Menggugat Kemerdekaaan
catatan serbaneka arir
pasir
catatan kesatu
Menggugat kemerdekaan
Pada masa
penjajahan, masa kolonial, manusia terkungkung, terkurung oleh penindasan,
penyiksaan, penderitaan, kerja paksa, iyurana paksa, budaya diam. Perjuangan,
pergolakan, pemberontakan berupaya melepaskan, membebaskan diri dari semua
kungkungan, belenggu tersebut.
Pada masa
kemerdekaan, seharusnya (das Sollen) semua manusia bebas dari penindasan, bebas
dari penyiksaan, bebas dari penderitaan, bebas dari kerja paksa, bebas dari
iyuran paksa, bebas dari budaya diam.
Namun
kenyataannya, realitasnya (das Sein) hanya segelintir manusia yang mengecap,
mengenyam, menikmati kemerdekaan. Selebihnya tetap saja terkungkung, terkurung
oleh penindasan, penyiksaan, penderitaan, kerja paksa, iyuran paksa, budaya
diam.
Atas nama
keindahan kota ,
para pedagang kaki lima
di seluruh pelosok nusantara digusur, diuer. Dagangannya diobrak-abrik. Mereka
ditindas, disiksa, dipaksa menderita. Padahal prioritas tugas penguasa,
pemerintah seperti diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar adalah melindungi
segenap rakyat, memajukan kesejahteraan rakyat, mencerdaskan rakyat, bukannya
malah menyengsarakan, memelaratkan rakyat. Yang melarat, yang terlantar menurut
UUD menjadi tanggunan, jaminan Negara untuk memeliharanya, menghidupinya.
Atas nama
hukum (sesuai dengan prosedur) seseorang bisa saja dicurigai, dituduh,
ditangkap, disidik, disidangkan, diadili, dipenjarakan. Padahal seharusnya
“tidak seorang pun boleh ditangkap, ditahan tanpa prosedur yang sah”, “tiada seorangpun
boleh disiksa diperlakukan semena-mena”.
Hanya
segelintir orang yang bebas mendpatkan pendidikan yang layak. Selebihnya hanya
dapat mendapatkan pendidikan asal-asalan, ala kadarnya. Dan hanya segelintir
orang yang bebas mendapatkan pekerjaan yang layak. Selebihnya hanya apat
mendapatkan pekerjaan asal-asalan, ala kadarnya, bahkan banya yang jadi
penganggur.
Pada masa
penjajahan diperbudak oleh penjajah colonial. Kini di masa kemerdekaan
diperbudak oleh para investor. Diperbudak oleh imperialisme modern. ‘Jadi buruh
di tanah sendiri atas permintaan sendiri”. “Jadi kuli modern”. Investasi asing
adalah bentuk imperialisme modern. Semuanya atas keinginan dan permintaan
pemimpin Negara yang “dijajah” itu sendiri, yang atas persetujuan rakyat (Simak
Bustanuddin Agus : “Imperialisme Modern”, dalam REPUBLIKA, Kamis, 9 Nopember
2006, hal 4, Opini).
Kemerdekaan
politik, dalam arti sesungguhnya pun tak diperoleh. Semuanya dikendalikan atas
persetujuan Negara adikuasa. Bahkan PBB sendiri pun tak berdaya atas Negara
adidaya. Perhatikanlah perlakuan Negara adikuasa terhadap Afghanistan dan
Irak. Semua mereka lalukan atas nama demokrasi. Kemenangan FIS di Aljazair,
Hammas di Palestina, Taliban di Afghanistan dilibas, dilindas oleh demokrasi
adikuasa. Padahal kemenangan mereka itu diperoleh secara demokratis melalui
pemilu, tapi karena tak sesuai dengan selera demokrasi adikuasa maka dengan
berbagai alasan dilenyapkan, dimusnahkan. Dalam demokrasi, menurut Muhammad
Iqbal, manusia hanya dihitung jumlahnya, bukan dinilai mutunya (Simak
“Pembangunan Kembali Alam Pikiran Islam”, 1983:23).
Dalam masa
kemerdekaan kini yang tampak kasatmata hanayalah bebas pamer dada, bebas pamer
pusar, bebas pamer paha, bebas unjuk rasa, bebas menggusur, bebas bergaul tanpa
batas, bebass dari tatakrama, bebas dari sopan santun, bebas jingkrak-jingkrak,
bebas melanggar tatatertib, bebas hura-hura.
Bebas
mengemukakan pendapat secara lisan dan tulisan, tidaklah sama dengan bebas
demonstrasi, bebas unjuk rasa, bebas unujuk gigi, bebas unjuk kuasa. Bebas adu
akal, adu otak, bukan bebas adu okol, adu otot.
Dalam arti
sesungguhnya, Indonesia
masih terjajah oleh imperialisme modern, baik dalam polistik, militer, hokum,
ekonomi, industri, social, budaya. Terjajah oleh hak veto negara adikuasa.
Terjajah oleh system protokoler yang dibikin sendiri.
Semua
aparat, dari atas sampai ke bawah harus menyadari fungsi tugasnya untuk
melindungi rakyat, untuk mencerdaskan rakyat, untuk mensejahterakan rakyat,
bukannya untuk menyengsarakan rakyat. Menyadari tugasnya sebagai pelayan
masyarakat, bukan untuk dilayanai masyarakat.
