Milis bincang-bincang Masyarakat Adil Makmur Situs Koleksi Informasi Serbaneka

Sunday, January 01, 2006

Re :De-Islamisasi

Back to geocities.com/asrirs


From: asrir sutan
Subject : Re De-Islamisasi
Deislamisasi
Deislamisasi adalah aktivitas yang bertujuan dan berupaya untuk menggeser, menggusur, meminggirkan, menyingkirkan, memasung, mencabut Syari’at Islam dari mu’amalah (sosial, kultural, ekonomi, hukum, politik, militer, dll).
Deislamisasi dilakukan terprogram secara sistimatis, terencana, terarah, berkesinambungan.
Diislamisasi dilakukan oleh yang bukan Muslim, dan juga oleh yang mengaku Muslim, bahkan oleh pakar Islam sendiri yang paham akan Kitab Kuning.
Yang bukan Muslim berupaya merusak kepercayaan akan Tauhid, merusak kepercayaan akan Rasul Alla at bangsa biadab. Islam dicap terkebelakang, kolot, anti kemajuan.
Islam dipandang sebagai agama para penghasut, pengikut fanatik. Umat Islam dipandang sebagai orang yang bersedia mati dengan cara kekerasan (teroris), orang-orang bodoh yang secara buas siap menyerbu kemedan peang untuk mendapatkan rampasan perang kalau hidup, ataau mendapatkan surga kalau mati (Orientalis Washington Irving, dalam Muhammad Husain Haekal : "Sejarah Hidup Muhammad", 1984:693, Prof Dr Hamka : "Tafsir Al-Azhar", juzuk VIII, hal 97, juzuk XX, hal 28).
Yang mengaku Muslim berperan aktif menyebarkan isu bahwa Islam itu hanya cocok bagi masyarakat seragam (homogen), tak cocok bagi masyarakat beragam (heterogen). Untuk masyarakat majemuk (heterogen) "harus dicarikan acuan lain yang bisa dipakai bersama dalam komunitas yang pluralistik".
Dengan memanipulasi dalil-dalil syar’I, yang mengaku Muslim sendiri juga turut berperan aktif mengebiri, melumpuhkan, memenggal, mengikis Islam, berupaya mereduksi makna Islam sedemikian rupa.
Dengan memanipulasi makna ayat QS 3:3, yang mengaku Muslim menyebarkan isu bahwa "yang telah beragama jangan didakwahi masuk Islam". "Jangan didakwahkan Islam itu sebagai acuan tunggal (alternatif). Bahwa "Islam itu urusan pribadi, soal nilai". Pemerintah taka berhak memaksa rakyat melaksanakan Syari’at Islam. Aktivitas politik haruslah dipisahkan dari Islam. Padahal Islam itu merupakan satu kesatuan IPOLEKSOSBUDMIL, seperti diungkapkan Sayyid Quthub bahwa "banyak ayat alQur:an yang menggambarkan janji-janji Allah di dunia ini dalam kaitannya dengan komunitas (society, masyarakat) dan bukan individu (perorangan pribadi). "Untuk bisa turunnya berkah dari Allah, seperti yang dijanjikanNya, harus terwujud ketakwaan komunal (jama’ah)", kata Abdul Haris Lc (Majalah UMMI, No.10/IX, 1998, hal 28).
Yang mengaku Muslim aktif menyebar isu bahwa hak individu tidak boleh diintervensi, diatur oleh siapa pun, termasuk oleh Islam sendiri. "Tak ada paksaan dalam Islam". Jangan teraapkan Islam itu secara formal. Jangan formalisasikan ketentuan Syari’at Islam sebagai hukum positif ke dalam peraturan perundangan negara.
Dengan memanipulasi makna keadilan, yang mengaku Muslim menyebarkan isu bahwa "setiap upaya untuk memformalkan ajaran Islam ke dalam peraturan perundang-undangan akan bersifat diskriminatif (zhalim, aniaya, tidak adil) terhadap kelompok yang lain".
Yang mengaku Muslim berupaya menyear isu, bahwa alQur:an tidak pernah secara spesifik berb icara tentang negara Islam (Islamic State), karena itu ide (gagsan tentang negara Islam) tidak ada dan harus tidak ada, karena akan menimbulkan perpecahan bangsa, distabilitas dan disintegrasi nasional. (Siapa yang sebenarnya memecah persatuan antara Timor Barat dan Timor Timur, antara Papua Barat dan Papua Timur, antara Borneo Selatan dan Borneo Utara, antara Korea Selatan dan Korea Utara, antara Yaman Selatan dan Yaman Utara, antara Jerman Barat dan Jerman Timur, dan lain-lain ?)
Yang mengaku Muslim berupaya aktif menyebarkan isu agar tidak melegalisasikan ajaran Islam ke dalam perundang-undangan. "Tak ada ketentuan Fiqih yang mengharuskan negara diatur oleh Islam". Akhirnya Islam diatur oleh negara. Dan paling akhir, Islam tinggal hanya sekedar nama. Taka da mu’amalah, tak ada ‘ubudiyah, tak ada ‘aqidah.
Dengan memanipulasi makna keadilan, yang mengaku Muslim menyebarkan isu bahwa lembaga pendidikan Madrasah, IAIN, Peradilan Agama, RUU Zakat bersifat diskriminatif (zhalim, aniaya, tidak adil). Karenanya haruslah ditolak,
Elite politik Muslim yang mendukung Fraksi Islam paling banyak seperlima, yaitu dari kalangan Muslim di PPP, PBB, PK, PNU, PSII, P. Sedangkan elite politik yang menantang Fraksi Islam paling sedikit empat perlima, yaitu dari kalangan Muslim di PDI-P, Golkar, PAN, PKB, PKP, PDKP, PDR, IKKI, PP, PNI.
Yang mengaku Muslim turut meredusir, menurunkan pengertian jihad dari pengertian istilah (kontekstuaal, keagamaan) menjadi pengertian lughawi (tekstual, grammatikal, leksikal, kebahasaan), yang hanya berarti bekerja keras atau berjuang. Juga pengertian ukhuwah diturunkan dari ukhuwah Islamiyah menjadi ukhuwah syhu’ubiyah/wathaniyah.
Yang mengaku Muslim turut aktif menyerukan agar prinsip-prinsip Islam harus diselaraskan, disesuaikan, diakomodasikan dengan dunia modern (modernisme). Pengundangan sanksi moral oleh negara haruslah ditolak.
Yang mengaku Muslim juga menuding, mencap Islam sekretarian, primodial, ekstrim, fundamentalisme. Umat Islam dituding berpikiran picik, sempit, sontok, sektoral, parsial.
Yang mengaku Muslim sendiri menyerukan bahwa umat Islam haruslah berpikiran luas dalam skala besar, menjangkau kepentingan nasional, tidak berpikiran sempit, hanya mementingkan kepentingan Islam.
Jebakan deislamisasi : Yang ya’lu, yang unggul adalah Nasionalisme, bukan Islam. Haruslah berpikir nasionalis, jangan Islami.
Yang mengaku Muslim juga melakukan sinkretisasi, mencampurkan yang bukan Islam ke dalam Islam (talbisul haq bil bathil). Tokoh-tokoh masa kini yang dijadikan rujukandan acuan dalam sinkretisasi antara lain Ir Mahmud Muhammad Thaha, Abdullah Naim (keduanya tokoh pluralis Sudan yang menentang keras islamisasi pemerintahan). Hasan Hanafi (tokoh kiri Mesir yang menyatakan bahwa hakikat agama itu tidak ada), Muhammad Imarah, Rifa’at Thahthawi dan lain-lain tokoh sekular yang menyandang predikat Islam (Islam di permukaan, ‘ala harfin, tak lebih dari tenggorokan). Rifa’ah Thahthawi dikirim untuk belajar di Perancis. Di sana ia tinggal selama lima tahun (1826-1831). Sarjana lain yang tugas belajar di Perancis ialah Khairuddin alTunisia. Di Perancis ia menghabiskan waktu empat tahun (1852-1856). Setelah kembali keduanaya menyebarkan ide-ide untuk menata masyarakat dengan dasar sekularisme rasional (WAMY : "Gerakan Pemikiran dan Keagamaan", hal 26).
Pernah Rasulullah didatangi seseorang yang cekung matanya, menonjol tulang pipinya dan nonong dahinya, lebat jenggotnya, botak kepalanya. Orang itu berkata : "Hai Muhammad, bertakwalah kepada Allah" (Berlaku adillah dalam pembagian ghanimah). Rasulullah menjawab : "Siapakah yang ta’at kepada Allah, jika aku maksiat (tidak berlaku adil). Apakah kalian tidak percaya padaku, sedang Allah telah mempercayai aku terhadap penduduk bumi ?". Setelah oang itu pergi Rasulullah berkata : "Sesungguhnya akan keluar dari turunan orang itu orang-orang yang pandai (lancar) membaca Kitab Allah (alQur:an), tetapi tidak lebih dari tenggorokannya, mereka terlepas (keluar) dari agama (Islam), bagaikan anak panah terlepas dari busurnya (ketika dilepaskan), mereka akan membunuh orang-orang Islam dan membiarkan orang-orang kafir" (deislamisasi) (Muhammad Fuad ‘Abdul Baqi : "AlLukluk walMarjan", hadits no.639-642, HR Bukhari, Muslim dari Abi Sa’id alKhudri, tentang "Orang-orang Khawarij dan sifat mereka".
Orang-orang Timur membasmi musuh dengan memenggal kepalanya. Tetapi Barat dan pendukungnya hanya dengan merobah hati dan tabi’atnya (Abul Hasan Ali alHusni anNadwi : "Pertarungan antara Alam Fikiran Islam dengan Alam Fikiran Barat", 1983:162).

(1)
--- asrir sutan wrote:
Deislamisasi

Deislamisasi adalah aktivitas yang bertujuan dan
berupaya untuk menggeser, menggusur, meminggirkan,
menyingkirkan, memasung, mencabut Syari’at Islam
dari
mu’amalah (sosial, kultural, ekonomi, hukum,
politik,
militer, dll).

Deislamisasi dilakukan terprogram secara
sistimatis,
terencana, terarah, berkesinambungan.

Diislamisasi dilakukan oleh yang bukan Muslim, dan
juga oleh yang mengaku Muslim, bahkan oleh pakar
Islam
sendiri yang paham akan Kitab Kuning.

Yang bukan Muslim berupaya merusak kepercayaan akan
Tauhid, merusak kepercayaan akan Rasul Allah,
mencaci-maki, menjelek-jelekkan Islam dan umat
Islam.
Berupaya merusak kepercayaan akan Kitab Allah.
Berupaya merusak kepercayaan akan Takdir Allah,
merusak kepercayaan akan hari pembalasan.

Yang bukan Muslim berupaya menyebar isu neatif,
menjelekkan dan menghina serta merendahkan Islam,
Qur:an dan Nabi Muhammad.

Islam digambarkan sebagai agama orang primitif,
barbar, sadis, bengis, beringas, sangar, seram,
brutal, haus darah, penumpah darah, kejam, jorok,
dekil, kumal, yang cocok buat bangsa biadab. Islam
dicap terkebelakang, kolot, anti kemajuan.

Islam dipandang sebagai agama para penghasut,
pengikut fanatik. Umat Islam dipandang sebagai orang
yang bersedia mati dengan cara kekerasan (teroris),
orang-orang bodoh yang secara buas siap menyerbu
kemedan peang untuk mendapatkan rampasan perang
kalau
hidup, ataau mendapatkan surga kalau mati
(Orientalis
Washington Irving, dalam Muhammad Husain Haekal :
“Sejarah Hidup Muhammad”, 1984:693, Prof Dr Hamka :
“Tafsir Al-Azhar”, juzuk VIII, hal 97, juzuk XX, hal
28).

Yang mengaku Muslim berperan aktif menyebarkan isu
bahwa Islam itu hanya cocok bagi masyarakat seragam
(homogen), tak cocok bagi masyarakat beragam
(heterogen). Untuk masyarakat majemuk (heterogen)
“harus dicarikan acuan lain yang bisa dipakai
bersama
dalam komunitas yang pluralistik”.

Dengan memanipulasi dalil-dalil syar’I, yang
mengaku
Muslim sendiri juga turut berperan aktif mengebiri,
melumpuhkan, memenggal, mengikis Islam, berupaya
mereduksi makna Islam sedemikian rupa.

Dengan memanipulasi makna ayat QS 3:3, yang mengaku
Muslim menyebarkan isu bahwa “yang telah beragama
jangan didakwahi masuk Islam”. “Jangan didakwahkan
Islam itu sebagai acuan tunggal (alternatif). Bahwa
“Islam itu urusan pribadi, soal nilai”. Pemerintah
taka berhak memaksa rakyat melaksanakan Syari’at
Islam. Aktivitas politik haruslah dipisahkan dari
Islam. Padahal Islam itu merupakan satu kesatuan
IPOLEKSOSBUDMIL, seperti diungkapkan Sayyid Quthub
bahwa ak boleh diintervensi, diatur oleh siapa
pun, termasuk oleh Islam sendiri. “Tak ada paksaan
dalam Islam”. Jangan teraapkan Islam itu secara
formal. Jangan formalisasikan ketentuan Syari’at
Islam
sebagai hukum positif ke dalam peraturan perundangan
negara.

Dengan memanipulasi makna keadilan, yang mengaku
Muslim menyebarkan isu bahwa “setiap upaya untuk
memformalkan ajaran Islam ke dalam peraturan
, grammatikal, leksikal, kebahasaan), yang
hanya berarti bekerja keras atau berjuang. Juga
pengertian ukhuwah diturunkan dari ukhuwah Islamiyah
menjadi ukhuwah syhu’ubiyah/wathaniyah.

Yang mengaku Muslim turut aktif menyerukan agar
prinsip-prinsip Islam harus diselaraskan,
disesuaikan,
diakomodasikan dengan dunia modern (modernisme).
Pengundangan sanksi moral oleh negara haruslah
ditolak.

Yang mengaku Muslim juga menuding, mencap Islam
sekretarian, primodial, ekstrim, fundamentalisme.
Umat
Islam dituding berpikiran picik, sempit, sontok,
sektoral, parsial.

Yang mengaku Muslim sendiri menyerukan bahwa umat
Islam haruslah berpikiran luas dalam skala besar,
menjangkau kepentingan nasional, tidak berpikiran
sempit, hanya mementingkan kepentingan Islam.

Jebakan deislamisasi : Yang ya’lu, yang unggul
adalah
Nasionalisme, bukan Isl agama itu tidak ada),
Muhammad Imarah, Rifa’at Thahthawi dan lain-lain
tokoh
sekular yang menyandang predikat Islam (Islam di
permukaan, ‘ala harfin, tak lebih dari tenggorokan).
Rifa’ah Thahthawi dikirim untuk belajar di Perancis.
Di sana ia tinggal selama lima tahun (1826-1831).
Sarjana lain yang tugas belajar di Perancis ialah
Khairuddin alTunisia. Di Perancis ia menghabiskan
waktu empat tahun (1852-1856). Setelah kembali
ke

=== message truncated ===

(2)
Date: Tue, 7 Jan 2003 22:58:48 -0800 (PST)
From: "Musa Arsyad"

Bung Asrir,

Tulisan Anda bagus sekali. Secara keseluruhan saya
tidak melihat ada masalah dengan data-data dan
rentetan dalil yang Anda tulis. Masalahnya mungkin
lebih pada cara Anda menerjemahkan data dan semua
dalil itu. Kalau saja Anda mau mencoba sudut pandang
lain, maka Islam sebagaimana yang menelan sayur
dan telor mentah plus sesendok minyak goreng, dan
mengocoknya di mulut hanya dengan mengandalkan air
liur), sampai ia mengalami proses olahan oleh para
pembacanya. Kitab suci diharapkan menjadi matang
setelah dimasak di kepala para pemeluknya. Sebagai
media yang memasakkan, kepala dengan sendirinya harus
diisi dengan berbagai piranti yang membantu proses
pemasakan. Piranti itu tidak jauh-jauh dari kemampuan
manusiawi saja, yang oleh Yang Maha Baik makanan yang dikerumuni lalat). Islam yang
bau-lemah-membusuk ini, apa boleh buat, terpaksa
diisolir dan dionggokkan ke tepi. Maka menjelmalah apa
yang oleh Bung Asrir disebut sebagai deislamisasi.
Deislamisasi adalah proses penyingkiran Islam, karena
berbahaya bagi keselamatan dan kesehatan manusia.

Islam terinjak-injak itu tidak lain adalah Islam
prematur yang tersajikan karena proses pemasakan yang
tidak selesai, atau dimasak tanpa piranti yang
memadai. Tapi sekali lagi, ini sama sekali bukan
persoalan Islam atau bahan mentahnya, ini adalah
persoalan para koki yang tidak pandai mengolah
masakan. Tidak ada yang salah dan tidak pernah ada
masalah -- karena memang kebutuhan dasar -- dengan
bahan-bahan mentah (Anda boleh mengiyakan atau
menidakkan pernyataan ini). Tapi bagaimana halnya
dengan hasil olahan yang kurang matang?

Ya nggak Bung Sahrir, mana ada orang mau makan barang
basi.
From: asrir sutan
Sumber Syari’at Islam Di Mata Pengamat
Di antara kalangan Jaringan Islam Liberal memandang Sumber Syari’at Islam bagaikan bahan mentah hidangan yang masih harus diproses, diolah lebih dahulu agar dapat disantap, dirasa, dinikmati. Menurutnya segala sesuatu yang datang dari alQur:an dan Sunnah harus ditimbang dulu sebelum diterima. "Sami’na wa fakkarna, baru wa atha’na" (kami dengar, kami pikirkan baru kami ta’ati) (SABILI, No.25.Th.IX, 13 Juni 2002, hal 82).
Di antara kalangan Ikhwanul Muslimin (Sayid Quthub) memandang Sumber Syari’at Islam bagaikan komando, instruksi, perintah yang harus siap, segera dilaksanakan, diamalkan, bukan untuk dirasakan, dinikmati. Segala sesuatu yang diminta Qur:an haruslah siap, seera diamalkan, dilaksanakan, ditunaikan dalam sistim hidup sosial, politik, ekonomi, kultural, hukum, militer, dan lain-lain (Sayid Quthub : "Petunjuk Jalan", terjemahan A Rahman Zainuddin MA, tertian alMa’arif, Bandung, hal 18).
Di antara kalangan Islam Literal memandang Sumber Syari’at Islam bagaikan buku petunjuk (guide book, guideline, operation manual) yang harus diikuti tanpa membahas, mempersoalkan, mempermasalahkan, memperdebatkan, mendiskusikan isinya. "Kitab alQur:an ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertaqwa" (QS 2:2). "Ikutilah apa yang telah diwahyukan kepadamu dari Tuhanmu. Tidak ada Tuhan selain Dia. Dan berpalinglah dari orang-orang musyrik" (QS 6:106).
AlQur:an sebagai Sumber Syari’at Islam menjelaskan, bahwa dalam menghadapi alQur:an terdapat tiga kelompok orang. Pertama, kelompok Mukmin, yang menerima alQur:an sebagaia petunjuk secara utuh tanpa debat, antah, sanggah. Sikapnya "sami’na wa atha’na". Ia mengakui bahwa alQur:an itu adalah kebenaran (haq), serta mengikuti petunjukNya (QS 2:121). Kedua, kelompok kafir, yang sama sekali menolak alQur:an sebagai petunjuk. Ketiga, kelompok munafik, yang bersikap "sami’na wa ‘shaina" (kami dengar, tapi tak kami ikuti) (Depag RI : "AlQur:an Dan Terjemahnya", 1984/1985:8-11, Terjemah QS 2:1-20).
"Perumpamaan orang mukmin yang membaca alQur:an dan mengamalkan isinya, bagaikan buah jeruk manis, rasanya enak dan baunya harum. Sedangkan perumpamaan orang munafik yang membaca alQur;an, bagaikan minyak wangi, baunya harum tetapi rasanya pahit" (Dari HSR Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Abu Daud, Nasai, Ibnu Majah, Darimi, Ahmad dari Abu Musa alAsy’ari, dalam Ali Mustafa Yaqub : "Nasihat Nabi kepada Pembaca dan Penghapal Qur:an", 1991:20).
Hubungan antara Sumber Syari’at Islam dengan Syari’at Islam itu dipandang agaikan hubungan antara poros, sumber lingkaran dengan lingkarannya. Sumber Syari’at Islam sebagai poros, sumber, pusat bersifat tetap, tidak berubah, tidak berkembang. Sedangkan Syari’at Islam berubah, berkembang, berputar, beredar sepanjang lingkaran edarnya.
Dalam menyikapi alQur:an sebagai Sumber Syari’at Islam, umat Islam secara garis besar terbelah dua. Pertama, kelompok yang menerima (muthi:in, literal, tekstual, orthodox, formal, tradisional), Kedua, yang menolak (aba:an, liberal, konstektual, deformal, sinkeretis, rasional) (H Rosihan Anwar : "Santri Dan Abangan", GELANGGANG, No.1 Desember 1966).

