Milis bincang-bincang Masyarakat Adil Makmur Situs Koleksi Informasi Serbaneka

Thursday, September 01, 2011

Tasauf dan Terpecahnya Umat Islam

catatan serbaneka asrir pasir

catatan kesatu

Tasauf

Menurut Abul A’la al-Maududi, Fiqih berkaitan dengan amal ibadah lahir (ritual ?). Sedangkan Tasauf berkaitan dengan amal ibadah batin (hati). Tasauf memperhatikan, membahas keadaan hati ketika menunaikan ibadah, tentang keikhlasannya, tentang ketulusannya, tentang kejernihan niat-motivasinya. Dalam pandangan Islam tidaklah akan menjadi baik, kecuali dengan mengikuti (ittiba’ ?) secara sempurna dan benar semua hukum syara’ dari sisi lahir dan batin.

Abul A’la al-Maududi menyebutkan bahwa ia adalah penantang tasawwuf yang selalu digembar-gemborkan oleh mereka yang hatinya berselubung tasawwuf yang menampakkan salah satu cermin/maqam “ihsan”, Pemakaian symbol/lambang tasawuf dan istilah/terminology, pemilihan ungkapan bahsa dan uslubnya serta penetapan metoda/kaifiat thariqat sufi perlu untuk dihindari (“Sejarah Pembaruan dan Pembangunan Kembali Alam Pikiran Agama”, Bina Ilmu, Surabaya, 1984, hal 111).

Namun sayang, kemudian terjadi penyelewengan, penyimpangan, penyesatan dalam tasauf akibat masuknya pengaruh, penyusupan, infiltrasi dari ajaran-ajaran filsafat non-Islam dengan memakai label/topeng/simbol tasauf Islam, yang mengakibatkan tasauf terlepas (atau melepaskan diri) dari Islam. Abul A’la sendiri mengakui bahwa ia adalah penantang tasauf ini. Yaitu tasauf gadungan, yang menyimpang, yang menyeleweng dari Islam. Abul A’la al-Maududi memperingatkan bahwa “Orang yang tidak mengikuti Rasulullah saw secara benar dan tidak mengikat dirinya dengan jalan yang benar yang telah ditunjukannya, tidaklah berhak untuk menyebut dirinya sebagai sufi Islami. Sebab tasauf seperti ini sama sekali bukan bagian dari Islam”.

HAS al-Hamdani juga menggugat tasauf gadungan tersebut dengan bukunya “Sanggahan Terhadap Tashawuf & Ahli Sufi”, terbitan al-Ma’arif, Bandung, 1982. Al-Hamdani berupaya bersikap adil, berdiri di tengah-tengah. Membenarkan hal yang benar dan menolak hal yang batil. Sambil memberikan yang layak menerima pujian atau celaan. Prof Dr Hamka sengaja menulis buku panduan tentang tasauf berjudul “Tasauf Modern”.Hartono Ahmad Jaiz menulis : “Tasawuf : Pluralisme dan Pemurtadan” (terbitan Al-kautsar, Jakarta, 2008). Dalam kaitannya fiqih dan tasauf ini, Cak Nun (Emha Anun Nadjib) secara halus menggiring kita (pembaca tulisannya) untuk bersimpati pada sufiah dan antipati terhdap fiqhiyah. (Simak “Surat Kepada Kanjeng Nabi”, terbitan Mizan, Bandung, 1997, hal 397-398). Dalam tayangan pagi suatu stasiun telvisi dihadirkan pembahasan tentang buku “Mereguk Sari Tasauf” (Garden of Truth).Al-Kautsar menerbitkan “Madarijus Salikin” Ibnu Qayyim sebagai “Pejabaran Kongkrit ‘Iyyaka Na’budu wa Iyyaka Nasta’in’). Darul Falah menerbitkan “Darah Hitam Tasawuf” Ihsan Ilahi Dhahir, sebagai “Studi Kritis Kesesatan Kaum Sufi”.

SA al-Hamdany memandang, bahwa Tasawuf itu adalah merupakan campuran dari ajaran-ajaran Brahma, Budha, falsafah Yunani, kepadrian kaum Nasrani dan ajaran baru Plato. Karenanya Tashawuf bukanlah dari Islam dan islam sendiri suci/bersih daripadanya” (“Sanggahan terhadap Tashawuf & Ahli Sufi”, Al-Ma’arif, Bandung, 1986, hal 15, 33) (Aqidah/keimanan, Ibadah/keislaman, Akhlaq/keihsanan Sufi menyimpang dari Aqidah/keimanan, Ibadah/keislaman, Akhlaq/keihsanan Islam ?). Hulul, Itihad dan Wihdatul Wujud tidak terdapat dalam Islam (idem, hal 17).

