Logika
Logika
Dalam kultur masyarakat Indonesia, unsure irrasionalnya, unsure emosionalnya, unsure magisnya lebih tebal katimbang unsure rasionalnya, kata Abd Rohon Ghazali (Tabloid AMANAT, Edisi 035, kamis, 17 Juni 1999, hal 9).
Akademisi-intelektual menggunakan logika matematis, empat kali empat sama dengan enam belas. Politisi menggunakan logika politik, empat kali empat bisa jadi enam belas. Rakyat banyak menggunakan logika emosional, empat kali empat plus-minus enam belas. (Logika adalah pengetahuan tentang hokum dan metoda berpikir. Logis adalah sesuai logika, tidak berlawanan dengan hokum berpikir. Logistik adalah berpikir eksak matematis. “All mathematics follows from symbolic logic” said Betrand Russel).
Logika akademik (lembaga ilmiah) adalah mengkonstatir, menerangkan, menjelaskan. Logika politik (juga lembaga dakwah) adalah menghimbau, mengajak, mengingnkan, mengharapkan ?
Menurut logika Tuan Mulut, bahwa “there is no more important in this company than mouth”. Tak mungkin sebuah perusahaan tapa mulut. Tanpa mulut tak ada ‘income” yang akan dimasukkan ke dalam tubuh perusahaan. Mulutlah satu-saatunya pintu masuk bagi income perusahaan. So I am the boss. Tanpa mulut, yang lain tak bisa bekerja, semua jadi penganggur.
Menurut logika Tuan Lambung, bawa “God never sends mouths but He sends meat”. Ang penting adalah makanan. Cara masuk makanan itu ke dalam tubuh tidak harus mealui mulut. DEngan infusan atau suntikan, makanan bisa dimasukkan ke dalam tubuh.
Ketika Tuan lambung merasa mulas, kembung, melilit, dan Tuan Mulut merasa gemetar menahan hajat, dengan meringis menahan sakit, keduanya berteriak keras “Tuan Dubur. Ternyata Andalah “boss’ sebenarnya di perusahaan ini” (Tabloid PELUANG, No.8, Tahun I, 31 Desember 1998, hal 3, “Boss”, oleh Joko Santoso HP).
(Orang-orang musyrik, yang meninggalkan agama tauhid, yang menganut kepercayaan menurut hawa nafsu). “Masing-masing mereka merasa bangga dengan yang ada pada sisi mereka masing-masing” (QS 23:53, 30:32). Masing-masing optmis akan logianya (QS 4:123).
“Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini, dan semua yang ada di dalamnya” (QS 23:71).
Kebenaran
Kebenaran (pengetahuan) ada yang diperoleh dari kabar otentik (assama’), dari eksprimen dan observasi (albashar), dari logika (alfuada) (QS 17:31). Ada pula yang dari intuisi (kasyaf) (QS 50:220.
Kebenaran atau hakikat itu ada yang bisa diperoleh dari pengalaman, lewat indra, dari yang dirasakan, dari hal yang berwujud, dari hal yang konkrit. Sikap pandang bahwa kebenaran hanya semata-mata diperoleh dari pengalaman adalah paham posisitivisme, sensualisme, empirisme, materialisme. Kebenaran dari pengalaman adalah kebenaran nisbi, relative-emosional. (Sensualismeadalah paham/pandangan filsafat, bahwa kebenaran/pengetahuan itu berdasar/berpangkal pada pengalaman/eksprimental yang inderawi.Memperthqankan perasaan. Perasaan itulah segalanya Sesualisme identik dengan empirissme, positivisme dan bertentangan dengan rasionalisme. Rasionalisme aalah sikap pandang/paham filsafat bahwa kebenaran, pengetahuan itu berdasar/berpangkal pada hasil pemikiran akal. Rasionalisme adalah lawan dari irrasionalisme. Mempertuhankan akal. Akal itulah segala-galanya).
Kebenaran ata hakikat itu ada yang bisa diperoleh dari pemikiran, lewat akal, dari yang dipikirkan, dari yang tak berwjud, dari yang abstrak. Sikap pandang bahwa kebenaran hanya semata-mata diperoleh dari pemikiran adalah paham rasionalisme, idealisme. Kebenaran dari pemikiran adalah kebenaran nisbi, relatif-rasional.
Kebenaran atau hakikat itu ada yang bisa diperoleh dari perenungan. Sika pandang bahwa kebenaran hanya semata-mata diperoleh dari perenungan adalah paham metafisisme. Kebenaran dari perenungan adalah kebenaran nisbi, relative-metafisis, spekulatif, zhanni. (Socrates,Plato).