(3)
From: Agung Dharmawan (PDD)
Sent: Monday, January 06, 2003 1:24 PM

From: asrir sutan [SMTP:asrirs@yahoo.com]

AS--------
Orang-orang Timur membasmi musuh dengan memenggal
kepalanya. Tetapi Barat dan pendukungnya hanya dengan
merobah hati dan tabi'atnya (Abul Hasan Ali alHusni
anNadwi : "Pertarungan antara Alam Fikiran Islam
dengan Alam Fikiran Barat", 1983:162).
[Agung Dharmawan (PDD)]
-----------------------------------------
Disinilah letak keunggulan pemikiran Barat. Sebisa mungkin
menghindari
bentrok fisik untuk menaklukan Musuh.
Kita nggak usah malu untuk Belajar ber "Strategy", belajar ber
"Diplomasi", dan lebih folus lagi...menguasai teknik-teknik
menaklukan
musuh (Barat ??) dengan merobah hati mereka untuk condong kepada
Islam.....

salam
/ad


From: "Agung Dharmawan (PDD)"
Sent: Tuesday, January 07, 2003 8:21 PM
Subject: RE: Deislamisasi

Jangan lama-lama di sana....
nanti Yahudi-yahudinya keenakan mengeruk pajak orang Indonesia
(muslim).
(eh...emangnya ikhwan ini berada dimana sech...??)

(4)
From: "Mohamed Nepolian Ghozali (PDD)"
Date: Mon, 6 Jan 2003 14:03:13 +0400

Muhamad N. Ghozali
Sebenarnya semua manusia fitrahnya adalah islam (berserah diri) sejak
pertama kali ruh ditiupkan, karena factor orang tua, lingkungan dan
pendidikan yang membuat mereka menjadi beragama lain atau tidak
beragama
(1 milyar penduduk Cina). Mereka (Barat) kayaknya berstrategy untuk
mengalahkan Islam?, tapi yang yang mereka dapatkan adalah jasad
berlabel
islam, karena sudah jelas diatur dalam Al Qur'an dan Hadist bahwa
mulai
dari tarikan nafas sampai pemilihan presiden ada aturannya dalam
islam.
Akan tetapi aplikasi adalah tergantung keimanan masing2, dan sang
eksekutor tetaplah Allah SWT. Tidak ada jaminan apabila suatu negara
yg
berundang2kan Al Qur'an dan Hadist maka semua penduduk yang beriman
akan
lansung ke Al'Jannah, karena semua keputusan adalah karena belas
kasihan
Allah SWT

From: Mohamed Nepolian Ghozali (PDD)
Sent: Tuesday, January 07, 2003 1:18 PM

Hallo Ikhwan Achmad, bagaimana kabarnya disana apa masih bertahan di
tengah masyarakat disana,
Wass. Wr. Wb.

(5)
From: achmad ardiansyah [mailto:achmad@alabama.usa.com]
Sent: Tuesday, January 07, 2003 11:32 AM

Kalau sudah demikian mengetahui bahwa seluruh aktivitas kehidupan
harus
tunduk pada aturan Allah SWT, maka mestinya semua yang mengaku muslim
dan
mukmin tunduk dan patuh untuk menjalankan semua perintahnya dan
menjauhi
larangannya, sehingga secara jama'i sekaligus sbg fardhu 'ain bagi
masing-masing individu untuk li i'laikalimatillah (menjunjung kalimat
Allah SWT), apapun fungsi dan tugas masing-masing individu yang
terpenting
ketaqwaannya.
Banyak di Indonesia ini yang Doktor, Prof dll hanya menjual murah
ideologinya untuk kepentingan orang Barat (Yahudi).

(6)
Date: Tue, 07 Jan 2003 20:43:05 +1100
From: "Luthfi Assyaukanie"

Please, jangan reply all, saya kebagian sampahnya nih.

Luthfi

(7)
Date: 7 Jan 2003
From : “miriam abdullah”

comment:
Deislamisasi adalah umat yang mengaku murni Islam
tetapi menebar kebencian, atas nama Syariat Islam,
terhadap semua orang baik Muslim dan non muslim.
Deislamisasi adalah orang Islam yang melepaskan
substansi Islam demi memperjuangkan topeng Islam
padahal dibalik itu aalah nafsu pada kekuasaan dan
haus darah. Stopppppp!!! ngirim email kebencian itu
kepada saya hai munafik dan barbar.

Miriam Abdullah
From: asrir sutan
Manusia Munafik
Ada pendapat dari kalangan ulama, bahwa orang-orang munafik pada masa dahulu sama dengan orang-orang sekuler (‘ilmaniyun) sekarang. ‘Ilmaniyun dengan paham sekularismenya - yang berupaya memisahkan dunia dengan agama - senantiasa berusaha untuk mempersempit gerak dan aktivitas keIslaman. Padahal, ajaran Islam itu syamil dan kaffah, universal dan komprehensif (simak QS 2:208).
Manusia munafiq, bahasa dan ungkapan-ungkapannya bernada Islam. Penampilannya pun mengindikasikannya Islam. Namun usahanya melemahkan perjuangan Islam. Menghalangi segala gerak-gerik, program dan aktivitas yang berorientasikan Islam. Mereka adalah prototipe "musuh dalam selimut".
Barangsiapa yang perilaku, sikap, ideologi dan cara berpikirnya menyerupai manusia munafiq, maka ia sebenarnya pun termasuk manusia munafiq. Sabda Rasulullah "Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk golongan mereka".
Manusia munafiq menolak berhukum kepada Allah dan RasulNya. Bahkan senantiasa menghalangi seluruh program yang menuju ke arah itu (simak A’aidl Abdullah alQarni : "30 Tanda-Tanda Orang Munafiq", 1993

Ijtihad-Jihad dan Imajinasi Imam Samudra "Aku Melawan Teroris"

Back to geocities.com/asrirs
Ijtihad-Jihad dan Imajinasi Imam Samudra
(Imam Samudra : "Aku Melawan Teroris")
Edisi nanti
Alhamdulillah, saya sempat menyimak "Aku Melawan Teroris : Catatan Harian Imam Samudra Bambang Sukirno", cetakan September 204. Untuk cetakan berikutnya, disamping edisi luks (dengan kertas HVS), kiranya juga dapat diterbitkan edisi sederhana (dengan kertas koran) dengan harga yang relatif terjangkau bagi yang berkantong kempes. Buku "Jihad" seperti ini seyogianya dibiarkan tersebar luas, tanpa dibatasi dengan "Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang" (All rights reserved). Bahkan dibiarkan diterbitkan dalam edisi bahasa Inggeris atau bahasa Arab tanpa perlu minta idzin terbit lebih dulu, dan agar juga dapat dibaca oleh para antek-antek "drakula bin monster dan gerombolannya".
Kata Editor
Editor Bambang Sukirno menulis : "Ketika perbedaan menyangkut kepentingan publik atau menyangkut hal strategis, dan antar pandangan yang satu dengan yang lain bisa berposisi "antagonis" (tadhod), secara normatif hal ini diselesaikan lewat mekanisme keputusan keamiran.... Karena salah satu fungsi amir adalah raf'ul khilaf (mengatasi sengketa), yang salah satu bantuknya; memilih salah satu pendapat yang berkembang untuk sebuah kebijaksanaan makro.... Dan disinilah letak krusial persoalan. Keamiran tunggal dalam Islam telah punah sejak 1924M, karena ulah Kamal AtTaturk. Ia kini terreduksi dalam "sekoci-sekoci" kecil dan bukan "kapal induk". Ada sekoci Usamah bin Laden, sekoci Dr Yusuf Qardhawi, sekoci Hasan AtTuraby, sekoci AlMaududy dan seterusnya. Masing-masing memiliki grand strategi sendiri-sendiri" (hal 11).

"... tradisi fiqh Islam lekat dengan dikhotomi antara ahlul atsar (mainstream nash) dan ahlur ra'yi (mainstream akal) .... Dalam dunia harakah modern, kecenderungan semacam itu populer dengan istilah ahlul mabaadi' (kelompok tekstual) versus ahlul mashaalih (kelompok yang mengedepankan parameter mashlahat)" (hal 12).

(Dari sudut pandang pengaku Ahlus Sunnah wal Jama'ah, pengikut manhaj Salafush Shalih, maka orang-orang semacam Sayid Ahmad Khan, Qasim Amin, Ali Abdul Raziq, Mahmud Abu Rayyah, Muhammad Husein Haekal, Hasan Turabi, Muhammad Ghazali, Fahmi Huwaaidy, Hasan Hanafi, Khalid Muhammad Khalid, Muhammad Arkoun, Muhammad Abduh, Abul A'la Maududi, Muhammad Isa Dawud, Sayid Quthub, Muhammad Quthub, Muhammad Surur, dan laih-lain yang sepaham dengan mereka dalam satu masalah, adalah termasuk ke dalam kelompok Rafidhah, Khawarij : Majalah ASSUNNAH, Surakarta, No.07/I/1414-1993, hal 31, ALFURQON, Gresik, Edisi 2, Tahun IV, Ramadhan 1425).

"... inilah Imam Samudra apa adanya, selanjutnya terserah pembaca dalam menyikapinya, bersimpati, menolak, netral, atau bahkan menertawakan" (hal 12).

Keyakinan
Imam Samudra menulis : "... saya hanya akan melakukan suatu perbuatan meskipun dengan resiko apapun setelah saya meyakini dengan sebenar-benar keyakinan, tanpa gamang dan tanpa bimbang .... Siapapun boleh berbeda pendapat dengan saya ...." (hal 199).

Berijtihad dulu, baru berjihad
Imam Samudra menulis ; "... amal apapun yang dilakukan seorang muslim wajib didasarkan pada nash-nash syar'i. Tidak boleh semata-mata karena dorongan emosi dan kalkulasi logika semata ...." (hal 137).

".... Islam mengajarkan bahwa ilmu itu didahulukan sebelum ucapan dan perbuatan, bukan berbuat dan berucap dulu baru kemudian mencari ilmu ...." (hal 143).

"Dalil-dalil yang saya sebutkan ... bukanlah sebagai mencari pembenaran (justifikasi) belaka, atau sebuah kebetulan yang saya nyatakan seelah kejadian, dalam hal ini setelah Jihad Bom Bali. Karena mencari pembenaran berkonotasi memaksakan dalil-dalil sekalipun tidak selamanya begitu" (hal 143).

Ide dan aksi
(Prof Dr A Syalabi menulis : "... mengenai Khawarij ... Mereka lebih dulu memberontak kepada Ali, kemudiana barulah mereka berusaha mencari sebab bagi pemberontakan itu ... Pada golongan Syi'ah paham yang lebih dulu terbentuk, kemudian barulah mereka mulai mengadakan pemberontakan-pemberontakan" : "Sejarah dan Kebudayaan Islam" 2, 1983:308).

Perang Salib ke-X
Imam Samudra menulis : "... dunia sekarang memasuki tahap ke-10 Perang Salib Baru" (hal72).
"... Perang Salib tengah berlangsung ... media-media vokal dan mainstream yang kini menguasai dunia, tak lain adalah alat propaganda kaum Zionis dan Salibis" (hal 135).
"... saya tidak perlu ragu lagi untuk mengatakan bahwa seluruh warga negara Amerika dan sekutunya telah terlibat dalam Perang Salib" (hal 150).
"... hakekat Perang Salib yang bersifat global ... dalam keadaan umat Islam terjepit, setiap jengkal tanah di bumi ini dapat dikatakan sebagai tempat konflik ... segala syarti'at perang dalam Islam dapat diaplikasikan sesuai dengan kemampuan dan kemungkinan yang ada" (hal 185).
Imam Samudra blank (tak menulis), siapakah yang punya otoritas, wewenang untuk menyatakan dunia dalam keadaan perang.

Protokolat Yahudi
Imam Samudra menulis : "... semuanya itu merupakan strategi Yahudi untuk menghancurkan seluruh agama terutama Islam" (hal 149).
(Dalam AlMaidah : 64, disebutkan bahwa terhadap Yahudi : "Kami telah timbulkan kiamat. Setiap mereka menyalakan api peperangan, Allah memadamkannya dan mereka membuat kerusuhan di muka bumi". Dari ayat ini diperoleh kesan bahwa sikap mental Yahudi itu adalah penghasut, penyulut, pengobar, agitator, provokator perang dan makar. Pembuat, penyebar isu, gosip. Penyulut perselisihan, pertikaian, persengketaan, keresahan, kerusuhan, kekacauan. penimbul kekacauan sistim politik, ekonomi, moral.)

Operasi Jihad
Imam Samudra menulis : "... operasi-operasi Jihad itu dilakukan dalam menghadapi Perang Salib abad 20-an" (hal 144).
"... operasi ini tidak lain merupakan ihyaa:us-sunnah (menghidupkan sunnah) yang telah sekian lama hilang, terpendam oleh kekalahan akibat yang dilakukan oleh agresor Zionis dan Salibis" (hal 144).
"... Tidak ada halangan secara hukum bagi kaum muslimin untuk melaksanakan jihad offensive, untuk memulai memerangi kaum kafir dan bukan sekedar mempertahankan diri ... membuat "konflik" (baca : jihad) ... hendaklah mereka lakukan tanpa harus menunggu orang kafir memulai membantai kita, anak-anak kita, ibu kita, istri kita, serta saudara-saudara kita ... Umar bin Khaththab ra bahkan pernah berkata "Khairul hujumi addifaa:i" (Sebaik-baik pertahanan adalah penyerangan) ... "the best defence is offence" (hal 189-190).
"... kewajiban jihad akan tetap berlangsung. Hal itu dilakukan oleh Rasulullah saw, para sahabat ra serta tabi'in dan generasi sesudah mereka ... Khilafah Islamiyah waktu itu mengadakan ekspansi jihad terhadap negara-negara kafir dan musyrik" (hal 162).
"Jihad adalah salah satu bagian dari syari'at Islam yang tetap berlaku hingga akhir aman kelak. "Jihad akan terus berkembang hingga hari kiamat" (hal 163).

Larangan mengangankan ketemu musuh (kontak senjata ?)
Di tempat lain Imam Samudra menulis : "... apa yang engkau dan kalian katakan terhadap Nabimu, Nabi kita Muhammad saw yang bersabda "Janganlah kalian mengangankan bertemu dengan musuh. Mohonlah kepada Allah sesuatu yang baik (afiat). tetapi jika kalian menjumpai mereka bersabarlah. Ketahuilah, bahwa surga itu di bawah naungan pedang" (hal 231).

Peringatan mujahidin
Imam Samudra menulis : "... (1998), mujahidin telah menghadiahi dua hantaman mematikan terhadap Amerika berupa serangan bom syahid di afrika Timur. Ini terjadi setelah peringatan mujahidin agar Amerika dan sekutunya menghentikan antuan dan campur tangan mereka terhadap penjajahan Israel ... agar hengkang dari AlHaramain (Mekah-Madinah), namun tidak digubris" (hal 185).

"Pasca kejadian istisyhad WTC, dunia terperangah, Animo masyarakat dunia untuk mempelajari Islam kian meningkat. Bahkan bilangan pemeluk Islam dunia terus bertambah. Ini sangat menakjubkan, menejutkan kaum kafir, bahkan mengejutkan orang-orang Islam sendiri" (hal 186).

"... pengorbanan ... demi mempertahankan tauhid, berujung pada terketuknya hati manusia untuk beriman kepada Allah swt ... orang sekarang mengucapkan dua kalimat syahadat setelah sang mujahid syahid dalam peristiwa bersejarah 11 September 2001" (hal 187).

Aktivitas jihad
Imam Samudra blak (tak menulis), apakah aksi-aksi, aktivitas-aktivitas jihad yang dilakukan seperti penyerangan WTC 1993 sampai Bom Bali semakin melemahkan lawan, ataukah hanya mendatangkan syok sesaat, atau bahkan semakin menguatkan posisi lawan.

Imam Samudra blank (tak menulis), apakah operasi jihad Bom Bali dilakukan secara cermat, terprogram, terarah, penuh ihtisab, perhitungan, kalkulasi persiapan infantri, kavaleri, artileri, logistik, strategi yang dapat menggentarkan musuh Allah dan musuh kaum muslimin, seperti diperintahkan dalam AlAnfal : 60.

Menggentarkan lawan
Imam Samudra menulis : "Dalam prinsip perang, aspek morality menempati urutan nomor satu di antara parameter-parameter lain. Jika sebuah operasi bom syahid bertujuan untuk merobek-robek moral tempur musuh, dan pada saat yang sama dapat mengatrol semangat jihad kaum muslimin, maka operasi seperti itu sangat dianjurkan" (hal 182).

"Operasi istisyhad (memburu syahid) bertujuan merontokkan musuh ... membangkitkan semangat jihad dan keberanian kaum muslimin" (hal 183).

"... berjibaku ... tidak menapa jika ia memiliki asumsi kuat akan keberhasilan operasinya, atau dapat menimbulkan kerugian pada musuh" (hal 182).

(Prof A Hasymi yang antara lain merujuk pada "ArRasul AlQaid"nya Jenderal Mahmud Syeet Khaththab mengemukakan dalam "Nabi Muhammad saw sebagai Panglima Perang"nya, bahwa setiap aksi, setiap aktivitas militer-jihad yang dilakukan oleh Rasulullah saw terhadap kaum kuffar selalu penuh dengan perhitungan, kalkulasi, yang efek-dampaknya selalu melemahkan posisi lawan-kufar, yang semakin mendekatnya bagi "i'laa:i kalimatillah" bagi "'izzul Islam wal Muslimin". Semua taktik dan strategi yang dilakukan Rasulullah diarahkan untuk mematahkan semangat tempur lawan. Jihad dilakukan secara terprogram, terarah. Arahnya untuk melemahkan semangat tempur lawan).

Memusnahkan yang haram
Imam Samudra menulis : "... seluruh income yang bersumber dari bisnis yang ada hubungannya dengan Sari Club, Paddy's Pub, atau nama-nama lain sejenis, serta aktivitas yang mendukung proses "pembinatangan" di pinggiran laut Kuta dan sekitarnya, adalah haram. Sesuatu yang haram memang wajib dimusnahkan, dihancurkan, dan ditiadakan" (hal 158).

Imam Samudra blank (tak menulis), siapakah yang punya otoritas, wewenang untuk menyatakan dunia dalam keadaan perang.

Imam Samudra blank (tak menulis), apakah "asysyajarah" seperti yang tersebut dalam Albaqrah : 35 juga harus dimusnahkan, dihancurkan, ditiadakan oleh Adam as.

Bolehkah membunuhi wanita kafir ?
Imam Samudra menulis : "Dalam kaitan ini, Imam AlMujahid, Ibnu Nuhas mengutip pendapat Ibnu Rusyd : "Memerangi wanita dan anak-anak adalah diharamkan jika mereka tidak terlibat peperangan. Tetapi ketika mereeka terlibat peperangan, maka tidak ada keraguan tentang bolehnya membunuh dan memerangi mereka" (hal 146-147).

