday, March 28, 2011

Kesenjangan antara ide dan realita

Kesenjangan antara ide dan fakta/realita

Pada 17 Agustus 1945 Indonesia diproklamirkan sebagai Negara merdeka dan berdaulat ( ke dalam dan ke luar). Pada 27 Desember 1949 “pemindahan kekuasaan pemerintahan” diserahkan Belanda di Jakarta dalam bentuk RIS. Meskipun telah memiliki pemerintaan yang merdeka da berdaulat penuh, namun kemerdekaan tersebut dibatasi oleh rambu-rambu “Hukum Internasional” (UNO/PBB) baik dalam masalah politik, militer maupun ekonomi. Indonesia hanyalah salah satu dari sejumlah Negara merdeka di dunia, di bawah hak veto Negara adikuasa. Akibatnya Indonesia terikat dengan “Hukum Internasional” yang telaha diberlakukan sebelum Indonesia Merdeka, baik politik, mapun ekonomi, karenanya Indonesia tak bebas “menghapuskan penjajahan di atas dunia” seperti diamanatkan pembukan UUD-45, apalagi untuk bebas dari “penindasan bangsa sendiri”. (Dunia ini hanya di tentukan oleh negara adikuasa, terutama oleh Amerika dan sekutunya. Demokrasi yang berlaku adalah demokrasi koboi. Yang lemah harus tunduk pada yang kuat. Kuat militernya, ekonominya, politiknya. Hak Veto adalah senjata utama negara adikuasa untuk menerapkan demokrasi koboi).

Disebutkan bahwa antara politik dan ekonomi itu saling terkait. Ekonomi itu adalah urat nadi kehidupan, dan bank adalah urat nadi ekonomi, sedangkan bungan adalah urat nadi bank. Ekonomi dunia ini dikendalikan oleh Yahudi Wall Street di Amerika Serikat. (Silakan amati, apakah memang benar tanpa bunga, tanpa ank tak ada kehidupan, roda perekonomian tak dapat berputar ?). Bahkan ada pula yang menyebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi akan lebih baik dan penanaman modal akan bergairah bila tingkat bunga turun. Tingkat bunga akan turun bila inflasi turun. Bila inflasi turun, maka perekonomian pulih sehat kembali. Tingkat laju inflasi menunjukkan tingkat kemerosotan tenaga beli dari mata uang tertentu. Pemikiran ini tampaknya mrupakan inti dari paham JM Keynes dalam “The General Theory of Employment, Interest, and Money”, tahun 1936.

Disebutkan bahwa ada sistim nilai tukar relative (floating exchange rate system), dan ada pula sistim nilai tukar tetap (fixed or artificial exchange rate system). Penetapan sistim nilai tkar (kurs) tersebut ditetapkan oleh pemerintah berdasarkan kondisi ekonomi yang sedang berjalan. Nilai tukar artificial ditetapkan oleh pemerintah (Bank Sentral), sehingga setiap pemilik rupiah terjamin secara bebas untuk memperoleh dollar AS sesuai dengan nilai tukar yang telah ditetapkan. Pemerintah harus selalu menjamin pertukaran bebas antara rupiah dengan dollar AS.

Pada akhir tahun 1971 terjadi krisis moneter Internasional. Nilai tukar dollar AS terhadap sejumlah mata uang Negara maju lain berasal dari deficit dalam perdagangan antara AS dengan Negara-negara lain. Defisit artinya import lebih besar dari pada ekspor. Defisit yang terjadi menyebabkan meningkatnya dollar yang harus dibayarkan AS. Hal ini disebabkan tingginya ongkos produksi di AS dibandingkan dengan di beberapa Negara lain yang menjadi parner dagang AS. Karena Rupiah Indonesia mengekor pada Dollar AS, maka rupiah juga ikut merosot nilainya terhadap mata uang asing lain. Dalam rangka mengeliminir akibat penurunan nilai dollar tersebut terhadap perekonomian Indonesa, maka ekspor ke AS dan negar-negara lan yang dinyatakan dengan dollar dikurangi daan dialihkan ke Negara-negara lain yangpembayarannya dilakukan dengan mata uang yang kuat. Diusahakan pulamengurangi impor dari negera-negara yang mempunyai mata uang yang kuat.Dan diperbanyak impor dari AS dan negar-negara lain yang impornya dinyatakan dengan dollar.