Kebearan atau hakikat itu ada yang diperoleh dari wahyu ilahi, lewat kalbu. Kebenaran itu turun/dating dari wahyu ilahi (QS 2:147, 3:60, 10:94). Sikap pandang bahwakebenaran hanya semata-mata diperoleh dari wahyu adalah paham Islam. Kebenaran dari wahyu ilahi adalah kebenaran sejati, mutlak, absolute, qath’i. Sehabis kebenaran hanyalah kebatilan/kesesatan (QS 17:81). Kebenaran tidak memerlukan dukungan mayoritas (QS 23:71).
Tahapan memperoleh kebenaran menurut August Comte (1795-1857, peletak Sosiologi Barat) melalui : Tahapan Keagamaan, tahapan Ketuhanan (etat theologique), kemudian meningkat pada : Tahapan Perenungan (etat metaphisique), dan sampai pada puncaknya yang tertinggi : Tahapan Kenyataan (etat positive).
Ilmu-ilmu Barat seluruhnya disusun berdasarkan kepada keyakinan bahwa manusia modern sekarang ini sudah dewasa (come of age) sudah sampai pada puncaknya, dan tidak lagi memerlukan Tuhan. Na’udzu billahi min dzalik.
Kata Rasulullah : “Kaum (bangsa) yang dipimpin wanita taklah akan jaya”. Jika ingin bangsa jaya haruslah tak dipimpin wanita. Inipun jika percaya akan kata Rasulullah. Jika tak percaya, berbuatlah sesukanya. Islam tak memaksa agar harus percaya (QS 2:256).
Positivisme
Positivisme adalah aliran flsafat (gerakan pemikiran) ang didasarkan pada keyakinan bahwa pola piker manusia sudah sampai pada puncak (come of age) yang diajarkan oleh August Comte (1795-1857). Filsafat positivisme dari August Comte mengajarkan Tiga Tingkatan Cara Berpikir (La Loi Des Trais Etato). Pertama, yang primitive adalah pola piker keTuhanan atau keagamaan (etat theologique). Ini adalah benar, jika yang dimaksudkan dengan agama (religi) adalah pemikiran klenik, mithos, magis dan sakral, sesuatu yang sakati dan yang suci, jika agama yang dinamakan dengan kepercayaan kepada ang sakti dan sacral, jika yang disebut dengan Tuhan itu adalah yang sakti, yang sacral. Kedua, ang lebih maju aalah pola piker metafisik (etat metaphisque). Mirip pola piker kebatinan, klenik, kejawen, mistik. Ketiga, yang tertinggi adalah pola piker positif (etat positive).
Menurut positivisme, kebenaran itu berdasar, berpangkal pada kejadian-kejadian (peristiwa-peristiwa) yang positif (yang konkrit), yang berwujud, yang bisa diraba, yang inderawi, yang dialami. Positivisme menolk semua hal hang transcendental, yang melampaui batas ruang dan waktu, yang tak inderawi, yang tak eksprimental.
Posistivisme sebenarnya bertentangan dengan rasionalisme dan idealisme, serta anti trhadap metafisika. Ajaran positivisme sering sejajar dengan materialisme, mekanisme, sensualisme.
Sudah sangat biasa, setiap lawan diberi cap safihah, jahil, bodoh, blo’on, tak brakal, irrasional, goblok. Tabi yang benar-benar punya perilaku dan pola piker yang logis-rasional, yang masuk akal, yang ma’quli hanyalah Islam. Selain Islam punya perilaku dan pola piker yang tak logis-rasional, yang tak masuk akal, yang ghairu ma’quli. Semua yang tak Islam itu adalah jahili, sekularis, memperTuhankan makhluk. Siapakah yang lebih jahil dari yangmerhambakan diri kepada makhluk ?
Sesungguhnya kebenaran itu itu bukan hanya yang konkrit saja, tetapi juga termasuk yang abstrak. Atematika yang sangat abstrak itu adalah eksak, pasti, positif. Dengan demikian, berpikir positif, bukan hanya berpikir tentang yang konkrit saja, tetapi juga berpikir tentang yang abstrak, bahkan yang transcendental. Itulah positivisme yang sebenarnya, yang sebenarnya mujibah (positif).
(written by sicumpaz@gmail.com in scumpas.wordpress.com as Asrir at BKS1103271030)
0 Comments:
Post a Comment
<< Home