"Ketika seorang wanita kafir dengan sengaja membuka dan memamerkan auratnya di depan kaum muslimin ia berarti berusaha membuyarkan konsentrasi pasukan kaum muslimin, sekaligus mencoba menghancurkan moral mereka" (hal 174).

'Dalam sebuah peperangan, salah seorang wanita kafir sengaja berdiri di depan pasukan mereka, lalu ia menyingkap auratnya di hadpan kaum muslimin. Rasulullah saw kemudian bersabda : 'Wanita itu melecehkan kalian, bunuhlah ia". Wanita itu dibunuh" 9Hal 146).

Mencegah kemunkaran
Imam Samudra menulis : "... kita dapat melihat bagaimana proses "pembinatangan" telah terjadi di Kuta, sanur, dan sekitarnya. bule-bule Zionis dan Salibis dengan bangganya memamerkan kebinatangan mereka, sesuka hati mereka, tanpa merasa ada yang menghalangi apalagi melarang ... perbuatan mereka adalah merusak moral bangsa Indonesia, yang mayoritas muslim ini. Islam memandang bahwa perbuatan bule-bule kafir di Kuta, sanur dan sekitarnya itu sebagai kemungkaran yang harus dicegah" (hal 149).

Imam Samudra blank (tak menulis), apakah sebelum melakukan operasi Jihad Bom Bali pernah dikeluarkan :
- peringatan agar Amerika dan sekutunya menghentikan pembantaian kaum muslimin di mana pun,
- peringatan agar Amerika dan sekutunya membebaskan para mujahidin yang mereka tawan di mana pun,
- peringatan agar bule Zionis dan Salibis menghentikan aksi "pembinatangan" (dehumanisasi) di mana pun,
- peringatan agar wanita Zionis dan Salibis menghentikan aksi enghancuran moral manusia di mana pun,
- peringatan agar kaum muslimin tak berada di dalam dan di sekitar tempat maksiat (tempat kemungkaran).

Imam Samudra blank (tak menulis), apakah sesudah melakukan operasi Jihad Bom Bali pernah mengeluarkan pernyataan bertanggungjawab (pertanggungjawaban kepada kaum muslimin), seperti biasanya dilakukan oleh mujahidin di Palestina.

Imam Samudra blank (tak menulis), apakah sesudah operasi Jihad Bom Bali :
- animo masyarakat dunia untuk mempelajari Islam meningkat,
- animo masyarakat dunia untuk masuk Islam meningkat,
- moral tempur Amerika dan sekutunya rontok,
- semangat-ruh jihad dan keberanian kaum muslimin bangkit,
- Kuta, Sanur berubah dari lokasi kemunkaran menjadi lokasi kemakrufan,
- malah yang terjadi perubahan dari yang semula berposisi sebagai pemburu (offensif) berubah jadi buruan (defensif, depeo, wanted) yang sibuk menyembunyikan diri.

Memerangi seluruh kaum kafir-musyrik
Imam Samudra menulis : "Menurut ibnu Abbas, seperti disebutkan oleh Ali bin Abi Thalib, bahwa ayat : "Maka ma'afkanlah dan biarkanlah mereka, sampai Allah mendatangkan perintahNya" (AlBaqarah : 109), telah dimansukhkan (digantikan) oleh Ayat Pedang (ayat 5 dan ayat 29 surat Attaubah)" (hal 120).

Imam Samudra blank (tak menulis), apakah ayat "Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam)" (AlBaqarah : 251) juga dimasukhkan oleh Ayat Pedang.

Imam Samudra menulis : "... Shahih Bukhari-Muslim ... "Aku diutus menjelang hari kiamat dengan pedang sehingga hanya Allah saja yang diibadahi, tidak ada syirik (sekutu) bagiNya" (catatan kaki Shahih Bukhari-Muslim, tanpa menyebutkan judul kitabnya, babnya, juznya, halamannya) (Hal 113).

Sampai kapan peperangan dalam Islam dibenarkan ?
Imam Samudra menulis : "... peperangan terus dilaksanakan "sehingga tida ada fitnah" ... (AlAnfal : 39), " ... sehingga tidak ada kemusyrikan", "sehingga tidak ada kemunkaran", "sehingga Islam menatasi, mengungguli din-din lainnya" (hal 94, 133-134).

"Peperangan itu akan terus terjadi, sampai kaum muslimin berhasil mengalahkan seluruh kaum kafir. kelompok terakhir yang dikalahkan aalah Yahudi" (hal 145).

Membunuh sipil
Imam Samudra menulis : "... Amerika, Australia, singapura, Thailand dan beberapa negara lainnya memeliterisasi rakyat sipil ... Jadi istilah sipil kurang relevan lagi" (hal 109, 136).

Imam Samudra blank (tak menulis), apakah rakyat sipil yang dimiliterisasi itu pada waktu tak dipersenjatai, statusnya sama dengan militer aktif.

Mengapa bom syahid mesti terjadi di Bali ?
Imam Samudra menulis : "... bahwa 'perintah untuk memerangi seluruh kafirin, musyrikin, dan antek-antek mereka telah diwahyukan allah kepada nabi Muhammad saw lima belas abad yang lalu : "Apabila habis bulan-bulan haram itu, maka bunuhlah orang-orang musyrikin itu di mana saja kamu jumpai mereka" (Attaubat : 5). "Dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya, sebagaimana mereka pun memerangi kamu semua" (AtTaubah :36) (hal 189-190).

"Jihad adalah satu di antara beberapa fardhu 'ain bagi kaum muslimin" (hal 194).

"Dan perangilah mereka sehingga tida ada lagi fitnah, dan supaya dien (agama) itu semata-mata dien (agama) Allah saja (yang unggul)" (Al Anfal :39) (hal 133).

Imam Samudra blank (tak menulis), kenapa Rasulullah mencegah Umar bin Khaththab untuk memenggal leher Abdullah bin Ubay bin Salul.

Imam Samudra blank (tak menulis), apakah ayat "... jika seorang di antara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia ke empat yang aman baginya. ..." (AtTaubah : 6 yang langsung berada sesudah AtTaubah : 5), juga dimansukhkan oleh Ayat Pedang.

Adakah bom syahid dalam Islam ?
Imam Samudra menulis : "Yusuf Qardhawi membolehkan untuk situasi seperti di Palestina. Sementara Dr Nawaf Hail AtTakruri tidak membatasi hanya untuk Palestina. Ja'far Umar Tahlib menganggap bom syahid (istisyhad) WTC sebagai bid'ah. sebagian mufti Saudi Arabia yang dapat dipastikan sebagai qa'idun (tidak berjihad) ada yang menganggap haram, diikuti segelintir salafy irja'i di Indonesia yang menggap haram. Syaikh Albany berpendapat "tergantung keutusan Amir" (hal 171).

"Sufyan bin Uyainah ra, seorang tabi'in dan termasuk guru Besar Imam Syafi'i rahimahullah mengatakan, "Jika kalian menyaksikan manusia berselisih, hendaklah kalian mengikuti (pendapat) mujahidin dan ahli-tsughur, karena sungguh Allah berfirman, "Allah benar-benar memberi mereka hidayah ..." (Al'Ankabut : 69) ... ahluts-tsughur, secara ringkas dapat dipahami sebagai orang-orang yang berjaga atau berada di front-front jihad" (hal 69, 172).

"... Yusuf Qardhawi berpendapat bahwa bom syahid diperbolehkan untuk kondisi seperti Palestina ... Pembatasan bom syahid hanya boleh di palestina, atau yang semisal, menunjukkan bahwa Yusuf Qardhawi kurang memahami atau menyadari hakikat Perang Salib yang bersifat global ... Bahkan Yusuf Qardhawi tanpa merasa berdosa dan malu menyerukan agar masyarakat muslim dunia mendonor darah untuk korban WTC" (hal 184-186).

"Mereka yang menatakan bahwa istisyhad (memburu syahid) adalah bid'ah atau bunuh diri, hanyalah orang-orang yang tergesa-gesa atau belum sampai ilmu kepada mereka, atau memang hati mereka buta dan tidak mau menerima kebenaran" (hal 184).

"Menyikapi peperangan yang dilakukan Amerika dan gerombolan monsternya, Dewan Fatwa Saudi (yang kurang mengerti trik-trik politik) yang diketuai Syaikh bin Baz rahimahullah segera mengeluarkan fatwa justifikasi tentang bolehnya menggunakan drakula Amerika dan mosnter sekutunya sebagai penjaga keamanan Baitullah dan sekitarnya" (hal 92).

"Adalah sebuah realitas bahwa umat Islam kini dalam keadaan berpecah belah, tidak bersatu. Umat Islam telah berkelompok-kelompok, bersekte-sekte, berpartai-partai, ber... ber... ber... Masing-masing kelompok, grup, jama'ah atau organisasi merasa dirinyalah yang paling benar" (hal 57). ("Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada sisi mereka masing-masing") (AlMukmin : 53; Rum : 32).

"Di Indonesia ada DI/TII, HT (Hizbut Tahrir), IM (Ikhwanul Muslimin), PERSIS, NU, Muhammadiyah, dan lain-lain. Lalu siapakah yang benar dan siapa yang salah? Siapa yang lurus dan yang sesat?" (hal 58).

Metode berijtihad
Imam Samudra menulis : "... metode yang kutempuh dalam memahami Islam ... memahami AlQur:an dan sunnah berdasarkan manhaj Salafus Shalih yang bersifat adil, moderat dan tidak ekstrem (ghuluw)" (hal 58-59). "Generasi salafus-shalih inilah yang memiliki penafsiran, pemahaman, keyakinan serta pengetahuan yang benar tentang AlQur:an dan Sunnah" (hal 63). "Dalam masalah jihad aku berpegang pada fatwa para ulama mujahid yang mereka terjun langsung dan terlibat dalam jihad ..." (hal 64).

"... peristiwa Jihad Bom Bali ... dilakukan atas dasar keyakinan, dimana keyakinan tersebut dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya, dapat diuji keabsahan sumber-sumber hukumnya ... Keyakinan yang saya maksud adalah syari'at Islam yang bersumber dari AlQur;an dan sunnah nabi saw. Proses pemahaman terhadap sumber itu pun tidak dijalani secara serampangan atau acak-acak ... pola pemahaman saya adalah Ahlus Sunnah wal Jama'ah dengan manhaj salafus Shalih" (hal 198-199).

Hukuman mati
Imam Samudra menulis : 'Apakah yang Aku dan kawan-kawan lakukan adalah kebaikan yang sesungguhnya dan didasarkan pada AlQur:an dan Sunnah. Dan itu semua disebut Jihad Fi Sabilillah. Ancaman hukuman mati tidak menambah apa-apa kecuali semakin mantap keyakinan akan janji Allah, bahwa dalam transaksi untuk memperoleh surga Allah, akan diperoleh dengan berperang di jalan Allah, dan otomatis ada proses "membunuh dan terbunuh" (lihat AtTaubah : 111) (hal 192).

"... jihad Bom Bali adalah salah satu bentuk ukhuwah Islamiyah. Sebagai pengejawantahan : satu jasad, laksana bangunan, pahit getir, derita sengsara ..." (hal 161).

"... operasi Jihad Bom Bali dimaksudkan pula sebagai jihad offensive, sekalipun pada praktgeknya tidak sama persis, tidak seideal istilah offensive itu sendiri" (hal 163).

'... sebagai seorang muslim, saya maksudkan pula Jihad Bom Bali sebagai usaha pembebas kaum muslimin, mujahidin yang tertawan. Mereka ditawan oleh agresor Salibis-Zionis dan sekutu-sekutu mereka di berbagai belahan bumi ini ... Operasi Syahid demi membebaskan Dua Tanah Suci Umat Islam, Mekah AlMukarramah dan Madinah AlMunawarah" (hal 168).

Imam Samudra blank (tak menulis), bagaimana kalau setiap orang membunuh dengan dalih khawatir si erbunuh akan mendorong orang lain kepada kerusakan dan kekafiran, seperti halnya Khidr khawatir bahwa anak yang terbunuh akan mendorong kedua orang tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran (lihat AlKahfi : 80), ataukah lebih dulu diasumsikan pada masa kini tak ada pengadilan, sehingga setiap orang boleh membunuh berdasarkan ijtihadnya masing-masing.

Efektivitas bom syahid
Imam Samudra menulis : "... Jihad Bom bali? Dengan takdir Allah swt, ini akam menghunjam ke relung hati seluruh umat manusia. ia akan segera membombardir otak para decision maker. Para panglima perang agresor Zionis dan Salibis akan segera panik, limbung, hilang pertimbangan, tak lama kemudian akan tumbang" (hal 171).

Usamah bin Laden
"... Syaikh Usamah bin Laden ... Beliau bukan seorang Nabi, tidak pula luput dari kesalahan (ma'shum). akan tetapi, fatwa, pandangan, pernyataan beliau lebih mendekati kebenaran dari pada mereka yang sama sekali tidak pernah menginjak tanah jihad, apalagi angkat senjata menghadapi kaum kafir ..." (hal 187).

(Noam Avram Chomsky berkata : 'Sebagai jutaan Arab saudi, Bin Laden menjadi pemimpin Islam militan dalam perang mengusir Rusia dari afghanistan. dia adalah salah seorang dari sekian banyak ekstrimis fundamentalis agama yang direkrut, dipersenjatai, dan didanai oleh CIA serta sekutu intelijennya di pakistan agar dapat menimbulkan kerugian ang sebesar-besarnya pada Rusia ... Tidak jelas benar apakah secara pribadi Osama bin Laden menjalin kontak langsung dengan CIA ... Bin Laden dan rekan-rekan "Afghan"nya berbalik melawan AS pada 1990 ketika mereka (AS) membangun pangkalan milier permanen di arab saudi ... Bin Laden memandang hina AS karena dukungannya pada rezim Arab saudi ..." : "Maling Teriak Maling : Amerika sang Teroris ?", 2001:XIII-XIV).

Ummah qaimah
Imam Samudra menulis sabda Rasulullah saw : "Akan tetap ada thaifah (sepasukan kecil) dari umatku yang terus menerus berperang di atas keenaran, mereka eksis, tidak akan membahayakan mereka oleh yang menyelisihi mereka sampai datang urusan Allah" (catatan kaki Ibnu Katsir, Shahih Bukhari, tanpa menyebut judul kitabnya, babnya, juznya, halamannya).

(Muhammad Fuad Abdul Baqi menukil : "Mu'awiyah erkata : Aku telah mendengar Rasulullah saw bersabda ; selalu dari umatku golongan yang menegakkan ajaran Allah tidak hirau terhadap siapa yang menghina atau menentang mereka, sehingga datang ketentuan Allah (kiamat) sedang mereka tetap sedemikian" :Shahih Bukhari, kitab : 61 AlManaqib, bab : 28 Haddatsani Muhammad bin AlMutsanna, "Allukluk wal Marjan", hadits no.1250).

Jihad
Imam Samudra menulis : "... kami hanya menjalankan satu fardhu 'ain yang disebut Jihad Fi Sabilillah, yang tak beda hukumnya dengan shalat, shaum Ramadhan dan fardhu 'ain lainnya" (hal 270).

"... kurasakan kelapangan batin yang sangat luar biasa. Tak dapat kunyatakan betapa manis dan nikmatnya iman dalam Islam dan buah dari jihad fi sabilillah yang kuimani" (hal 273).

Basyair-karamah
Imam Saamudra menulis : "Aku semakin yakin saja, bahwa jalan yang kutempuh ini adalah benar. jalan ini adalah jalan jihad Fi Sabilillah, Li i'laa:i Kalaimatillah. Peristiwa demi peristiwa yang Allah karuniakan kepadaku tidak lain selain basya:ir (kabar gembira) agar aku tidak berdukacita ..." (hal 278).

"Tatkala berita-berita bumi tersumbat rapat, maka Dia membukakan 'berita-berita langit' berupa bisyarah-bisyarah (kabar gembira) yang datang lewat mimpi-mimpi yang menyenangkan dan menggembirakan. di tempat itu justru kurasakan imanku makin mantap dan 'menjadi' mski aku di sarang thagut" (hal 267).

Benteng-penjara
(Al'Allamah Ibnul Qaiyim menulis : "Saya mendengar Syaikh AlIslam Ibnu Taimiyah - semoga allah mengkuduskan rohnya - berkata : "Di dunia ini terdapat surga, barangsiapa tidak memasukinya, tidak akan memasuki surga akhirat". Dan suatu ketika ia berkata pula kepadaku : "Surgaku dan tamanku ada dalam dadaku, jika aku istirahat, ia bersamaku dan tidak pernah berpisah. Terpenjaranya aku berarti khalwat - bersunyi diri dalam dzikir, terbunuhnya aku berarti mati syahid, diusirnya aku dari negeriku berarti pengembaraan". dalam tahanannya yang terletak dalam benteng ia berkata : "Andaikata dihargai benteng ini dengan sepenuh emas, tidak akan bisa menandingi syukurku kepada Tuhan atas nikmat terpenjaranya aku, atau ia mengatakan; "tidak bisa saya membalasi jasa-jasa mereka yang telah menyebabkan saya memasuki penjara ini yang mebawa kebajikan bagiku dan yang seumpama itu" : "AlWaabil AshShayyib", Faidah dzikir yang ke-34, dalam "majmu'ah Alhadits", 1342H:727, KH Firdaus AN : "Detik-Detik Terakhir Kehidupan Rasulullah", 1983:111 dari Muhammad Syukry AlAlusy : "'Inayah AlAmany Fi ArRaddi 'Alaa Annabhany", jilid II, hal 215).

Lelaki tua berjenggot panjang
Imam Samudra menulis : "... aku melihat (dalam bisyarahnya ?) persis seorang lelaki tua berjenggot panjang tersenyum kearahku, menunjukkan ibu jarinya dan mengepal-ngepal tangannya memekik-mekikkan "Allahu Akbar" (hal 271).

Titipan roti beroles mentega
Imam samudra menulis : "suatu ketika ..., secara tiba-tiba terlintas dalam diriku sekeping roti tawar dan seoles mentega yang tidak pernah lagi kunikmati sejak hampir dua tahun ... Tiba-tiba pintu jendelaku diketuk orang "Assalamu'alaikum" ... "Kang Imam, ini ada titipan roti dan mentega" ... (hal 278).

Air mengalir lagi
Imam samudra menulis : "... aku sempat termenung mengapa kran airku tidak mengalir lagi ... cukup risau hatiku. Agak gelisah juga. Subhanallah begitu memulai takbiratul ihram untuk shalat subuh, terdengarlah tetesan air. Lalu mengalir agak deras. Lebih deras dari beberapa kejadian sebelumnya. Esok harinya peristiwa tersebut terulang pada jam yang hampir sama. Mesin rusak, pipa air diangkat. tower kerontaang. Matahari terik menyengat. Jadi dari mana genangan air itu datang?" (hal 276).

"Saat aku khusyu' menikmati khalwat kepadaNya, Subhanallah tiba-tiba terdengar aair menetes perlahan di kamar mandiku. Setetes, dua tetes dan seterusnya mengalir perlahan, tetapi tidak deras. ... Mulanya aku menyangka bahwa pipa air telah diperbaharui, dan disambungkan ke kamar mandiku. ... Tetapi deugaanku itu menjadi mentah, ... aku mendapat kepastian bahwa memang belum ada sambungan air ke kamar mandiku, karena memang rusak" (hal 273-274).

Sound system off
Imam Samudra menulis : "Musik terus menghingar-bingar, tak peduli, aku terus shalat (Dhuha ?). Believe it or not, pada raka'at kedua, tiba-tiba musik berhenti. Kudengar sorak kecewa para polisi yang sedang joged di luar penjara sana. Alhamdulillah ... Setelah kupastikan, memang sound system off sama sekali seelum waktunya. Aku segera bersjud syukur" (hal 272).