‘Abdul Qadir Isa dalam bukunya “Hakekat Tasawuf” menyatakan bahwa sebutan/predikat Hulul dan Ittihad itu adalah tuduhan bohong yang dilontarkan oleh orang-orang yang menentang kaum sufi bahwa kaum susfi meyakini Hulul dan Ittihad. Kaum sufi bebas dari tuduhan bohong itu. Tidak mungkin kaum sufi yang mengamalkan islam, iman dan ihsan akan terjerumus pada paham sesat tersebut.

Abdul Qadir Isa dalam bukunya “Hakekat Tasawuf” juga mengemukakan bahwa dari data historis dapat disimpulkan bahwa Tasawuf bukanlah sesuatu yang baru dalm Islam. Dasar dari ajran Tasawuf diserap dari sejarah dan peri kehidupan Rasulullah dan para shahabatnya. Mengacu pada hadits yang menjelaskan Rukun Iman, Rukun Islam dan Rukun Ihsan.

Di dalam tasauf juga muncul berbagai macam paham, seperti Naqsyqabandiah, Qadiriah, Samaniah, Syatariah, Tijaniah yang menurut Mohammad Natsir lebih bertolak pada rasa dan intuisi katimbang interpretasi, pemahaman akan Kitabullah dan Sunnah Rasul (6). Interpretasinya lebih cenderung pada signal, isyarat.

Ibnu Khaldun dalam “Muqaddamah”-nya menyebutkan bahwa ketika orang-orang sudah mulai cenderung dan terlena dengan urusan duniawi pada abd ke dua hijrah dan sesudahnya, maka muncullah sebagian orang yang khusus beribadah saja yang dikenal dengan nama sufi (Abdul Qadir Isa : “Hakekat Tasawwuf”, Qisthi Press, Jakarta, 2005, hal 10).

Haji Khalifah dalam “Kasyf azh-Zhannun” menyebutkan bahwa orang yang pertama kali dikenal dengan sufi adalah Abu hasyim ash-Shufi (w150) (Idem, hal 11).

Doktor Kamil Musthafa dalam kitabnya “Ash-Shilah baina at-Tashawuf wat Tasyri” (Kaitan anytara Tasawul dan Aliran Syi’ah) bahwa orang yang pertama dijuluki dengan sebutah shufi di dalam Islam adalah Jabin bin Hayyan (ahli filsafat dan kimia), Abu Hasyim al Kufi (pembangun padepokan shufiyah di Ramlah) dan Abduk as-Shufi (campuran syi’ah dan shufiyah).

Dalam khazanah sufi terdapat terminolgi Hulul, Ittihad, Wihdatul Wujud. Hulul adalaha paham yang beri’tiqad, meyakini bahwa Allah, berada, bersemayam di setiap bagian bumi, di lautan, di pegunungan, di bukit, di pepohonan, pada manusa, pada hwan. Ittihad adalah paaham yang beri’tiqad, meyakini bahwa Khaliq (Allah) bersatu (manunggal) dengan makhluq (manusia). Sihdatul Wujud adalah paham yang beri’tiqad bahwa wujud (ada) hanyalah satu, tidak berbilang. Tak ada yang wujud (ada) kecuali Allah swt. Sedangkan yang maujud (yang diadakan) boleh berbilang.Adanya (maujud) alam adalah karena adanya wujud (ada) yang wajib berdiri sendiri. (Dalam “Madarijus Salikin” Ibnu Qayyim terdapat pembahasan “Wujud” tanpa “Wihdatul”).

Pimpinan Yayasan Al-Qalam, Pasar Rumput, Jakarta Selatan (M Amin Djamaluddin ?) menyebutkan bahwa inti sari ajaran Ibnu Arabi (tokoh Tasawwuf Falsafi) didasarkan atas teori/paham Wihdatul Wujud yang menghasilkan teori/paham Wihdatul Adyan (Kesatuan Agama) sebagai hasil dari gabungan teori/paham Al-Ittihad (Manunggal) dan mengadakan Al-Ittishal (Emanasi, nyambung, tasalsul ath-thuruq ?) (“Siapa Ibnu Arabi ? Tanggapan atas pernyataan Dr Nurcholish Madjid”).