Semua
tokoh, pemimpin, kiai, ajengan, ulama, mubaligh, da’I, ustadz, mulai dari diri
sendiri (ibda bi nafsik) menuntun, membimbing, mengajak, menggerakkan
masyarakat untuk proaktif menciptakan kesejahteraan bersama dengan
mendayagunakan infak fi sabilillah. “Sembahlah Allah dan janganlah kamu
mempersekutukanNya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu
bapa, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat,
dn tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil, dan hamba sahaya” (QS 4:36 ). Dengan mengamalkan suruhan
ayat ini, insya Allah akan terwujud Negara Sejahtera Adil Makmur. Gemah ripah
loh jinawi. Tata tentrem kerta reharja.
(written by sicumpaz@gmail.com
at BKS0707280645)
catatan kedua
Sudah merdeka,
ataukah tetap terjajah ?
Seluruh
Negara bekas jajahan Barat secara politik sudah merdeka. Namun secara sistemik
tetap terjajah. Semua sistemnya mengadopsi Barat. System politik, hukum,
ekonomi, sosial, budaya, militer, teknologinya mengadopsi Barat. Perlakauan
penguasanya terhadap lawan politiknya sama saja dengan yang dilakukan oleh
penjajahnya pada masa lalu. Sistim protokoler yang sama sekali anti demokrasi
diadopsi dari Barat. Seluruh Negara Barat/Amerika/Australia pada hakikatnya
adalah anti demokrasi, ras diskriminasi. Simak Perjanjian Lama : Ulangan
23:19-20. Simak pula tindakan yang dilakukan oleh pemerintah Bush dengan
pendukungnya terhadap Afghanistan ,
Irak, juga yang dilakukan oleh pemerintah Israel dengan pendukungnya terhadap
libanon/Palestina aalah tindakan anti demokrasi, biadab, barbar. Menyelesaikan
perselisihan, persengketaan, bukan secara beradab dengan perundingan, tetapi
dengan kekuatan senjata.
Sistim
hukumnya mengadopsi Barat. Pelaksanaan hukumnya dibawah intervensi asing.
Sistem rente/bunga mengadopsi Barat. Nilai mata uang dikendalikan Barat. Tak
ada yang berupaya membaca, membahas, mengupas, menganalisa teori kemakmuran dari
Adam Smith, Karl Marx, Maynard Keynes, Forbes Harrod, juga teori pendidikan
(pencerdasan bangsa) oleh Condorcet.
Sistim
sosial, budayanya mengadposi Barat. Cara makan, cara berpakaian, cara bergaul,
cara berkesenian mengadposi Barat tanpa kritik. Mabuk-mabukan,
jingkrak-jingkrakan dipandang sebagai indikasi kemajuan. Juga pergaulan bebas
tanpa batas, pamer ketek, tetek, pusar, paha, gonta ganti pasangan dipandang
sebagai identitas kemerdekaan. Simak pula suasana kawin kontrak yang marak di
puncak.
Sistim
militer, teknologinya mengadopsi Barat. Upacara militer, upacara bendera,
hormat bendera diadopsi dari Brat secara utuh tanpa kritik. Sistim militer
Barat sama sekali adalah pendidikan anti demokrasi. Siap melakasanakan perintah
atasan apapun juga tanpa bantahan. Teknologi yang hanya memperkaya pemodal
konglomerat yang diadopsi. Sistim pengiklanan diadopsi dari Barat. Sistim
industri yang padat modal, yang berorientasi mekanisasi dan otomatisasi, yang
memperbesar angka pengangguran diadopsi dari Barat. Semuanya bukan untuk
kesejahteraan, kemakmuran rakyat banyak, tapi untuk kemakmuran konglomerat.
(written by sicumpaz@gmail.com at BKS0608130630)
catatan ketiga
Indonesia belum siap merdeka ?
Sejak awal dipersoalkan
apakah Indonesia sudah siap untuk merdeka ? Ada yang memandang ahwa kemerdekaan
baru bisa terwujud kalau sesuatu yang hal yang kecil-kecil, yang jelimet, yang
zwaarmichtig sudah siap semua. ni sudah selesai leih dahulu, itu sudah selesai
sampai jelimet barulah bisa merdeka. Namun Sukarno memandang bahwa yang perlu
hanyalah keberanin, berani untk merdeka, merdeka secara politis (political
independence, politiek ofhanhelighheid,
Itu
dalam teroritisnya (Das Sollen). Tetapi dalam prakteknya (Das Seun) secara
sosial-ekonomi, Indonesia masah saja belum merdeka. Sudah silih berganti
presiden, dari Sukarno, Suharto, GusDur, Megawati, sampai Susilo, namun bangsa
ini tetap saja belum cerdas, belum sejahtera, belum makmur, belum terwujud
Kesejahteraaan Sosial seperti yang diamanantkan oleh UUD-45. UUD-45 hanya bermanfaat
bagi kekuasaan presiden (presidensial cabinet). Bahkan hasil pemilu pun
ditentukan dibawah bayang-bayang kendali Amerika Serikat dan sekutunya.
Bilamana hasil pemilu tak sesuai dengan selera demokrasi Amerika Serikat dan
sekutunya, maka hasil pemilu bisa saja dianulir. Simalah pembatalan hasil
pemilu oleh ulah Amerika Serikat dan sekutunya karena tak mengikuti keinginan
mereka.
(written by Sicumpas@gmail.com at BKS1109060700)
Labels: catatan serbaneka
0 Comments:
Post a Comment
<< Home