Antara tahun 1970-1975 rupiah didevaluasi (diturunkan nilai tukarnya) terhadap dollar AS dari Rp.378 menjadi Rp.415 per dollar, sedangkan negara-negara lain mengalami revaluyasi kenaikan nilai tukar) terhadap dollar AS. Antara tahun 1975-1978 (Maret) nila tukar rupiah terhadap dollar AS tidak mengalami perubahan, sedangkan negara-negara lain mengalami revaluasi (kenaikan nilai tukar) terhadap dollar AS.

Antara tahun 1970-1978 (Maret) nilai tukar dollar AS terhadap sejumlah mata uang asing lain (Swiss, Jerman, Jepang, Hongkong, Singapura) mengalami kemerosotan. Ini juga berarti kemerosotan (devaluasi) rupiah terhadap mata uang asing lain, karena rupiah mengekor pada dollar AS. Antara tahun 1975-1978 (Maret) nilai tukar rupah terhadap dollar AS tetap, tetapi jika dikomrsilkan/dikonversikan dengan mata uang asing lain, maka akan nyata sekali bahwa rupiah mengalami kemerosotan yang cukup berarti (devaluasi rupiah secara terselubung). Pertengahan Juni 1998, nilai tukar rupaih mendekat Rp.17.000 per dollar AS, yang berarti ampir lima puluh kali lipat dari pada tiga puluh tahun sebelumnya. (Di awal tahun 2011 diusung gagasan untuk melakukan perubahan nilai mata uang rupiah dari seribu menjadi satu rupiah, yang disebut dengan renumerasi, perubahan nilai nominal ?).

Kebijakan pembangunan ekonomi Indonesia selama 32 tahun di era rezim orde baru Suharto yang dinyatakan mengacu pada konstitusi UUD-45 pasal 33-34 (Kesejahteraan Sosial), perlu dipertanyakan, apaah bertujuan untuk mencukupi KHL (Kebutuhan Hidup layak) semua warga negara Indonesia di tanah air sendiri, ataukah bertujuan untuk mencukupi KHM (Kebutuhan Hidp Mewah) segelntir oraang yang terjalin KaKaEn kwartet militer-birokrat-teknokrat-konglomerat ? Apakah KHL (Kebutuhan Hidup Layak) itu berdasarkan norma moral ukhrawi, ataukah berdasarkan nafsu material duniawi ? Kebijakan skala prioritas pertanian, perindustrian, impor, ekspor, jasa apakah berdasarkan pada kebutuhan pasar (demi KHM peodal) ataukah berdasarkan kebutuhan masyarakat (demi KHL rakyat) ? (Dulu perusahaan asing, sperti bank, listrik, angkutan dinasionalisasi. Kini asing diundang buka usaha di lading/lahan sendiri, sedangkan warganegara Indonesia yang jadi kulinya, ada juga yang berdasi. Malah yang sudah dinasionalisasi, kini diprivatisasi. Mana yang nasionalis, yang dulu ataukah yang kini ?).

Sebagai negara merdeka yang berdaulat penuh, apakah Indonesia tak punya keberanian moral untuk menetapkan mata uang Rupiah Indonesia sebagai satu-satunya alat pembayaran yang sah dalam setiap transaksi, baik impor, ekspor, maupun penggajian seluruh pegawai (termasuk yang bekerja di kedutaan), karyawan pabrik (WNI maupun WNA), maupun pengiriman dan penyipanan uang di dalam dan di luar ngeri ? Kapan lagi masanya mata uang rupiah Indonesia akan dihargai oleh orang luar negeri, kalau kita sendiri orang Indonesia sendiri yang pemilik modal tak menghargai Rupiah Indonesia. Semboyan ata slogan “Aku Cinta Rupiah” yang dikumandangkan sebelum era reformasi hanyalah sekedar kedok penutup (masker) untuk melindungi diri dari tudingan anti-reformasi. (Beberapa tahun yang lalu, Eropa daratan/kontinental merintis penggunan satu mata uang sah bagi semua negara Eropa yang disebut dengan mata uang Euro. Mengacu kepada Eropa, kapan lagi masanya Asean juga mempunyai satu mata uang bersama yang berlaku di semua negara Asean ?).

(Simak antara lain :
- PANJI MASYRAKAT, No.253, 15 Agustus 1978, hal 32-33.
- DIALOG, No.01, 22 Mei s/d 4 Juni 1978, hal 32-34,62.
- EKSEKUTIF, No.24, Juni 1981, hal 58-59; No.35, Mei 1982, hal 79-81.
- REPUBLIKA, Kamis, 18 Juni 1998, hal 4.)

(written by sicumpaz@gmail.com in sicumpas.wordpress.com as Asrir at BKS9807131015)

0 Comments:

Post a Comment

<< Home