(Simak :

‘Abdul Qadir Isa : “Hakekat Tasawuf” (Haqa’iq at Tasawwuf), terbitan Qisthi Press, Jakarta, 2006, hal 444-446.
- Abul A’la al-Maududi : “Prinsip-prinsip Islam” (Mabadi al Islam), terbitan al-Ma’arif, Bandung, 1983, hal 126-129.
- Abul A’la al-Maududi : “Sejarah Pembaruan dan Pembangunan Kembali Alam Pikiran Agama” (Tajdiid ad-Diin wa Ihyaa-ihi), terbitan Bina Ilmu, Surabaya, 1984, hal 111-113).

(written by sicumpaz@gmail.com at BKS1108280815)

catatan kedua

Referensi “Perpecahan Umat Islam”

1.Hadits-hadits tentang “Ummatku pecah tujuh puluh tiga golongan” dapat ditemukan antara lain dalam :
– “Tafsir AlAzhar”, oleh Prof Dr Hamka, tahun 1984, juzuk 8, halaman 143-144.
– “Godaan Syetan”, oleh Md Ali AlHamidy, tahun 1984, hal 126-128.
– “Tafsir Ibnu Katsir”, juzuk I, halaman 391.
– “Minhaj alFirqah anNajiyah”, oleh Muhammad bin Jamil Zainu.

2. Hadits-hadis tersebut, meskipun oleh sebagian ulama dipertanyakan kesahihan riwayat/sanadnya, namun realitasnya, kenyataannya umat Islam sepeninggal Rasulullah sudah terpecah-pecah setahap demi setahap.

3. Pertama sekali muncul perpecahan dalam menentukan siapa yang berhak menjadi Kepala Negara, kemudian dalam menentukan siapa kawan dan siapa lawan. Selanjutnya perpecahan dalam masalah akidah.

4. Yang membahas, membicarakan pecahan umat Islam ini antara lain :
- Syahrastani dalam bukunya “AlMilal wan Nihal” (terbitan “Dar alFikr”, Bairut).
- Prof Dr Imam Muhammad Abu Zahrah, dalam buknya”Aliran Politik dan Aqidah dalam Isla” (terbitan Logos, Jakarta, 1996).
- Abul Faraj Ibnul Jauzi, dalam buku “Godaan Syetan”.

5. Induk pecahan menurut Syahrastani adalah : Qadariah, Shifatia, Khawarij dan Syubbah. Induk pecahan menurut Ibnul Jauzi adalah : Haruriah, Qadariah, Jahmiah, Murjiah, Rafidhah, Jabariah. Sepanjang masa muncul/tampil Khawarij gaya baru, Muktazilah gaya baru, Qadariah gaya baru, Jabariah gaya baru. Bentuknya bisa berupa Sekularis, Pluralis, Liberalis dan lain-lain.

6. Pokok permasalahan dapat disimak dari dialog pemikiran antarra Iblis dan Malaikat tentang penciptaan, serta Qadha dan Qadar, seperti dinukil oleh Syahrastani dalam “AlMilal wan Nihal”.

7. Kriteria kafir (lawan) mengacu kepada nash alQuran dan asSunnah.

(written by sicmpaz@gmail.com at BKS1005031830)

catatan ketiga

Paham aliran yang menyimpang dari Islam

Terdapat hadis yang menyatakan bahwa umat Islam tidak akan pernah tersesat selama ia berpegang teguh kepada Kitabullah dan Sunnah Nabi (1).

Terdapat hadis (HR Tirmidzi dari Ibnu Umar) yang menyatakan bahwa umat Islam Umat Muhammd saw) akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga pecahan (millah, firqah), hanya satu pecahan yang selamat (2). Hadis ini masih diperselisihkan tentang kesahihannya, jadi bersifat zhanni (nisbi), bukan qath’I (mutlak) (3).

Dari hadis tentang terpecahnya umat Islam tujuh puluh tiga pecahan (millah, firqah) dipahami bahwa akidah, kepercayaan, keyakinan umat Islam itu akan terpecah tujuh puluh tiga pecahan (millah, firqah)

Di dalam politik, pemerintahan, kenegaraan, kepemimpinan, yang mula-mula muncul adalah paham Khawarij, kemudian muncul paham Syi’ah.

Khawarij lebih dulu memberontak kepada Khalifah Ali bin Abi Thalib, kemudian baru berusaha mencari alsan begi pembenaran pemberontakannya.

Sedangkan Syi’ah, pahamnya yang lebih dulu terbentuk, kemudian baru mulai mengadakan pemberontakan (4). Syi’ah menggunakan hadis tentang turunnya Imam Mahdi, serta mengarang-ngarang tentang kesuperan Ali bin Abi Thalib dalam mengembangkan teori imamahnya.