Rahmat derita
Imam Samudra menulis : "... derita yang dialami kaum mukminin adalah rahmat Allah. ... seseorang tidak akan berhenti menerima dan mengalami kesengsaraan sampai dia bersih dari kesalahan-kesalahan yang diperbuatnya di atas dunia ini. ... Semakin kuat seorang mukmin berpegang teguh dengan agamanya, dan bersabar atas segala resiko yang dihadapinya, maka semakin dahsyat ujian baginya yang datang dari musuh-musuh agama ... jalan pertolongan dan akhir kemenangan yang baik, hanya akan mengalir melalui sungai-sungai derita, petaka dan kepedihan ..." (hal 214, 216).

Surga diraih dengan nyawa
Imam Samudra menulis : "... surga itu tidaklah mudah, tidak juga murah. 'Surga itu diliputi kesusahan, dan neraka dihiasi oleh keindahan" ... Surga ... Dibeli dengan harta dan nyawa ... Surga ... Ditempuh dengan pertempuran ... Pertempuran ... membunuh atau terbunuh ... "Ketahuilah, bahwa jannah (surga) berada di bawah bayang-bayang pedang" (catatan kaki Bukhari-Muslim, tanpa menyebutkan judul kitabnya, babnya, juznya, halamannya) (hal 239).

(Quraisy Syihab dalam "Mukjizat Al-Qur:an", hal 104-105 menulis : "Al-Qur:an rupanya sengaja memilih kata ini ["huurun 'iyn", surah AdDukhan : 54, AtThuur : 20, AlWaqi'ah : 22], untuk menampung segala macam keindahan dalam ukuran selera manusia - sipit atau bulat, semuanya boleh - yang enting "huurun 'iyn" adalah makhluk yang indah dalam pandangan dan penilaian pasangannya. ... ada ayat-ayat lain yang melukiskan mereka sebagai wanita-wanita dan bahwa mereka suci [surah AlBaqarah : 25, Ali Imran : 15, AnNisaa : 57] belum disentuh oleh manusia maupun jin [surah ArRahman : 74], bagaikan mutiara yang tersimpan baik [surah ArRahman :24]. Redaksi PANJI ISLAM, Medan, dalam edisi no.2, Tahun IV, 25 Maart 1937, hal 162/1526 menukil terjemahan "Le Islam" Henri de Castrie tentang "Sorga dalam Islam", yang menulis : "Segala ucapan itu [tentang sorga] adalah sindiran [kiasan] belaka; dengan kenikmatan yang lahir sekarang digambarkan kenikmatan rohani, sindiran mana pernah dipakai dalam segala Kitab-Kitab Suci". Muhammad Husain Haekal dalam "Sejarah Hidup Muhammad" [Hayat Muhammad] pada pasal "Orientalis dan Kebudayaan Islam" menukil kesinisan Washington Irving dalam "Life of Mahomet" yang menulis : "Kiranya orang tak akan dapat melukiskan suatu ajaran [jabariah] yang lebih tepat dari ini untuk mendorong sekelompok tentara yang bodoh tidak berpengalaman itu menyerbu secara buas ke medan perang. Mereka sudah diyakinkan, kalau hidup mendpat rampasan perang, kalau mati mendapat surga.")

Ilmu hacking
Imam Samudra menulis : "... ilmu hacking dan membaca Kitab Kuning adalah sama-sama harus dikuasai atau minimal mengerti. Akan semakin bagus jika memahami ilmu bombing atau jurus-jurus fighting dan killing yang dignakan untuk jihad fi sabilillah ... berusahalah menjadi preacher (ustadz-da'i), hacker, bomber dan fighter atau killer" (hal 15).

(Seyogianya Islam dipelajari, dipahami dengan menempuh berbagai jalur. Jalur kitab kuning, buku putih, kitab gundul, buku keriting, mydocument, myweb, tekstual, konseptual, riwayi, isyari, ijtihadi, jihadi, teologis, sosiologis, teosentris, antroposentris :Very Verdiansyah : "Islam Emansipatoris", Buletin Jum'at ANNADHAR, Jakarta, Edisi 39, 10 September 2004M).

(tambahan)

Mental jihad, rahmat Allah
Imam Samudra menulis : "... siap membunuh atau dibunuh kafir, siap berjihad demi menegakkan kalimat Allah ... kesiapan mental seperti itu hanya akan terwujud dengan rahmat dan takdir Allah ... (hal 48, 49).

Merahsiakan diri
Imam Samudra menulis : " ... sebuah perjuangan menegakkan kalimat Allah ... menuntut betapa pentingnya menjaga suatu rahasia ... nama akecil dan sebagaian masa lalu ... " (hal 21).

Imam Samudra blank (tak menulis), aakah Rasulullah dalam perjuangannya menegakkan kalimat Allah merahasiakan identitas dirinya.

Mewujudkan tawadhu'
Imam Samudra menulis : "Kepada mereka yang sempat bertemu denganku ... kukatakan : Sesungguhnya mereka hanya mengetahui setitik aib dan secual lautan dosa yang telah kuperb uat" (hal 21).

Imam Samudra blank (tak menulis), apakah Rasulullah mengajarkan agar kepada teman-teman yang sempat bertemu supaya mengatakan bahwa mereka hanya mengetahui setitik aib dan secuil lautan dosa-dosa yang telah terrperbuat..

Hadits iftiraqul ummah
Imam Samudra menulis : " ... sesuai dengan ramalan Rasulullah, "Umatku kelak akan berpecah menjadi 73 golongan, 72 golongan akan masuk neraka dan satu golongan akan masuk surga". Sahabat bertanya, "Siapakah satu golongan itu wahai Rasulullah?" Rasulullah menjawab; "Al-jama'ah" (catatan kaki Bukhari-Muslim, tanpa menyebutkan judul kitabnya, babnya, juznya, halamannya) (hal 58).

(Muhammad Baqir menulis : "Hadits tersebut diriwayatkan dengan bebeapa susunan kalimat, dalam beberapa kitab dengan berbagai sanad, tetapi sama sekali tidak sah ditinjau dari segi sanadnya menurut Ibnu Hazmin, dam juga Bukhari dan Muslim tidak meriwayatkannya" (PANJI MASYARAKAT, No.498, 21 Maret 1986, hal 36-37).

Manhaj Salafus Shalih
Imam Samudra menulis : " ... manhaj salafus shaleh bukan "salafus shaleh" (dalam tanda petik) (hal 3).

Imam Samudra blank (tak menulis), apakah Syaikh bin Baz tergolong "Salaf Kharijiy" ataukah "Salaf Irjaiy" ataukah "Salaf Usamiy".

(Di antara kalangan pengaku pengikut manhaj salaf "irjaiy?", penghidup sunnah berupaya dengan gigih menanamkan keyakinan, kepercayaan agar supaya beriman bahwa iftiraqul ummah "perpecahan umat" benar-benar terjadi pada umat Islam, bahwa umat Islam akan terpecah atas 73 firqah-kelompok-golongan karena ada hadits nabi saw tentang itu yang telah banyak disahkan oleh para ulama hadits. Orang-orang yang mempermasalahkan "menghujat-mendongkel " kesahihan "keabsahan" hadits tesebut, dan orang-orang yang tak beriman bahwa umat Islam akan terpecah menjadi 73 golongan, dipandang sebagai orang yang menolak sunnah sebagiannya, yang menolak pemakaian hadits dalam bidang aqidah, yang mempersempit lingkungan permasalahan ghaib. Dalam persepsinya, jihad dan persatuan umat bukanlah manhaj perjuangan yang penting. Bersikap ambivalen. Di satu sisi dikemukakan agar jangan bercerai-berai, agar mengatasi tanda-tanda perpecahan yang timbul pada umat, agar menjauhi segala macam jalan yang mengarah kepada perpecahan pada tubuh kaum muslimin. Tapi pada sisi lain dikemukakan bahwa orang-orang yang berkeinginan untuk menyatukan kaum muslimin adalah menginginkan sesuatu yang tidak mungkin terjadi, tidak akan menghasilkan apa-apa, bahwa mereka yang menitikberatkan perjuangannya kepada jihad, persatuan umat, adalah buta akan manhaj nabi saw, sahabat beliau dan salaf yang saleh : Majalah ASSUNNAH "Upaya menghidupkan sunnah", Surakarta, No.07/I/1414-1993), "Ifriroqul Ummah", "Belenggu-belenggu Hizbiyyah").

Imam Samudra menulis : " ... aku tidak berani menelan mentah-mentah fatwa-fatwa mereka. Sebab ijtihad seorang ulama bisa jadi benar bisa jadi salah. Karenanya, aku berusaha membuat perbaindingan fatwa-fatwa yang keluar dari ulama-ulama tersebut. Aku mencari titik temu persamaan selagi mungkin. jika tidak mungkin, aku memperhatikan dalil-dalil yang digunakan oleh masing-masing ulama dalam berfatwa. Fatwa yang kuyakini lebih kuat atau lebih mendekati kebenaran yang kupegang dan kuamalkan" (hal 66).

"Umat Islam telah berkelompok-kelompok, bersekte-sekte, berpartai-partai, ber... ber... ber.... Masing-masing kelompok, grup, jama'ah, atau organisasi (sesuai dengan yang ia yakini?) merasa bahwa dirinya yang paling benar. Di luar kelompoknya, di luar jama'ahnya, di luar organisasinya, akan dianggap salah" (hal 58).

"Ada yang beranggapan bahwa Islam terbatas pada tradisi ritual seperti shalat, zakat dan haji. Ada yang menginterpretasi bahwa Islam adalah politik. Ada yang menganggap Islam sebagai ajaran non politik. Ada yang beranggapan bahwa Islam adalah ajaran yang seratus persen hanya berkenan dengan masalah moral dan etika. Ada yang memandang Islam seperti agama lain yang hanya mengatur masalah privat" (hal 74).

Editor Bambang Sukirno menulis : "Ada yang konsens pada pendidikan, politik, dakwah, pemurnian tauhid, pembinaan akhlak, dan jihad" (hal 10).

Imam Samudra menulis : "Membatasi dakwah kepada lingkup dakwah saja adalah suatu kesalahan. Mempersempit Islam sebatas pengertian "politik" adalah juga error. Ngotot mengtakan Islam hanyalah "perang" juga merupakan satu ketotolan" (hal 79).

"Di Indonesia ada DI/TII, HT (Hizbut Tahrir), IM (Ikhwanul Muslimin), PERSIS, NU, Muhammadiyah, dan lain-lain. Lalu siapakah yang benar dan siapa yang salah? Siapa yang lurus dan siapa yang sesat?" (hal 58).

"Seorang yang telah mengerti apa dan bagaimana Islam, tidak akan sembarangan menilai apalagi memvonis yang lain. Tidak akan bersikap sok benar atau sok pintar" (hal 80). "... Berkata lembut pada saatnya. Berkata keras pada waktunya. Mengalah pada masanya, dan memerangi ataupun membunuh pada gilirannya" (hal 82).

Imam Samudra blank (tak menulis), kapan berlakunya surah AlMumtahanah : 8 ("Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak pula mengusir kamu dari negerimu"), ataukah ayat 8 AlMumtahanah ini juga sudah dimansukhkan oleh Ayat Pedang.

Belajar jihad dari mujahid
Imam Samudra menulis : "Para ulama yang tidak pernah berjihad dan terjun ke medan pertempuran, bagaimana mungkin akan mengerti permasalahan dan seluk beluk tentang jihad" (hal 67).

Imam Samudra blank (tak menulis), apakah berjihad dulu, baru belajar memahami jihad, ataukah belajar memahami jihad dulu, baru berjihad. Apakah permasalahan (falasafah) jihad itu dan seluk beluk (teknik) itu satu kesatuan ataukah dua hal yang masing-masingnya dapat dipelajari sendiri-sendiri.

Jihad-tabligh
Imam Samudra menulis : "Didorong oleh hadits, "ballighuu 'anni walau aayah" (sampaikanlah dariku walaupun satu ayat), akhirnya aku ajak teman-teman diskusi dikelasku, baik putra maupun putri. Saat aku bicara masalah jilbab, 99,999% tidak nyambung. Dari 24 siswi hanya satu yang nyambung. Barangkali pendidikan agama di rumahnya cukup agus. tapi ya bagaimana? Mau pakai jilbab di zaman seperti itu sama halnya dengan mengharapkan surat berhenti sekolah" (hal 38).

".. ketika para ulama ... diangkap, dipenjara, atau dibunuh, baik secara langsung oleh Amerika dan sekutunya atau melalui pemerintah boneka negara di mana para ulama tersebut berada, kaum muslimin hanya berpangku tangan daan bersikap nasa bodoh, atau pura-pura tak tahu" (hal 71).

Imam Samudra blank (tak menulis), bagaimana cara jihad untuk merubah kondisi-siakp mental sekuler bin Pancasila (lihat surah AlJatsiah : 24) menjadi kondisi-sikap mental takwa-tauhid (yang memiliki kepekaan spiritual dan kepedulian sosial, yang siap memenuhi panggilah jihad menegakkan kalimat Allah) (lihat surah AnNuur : 51).

Mental sekuler versus mental Islami

Imam Samudra menulis : "Maulawi Mullah Omar berhasil memimpin Daulah Islamiyah Afghanistan yang terkenal dengan Taliban-nya. Aneka kejahatan benar-benar turun secara drastis. Ekonomi melonjak membaik. tidak ada pajak. Keamanan benar-benar menjadikan Afghanistan sebuah negara yang nyaman. Tidak ada lagi opium. tidak ada lagi arak. tidak ada lagi perzinaan" (hal 248). "Dalam periode kepemimpinan Taliban (1994-2001) Amerika mengembargo Afghanistan melalui trik PBB ..." (hal 112). "... ketika Thaliban berkuasa menimbulkan kengerian tersendiri di hati para penjajah ..." (hal 251). "Afghanistan, Khursan Thaliban, daulah Islamiyah itu barangkali secara fisik telah hancur ... telah musnah ... tetapi Taliban tetap hidup" (hal 252). "... Thaliban, bangsa-bangsa Afghan yang jauh dari kota-kota maksiat dan tinggal di dusun-dusun, mempunyai kebiasaan persis seperti yang disebutkan dalam hadits : "Islam akan kembali bersinar dari Khursan" ..." (hal 250).

Imam Samudra blank (tak menulis), apakah yang menyebabkan hancurnya dan musnahnya Thaliban, apakah karena faktor luar (eksternal) ataukah faktor dalam (internal, lihat surah ArRa'd :11), apakah karena sikap mental (akhlak) yang belum Islami, yang masih jahili (sekuler), yang masih tak menyukai hijab, jilbab, purdah, yang masih sangat menyukai opium, candu, madat, ganja, hasyisy, narkotik, miras, arak, tuak, prostitusi. Apakah yang menyebabkan turunnya berbagai kejahatan secara drastis, apakah karena terpaksa (atau dipaksa), ataukah karena kesadaran (secara ikhlas melaksanakan syari'at Islam). Ataukah Islam itu belum berakar, belum melekat, belum mendarah daging di kalangan masyarakat (awam dan alim) ?

(Abul Hasan Ali AlHusin AnNadwi dalam "Pertarungan Antara Alam Fikiran Islam dengan alam Fikiran Barat", 1983:26-27 mengutip TIMES of INDIA 28 Juli 1963 yang menulis : "... sekarang semua itu telah berubah ... golongan terbanyak dari wanita-wanita itu telah tiada bercadar sama sekali ... Wanita-wanita Afghanistan keluar tanpa memakai cadar mulai bulan Agustus 1959 ...").

Batas wewenang
Imam Samudra menulis : "Ketika sebuah kaum berbuat jahat terhadap kaum muslimin, rasulullah memanjatkan qunut nzilah dengan do'a "Ya Allah, kutuklah si anu ... dan si anu ... " (hal 76).

Imam Samudra blank (tak menulis) : apakah hadits Bukhari dalam kitab AlMaghaziy, bab "laisa laka minal amri" (surah Ali Imran : 128, "Tak sedikitpun campur tanganmu dalam urusan mereka itu), juzuk III, hal 24, yang dikutup Ibnu Katsir dalam "Tafsir AlQur;an Al'AQzhim"nya, juz I, hal 402-403, juga sudah dimansukhkan oleh Ayat Pedang.

Dilihat dari kacamata Salafus-Shalih - tulis Imam Samudra - dakwah (ambivalen?) yang menampilkan satu sisi Islam dan menyembunyikan sisi yang lain, yang mendakwahkan sebagian aspek Islam dan menutup aspek yang lain (lihat anara alain surah AlBarah : 174), perlu dipertanyakan, apakah karena ketidaksengajaan, kelalaian, ketidaktahuan, ketidakmautahuan, ataukah karena faktor-faktor lain (hal 78).

Slafiyyun bukan Salafus Shaleh

Back to geocities.com/asrirs
Salafiyyun bukan Salafus Shaleh
“Saya bukan Marxis” kata Karl Marx (Muhammad Hatta : “Ajaran Marx”, 1975:7). AlImam Abul Hasan AlAsy’ari berlepas diri dari kaum Asy’ariyin (Abudl Hakim bin Amir Abdat : “Risalah Bid’ah”, 2001:115). AlAsy’ariyyah tidak termauk Ahlus Sunnah wal Jama’ah (ASSUNNAH, Edisi 06/VIII/1425H/2004M, hal 39).

ASSUNNAH Edisi 06/VIII/1425H/2004M tampil dengan mengangkat topik “Salafiyah & Solidaritas”, mengemukakan bahwa Salafiyyin dituding “tidak peduli terhadap kondisi kaum Muslimin yang dipecundangi musuh”, “tak memiliki solidaritas”, “tak pernah memberikan respon cepat terhadap situasi yang sedang berkembang di masyarakat”, “cenderung anti jihad dan terkesan mengembosi”, “hnya berkutat dengan masalah tauhid, alQur:an, Hadits, hukum-hukum dan caci maki dan hujatan terhadap golongan-golongan kaum pergerakan. Tak peduli terhadap perjuangan kaum Muslimin, bahkan memojokkannya”, “tidak realistis”, “tidak memahami sikon”, “terkontaminasi dengan pemikiran Murji:ah” (yang anti Khawarij dan Mu’tazilah, yang menetapkan pelaku maksiat : zina, curi, minum khamar; tidak dikafirkan selama tidak menghalalkannya, yang tidak menghakimi pelaku maksiat selama mereka tidak menghalalkannya).

Namun ASSUNNAH sama sekali tak menyangkal tudingan miring itu secara tegas, tepat dan jitu. Malahan seluruh tulisan ASSUNNAH mengesankan mendukung, mengukuhkan, membenarkan bahwa Salafiyyin tidak memberikan respon cepat terhadap situasi yang berkembang di masyarakat”, “Tidak peduli terhadap kondisi Muslimin yang dipecundangi musuh; “ tak memiliki kepedulian dan kepekaan sosial”, “hanya berkutat dengan masalah tauhid, Qur:an, Hadits, hukum, serta hujatan kepada sesama Muslim”, “cenderung anti jihad dan terkesan mengembosinya”. Dengan kata lain Salafiyyin (Salafiyanisme) bukan Salafus Shaleh (Salaf asShaleh).

Salafiyyin sangat sibuk memperhatikan masyarakat, memperbaiki perkara-perkara yang menyimpang, yang menyelisihi syari’at, menjelaskan kebenaran kepada masyarakat. Dengan kata lain Salafiyyin sibuk menghujat mereka yang tak sepaham dengannya. Namun para Sahabat Rasulullah saw yang AsSabiqunal Awwalun, yang Salafun Shaleh utama, disamping memiliki kepekaan spiritual yang tinggi, juga memiliki kepedulian dan kepekaan sosial yang tinggi. Mereka ikut terjun terlibat langsung memperbaiki kondisi masyarakat secara menyeluruh, baik mental spiritual (akidah) maupun fisik material (amal sosial). Beramal dengan rezki yang diberikan Allah. Menganjurkan amar makruf nahi munkar. Menolong sesama yang lapar. Menolong sesama yang teraniaya. Ikut berjuang berjihad fi sabilillah. Takut jadi mushallin yang celaka, yang tak peduli akan nasib orang terlantar (QS 107:1-7). Sangat peduli akan nasib orang terlantar (QS 90:11-20).

