Pandangan terhadap penegakkan Syari'at Islam
Pandangan terhadap penegakan syariat Islam (1)
Dulu, sebelum ini saya berpandangan bahwa umat Islam seara bersama-sama, secara kolektif berjama’ah berkewajaiban untuk menegakkan syari’at Islam, untuk menegakkan daulah Islamiyah, untuk menegakkan khilafah Islamiyah.
Itu dulu. Namun kini, menjelang usia 72 tahun berubah total 180 derajat setelah menyaksikan, mengamati peristiwa yang terjadi berkaitan dengan Islam dan umat Islam. Kini saya berpandangan bahwa tegak tidaknya sari’at Islam, daulah Islamiyah, khilafah Islamiyah semata-mata adalah urusan Allah, bukan urusan manusia. Pun kapan dan di mana tegaknya syari’at Islam, daulah Islamiyah, khilafa Islamiyah adalah juf urusan Allah tanpa campur tangan manusia sedikit pun. Sedangkan manusia, khususnya umat Islam hanya berkewajiban menjalankan, melaksanakan syari’at Islam itu saja. “Imtitsalul awamir wajtanibun nawahi”.
Tegak tidaknya syari’at Islam, kapan dan dimana tegaknya merupakan takdir, ketentuan, ketetapan, program Allah. Apa yang ditakdirkan, diprogramkan Allah pasti terjadi, sedangkan yang tak ditakdirkan, dprogramkan Allah pasti tak terjadi. Sebelum terjadi sesuatu, Allah menurunkan, menciptakan tanda-tanda, alamat, isyarat, sinjalnya lebih dulu. Sebelum hujan turun didahului dengan cuaca mendung sebbagai tanda-tanda akan turun hujan. “Gabak (cuaca mendung) di hulu pertanda akan turun hujan di hilir”.
Kemampuan manusia membaca pertanda itu sangat relatif. Menjelang abad ke-14 hijriyah diprediksi akan munculnya kebangkitan Islam. Namun sampai masuk abad ke-15 hijriyah prediksi tersebut jauh meleset. Berdirinya negara-negara yang secara resmi menyatakan sebagai negara Islam, atau tampil sebagai negara berpenduduk Muslim d Timur Tengah, di Afrika Utara, di Asia Tenggara sama sekali tak memperlihatkan kebangkitan Islam. Bahkan kini d Timur Tengah, di Afrika Utara, di negara berpenduduk Muslim terjadi pergolakan politik menentang kezhaliman, ketak adilan yang dilakukan oleh penguasa berpulu tahun. Islam sendiri mengajarkan umat Islam untuk menyerupara tirani (thughyan) dengan lemah lembut agar menghentkan kezaliman, ketakadilannya. Di mana-mana umat Islam ini terlihat sebagai umat pecundang, bukan sebagai pemenang. Bagaikan buih, busa tak punya bobot dan daya. Jadi mainan negara adikuasa.
Pandangan terhadap penegakan syariat Islam (2)
Semula saya punya pendirian bahwa untuk dapat berlakunya hukum Allah sebagai hukum positip di tengah masyarakat butuh adanya suatu kekuasaan pelaksana. Karena itu perlu ada usaha, upaya untuk memperoleh kekuasaan itu. Barangkali pendirian saya ini bertaklid pada pendirian Ibnu Taimiyah yang menyatakan bahwa agama Islam itu harus diadakan untuk terlaksananya undang-undang Islam (untuk melaksanakan hukum Qur:an, dan bukan untuk memusyawarahkan hukumnya.
Kemudian setelah beberapa kali melakukan kaji ulang (muhasabah), maka kini pendirian saya berubah seratus delapan puluh derajat, bertolak belakang sama sekali. Kini saya terperangkap dalam pendirian bahwa kekuasaan (termasuk juga kekayaan) adalah anugerah Allah semata, hak prerogatf mutlak dari Allah, tanpa secuil puncampur tangan siapa pun (Simak QS 3:26, 13:26, 16:71, dan lain-lain).
Perubahan pendirian ini bukan disebabkan oleh adanya isu bahwa “tak ada negara Islam” dalam Qur:an dan Hadits. Tapi lebih bertolak dari visi dan persepsi tentang data sejarah. Reformasi 1998 yang terjadi misalnya, semata-mata digerakkan oleh Allah, tanpa campur tangan manusia. Tak seorang pun, tak satu pun kelompok yang menggerakkan reformasi.