Jadi Khawarij, lebih dulu melancarkan aksi pemberontakannya, kemudian baru menyusun teori bagi pembenaran aksinya. Menurut teorinya, kepemimpinan seorang imam, amir, khalifah batal, kalau kebijakannya mengacu kepada ijtihad, pendapat orang, bukan langsung mengacu pada Qur:an.

Sedangkan Syi’ah lebih dulu menyusun teori imamahnya, barulah kemudian melakukan aksi sesuai teori imamahnya. Menurut teori imamahnya, yang berhak memegang kendali pemerintahan setelah Rasulullah wafat adalah Ali bin Abi Thalib.

Baik Khawarij, maupun Syi’ah menyusun teori, pahamnya berdasarkan interpretasinya masing-masing terhadap Qur:an.

Di dalam akidah, kepercayaan muncul paham Qadariah, Jabariah, Asy’ariah, Maturidiah, dan lain-lain. Masing-masingnya menyusun teorinya berdasar pemahaman, interpretasinya pada Qur:an dan Hadis (5).

AlHallaj dan Syekh Siti Jenar tampil dengan persepsinya masing-masing. Dr Rashad Khalifa PhD dengan Angka/Kode 19-nya dalam “AlQuran The Ultimate Miracle” (Penemuan Ilmiah tentang Kandungan AlQuran). KH Fahmi Basya dengan Matematika Abstrak-nya dalam “One Million Phenomena”. Ary Ginanjar Agustian dengan ESQ Model-nya dalam “Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual”.

Di dalam ibadah, fikih muncul paham Hanafiah, Malikiah, Syafi’iah, Hanabilah, Zhahiriah, dan lain-lain. Masing-masing juga menyusun teori, paham, mazdhab dan metodenya berdasar interpretasinya pada Qur:an dan Hadis.

Dalam Sahih Bukhari pada “Kitab alFitan” terdapat hadis-hadis tentang tanda-tanda hari kiamat (10) dan sifat-sifat dajjal (11).

Dalam Sahih Bukhari pada “Kitab alIman” terdapat hadis tentang testing, pengujian untuk membedakan antara Nabi dan yang bukan, menurut versi Heraklius (Herkules ?).

MUI Pusat merinci sepuluh kriteria untuk membedakan paham aliran yang sesat dan yang bukan sesat (12).

Syahrastani (479-584H) mengarang “AlMilal wan Nihal” yang menerangkan berbagai paham agama dan aliran-aliran kepercayaan sampai masa hidupnya (7). Syahrastani menyebut ada empat pecahan besar, yaitu Qadariah, Shifatiah, Khawarij dan Syi’ah (8).

Berdasar dalil zhanni, bukan dalil qath’i, Ibnul Jauzi (wafat 597H) melihat ada enam pecahan besar yang masing-masing terpecah lagi menjadi dua belas pecahan, sehingga seluruhnya berjumlah tujuh puluh dua golongan. Keenam golongan pokok itu ialah : Haruriah, Qadariah, Jahmiah, Murjiah, Rafidhah, Jabariah (9).

Muhammad Ahmad Abu Zahrah dalam bukunya “Al-Madzahib al-Islamiyah” (Madzhab-madzhab dalam Islam) membicarakan aliran-aliran politik dan aliran-aliran kepercayaan dalam Islam, antara lain : Syi’ah, Khawarij, Murjiah, Mu’tazilah, Asy’ariyah, maturidiyah, Salafiyah, Bahaiyah, Qadianiyah.

Madzhab shufiyah dan madzhaf syi’ah dipandang sebagai saudara sepupu yang berasal/muncul dari sumber yang sama dan yang saling berdekatan dan memiliki tujuan yang mirip sama. Dua kelompok ini bersekutu, mirip dalam akidah secara umum dan juga mirip dalam syari’at yang diterapkan. Setiap madzhab/pecahan bisa terpecah lagi disebabkan oleh karena memperebutkan kedudukan/kepemimpinan.

Di Indonesia kini marak muncul paham aliran baru. Masing-masing menyusun teori berdasar interpretasinya terhadap Qur:an untuk pembenaran pahamnya.

M Amin Djamaluddin, Hartono Ahmad Jaiz dengan LPPInya (Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam) aktif menyoroti, mengkaji, menggugat paham aliran sesat.