Salafiyyin memberikan perhatian terbesar dalam masalah tauhid, melarang kesyirikan, mengajak menegakkan shalat, menunaikan zakat, melaksanakan seluruh kewajiban dan menjauhi segala larangan. Namun para shahabat Rasulullah saw yang AsSabiqunal Awwalun, yang Salafus Shaleh, di samping mengajak bertauhid, melarang kesyirikan, menegakkan shalat, menunaikan akat, juga secara aktif merubah kemunkaran dengan tangan. Barulah jika tidak mampu dengana tangan, merubahnya dengan lisannya. Secara bersama-sama ikut dalam pertahanan bela agama, menyiapkan infanteri, kavaleri, arteleri, strategi, logistik yang dapat menggentarkan musuh Allah dan musuh Muslimin (QS 8:60). Bukan jadi komunitas buih, komunitas loyo, komunitas yang dilecehkan, dipandang enteng, yang tidak disegani, yang tidak ditakuti lawan.

Salafiyyin sangat memperhatikan masalah jenggot, memanjangkan kumis, bercakap-cakap dengan bahasa orang kafir, gaya berpakaian, tatacara makan dan minum. Islam Liberal, penantang Salafiyyin yang sangat ekstrim, mengemukakan bahwa misi Islam yang dianggapnya paling penting sekarang adalah bagaimana menegakkan keadilan di muka bumi, terutama di bidang politik dan ekonomi (juga di bidang budaya), bukan menegakkan jilbab, mengurung kembali perempuan, memelihara jenggot, memendekkan ujung celana, dan tetek bengek masalah yang menurutnya amat bersifat fueru’iyah (KOMPAS, Senin, 18 November 2002, “Menyegarkan Kembali Pemahaman Islam”, oleh Ulil Absar-Abdalla).

Sayyid Qutub (Quthbiyyin dalam terminologi Salafiyyin) mengemukakan bahwa para shahabat Rasulullah saw, AsSabiquan Awwalun, Generasi Qur:ani, Salafus Shaleh, memandang AlQur:an bukan untuk tujuan menambah pengetahuan atau memperluas pandangan, tetapi untuk menerima perintah Allah tentang urusan pribaddinya, tentang urusan golongan dimana ia hidup, untuk segera dilaksanakan setelah mendengarnya (“Petunjuk Jalan”, hal 14).

Salafiyyin mengingatkan bahwa sangat tidak bijaksana mengoreksi dan mengkritik kekeliruan para pemimpin melalui mimbar-mimbar terbuka, tempat-tempat umum aaupun media massa, baik elektronika maupun cetak. Namun mereka yang dianggap oleh Salafiyyin tidak mengikuti manhaj salaf (bukan pengikut Salafus Shaleh), seperti Hasan alBanna, pada bulan Rajab 1366H elah mengirimkan surat kepada Raja Faruq-I (Penguasa Mesir dan Sudan), para raja dan amir negara-negara Islam, para politisi, tokoh-tokoh dan negarawan negara-negara Islam (termasuk juga tokoh-tokoh agama). Sjafruddin Prawiranegara SH, pada 7 Juli 1983M mengirimkan surat kepada Soeharto (Presiden Republik Indonesia), perihal “Pancasila sebagai asas tunggal”. Hamka juga mengirimkan surat kepada Soeharto, perihal “Aliran Kepercayaan Kepada Tuhan Yang Maha Esa”.

Salafiyyin seperti juga Khawarij dan Mu’tazilah sibuk mempersoalkan kedudukan pelaku maksiat, menentukan tempat mereka, mengkapling-kapling neraka, seolah-olah mereka yang berkuasa. Sedangkan shahabat Rasulullah saw, asSabiqunal Awwalun, Salafus Shaleh utama, sangat menghindari perbuatan maksiat dan tidak memperosoalkan kedudukan pelaku maksiat. Yang terlanjur melakukan perbuatan maksiat, siap menerima sanksi hukum yang ditetapkan Allah dan Rasulnya. (BKS0410100500).


Salafiyanisme dalam pengakuan
Salafiyanisme mengaku bahwa dakwahnya mengikuti manhaj dakwah para rasul, bahwa dakwahnya mengajak kembali kepada AlQur:an dan AsSunnah dengan pemahaman Salafus Shaleh, mengajak pemurnian syari'at Islam dari segala bentuk syirik, bid'ah dan pemikiran sesat.

Disebutkan bahwa yang termasuk sunnah antara lain seperti memelihara jenggot, tidak isbal, tidak tasyabuh, tidak menggunakan tasbih, dan lain sebagainya. tak disebutkan bahwa AbuBakar Shiddiq memakai izar yang menutupi mata kaki. tak disebutkan bahwa para Salafus Shaleh memakai iar (sarung) dan tak mengenal kolor (celana dalam).

Disebutkan bahwa termasuk sunnah adalah mendesak ahli kitab ke pinggir di jalanan. Tak disebutkan apakah Salafiyanisme mengamalkan, menerapkan sunnah ini. juga tak disebutkan apakah sunnah ini hanya dalam pengertian fisik (hakini), ataukah juga termasuk dalam pengertian non-fisik (majazi).

Tak disebutkan apakah bentuk dari tidak tasyabbuh itu hanya terbatas dalam memelihara jenggot saja, ataukah harus tampil beda dengan orang kafir dalam seluruh aktivitas kehidupan, seperti beda dalam sistim pertahanan, sistim pendidikan, sistim informasi termasuk sarananya. Ataukah mengambilkan semuanya itu kepada kaedah bahwa setiap bentuk mu'amalah dan adat kebiasaan itu dibolehkan (tak perlu tampil beda), dengan mengacu pada Qs 2:29. Juga tak disebutkan apakah tampil beda (tidak tasyabbuh) itu hanya semata-mata dalam bentuk fisik (hakiki), ataukah juga dalam bentuk non-fisik (majazi).

Para rasul menyampaikan dakwah tauhid kepada orang musyrik, orang kafir, termasuk kepada penguasa yang zhalim, yang thaga, yang berbuat di luar batas kewenangan yang dibolehkan Allah, seperti yang dilakukan oleh Namruz dan Fir'aun. Dalam dakwah tauhid itu termasuk dalamnya dakwah untuk memperbaiki sisitim sosial ekonomi, antara lain dengan "menyempurnakan takaran dan timbangan, tidak merugikan orang, tidak berbuat onar dan makar " dalam segala aktivitas kehidupan, seperti yang didakwahkan nabi Syu'aib as yang tertera dalam QS 7:85, 26:181-184. Sasaran dakwah para rasul itu adalah orang-orang yang paling zhalim, yang paling thagaa, seperti dapat disimak dalam QS 53:52. "Siapakah yang lebih zhalim dari pada orang yang mengada-adakan dusta terhadap Allah, sedang dia diajak kepada agama Islam" (QS 61:7).

Tak disebutkan apakah Salafiyanisme pernah menyampaikan dakwah tauhid kepada orang musyrik, orang kafir, termasuk kepada pengausa zhalim, penguasa thagaa, ataukah hanya berkutat di lingkungan sendiri saja. Juga tak disebutkan apakah Salafiyanisme pernah mengalami kondisi batin sesak seperti yang dialami Nabi Nuh as, seperti yang tertera dalam QS 71:5-9, atau seperti yang dialami Nabi Muhammad saw. "Kami sungguh-sungguh mengetahui dadamu menjadi sempit disebabkan apa yang mereka ucapkan" (QS 15:97).

Disebutkan bahwa "Kita harus memahami syari'at Islam itu utuh, tidak hanya potong tangan bagi pencuri, rajam bagi pezina, cambuk bagi peminum. Syari'at Islam itu menyeluruh mulai dari yang terpokok, tauhid, pemberantasan lawannya, yaitu syirik, hingga syari'at-syari'at yang dianggap sepele oleh sebagian orang semisal memelihara jenggot, tidak isbal, dan lain sebagainya" (ALFURQON, Gresik, Edisi 12, Th.III, Rojab 1425). Bagaaimana kalau susunannya demikian "Kita harus memahami syari'at islam itu utuh, tidak hanya memelihara jenggot, tidak isbal, dan lain semacam itu. syari'at Islam itu menyeluruh mulai yang terpokok, tauhid, pemberantasan lawannya, yaitu syrik, hingga syari'at-syari'at yang harus ditegakkan semisal potong tangan bagi pencuri, rajam bagi pezina, cambuk bagi peminum. Kita berkewajiban melaksanakan syari'at itu sesuai kemampuan. Pelaksanaan syari'at itu secara utuh hanya bisa terwujud alam daulah yang Islami. Demikianlah yang ditelandakan Rasulullah, sehingga terwujud Negara Kota Madinah, yang berdaulat ke dalam dan keluar.

Bagaimana mungkin seseorang dapat merealisasikan syari'at Islam secara utuh pada diri mereka sendiri, sementara mereka sama sekali tak punya minat, hasrat, keinginan, kemauan, cita-cita agar syari'at Islam itu berlaku sebagai hukum positif di muka bumi ini. Ataukah memang harus memulangkan sepenuhnya kepada Allah, tanpa ada kewajiban yang harus dilakukan, dengan menggunakan ayat QS 12:40, sebagai acuan. Itu urusan Allah, bukan urusan manusia. Atau bersikap seperti kaum nabi Musa yang berkata "pergilah kamu bersama Tuhanmu, dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya duduk menanti di sini saja" (QS 5:24). Na'udzu billah min dzalik.


Salafiyah & Solidaritas
Majalah AS-SUNNAH, Edisi 06/VIII/1425H/2004M, tampil dengan topik "Salafiyah & Solidaritas". Halaman pertama diawali dengan menyebutkan bahwa "Ada tudingan miring kepada Salafiyin, bahwa mereka tidak peduli erhadap kondisi kaum Muslimin yang dipercundangi musuh" (Rubrik Dari Kami). halaman berikutnya diawali dengan mengemukakan bahwa 'Di tengah maraknya demo, dukungan politik atau peristiwa yang melibatkan ummat, muncul tudingan bahwa Salafiyin ak memiliki kepekaaan dan tidak memiliki solidaritas. karena tak pernah memberikan respon cepat terhadap situasi yang sedang berkembang di masyarakat".

Tak disebutkan siapa yang melancarkan, melansir tudingan mirng tersebut, dari mana sumber beritanya. Padahal AS-SUNNAH begitu sarat dengan referensi, rujukan, maraji'. Tapi dalam hal tudingan miring ini, tanpa menyebutkan refrensinya.

Terkesan AS-SUNNAH mengklaim sebagai salafiyyun, ahlus sunnah wal Jama'ah, yang memahami dan menerapkan wala wa bara' sesuai dengan aturan syari'at. Sedangkan yang tidak sejalan dengannya diposisikan sebagai Sururiyyun, Quthbiyyin, Asy'ariyyin, bukan Ahlus Sunnah wal Jama'ah.

AS-SUNNAH Edisi 06 sama sekali tak menjawab, apalagi membantah, menafikan tudingan miring tersebut. Bahkan eksistensi, esensi dari AS-SUNNAH itu mengindikasikan bahwa tudingan miring itu memang benar, yaitu tidak memberikan respon cepat terhadap kondisi kaum Muslimin yang dipercunangi musuh. Padahal Dakwah Rasul Allah, seperti Nuh, Hud, Shalih, Luth, syu'aib, Musa, Muhammad saw sangat responsif terhadap situasi dan kondisi, baik malam maupun siang, baik secara terbuka, terang-terangan, maupun secara tertutup, diam-diam, serta melaporkan hasilnya kepada Allah, antara lain dapat disimak dalam QS 71:5-28. para daa'i itu adalah pelanjut risalah dan haruslah ikut di dalam, di tengah masyarakat, bukan berada di luar masyarakat. rasulullah seantiasa berada di tengah-tengah masyarakat menuntunnya, membimbingnya, mengarahkannya, memimpinnya dan bukan di luarnya.

AS-SUNNAH memang sarat dengan "qala wa qila". Apakah ini yang dimaksud dengan pemahaman Salafus Shalih? Apakah penggunaan akal itu harus ditinggalkan? Afala ta'qilun? Padahal "Ar-Risalah" Imam Syafi'i juga sarat dengan logika (Kalau begini, maka begitu).


Dakwah Salafiyanisme antara teori dan praktek
Secara teoritis Dakwah Salafiyanisme dimulai dengan mengajak kepada perbaikan aqidah, mengajak bertauhid dan melarang kesyirikan. Kemudian mengajak untuk menegakkan shalat, menunaikan zakat, melaksanakan seluruh kewajiban dan menjauhi segala larangan. Demikianlah dakwah para Rasul Allah. Namun dakwah Muhammad Rasululullah juga mencakup pada amar makruf nahi munkar dan jihad fi sabillah yang belum disyari’atkan kepada Rasul-Rasul sebelum Muhammad saw.

Namun dalam praktek sa’at ini, Dakwah Salafiyanisme banyak menjelaskan kesalahan yang dilakukan para da’I dan pergerakan yang ada, untuk menjelaskan kebenaran kepada masyarakat. Agar kaum Muslimin terhindar dari kerusakan dan kemungkaran aama. Bukan sebagai hujatan kepada sesama Muslim. Nyatanya memang demikian, yaitu membid’ahkan (mengkafirkan) ahli harakah yang pemahamannya tak sejalan dengan pemahaman (imajinasi) Salafiyanisme.

Bahkan Salafiyanisme tak pernah mendakwahkan ajaran tauhid kepada yang bukan Muslim, meskipun dikatakan bahwa seluruh dakwah harus ditegakkan di atas ajaran tauhid. Antara teori (yang diajarkan) etap saja tak sejalan dengan praktek (yang dilakukan).

Secara teoritis Dakwah Salafiyyin mengajak manusia kepada ajaran agama secara menyeluruh, tidak parsial. Namun dalam praktek tidak menyeluruh, bahkan parsial, dengan alasan bahwa dakwah haruslah secara bertahap dari yang penting, kemudian yang setelahnya. Sambil berdakwah mengajak masyarakat, juga berdakwah mengajk masyarakat meninggalkan perbuatan munkar dan maksiat.

Untuk membenarkan Manhaj Teori Dakwah Salafiyanisme dikemukakan dalil bahwa “Agama adalah nasihat untuk Allah, KitabNya, RasulNya, pemimpin dan umumnya kaum Muslimin”. Dalam hubungana dengan penguasa, maka nasihat itu disebutkan bisa berupa : Membantu dan menta’ati mereka dalam kebenaran. Menyadarkannya ketika lalai dengan cara lemah lembut. Merapatkan kekuatan dan prsatuan dengan mereka. Menahan mereka dari berbuat kezhaliman dengan cara yang baik.

Memberi nasihat, memperhatikan perbaikan masyarakat dan memperbaiki perkara-perkara yang menyelisihi syari’at, dengan menyebarkan kebaikan dan menghilangkan kerusakan yang ada disebutkan sebagai bentuk solidaritas (kesetiakawanan sosial). Memperbaiki msyarakat mulai dari penyimpangan dan kerusakan cara beragama – dikatakan – merupakan wujud solidaritas muslim yang terbesar dan terpenting.

Semuanya tergantung pada visi, versi, imajinasi, persepsi pengamatnya. Meski yang diamati (dikaji, diteliti, dibahas) Sunnah yang sama, namun hasil pengamatannya (kajian, bahasannya) antara yang satu berbeda dengan yang lain. Meskipun sama-sama Salafus Shaleh, seperti ‘Ali dan Mu’awiyah, namun berbeda memahami hakikat jama’ah, hakikat persatuan, hakikat persaudaraan. Masing-masing merasa benar menurut ijtihadnya. (BKS-410081600).


Bid’ahkan dulu, lalu hujat


Salafiyyin (Salafiyanisme) lebih dulu menetapkan ahwa para jama’ah dakwah (pergerakan) mengambil manhaj dakwanya berbeda dengan manhaj dakwah para rasul. Dengan kata lain ahli harakah (yang terlibat dalam dunia pergerakan) adalah ahli bid’ah. Disusunlah alasan, hujah, dalil dengan menghimpun berbagai ayat-ayat Qr:an, Hadits-Hadits, matan qaul-qaul ulama untuk membenarkan ketetapan itu bahwa ahli harakah adalah ahli bid’ah. Dan tampaklah Salafiyyin sebagai pemangku manhaj salaf, padahal sesungguhnya hanyalah pengaku pengikut manhaj salafus shaleh.
Setiap bid’ah adalah dhalalah, sesat. Setiap dhalalah masuk neraka. Neraka itu adalah tempat orang kafir. Dengan kata lain ahli harakah adalah ahli bid’ah, ahli neraka, termasuk ke dalam golonga kafir. Dengan membid’ahkan ahli harakah, maka Salafiyyin terjebak mengkafirkan ahli kiblat. Seluruh alasan, hujah membid’ahkan ahli harakah bersifat ijtihadi, dan martabatnya paling tinggi sebagai zhanni, bukan qath’i.

Dikemukanlah bahwa bid’ah ahli harakah itu termasuk kemunkaran terbesar setelah syirik. Permusuhan terhadap ahli bid’ah ini harus lebih sengit daripada terhadap ahli maksiat. Para ahli bid’ah ini, seperti orang kafir haruslah dikucilkan (diisolasi). Kesaksiannya tidak diterimaa. Dalam shalat tidaklah boleh bermakmum kepadanya. Tidak boleh belajar darinya. Tidak boleh menikah dengannya. Tidak boleh mengambil referensi, rujukan darinya.

Ahli bid’ah (ahli harakah) – menurut versi Salafyyin – meskipun mengatasnamakan dakwah dan jihad, dinyatakan tidak berhak mendapatkan kasih sayang, pembelaan, dukungan dan loyalitas yang diharapkan. Bahkan perlu ditentang. Yang berhak mendapat pembelaan, kasih sayang serta loyalitas yang sempurna adalah Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Dengan akta lain ahli harakah itu adalah ahli hawa, ahli bid’ah, ahli neraka. Masalahnya karena manhaj ahli harakah itu tak sesuai dengan pemahaman (imajinasi) Salafiyyin (Salafiyanisme). Setelah menghukumi mereka yang tak sesuai dengan pemahaman (imajinasi) Salafiyyin sebagai ahli bid’ah (ahli neraka), maka apa bedanya lagi antara yang membid’ahkan (mengkafirkan) dengan mereeka yang dibid’ahkan (dikafirkan)?

Dalam imajinasi Salafiyyin (Salafiyanisme) yang memerangi dan melakukan pemberontakan adalah ahli bid’ah. Seluruh pejuang kemerdekaan, yang memberontak terhadap pemerintah kolonial adalah ahli bid’ah. Kepatuhan kepada penguasa bersifat mutlak, tanpa memandang siapa pun penguasa itu. “Patuhilah dan ta’atilah pemimpin. Meskipun punggungmu dipukuli dan hartamu dirampasi, patuhilah dan ta’atilah”. (BKS0410111040).


Daulah antara Tujuan dan Sarana
Jama'ah dakwah kontemporer disebutkan oleh Salafiyanisme (pengaku pengikut Salafus Shaleh) sebagai jama'ah dakwah yang tidak mengikuti manhaj dakwah para rasul, yang mengkonsentrasikan dakwahnya untuk mendirikan Khilafah Islamiyah (Negara Islam), seperti Ikhwanul Muslimin, Hizbut Tahrir, NII dan yang sejalan dengan mereka.