Di antara Rasul, hanyalah Daud dan Sulaiman yangdianugerahi oleh allah berupa kekuasaan (sebagai raja). Allah memberikan kekuasaan kepada Namruz, bukan kepada Ibrahim, kepada Fir’aun dan bukan kepada Musa. Allah memberikan kekayaankepada Qarun, bukan kepada hidir. Allah memberikan iptek kepadaHaman, dan bukan kepada Musa atau khidir. Semuanya ada hikmah/rahasia yang tak dapat dipahami manusia. “Akumengetahui apa-apa yang tiada kam ketahui” (QS 2:30).
Baik ibrahim, maupun Musa tak pernah berupaya menyusun, menggalang kekuatan, menggembleng dan mengerahkan massa untuk meruntuhkan kekuasaan penguasa, baik Namruz mapun Fir’aun. Bahkan Musa hanya berupaya menyelamatkan diri danpengikutnya dengan menyeberangi laut Merah untuk dapat selamat dari kejaran pasukan Fir’aun. Keruntuhan kekuasaan Namruz dan Fir’aun pun semata-mata atas iradat dan kudrat Allah tanpa campur tangan Ibrahim dan Musa. Semuanya sesuai dengan ketetapan Allah sendiri (Simak QS 35:43, 33:62, 48:23).
Bangkitnya Islam di Tanah Arab bukanlah atas usaha dan upaya dari sisa-sisa pengikut ajaran nabi Ibrahm, tetapi semata-mata atas anuegerah llah yang telah menghadirkan Raulnya Muhammad saw sebagai penggerak pertam di sana. (Simak antara lain Dr Mstafha asSiba’I : “Sar Sejarah dan Perjuangan Rasulullah saw”, 1983:30; Dr Muhamamd Said Ramadhan alButhy : “Sirah Nabawiyah”, jilid I, 1992:45-46).
Umar bin Abdul Aziz berubah dari pemuda glamour, foya-foya, pelisiran menjadi manusia zuhud (bukan hamba harta-dunia), bukalah atas usaha keluarga, masyarakat, lingkungannya, tetapi semata-mata anugerah Allah, bukan mengikuti teori/hukum Stern, bahwa manusia itu ditentukan oleh bawaan/baat dan milieu/lingkngan.
Masyarakat yang berada di bawah pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul aziz (yang hanya berlangsung dari 99-101 Hijriyah), itlah masyarakat yang benar-benar masyarakat adil dan makmur. Sayangnya tak tercatat dalaam catatan secarah bahwa masyarakat sebelum itu, yaitu masyarakat bani Umawiyah adalah masyarakat yang benar-benar masyarakat IMTAQ. Masih saja terdapat rahasia (factor X) yang menjadi persyaratan terwujudnya masyarakat IMTAQ yang sempurna. Manusia tak pernah tahu waktnya (Simak QS 7:34, 10:49). Yang sempat diketahui adalah bahwa masyarakat yang akan memperoleh keadilan, kemakmuran, berupa kemajuan IPTEK, keberkahan (Simak QS 7:96), kebebasan dari bencana (Simak QS 5:65), kekuasaan (Simak QS 24:55) adalah masyarakat yang benar-benar masyarakat IMTAQ.
“Jika hamba-hambaKu taat kepadaKu, Kujadikan hati raja-raja mereka penuh kasih sayang kepada mereka, dan apabila mendurhaka kepadaKu, Kujadikan raja-raja penuh kemarahan dan kebengisan sehingga menganiaya mereka dengan siksa yang buruk. Maka jangan sibukkan dirimu dengan mengutuk rja-raja, tetapi sibukkan dirimu dengan dzikir dan berdo’a secara khusyu’ supaya Kulindungi kamu dari raja-rajamu” (HR Abu u’aim, Thabrani, dalam “Koreksi pola Hidup Umat Islam”, 1986:52). Usaha yang wajib dilakukan adalah mengajak orang untuk menajdi masyarakat IMTAQ.
Pendirian bahwa semuanya adalah atas iradat dan kudrat Allah seara mutlak, tanpa campur tangan sedikit pun dari makhluk, pernah diberi cap/label sebagai pendirian “jabariayah”. Sehubungan dengan pendirian ini diharapkan kiranya ada kajian yang mendalam membahas masalah ini berdasarkan Qur:an dan Hadits, apakah ajaran jabariyah dalam hal ini termasuk pada ajaran kufur ? Apakah ajaran jabariyah itu mengandung unsur syirik, dan di mana kesyirikannya ? Apakah ajaran jabariyah itu bertentangan dengan ajaran tauhid, yang mengajarkan bahwa tak ada satu pun sekutu (termasuk sekutu dalam kekuasaan) bagi Allah swt.
(written by sicumpaz@gmail.com in sicumpas.wordpress.com as Asrir at BKS1102241645)
0 Comments:
Post a Comment
<< Home