M Amin Djamaluddin, Ketua LPPI dalam makalahnya : “Aliran-Aliran Sesat Menyesatkan, Tantangan Dakwah di Indonesia” menyebutkan sejumlah aliran sesat di Indonesia, antara lain : Inkar Sunnah, Isa Bugis, LDII (Islam jama’ah), Ahmadiyah, Syi’ah, darul Arqam, LK (Lembaga Kerasulan), Lia (La) Aminuddin, Qiyadah Islamiyah.

Drs H Hartono bin Ahmad Jaiz dalam bukunya “Aliran-Aliran Sesat di Indonesia” menyebutkan sejumlah aliran sesat di Indonesia, antara lain : Inkar Sunnah, Isa Bugis, Darul Arqam, LK (Lemaga Kerasulan), Zaytun, Ahmadiyah, Bahai’, LDII (Islam jama’ah), Syi’ah, Lia (La) Aminuddin, Islam Liberal, Tijadinya, Qadiriyah, Naqsyabandiyah, Nariyah.

Ahmadiah, alQadiyah menggunakan hadis tentang turunnya Nabi Isa, turunnya Imam Mahdi, dan ayat Qur:an tentang naaiknya Nabi Isa (QS 3:55) menurut interpretasinya dalam menyusun teorinya, bahwa kedatangan alMasuh alMau’ud itu sudah disebutkan dalam Kitab Suci terdahulu, dan dialah alMasih alMau’ud itu (al masih adDajjal).

Inkarus Sunnah, alQur:an Suci menggunakan interpretasinya terhadap Qur:an dalam menyusun teori, pahamnya.

Hidup Dibalik Hidup (HDH) mengingkari bahwa Nabi Muhammad saw dikurniai Allah wewenang untuk mengajukan syafa’at bagi ummatnya nanti pada hari Hisab.

Islam Jama’ah juga menggunakan interpretasinya terhadap Qur:an dan Hadis dalam menyusun teori, paham manqulnya.

Mahaesa Kurung alMukarramah juga menggunakan interpretasinya terhadap Qur:an dan Hadis dalam menyusun, mendukung teori, paham spiritualnya. Ia punya website, situs sendiri.

Wahidiah juga menyusun teori, paham spiritualnya menggunakan interpretasinya terhadap Qur:an dan Hadis. Menurut teorinya, olah batin (spiritual) itu mengacu dan mengikuti ungkapan, slogan, semboyan “Lillah-Billah, LirRasul-BirRasul, LilGhauts-BilGhauts”. Tunduk, patuh, setia pada alGhauts, karena ia punya wewenang memberikan syafa’at (13). Wahidiah juga punya situs sendiri.

(Simak antara lain dalam :

1. “Muwaththa’” Imam Malik.
2. “Tafsir AlAzhar”, oleh Prof Dr Hamka, tahun 1984, juzk 8, halaman 143-144.
“Godaan Syetan”, oleh Md Ali AlHamidy, tahun 1984, hal 126-128.
“Tafsir Ibnu Katsir”, juzuk I, halaman 391.
“Minhaj alFirqah anNajiyah”, oleh Muhammad bin amin Zainu.
3. PANJI MASYARAKAT, No.498, 21 Maret 1986, “Tentang sabda Nabi saw : Umatku akan pecah 73 golongan” oleh Muhammad Baqir.
4. “Sejarah dan Kebudayaan Islam” oleh Prof Dr A Syalabi, jilid II, 1982:308.
5. “Pedoman Pokok dalam Kehidupan Keagamaan Berdasarkan Ahlus Sunnah wal Jama’ah” oleh KH Tb M Amin Abdullah alBantani, 1984.
6. “Sanggahan terhadap Tasauf dan Ahli Sufi” oleh SA alHamdany, 1982.
7. “Ulama Syafi’I” oleh KH Sirajuddin Abbas, 1975:157-162.
8. “AlMilal wan Nihal” oleh Syahrastani.
9. “Godaan Sytan” oleh Md Ali alHamidy, 1984:128-136.
10. “Jalan Menuju Iman” oleh Abdul Madjid azZaidan.
11. “Tafsir alAzhar” oleh Prof Dr Hamka, juzuk IX, 1982:191-197, re ayat QS 7:187.
12. RAKYAT MERDEKA, Rabu, 7 November, 2007.
13. “Pedoman Pembinaan Wanita Wahidiyah” oleh Penyiaran Shalawat Wahidiyah Kedunglo, Kediri, Jatim.
14. “Sanggahan terhadap Tasauf”, 1982:20-23)

(written by sicumpaz@gmail.com at BKS1106301200)








Labels:

0 Comments:

Post a Comment

<< Home