Abdul Hakim bin amir Abdatdalam "Risalah Bid'ah"nya mendaftar sejumlah harakah Ahlul Hawa wal Bid'ah (aliran sesat menyesatkan), antara lain termasuk di dalamnya Ikhwanul Muslimin, hizbut Tahrir, NII. Semua firqah harakah (ormas, orpol, negara) yang berupaya menegakkan daulah Islamiyah dengan menempuh cara parlementer-konstitusional (jalur demokrasi, pemilu, parlemen) yang tidak mensyaratkan khalifah dari Quraisy, yang membai'at (tunduk patuh pada) khalifah (imam, amir, pimpinan) yang bukan dari Quraisy - menurut Abdul Hakim - adalah termasuk ke dalam firqah harakah Ahlul mHawa wal Bid'ah, yang menempuh jalur thagut, yang menyimpang, menyelisihi sunnah-perjalanan Rasulullah saw beserta para sahabatnya dalam manhajnya (metodenya, caranya), ilmunya (tekniknya), dakwahnya (strateginya). Juga berakidah tauhid hakimiyah di samping tauhid rububiyah, tauhid uluhiyah/ubudiyah. Karena firqah harakah Ahlus Sunnah wal Jama'ah itu - dalam pandangan Abdul Hakim - adalah membai'ah khalifah yang dari Quraisy untuk seluruh kaum Muslim apabila telah tegak daulah Islamiyah.

Bukti kongkrit bahwa jama'ah dakwah kontemprorer tidak mengikuti manhaj dakwah para rasul disebutkan adalah realita berakhir dengan kesia-siaan. Padahal, sesudah melakukan dakwah secara diam-diam, kemudian secara teang-terangan, namun Nabi Nuh as juga tidak berhasil (catatan kaki no.1519 dalam "AlQur:an dan Terjemahnya" dari ayat QS 71:5-9).

Dakwah para rasul aalah menghimbau, menyeru, mengajak manusia untuk mentauhidkan Allah, tunduk patuh hanya kepada Allah saja, "sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selainNya". Dakwah Tauhid ini disampaikan Nabi Ibrahim kepada penguasa Namruz dan rakyatnya, disampaikan Nabi Musa kepada pengausa Fir'aun dan rakyatnya, disampaikan nabi Muhammad kepada pemuka musyrikin Quraisy dan pengikutnya, serta kepada para penguasa di sekitar Madinah.

Sayyid Qutub (dari Ikhwanul Muslimin) dalam 'Petunjuk Jalan"nya memandang bahwa "orang Arab itu mengetahui bahwa uluhiyah (ketuhanan) itu berarti hakimiyah (penguasa) yang tertinggi. Mereka mengerti bahwa mentauhidkan ketuhanan dan menyatukan Allah itu dengan tauhid berarti melucuti kekuasaan yang dipergunakan oleh pemuka agama, ketua suku, pangeran dan penguasa, dan mengembalikan semuanya kepada Allah". Namun ini di kalangan Salafiyanisme merupakan "syubhat yang dihembuskan ke dalam tubuh kaum muslim untuk melariskan dakwah mereka". Juga kaedah "maa laa yutimma illaa bihi fa hua wajib" dinyatakan tidak mesti demikian, seperti yang diungkapkan oleh Ibnul Qaiyim dalaam "madarijus Salikin".

Di kalangan fiqih telah sepakat umat Muslimin (ijma' mu'tabar), bahwa hukum mendirikan Khilafah itu adalah "fardhu kifayah" atas semua umat Muslimin. Salafiyanisme tidak memungkiri bahwa penegakkan khilafah tersebut bagian syari'at Islam sebagai sarana dan bukan sebagai tujuan. bila individu-individu muslim kommitmen dengan syari'at Islam secara menyeluruh, niscaya daulah Islam akan terwujud (ALFURQON, Gresik, Edisi 12, Th.III, Rajab 1425, Muqadimah, Manhaj). Bila individu-individu muslim sudah kommitmen menjalankan syari'at Islam, maka sebenarnya tak perlu lagi sarana untuk menegakkan syari'at Islam itu.

Allah menyatakan "Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwah, pastilah Kami akan limpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi" (QS 77:96), dan "Sesungguhnya Allah tidak merubah keadan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka" (QS 13:11). Dari ayat-ayat tersebut bisa dipahami bahwa bila telah berupaya memperbaiki akidah (IMTAQ), maka akan memperoleh perbaikan sosial ekonomi (IPTEK) berupa berkah dari langit dan bumi. Namun dari ayat-ayat lain, 'memperbaiki akidah" itu haruslah dipahami dalam pengertian luas, termasuk di dalamnya memperbaiki sistim sosial ekonomi. Perbaikan sisitim sosial ekonomi itu dalam Qur:an antara lain berupa "Menyempurnakan takaran dan timbangan, tidak merugikan orang, tidak membuat onar" (Simak dawakh Nabi Syu'aib, antara lain dalam QS 7:85, 26:181-183).

Abu A'la alMaududi (dari Jami'at Islami Pakistan) dalam "Sejarah Pembaruan dan Pembangunan kembali Alam Pikiran Agama" mengemukakan bahwa pemerintah yang harus ditegaakkan di dalam agama Allah di dunia ini serta pengembangannya, betul-betul dituntut oleh syari'at Ilahi dan wajib diperjuangkan. Pemerintah itu bukan sebagai suatu hadiah, tanpa adanya kewajiban atau tugas yang perlu dilaksanakan. Tanpa ada kehendak pemerintah sia-sia mempergunakan teori apa saja, tidak ada artinya konstitusi halal, haram dan tassyri'. Tujuan risalah Nabi masih tetap tidak keluar dari semata-mata menegakkan pemerintahan Islam di dunia ini dan melestarikan undang-undang kehidupan manusia yang sempurna yang datang dari Allah. Para Nabi dan Rasul selalu berusaha untuk mengadakan suatu pergolakan politik pada masing-masing daerahnya, sebagian mereka ada yang hanya cukup menyediakan jalan dan persiapn yang harus dilakukan seperti Nabi Ibrahim as, dan ada pula yang langsung bertindak dengan suatu pergolakan hanya saja risalahnya berakhir sebelum egaknya pemerintahan ilahiah, eperti Nabi Isa as. Dan sebagian pula yang langsung dihadapkan kepada suatu pergerakan yang berakhir dengan kemenangan dan kesuksesan seperti nabi Musa as dan Nabi Muhammad saw. (BKS0411051000).


Apa yang harus dipikul generasi kini
(Tafaqquh atau tawaqquf)
Pada diri shabat-sahabat besar Rasulullah seperti Khalifah Rasyidin yang empat dan lainnya menyatu, mencakup sosok fakih, sosok imam, sosok mujahid. Mereka semua adalah mujahid, sekaligus mujtahid.

Dalam aktivitas berjuang, berjihad fi sabilillah (dengan harta dan nyawa) dalam ayat QS 9:122 Allah memperingatkan agar orang-orang mukmin tidak semuanya berangkat pergi ke medan perang, tetapi sebagiannya berangkat pergi tafaqquh fid din (memperdalam pengetahuan tentang agama) Untuk diajarkan kepada pasukan apabila mereka kembali nanti dari medan perang, sehingga mereka dapat memelihara diri dari kesesatan berfikir.

Setelah berlalu beberapa masa, muncullah masa spesialisasi, masa takhassus. Masing-masing sibuk dengan spesalisasinya. Tak ada lagi mujtahaid yang mujahid, dan mujahid yang mujtahid.

Para salaf shalih, para mufassir, para muhadditisn, para fuqaha sudan bersungguh-sungguh di bidang spesialisasinya, bersusah payah mempelajari, mengkaji, memahami, mendalami Kitabullah dan Sunnah Rasul, sudah menentukan mana yang wajib, sunat, mubah, makruh, haram, halal, bid’ah, khurafat, shahih, hasan, dha’if, shah, bathal, dan lain-lain.

Mereka yang telah menghasilkan, meninggalkan, mewariskan, mempusakakan kaidah-kaidah syar’iyah yang dapat digunakan, dimanfa’atkan, diterapkan, diaplikasikan untuk generasi penerusnya, untuk mengistimbatkan, menemukan hukum bagi suatu kasus baru yang belum terjadi sebelumnya.

Cara yang ditempuh ulama fikih menemukan kaidah-kaidaah ushul dapat disederhanakan demikian : Menela’ah sumber syar’i. Merumuskan kaidah-kaidaha ushul dari sumber syar’iyah. Menyusun ketentuan hukum dengan kaidah-kadah ushul. Memeriksa ketentuan hukum dengan sumber syar’iyah. Merumuskan kembali kaidah-kaidah ushul.

Cara tersebut berkembang, diterapkan pada bidang-bidang lain (politik, hukum, ekonomi, sosial, budaya, ilmu, teknik, militer, dan lain-lain) : Menela’ah syar’iyah. Merumuskan prinsip-prinsip syar’iyah di bidang disiplin tertentu. Menyusun teori atau sistim syar’iyah untuk bidang disiplin tertentu. Memeriksa sistim syar’iyah dengan sumber syar’iyah. Merumuskan kembali kaidah-kaidah umum (prinsip-prinsip syar’iyah).

Langkah metoda ilmiah : Pengumpulan daa atau informasi secara objektif, melakukan penelitian (pengumpulan informasi – penelaahan sumber). Perumusan hipotesis, yaitu suatu proporsi umum yang dapat menerangkan tingkah laku dari berbagai fakta sebagai nilai variable (perumusan hipotess – perumusan kaidah/prinsip). Prediksi atau ramalan (penyusunan teori – perekayasa sistim). Pengujian hipotesa berdasarkan data empiris (perumusan kembali hipotesa berdasarkan perbandingan antara praktek dengan teori - perumusan kaidah/prinsip kembali berdasarkan perbandingan antara fakta dan sistim).

Langkah-langkah pembuatan program algoritma meliputi : Analisis masalah. Desain model. Desail algoritma. Koreksi algoritma. Implementasi. Test program. Analisis & Kompleksitas algoritma. Dokumentasi.

Generasi kini apakah yang juga amasih harus dibebani, diberati, ditaklifi dengan tafaqquh fid din? Ataukah cukup memadai dengan tawaqquf menunggu fatwa penjelasan ahlu adzdzikri? Apakah lagi yang harus dipelajari, dikaji, dipahami, didalami; padahal semuanya sudah dilakukan oleh para salafus shaleh, para mufassir, para muhadditsin, para fuqaha. Bukankah generasi kini hanya tinggal mengamalkan, menerapkan, memprakekkan hasil usaha mereka itu semua, seperti mengaplikasikan kaidah-kaidah syar’iyah yang mereka hasilkan untuk menemukan hukum dari kasus-kasus baru?

Kasus-kasus baru yang merupakan persoalan-persoalan yang alQur:an dan asSunnah tidak menyebutkannya, seperti persoalan yang berkenaan dengan bank, kependudukan, pertelevisian, perfileman, pariwisata, protokoler, perdagangan internasional, dan lain-lain (ALMUSLIMUN, Bangil, No.210, hal 65, “Konsep-Konsep Politik Qur:ani”, oleh Abu A’la Maududi, tafsiran QS 4:59).

Ataukah generasi kini harus digiring untuk saling mengkritisi sesama Islam. Memberikan cap, label, stigma, seperti : intelektual jahil, jahil akan kaidah syar’iat, jahil akan realitas politik, ilmu dan pemikiran serta pemahaman agamanya dangkal, cetek. Ataukah harus digiring untuk bersama-sama mengkritisi musuh Islam?

Gofrey Jansen dengan bukunya “Militan Islam” menggiring umat Islam masuk ke dalam firqah westernisme (Yang hanya memanfa’atkan nama Islam demi kepentingan-kepentingan politik pribadi), atau ke dalam firqah tradisionalis (yang terjun ke gelanggang politik tanpa memahami solusi pemecahan masalah-masalah yang dihadapi oleh dunia modern), atau ke dalam firqah religious awam (yang bukan politisi profesional yang secara serius melakukan pemikiran kembali mengenai penerapan ajaran Islam dalam kehidupan bernegara modern dan secara serius pula berjuang melalui suatu organisasi, seperti Hasan alBanna, Mehdi Bazargan, Abu A’la alMaududi, Mohammad Natsir, dan lain-lain) (SUARA MASJID, No.144, 1 September 1986M, hal 3, Editorial : “Menyambut Abad Kebangkitan Dengan Membiana Ummat”).

Dalam mengkritisi sesama Islam ini, ada yang membakar kitab “Fi Zhilal alQur;an” Sayid Quthb, “Fath alBari” Ibnu Hajar alAsqalani, dan kitab-kitab Imam Nawawi, karena menurut mereka didapati adanya kesalah dalam masalah aqidah. Ada yang menuduh bahwa di dalam kitab “Fi Zhilal alQur:an” Sayid Quthb terdapat aqidah waihdatul wujud (ALMUSLIMUN, Bangil, No.293, hal 25).

Sayid Quthb dipandang telah melakukan pelecehan kepada syar’iat karena ia menjuluki Fiqh Syari’at dengan Fiqh Kertas dalam “Fi Zhilal alQur;an” 4/2006 (ALFURQON, Gresik, Edisi 10, Th III, Jumadil Awal 1425, hal 22). Syaikh Abu Ibrahim Al Adnani menulis kitab “AlQuthbiyyah Hiyal Fitnah” (Kekeliruan Pemikiran Sayid Quthb).

Dalam pandangan Sayyid Quthb, fiqih adalah ciptaan manusia yang terbit dari upaya memahami, menafsirkan dan menerapkan syar’iah di dalam suasana tertentu. Untuk menghadapi permasalahan masa kini, Sayyid Quthb cenderung mengajak kembali secara langsung kepada Syari’at Islam, kepada prinsip-prinsip yang umum dan hukumnya yang global, lalu mencari inspirasi dengan menggali dan menghayatinya untuk menemukan pemecahan cara penerapannya guna menghadapi kesulitan-kesulitan yang dihadapi kini (Sayid Quthb : “Masyarakat Islam”, 1983:38, 45).

Semuanya mengemukakan teori tentang berjuang berjihad menegakkan hukum allah di muka bumi. Ada dengan tashfiyah wa tarbiyah. Ada dengan aksi masa. Ada dengan parlementer konstitusional. Ada dengan kudeta militer. Dan lain-lain (Yusuf Qardhawi : “AlHallul-Islamy”, “Pedoman Ideologi Islam”).

Namun semuanya tak ada yang berhasil, tidak mampu memberikan manfa’at apa-apa terhadap upaya perjuangan penegakkan hukum Allah.

Ataukah semuanya tak prlu membuang-buang waktu dan tenaga untuk menegakkan hukum allah. Biarkan sajalah Allah yang menegakkan hukumNya menurut cara yang dikehendakiNya. Manusia tak perlu ikut campur terlibat. Jika Ia berkehendak (memprogram), mestilah terwujud (QS 5:48, 11:118, 16:93, 76:31, 81:29). (BKS0409101300).


Bagaimana menyikapi kecaman, celaan AlQur:an?
Penterjemah/penafsir AlQur:an Deparemen Agama RI mengemukakan bahwa orang yang tidak memutuskan perkara menurut hukum Allah ada tiga macam. Pertama orang kafir, yaituyang benci dan ingkar kepada hukum Allah (QS 5:44). Kedua, orang zhalim, yaitu yang menurutkan hawa nafsu dan merugikan orang lain (QS 5:45). Ketiga, orang fasiq (QS 5:47).

Terhadap semua yang tidak memutuskan perkara menurut hukum Allah, aakah berpredikat kafir, zhalim, atau fasiq ditanyakan AlQur:an “Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaaki, dan hukum siapakah yang legislatif dan eksekutif bih baik daripada hukum Allah bagi orang-orang yang yakin” (QS 5:50).

Dari ayat QS 5:50 dan ayat-ayat sebelumnya, apakah pelajaran yang dapat diperoleh? Di antaranya, bahwa hukum jahiliyah itu adalah yang bukan hukum Allah. Memutuskan perkara bukan dengan hukum Allah berarti mengambil hukum jahiliyah. Berhukum dengan yang bukan hukum Allah adalah berhukum kepada thagut (QS 4:60). Hukum allah itulah hukum yang terbaik. Hukum Allah itulah yang teradil (QS 95:8). Teguran, kecaman AlQur:an itu sangat keras, sangat tajam, sangat dahsyat bagi orang-orang yang yakin. Bagi yang yakin bahwa hukum Allah itu adalah hukum yang teradil. Tak ada hukum yang adil selain hukum Allah. Yang yakin sangat takut, tak berani untuk memutuskan perkara dengan bukan hukum Allah. Namun bagi yang tak yakin merasa bebas merdeka untuk memutuskan perkara dengan yang bukan hukum Allah. Untuk memutuskan perkara dengan hukum Allah diperlukan keyakinan bulat bahwa hukum Allah itulah hukum yang teradil.

Yang berpredikat kafir, zhalim, fasiq aalah objek, sasaran dakwah. Mereka ini semua harus diseru, dihimbau, dipanggil seperti seruan kepada Yahudi (Ahli Taurat) agar menetapkan hukum menurut hukum Allah (QS 3:23). Di samping dengan hikmah-bijaksana, juga dengan laiyina-lemah lembut, mereka yang berkuasa diingatkan agar berhukum dengan hukum Allah. Fir’au berkuasa secara absolut, secara sewenang-wenang, melampaui batas. Ia harus diingatkan dengan akta-kata yang lemah-lembut agar ia takut akan murka Allah (simak QS 20:43-44). Barangkali berangkat dari pemahaman QS 20:43-44 ini, Imam Hasan alBanna pada bulan Rajab 1366H mengirimkan surat kepada Raja Faruq I (Penguasa Mesir dan Sudan), kepada Musthafa Nahhas Pasya (perdana Menteri Mesir dan Sudan), kepada para raja dan amir para negara-negaraa Islam, kepada para politisi, tokoh-tokoh dan nearawan dari negaraa-negara Islam (juga kepada tokoh-tokoh agama) (Muhammad Hilmy AlManjawi : “Pidato & Surat-Surat Hasan Albanna, 1984:211-270). Sjafruddin Prawiranegara SH, pada 7 Juli 1983 menyampaikan surat kepada Soeharto (Presiden Republik Indonesia) untuk membatalkan Asas Tunggal (“Perihal :Pancasila sebagai Asas Tunggal”). Hamka menullis surat kepada Soeharto untuk membatalkan Aliran Kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.

AlQur:an sangat mengecam, mencela orang-oang zhalim, orang-orang yang menolak erhukum dengan hukum Allah (QS 24:47-50). Orang-orang mukmin, orang-orang yang prcaya, yakin bahwa hukum Allah itu adakah hukum teradil, sangat takut, sangat gentar erhadap kecaman, celaan AlQur:an. Mereka selalu siap untuk berhukum dengan hukum Allah anpa bantahan. Merekalah yang dipuji AlQur:an sebagai muflihin, orang beruntung, fa:izun, orang sukses (QS 24:51-52).

Setelah Islam tegak berdiri kokohj, datanglah perintah untuk memerangi, membunuhi orang musyrik semuanya karena mereka memerangi, membunuhi oang Islam (QS 9:36). Yahudi dan Nasrani, meskipun juga menuhankan selain Allah, namun AlQur:an tidak memberikan predikat musyrik kepda mereka, tetapi menyebut mereka dengan sebutan Ahli Kitab. Yang disebut musyrik aalah yang tak punya Kitab suci. Yang diperintah adalah memerangi fi sabilillah orang-orang yang memerangi orang Islam (QS 2:190-191). Tujuannya adalah untuk menghentikan kekacuan(fitnah), untuk mengembalikan ketertiban (QS 2:192-193, 8:39). (BKS0409121040).


Berhukum dengan Hukum Allah
Allah sangat mencela, sangat mengecam berhukum bukan dengan hukumNya. Allah sangat murka terhadap yang membuat hukum tandingan bagi hukum Allah. Padahal hukum Allah itu adalah hukum yang terbaik (QS 5:50), yang teradil (QS 95:8). Yang Ahli Taurat hendaknya menjalankan hukum taurat. Yang Ahli Injil hendaknya menjalankan hukum Injil. Yang Ahli Qur:an menjalankan hukum Qur:an (QS 5:66). Seluruhnya menjalankan hukum Allah yang diturunkan kepada mereka masing-masing.

Dalam Taurat terdapat hukum Allah. Dengan hukum Allah itulah perkara orang Yahudi diputuskan oleh para Nabi dan oleh para pemuka mereka (QS 5:44). Dalam Injil juga terdapat hukum Allah. Dengan hukum Allah itu pula hendaknya orang Nasrani memutuskan perkaranaya (QS 5:47). Juga dalam Qur:an terdapat hukum Allah. Dengan hukum allah itu pulalah orang islam harus memutuskan perkaranya. Tidak mengambil hukum selaim hukum Allah. Hukum Allah (syir’ah) serta tatacara penerapannya (minhaj) haruslah dijalankan semuanya, baik Ahli Taurat, Ahli njil, Ahli Qur:an. “Hendaklah memutuskan perkara menurut yang diturunkan Allah. Jangan mengikuti hawa nafsu siapa saja. Waspadalah terhadap yang mengikuti hawa nafsu”.

Berhukum dengan hukum Allah adalah bukti atas keimanan kepada Allah dan RasulNya. Menolak berhukum dengan hukum Allah adalah bukti atas kebohongan beriman kepada Allah dan RasulNya (S 24:48). Berhukum bukan dengan hukum Allah adalah berhukum kepada thagut (QS 4:60). Penyebab penolakan ini bisa karena adanya penyakit hati (seperti dengki, sombong), atau karena buruk sangka, khawatir bahwa Allah dan RasulNya akan berlaku sewenang-wenang (QS 24:50).

Orang Mukmin, yang percaya, yakin aakan keadilan hukum Allah, senantiasa siap berhukum dengan hukum Allah. Mereka itu adalah orang yang ta’at, patuh kepada Allah dan RasulNya, yang takut dan bertakwa kepada Allah (QS 24:51-52).

Apakah yang harus dilakukan terhadap yang membangkang kepada Allah dan RasulNya, yang menolak berhukum dengan hukum Allah? Mereka harus diseru, dihimbau, dipanggil untuk mau secara ikhlas berhukum dengan hukum Allah, seperti seruan kepada Yahudi (Ahli arat) agar menetapkan hukum menurut hukum Allah (QS 3:23). (BKS 0409121050).


Kewajiban menjalankan Hukum Allah
Barangsiapa yang tidak menghukum dengan apa yang dientukan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir (QS 5:44), yang zhalim (QS 5:45), yang fasiq (QS 5:47). Cuma saja kafir disini bukanlah mencapai kafir syirik, dan zhulum disinipun bukan mencapai zhulm syirik, dan fasiq disiniun bukan mencapai fasik syirik.

Meskipun ayat QS 5:444-47 secara lahiria, secara eksplisit redaksi tertuju kepada Ahli Kitab, bukanlah dia semataq-mata suatu kisah yang akan dibaca saja, tetapi secara batiniah, secara implisit adalah dia untuk diambil bandingan (i'tibar). Sebagai Muslim janganlah melalaikan Hukum Allah. Di awal surat sendiri (QS 5:1) peringatan yang mula-mula diberikan ialah supaya menyempurnakan segala 'uqud, yang terpenting dengan Allah.

Selama hidup, selama iman masih mengalir di seluruh pipa darah tidaklah sekali-kali boleh melepaskan cita-cita agar Hukum Allah tegak di dalam alam ini, walaupun di negeri mana pun tinggal. Moga-moga tercapai apa yang dapat dicapai. Kalau Hukum Allah belum jalan, janganlah berputus asa. Kufur, zhulm, fasiklah kalau percaya bahwa ada hukum lain yang lebih baik dari pada Hukum Allah.

Jika ditanya orang, katakanlah terus terang bahwa cita-cita Umat Islam memang agar berjalan Hukum Allah dalam negara. tak ada artinya iman, kalau tak bercita-cita seperti yang digariskan Allah dalam AlQur:an. Tegaskanlah bahwa Umat Islam memang akan memaksa yang bukan Islam untuk menuruti Hukum Islam. Sebagian dari Hukum Islam terhadapa golongan yang bukan Islam ialah agar supaya Yahudi menjalankan Hukum Taurat, agar supaya Nasranai menjalankan Hukum Injil (QS 5:66). Dibolekan membuat Undang-Undang menurut teknik pembikinannya, memakai fasal-fasal dan ayat-ayat suci, tapi dasarnya wajib Hukum Allah dari Kitab-Kitab suci, bukan hukum buatan manusia.

Apabila membicarakan Hukum allah, hendaklah menilik terlbih dahulu kepada Filsafat Hukumnya dan dari mana Sumber Hukum. dalam Islam sudah nyata bahwa Sumber Hukum ialah Allah dan Rasul, atau AlQur:an dan AsSunnah. dalam Islam manusia diberi kebebasan berijtihad, bagaimana supaya Hukum tuhan itu berjalan. Hukum yang tersebut dalam AlQur:am tidaklah banyak. Yang terkenal hanya beberapa buah saja, yaitu hukum atas gerombolan pengacau, hukum atas pencuri, dan hukum atas yqng berzina. Dan bebeapa lain terdapat dalam Sunnah (Prof Dr Hamka : "Tafsir AlAzhar", 1984, juzuk VI, hal 263-264).

Inti Akidah Tauhid
Secara teoritis Dakwah Salafiyanisme dimulai dengan mengajak kepada perbaikan akidah, menganjurkan bertauhid dan melarang kemusyrikan. dalam dakwahnya, diperoleh kesan bahwa berhukum dengan Hukum Allah bukan merupakan bagian dari inti, bukti, bentuk, wujud dari akidah tauhid. Padahal inti dari dakwah para rasul itu adalah seruan, himbauan, ajakan agar mentauhidkan Allah, tidak mensyirikkan Allah, serta mengingkari hukum thagut, hukum Jahiliyah.
(Salafiyanisme mengecam "mereka yang lebih menitik beratkan manhaj juangnya kepada jihad dan persautan ummat". Lihat : Majalah AS-SUNNAH, Surakarta, no 07/I/1414-1993, "Perpecahan Ummat" oleh Abu Fairuz).

Inti, bukti akidah tauhid adalah takwa, bersedia melaksanakan yang diperintahkan Allah dan meninggalkan yang dilarang Allah, tunduk patuh, bersedia diatur dengan aturan Allah, bersedia berhukum dengan Hukum Allah.

Penegak akidaha tauahid tak akan mengusung, membawa-bawa "kufrun duna kufrin, zhulmun duna zhulmin, fisqun duna fisqin"nya Ibnu Abbas, seandainya memang ada ucapan Ibnu Abbas demikian.

Dalam surat AlAn'am dipahami bahwa "Menetapkan Hukum itu hanyalah hak Allah" (ayat 57, simak juga QS 12:67).

Dalam surat AnNuur dipahami bahwa berhukum dengan hukum Allah itu mengindikasikan bukbi beriman (ayat 51-52).

Dalam surat AnNisaa dipahami bahwa berhukum bukan dengan hukum Allah adalah berhukum dengan hukum thagut (ayat 60). allah memerintahkan agar mengingkari hukum thagut itu. ajaran tauhid adalah mentauhidkan allah, tidak mensyirikkan allah, dan mengingkari hukum thagut itu (QS 16:36). Bahwa berhukum bukan dengan Hukum Allah mengindikasikan belum beriman (ayat 65, simak juga QS 24:47-48). Bahwa Hukum Allah itu termaktub dalam Kitabullah (ayat 105, simak juga QS 2:213, 3:23).

Dalam suat AlMaidah dipahami bahwa "barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir (yat 44), orang-orang yang zhalim (ayat 45), orang-orang yang fasiq (ayat 47). Bahwa yang berhukum bukan dengan hukum Allah adalah berhubuk dengan hukum jahiliyah (ayat 50). hukum jahiliyah aalah bukan hukum Allah. hukum Allah itu paling baik (ayat 50), paling adil (QS 95:8).

Salah satu di antara yang membatalkan keIslaman disebutkan adalah ; berkeyakinan bahwa selain hukum nabi muhammad saw itu lebih sempurna, lebih baik. yakin dan percaya bahwa sistem-sistem atau hukum dan perundang-undangan yang dibuat manusia lebih baik dari syari'at Islam.


Tauhid, Bid'ah, Ceramah
Tauhid berarti mengesakan Allah. Tak ada ayang berkuasa secara mutlak selain Allah. 'Tak ada daya dan kekuatan kecuali dengan idzin kehendak Allah". Semuanya bergerak, berproses menurut rancangan, kehendak Allah. Allah merupakan Causa Prima, Penggerak Mutlak. Hanya dengan idzin, kehendak Allah, semuanya bisa bergerak, berproses. Bila Allah sudah merancang, menghendaki, menetapkan sesuatu bergerak, berproses, maka berlangsunglah proses pergerakan itu. "Kun fa yakun". Allahlah yang menggerakkan, menggeneretkan sesuatu bergerak, berproses. Tanpa generet dari Allah, semuanya tak bisa bergerak, berproses. Yang berpaham seperti ini disebut "Jabariyah", tak termasuk ke dalam kelompok Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Sedangkan menolak paham ini berarti menolak kemutlakan kemahakuasaan Allah, meyakini ada yang berkuasa secara mutlak selain Allah. Muncullah dilematis dalam hal ini.

Bid'ah adalah segala sesuatu yang tidak diperintahkan oleh Islam. termasuk ke dalamnya adalah yang haram, yaitu yang jelas-jelas dilarang oleh Islam. Kemudian yang makruh, yaitu yang tak disukai oleh Islam. Selanjutnya yang syubhat, yaitu yang tak jelas-jelas dilarang oleh Islam. Semua bid'ah adalah dhalalah (sesat), dan semua dhalalah di neraka. "Menegakkan syari'at Islam" bisa dikategorikan termasuk ke dalam bid'ah, karena tak ada nash yang sharih (tegas) yang menyuruh, yang memerintahkannya. "Menegakkan daulah Islamiyah, khilafah Islamiyah" juga bisa dikategorikan termasuk ke dalam bid'ah. Disebutkan bahwa bila penegakkan syari'at Islam itu adalah wajib, maka tak demikian halnya dengan sarananya, yaitu pendirian daulah, yang bisa wajib, atau sunat, atau mubah, atau makruh, atau haram, tergantung pada sikonnya. Alasan untuk membenarkan pendirian ini dirujukkan pada analisa Ibnul Qaiyim dalam "Madarijus Salikin". "Ormas, parpol, pemilu, parlemen" dan yang semacam dengan itu pun termasuk ke dalam kategori bid'ah, yang tak ada sunnahnya. "Melakukan aktivitas seperti aktivitas yang dilakukan oleh orang kafir" dikategorikan juga sebagai bid'ah, karena Islam melarang "tasyabbuh". Untuk menyelamatkan diri dari label bid'ah, digunakan rumusan "pada dasarnya setiap bentuk mu'amalah atau adat itu dibolehkan", dengan merujuk pada ayat QS 2:29. rumusan (ta'rif) bid'ah di kalangan fiqih adalah seala sesuatu yang diada-adakan, yang dikarang-karang, yang tak ada acuan, rujukannya.

Ceramah, khutbah, taklim merupakan sarana untuk mendidik, membimbing, menuntun umat ke jalan takwa. Entah sejak kapan mulainya, kini pada setiap bulan Ramadhan marak ceramah agama Islam. Ada yang namanya kuliah tarwih sesudah shalat tarwih berjama'ah di masjid-masjid. Bahkan ceramah-ceramah agama yang dicapuri, dilumuri dengan sendagurau, banyolan, lawakan, kwis berhadiah, tanya jawab pada semua tayangan televisi sepanjang malam Ramadhan. Padahal tak ada ceramah, khutbah, taklim yang terkait, yang dinisbahkan pada aktivitas Ramadhan yang dilakukan Rasulullah. Ramadhan adalah waktu untuk melakukan ibadah seperti yang dilakukan oleh Rasulullah, untuk mengamalkan, menerapkan apa-apa yang diperoleh dari ceramah, khutbah, taklim sebelum Ramadhan. Islam mengajrkan pada waktu Ramadhan untuk beribadah, beri'tikaf di masjid. Bukan malah berkumpul bersama-sama artis, selebritis mengisi tayangan televisi dengan tema "Hikmah Ramadhan", yang didisain dengan campuran sendagurau, banyolan, lawakan, kwis berhadiah. Dikemukan bahwa efektifitas daya guna tayangan semacam ini luar bisa, jangkauan dakwahnya luas, merata ke seluruh nusantara, bahkan sampai ke sekitarnya. Namun Islam mengajarkan agar menggunakan Ramadhan untuk memperbanyak amal ibadah, untuk mendekatkan diri kepada Allah, bukan untuk memperbanyak tawa, bukan untuk mendekatkan diri kepada dunia. Islam mengajarkan agar sedikit tertawa dan banyak menangis, karena apa jahannam itu sangat panas (Simaklah antara lain ayat QS 9:81-82). (BKS0411100445).

Pembatasan bid'ah

Terminologi bid'ah mengacu pada mukaddimah khutbah Rasulullah. Bahwa "Sesungguhnya sebaik-baik keterangan ialah Kitabullah, dan sebaik-baik petunjuk ialah petunjuk Nabi muhammad saw. dan sejahat-jahat sesuatu, yang serba baru, tidak berasal dari agama. Dan tiap-tiap bid'ah sesat" (HR Muslim dari Jabir ra dalam 'Tarjamah Riadhus Shalihin, pasal "Larangan Tenang Segala Bid'ah dan Kelakauan Yang Baru").

Semula dalam pemahaman shahabat Rasulullah, bahwa "tiap-tiap bid'ah (yang serba baru, yang tidak berasal dari agama) sesat" adalah bersifat umum, tanpa kecuali, tanpa batasan. Para shahabat sangat khawatir, kalau-kalau jatuh terperosok ke jurang bid'ah sesat itu, meskipun mereka juga sudah mendengar dari Rasulullah, bahwa 'Kamu lebih mengetahui tenang urusan-urusan kedunianmu" (HR Muslim dari Aisyah, dalam buku "Bukan Dari Ajaran Islam" Syaikh Muhammad AlGhazali, 1982:70).

Kemudian berdasarkan tuntutan situasi (mashaalih-marsalah) maka lahirlah konsensus (ijma') memberikan batasan bid'ah yang dihasilkan dari penyatuan persamaan pandangan, pendapat yang berbeda. Sejak itulah mulailah penyempitan, pembatasan bid'ah, sehingga bersifat situsional-kasuistik. sesuatu yang semula dipandang bid'ah, bisa saja kemudian dipandang bukan bid'ah seelah dipahami secara cermat, saksama, teliti. sifatnya bukan mutlak (absolut) tapi muqaiyad (terikat, tergantung pada situasi dan ilatnya). Pemahaman terhadap bid'ah itu bisa berubah berdasarkan situasi. (Simak juga antara lain "Bid'ah-bid'ah Yang dianggap Sunnah", "Mengupas Sunnah Membedah Bid'ah", "Membedah Seluk Beluk Bid'ah", "Mengapa Anda Menolak Bid'ah Hasanah", "Manhaj Ahli Sunnah Menghadapi Ahli bid'ah", , "Bahaya Tafsiq Takfir tabdi'", dan lain-lain).

Syari'at Islam itu elastis, berkemang dan sanggup menghadapi masalah-masalah sulit yang selalu mengalami perkembangan dan pembaruan. Syari'at Islam itu kadang-kadang meluas hingga mencakup segala yang terdapat dalam kepustakaan fiqih yang nilainya masing-masing tidak sama dan berbeda menurut aliran dan pendapat ahli hukumnya, macam dan masa dan suasananya, masalah-perkara yang dibahas.

Adapun syari'at Islam dengan pengertiana sempit, ia hanya terbatas ada hukum-hukum yang tegas, yang tak dapat digugat lagi, yang berasal dari AlQur:an Alkarim dan Sunnah yang sah atau yang ditetapkan oleh Ijma'. Tak termasuk tafsiran yang diperbantahkan (khilafiyah), hukum-hukum yang terambil dari hadits-hadits yang diragukan kebenrannya, baik dari segi sanad maupun matannya (Ahmad Zaki Yamani : "Syari'at Islam Yang Abadi Menjawab tantangan Masa Kini", 1986:34-35).

Bid'ah tidaknya seorang penguasa menerima gaji atau berbisnis bersifat situasional(terikat pada keadaan). Simak juga peristiwa pengangkatan Abu bakar sebagai Khalifah (antara lain dalam "Khalifah dan Kerajaan" Abul A'la Almaududi, 1984:117-118 dari "Kanzul Amal" Alaauddin alHindi, "Kriteria Antara Sunnah dan Bid'ah" M Hasbi AshShiddieqy, 1967:73)0), kasus pembukuan AlQur:an (antara lain dalam "Pengantar Study alQur;an" Mohammad Aly AshShabuny, 1984:87-88), kasus pembukuan Hadits (antara lain dari "AlHadits sebagai sumber Hukum" Dr Musthafa AsSiba'i, 1982:168, "Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits" M Hasbi AshShiddieqy, 1953:35-36).

Di antara para ulama, fuqaha, terdapat perbedaan pemahaman tentang batasan, definisi bid'ah. Tetapi maksud dan materinya tidaklah berbeda. Seperti halnya "mengumpulkan AlQur:an dan membukukannya dalam Mushaf, mewajibkan umat islam mengikuti Mushaf Ustman saja, membukukan ilmu dan mempelajarinya dengan jalan memahamkan Kitabullah" (M Hasbi AshShiddieqy : "Kriteria Antara Sunnah dan Bid'ah, 1967:65). Ada ayang menyebutnya bid'ah, tapi bid'ah wajibah. ada yang menyebutnya bukan bid'ah, tapi mashlahat mursalah. tapi hakikatnya sama, yaaitu mendatangkan kebaikan bersama dan bukan termasuk perbuatan sesat.

Penerapan program dakwah bersama

Meskipun sumber hukum, sumber moral yang dipegang umat Islam sama-sama AlQur:an dan AsSunnah, namun dalam implementasinya, pengamalannya, penerapannya, sudut pandangnya berbeda-beda. "Masalah-masalah seperti ini (masalah khilafiyah) musti timbul, walaupun masing-masing orang yang berselisih pendapat itu kembali kepada AlQur:an dan Sunnah" (Hamka : "Masalah Khilafiyah", PANJI MASYARAKAT, No.187, Tahun ke-XVII, 15 Nopember 1975, hal 5, "Dari Hati Ke Hati", Tafisr AlAzhar", Juzuk XXVIII, hal 132-135).

Dalam Sejarah islam terkenal timbulnya golongan Khawarij, Syi'ah, Mu'tazilah, Asy'ariyah, alMaturidi dan golongan yang menamakan dirinya Ahlus Sunnah wal Jama'ah (Prof Dr Hamka : "Tafsir AlAzhar", jusuk VIII, 1984:148). "Ada sebuah realita bahwa umat islam kini dalam keadaan berpecah belah, tidak bersatu. umat Islam telah berkelompok-kelompok, bersekte-sekte, berpartai-partai, ber... ber... ber... Masing-masing kelompok, group, jama'ah, atau organisasi merasa bahwa dirinyalah yang paling benar. ... Di Indonesia ada DI/TII, HT (Hizbut Tahrir), IM (Ikhwanul Muslimin), PERSIS, NU, Muhammadiyah, dan lain-lain" (Imam Samudra : "Aku Melawan Teroris", 2004:57-57). "Ada sekoci Usamah bin Laden, sekoci Yusuf Qardhawy, sekoci Hasan atTuraby, sekoci Almaududy, dan seterusnya. Masing-masing memiliki grand strategi sendiri-sendiri. Dan tentu, "keamiran lokal" semacam itu mengandung krisis otoritas" (Editor Bambang Sukirno, idem hal 11).

Sesuai dengsan kondisi dewasa ini, maka ada Khawarij masa kini, ada Murji:ah masa kini, ada Syi'ah masa kini, ada Salafiyah masa kini, ada Mu'tazilah masa kini, ada Jabariyah masa kini, ada Qadariyah masa kini, ada Asy'ariyah masa kini, dan lain-lain. Da kini adaa sebuah Tim di Departemen Agama (Depag) dengan ketuanya Dr Siti Musdah Mulia yang membuat CLD (Counter Legal Draft) Kompilasi Hukum Islam. dalam CLD Kompilasi hukum Islam itu, perkawinan beda agama diperbolehkan, nikah tanpa wali bagi wanita yang sudah berusia 21 tahun dibolehkan, yang murtad (berpindah agama) berhak menerima warisan, dan lain-lain (Imran Nasution : "Umat Islam Sedang Diuji", Buletin Jum'at AL-MARKAZ, Islaamic Centre Bekasi, Edisi 14, tahun I/1425H, Syawal 1425H/Desember 2004).

Organisasi/Lembaga Dakwah se DKI Jakarta yang tergabung dalam FKLD (Forum Komunikasi Lembaga Dakwah), FMLDPI (Forum Musyawarah Lembaga Dakwah Pemuda Islam), KODI (Koordinasi Dakwah Islam) dalam sidang Pleno gabungan FKLD-FMLDPI DKI Jakarta 15 Juli 1999 yang dipimpin oleh H Husein Umar (dari Dewan Dakwah) sebagai Ketua dan Dra Hj Nurni Akma (dari Forsap) sebagai Sekretaris telah merumuskan 'Garis Besar Kebijaksanaan Dakwah" untuk dijalankan oleh semua Organisasi/Lembaga Dakwah.

Untuk mengambil tindakan antisipatif mencegah merebaknya aksi penyelewengan, penyimpangan, penyesatan, pendangkalan ajaran Islam, seyogianya pemuka-pemuka Islam semacam H Husen Umar dengan Dewan dakwahnya, Dra Hj Nurni Akma dengan Forsapnya proaktif secara bersama-sama mempelopori melaksanakan "Garis Besar Kebijaksanaan Dakwah" yang telah dirumuskan, antara lain dengan menerbitkan brosur-brosur yang bersifat aktual, konstektua, konseptual (sesuai dengan tuntutan sikon pada masanya).




Tasyabbuh
Kolor, pantalon, ikat pinggang, singlet, kutang, kemeja, sepatu, sandal, arloji adalah busana Eropa. Eropa itu kuffar. Pada masa Rasulullah saw yang dikenal adalah izar. Qamis ketika itu bukanlah kemeja masa kini. Khuf ketika itu bukanlah sepatu masa kini.

Kursi, meja, piring, sendok, gelas, teko, termos, mangkok adalah perabotan makan Eropa. Mobil, bis, sepeda, kereta api, kapal laut, kapal udara adalah sarana angkutan Eropa. Pada masa Rasulullah saw sarana angkutan yang dikenal adalah unta. Unta ketika itu barangkali sapi atau kerbau atau kuda beban di Indonesia kini. Fulk ketika itu bukanlah kapal laut masa kini. Peluru, pistol, senapan, rudal, roket, mortir, bom, kapal selam, pesawat pemburu adalah sarana perang Eropa. Pada masa Rasulullah yang dikenal adalah pedang, panah, tombak, kuda tempur. Umat Islam masa kini harus memiliki senjata perang yang lebih canggih, lebih menggentarkan, lebih mengerikan dari senjata perang Eropa, sehingga bersih dari tasyabbuh.

Konstruksi rumah, gedung, toilet, sekolah, madrasah, masjid, bahkan Masjid Haram, Masjid Nabawi, Masjid Aqsha dirancang dengan menggunakan sains dan teknologi Eropa. Sains dan teknologi Eropa kini adalah warisan peninggalan budaya Yunani Helenisme tempo dulu. Yunani itu adalah kuffar. Para Salafus Shaleh tak mengenal sains dan teknologi. Para muktazilah (rasionalis) memungut sains dan teknologi Yunani. Pada masa Rasulullah tak dikenal hamam seperti yang dikenal masa kini sebagai kamar mandi.

Pulpen, buku, majalah, iklan, kertas, mesin tulis, mesin cetak, kompuer adalah produk, hasil budaya, sains dan teknologi Eropa. Pada jaman Rasulullah yang dikenal adalah kerta, tapi jangan dibayangkan seperti dengan kertas masa kini. Qalam ketika itu bukanlah pulpen masa kini. Kitab ketika itu bukanlah buku masa kini, tetapi berarti ketetapan, keputusan. Qur:an ketika itu bukanlah berupa buku, tapi tertulis pada berbagai benda-benda keras seperti batu, kayu, tulang yang berserakan.

Inti syar’I dari larangan tasyabbuh dapat disimak dalam ayat QS 8:60, yaitu agar umat Islam dalam segala hal berpenampilan yang dapat menggentarkan musuh Allah dan musuh umat Islam. Berbusana, berkendaraan, berpolitik, berekonomi, berbudaya, bermiliter, berteknologi yang dapat menggentarkan musuh. Membuat musuh dalam segala hal ciut, kecut, ngeper menghadapai umat Islam. Mendesak musuh ke pinggir dalam politik, ekonomi, budaya, militer, teknologi.

Inti syar’I dari larangan tasyabbuh itu lebih pada sikap mental. Sikap mental kuffar dapat disimak antara lain dalam ayat QS 45:23-25, yaitu materialis. Sedangkan sikap mental umat Islam dapat disimak antara lain dalam ayat QS 28:76-77, yaitu memiliki kepekaaan spiritual dan kepekaan sosial. (BKS0410111945).


Muktazilah masa kini
AlImam Abul Hasan AlAsy'ari berlepas diri dari Kaum Asy'ariyin (Abul Hakim bin Amir Abdat : "Risalah Bid'ah, 2001:115). "Saya bukan Marxis" kata Karl Marx (Muhammad Hatta : "Ajaran Marx", 1975:7).

Abul Hasan AlAsy'ari (260-324H) adalah perumus dan pembela faham Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Salah satu kitab karangannya adalah "ArRaaddu 'alal Ibnu Rawandi", Menolak faham Ibnu Rawandi. Ibnu Rawandi adalah orang Muktazilah (KH Siradjuddin Abbas : "Thabaqat AsySyafi'iyah", 1975:94).

Ibnu Rawandi berkata , "Kalau apa yang dibawa oleh para nabi mendukung akal, maka kita tidak memerlukannya, karena kita telah memiliki akal, tapi kalau bertentangan maka lebih-lebih tidak memerlukannya".

Ibnu Rawandi menilai bahwa :shalat, mendi junub, melontar jumrah, dan thawaf, semuanya tidak sejalan dengan akal. Orang Arab - katanya _ dapat menyusun semacam "AlQur:an" (M Quraish Shihab : "Mukjizat AlQur:an", 1997:268-269).

Golongan Muktazilah ("Rasionalisme") terpecah-pecah sampai tidak kurang dari 20 golongan madzhhab. Perselisihan kecil bias menimbulkan golongan madzhab baru. Semuanya dihadapi dan diantang oleh golongan madzhab "Ahli Sunnah" (M Natsir : "Rationalisme dalam Islam dan Reactie atasnya", ALMANAR).

Ulil Abshar Abdallah dengan "jaringan Islam Liberal menganggap bahwa misi Islam yang penting sekarang adalah bagaimana menegakkan keadilan di muka bumi, terutama di bidang politik dan ekonomi (juga di bidang budaya), bukan menegakkan jilbab, mengurung perempuan kembali, memelihara jenggot, memendekkan ujung celana, dan tetek bengek masalah yang menurutnya amat bersifat furu'iyah (KOMPAS, Senin, 18 November 2002). Namun tak jelas bagaimana "keadilan versi Ulil".


De-Islamisasi
From: asrir sutan
Subject : Re De-Islamisasi
Deislamisasi
Deislamisasi adalah aktivitas yang bertujuan dan berupaya untuk menggeser, menggusur, meminggirkan, menyingkirkan, memasung, mencabut Syari’at Islam dari mu’amalah (sosial, kultural, ekonomi, hukum, politik, militer, dll).
Deislamisasi dilakukan terprogram secara sistimatis, terencana, terarah, berkesinambungan.
Diislamisasi dilakukan oleh yang bukan Muslim, dan juga oleh yang mengaku Muslim, bahkan oleh pakar Islam sendiri yang paham akan Kitab Kuning.
Yang bukan Muslim berupaya merusak kepercayaan akan Tauhid, merusak kepercayaan akan Rasul Alla at bangsa biadab. Islam dicap terkebelakang, kolot, anti kemajuan.
Islam dipandang sebagai agama para penghasut, pengikut fanatik. Umat Islam dipandang sebagai orang yang bersedia mati dengan cara kekerasan (teroris), orang-orang bodoh yang secara buas siap menyerbu kemedan peang untuk mendapatkan rampasan perang kalau hidup, ataau mendapatkan surga kalau mati (Orientalis Washington Irving, dalam Muhammad Husain Haekal : "Sejarah Hidup Muhammad", 1984:693, Prof Dr Hamka : "Tafsir Al-Azhar", juzuk VIII, hal 97, juzuk XX, hal 28).
Yang mengaku Muslim berperan aktif menyebarkan isu bahwa Islam itu hanya cocok bagi masyarakat seragam (homogen), tak cocok bagi masyarakat beragam (heterogen). Untuk masyarakat majemuk (heterogen) "harus dicarikan acuan lain yang bisa dipakai bersama dalam komunitas yang pluralistik".
Dengan memanipulasi dalil-dalil syar’I, yang mengaku Muslim sendiri juga turut berperan aktif mengebiri, melumpuhkan, memenggal, mengikis Islam, berupaya mereduksi makna Islam sedemikian rupa.
Dengan memanipulasi makna ayat QS 3:3, yang mengaku Muslim menyebarkan isu bahwa "yang telah beragama jangan didakwahi masuk Islam". "Jangan didakwahkan Islam itu sebagai acuan tunggal (alternatif). Bahwa "Islam itu urusan pribadi, soal nilai". Pemerintah taka berhak memaksa rakyat melaksanakan Syari’at Islam. Aktivitas politik haruslah dipisahkan dari Islam. Padahal Islam itu merupakan satu kesatuan IPOLEKSOSBUDMIL, seperti diungkapkan Sayyid Quthub bahwa "banyak ayat alQur:an yang menggambarkan janji-janji Allah di dunia ini dalam kaitannya dengan komunitas (society, masyarakat) dan bukan individu (perorangan pribadi). "Untuk bisa turunnya berkah dari Allah, seperti yang dijanjikanNya, harus terwujud ketakwaan komunal (jama’ah)", kata Abdul Haris Lc (Majalah UMMI, No.10/IX, 1998, hal 28).
Yang mengaku Muslim aktif menyebar isu bahwa hak individu tidak boleh diintervensi, diatur oleh siapa pun, termasuk oleh Islam sendiri. "Tak ada paksaan dalam Islam". Jangan teraapkan Islam itu secara formal. Jangan formalisasikan ketentuan Syari’at Islam sebagai hukum positif ke dalam peraturan perundangan negara.
Dengan memanipulasi makna keadilan, yang mengaku Muslim menyebarkan isu bahwa "setiap upaya untuk memformalkan ajaran Islam ke dalam peraturan perundang-undangan akan bersifat diskriminatif (zhalim, aniaya, tidak adil) terhadap kelompok yang lain".
Yang mengaku Muslim berupaya menyear isu, bahwa alQur:an tidak pernah secara spesifik berb icara tentang negara Islam (Islamic State), karena itu ide (gagsan tentang negara Islam) tidak ada dan harus tidak ada, karena akan menimbulkan perpecahan bangsa, distabilitas dan disintegrasi nasional. (Siapa yang sebenarnya memecah persatuan antara Timor Barat dan Timor Timur, antara Papua Barat dan Papua Timur, antara Borneo Selatan dan Borneo Utara, antara Korea Selatan dan Korea Utara, antara Yaman Selatan dan Yaman Utara, antara Jerman Barat dan Jerman Timur, dan lain-lain ?)
Yang mengaku Muslim berupaya aktif menyebarkan isu agar tidak melegalisasikan ajaran Islam ke dalam perundang-undangan. "Tak ada ketentuan Fiqih yang mengharuskan negara diatur oleh Islam". Akhirnya Islam diatur oleh negara. Dan paling akhir, Islam tinggal hanya sekedar nama. Taka da mu’amalah, tak ada ‘ubudiyah, tak ada ‘aqidah.
Dengan memanipulasi makna keadilan, yang mengaku Muslim menyebarkan isu bahwa lembaga pendidikan Madrasah, IAIN, Peradilan Agama, RUU Zakat bersifat diskriminatif (zhalim, aniaya, tidak adil). Karenanya haruslah ditolak,
Elite politik Muslim yang mendukung Fraksi Islam paling banyak seperlima, yaitu dari kalangan Muslim di PPP, PBB, PK, PNU, PSII, P. Sedangkan elite politik yang menantang Fraksi Islam paling sedikit empat perlima, yaitu dari kalangan Muslim di PDI-P, Golkar, PAN, PKB, PKP, PDKP, PDR, IKKI, PP, PNI.
Yang mengaku Muslim turut meredusir, menurunkan pengertian jihad dari pengertian istilah (kontekstuaal, keagamaan) menjadi pengertian lughawi (tekstual, grammatikal, leksikal, kebahasaan), yang hanya berarti bekerja keras atau berjuang. Juga pengertian ukhuwah diturunkan dari ukhuwah Islamiyah menjadi ukhuwah syhu’ubiyah/wathaniyah.
Yang mengaku Muslim turut aktif menyerukan agar prinsip-prinsip Islam harus diselaraskan, disesuaikan, diakomodasikan dengan dunia modern (modernisme). Pengundangan sanksi moral oleh negara haruslah ditolak.
Yang mengaku Muslim juga menuding, mencap Islam sekretarian, primodial, ekstrim, fundamentalisme. Umat Islam dituding berpikiran picik, sempit, sontok, sektoral, parsial.
Yang mengaku Muslim sendiri menyerukan bahwa umat Islam haruslah berpikiran luas dalam skala besar, menjangkau kepentingan nasional, tidak berpikiran sempit, hanya mementingkan kepentingan Islam.
Jebakan deislamisasi : Yang ya’lu, yang unggul adalah Nasionalisme, bukan Islam. Haruslah berpikir nasionalis, jangan Islami.
Yang mengaku Muslim juga melakukan sinkretisasi, mencampurkan yang bukan Islam ke dalam Islam (talbisul haq bil bathil). Tokoh-tokoh masa kini yang dijadikan rujukandan acuan dalam sinkretisasi antara lain Ir Mahmud Muhammad Thaha, Abdullah Naim (keduanya tokoh pluralis Sudan yang menentang keras islamisasi pemerintahan). Hasan Hanafi (tokoh kiri Mesir yang menyatakan bahwa hakikat agama itu tidak ada), Muhammad Imarah, Rifa’at Thahthawi dan lain-lain tokoh sekular yang menyandang predikat Islam (Islam di permukaan, ‘ala harfin, tak lebih dari tenggorokan). Rifa’ah Thahthawi dikirim untuk belajar di Perancis. Di sana ia tinggal selama lima tahun (1826-1831). Sarjana lain yang tugas belajar di Perancis ialah Khairuddin alTunisia. Di Perancis ia menghabiskan waktu empat tahun (1852-1856). Setelah kembali keduanaya menyebarkan ide-ide untuk menata masyarakat dengan dasar sekularisme rasional (WAMY : "Gerakan Pemikiran dan Keagamaan", hal 26).
Pernah Rasulullah didatangi seseorang yang cekung matanya, menonjol tulang pipinya dan nonong dahinya, lebat jenggotnya, botak kepalanya. Orang itu berkata : "Hai Muhammad, bertakwalah kepada Allah" (Berlaku adillah dalam pembagian ghanimah). Rasulullah menjawab : "Siapakah yang ta’at kepada Allah, jika aku maksiat (tidak berlaku adil). Apakah kalian tidak percaya padaku, sedang Allah telah mempercayai aku terhadap penduduk bumi ?". Setelah oang itu pergi Rasulullah berkata : "Sesungguhnya akan keluar dari turunan orang itu orang-orang yang pandai (lancar) membaca Kitab Allah (alQur:an), tetapi tidak lebih dari tenggorokannya, mereka terlepas (keluar) dari agama (Islam), bagaikan anak panah terlepas dari busurnya (ketika dilepaskan), mereka akan membunuh orang-orang Islam dan membiarkan orang-orang kafir" (deislamisasi) (Muhammad Fuad ‘Abdul Baqi : "AlLukluk walMarjan", hadits no.639-642, HR Bukhari, Muslim dari Abi Sa’id alKhudri, tentang "Orang-orang Khawarij dan sifat mereka".
Orang-orang Timur membasmi musuh dengan memenggal kepalanya. Tetapi Barat dan pendukungnya hanya dengan merobah hati dan tabi’atnya (Abul Hasan Ali alHusni anNadwi : "Pertarungan antara Alam Fikiran Islam dengan Alam Fikiran Barat", 1983:162).

(1)
--- asrir sutan wrote:
Deislamisasi

Deislamisasi adalah aktivitas yang bertujuan dan
berupaya untuk menggeser, menggusur, meminggirkan,
menyingkirkan, memasung, mencabut Syari’at Islam
dari
mu’amalah (sosial, kultural, ekonomi, hukum,
politik,
militer, dll).

Deislamisasi dilakukan terprogram secara
sistimatis,
terencana, terarah, berkesinambungan.

Diislamisasi dilakukan oleh yang bukan Muslim, dan
juga oleh yang mengaku Muslim, bahkan oleh pakar
Islam
sendiri yang paham akan Kitab Kuning.

Yang bukan Muslim berupaya merusak kepercayaan akan
Tauhid, merusak kepercayaan akan Rasul Allah,
mencaci-maki, menjelek-jelekkan Islam dan umat
Islam.
Berupaya merusak kepercayaan akan Kitab Allah.
Berupaya merusak kepercayaan akan Takdir Allah,
merusak kepercayaan akan hari pembalasan.

Yang bukan Muslim berupaya menyebar isu neatif,
menjelekkan dan menghina serta merendahkan Islam,
Qur:an dan Nabi Muhammad.

Islam digambarkan sebagai agama orang primitif,
barbar, sadis, bengis, beringas, sangar, seram,
brutal, haus darah, penumpah darah, kejam, jorok,
dekil, kumal, yang cocok buat bangsa biadab. Islam
dicap terkebelakang, kolot, anti kemajuan.

Islam dipandang sebagai agama para penghasut,
pengikut fanatik. Umat Islam dipandang sebagai orang
yang bersedia mati dengan cara kekerasan (teroris),
orang-orang bodoh yang secara buas siap menyerbu
kemedan peang untuk mendapatkan rampasan perang
kalau
hidup, ataau mendapatkan surga kalau mati
(Orientalis
Washington Irving, dalam Muhammad Husain Haekal :
“Sejarah Hidup Muhammad”, 1984:693, Prof Dr Hamka :
“Tafsir Al-Azhar”, juzuk VIII, hal 97, juzuk XX, hal
28).

Yang mengaku Muslim berperan aktif menyebarkan isu
bahwa Islam itu hanya cocok bagi masyarakat seragam
(homogen), tak cocok bagi masyarakat beragam
(heterogen). Untuk masyarakat majemuk (heterogen)
“harus dicarikan acuan lain yang bisa dipakai
bersama
dalam komunitas yang pluralistik”.

Dengan memanipulasi dalil-dalil syar’I, yang
mengaku
Muslim sendiri juga turut berperan aktif mengebiri,
melumpuhkan, memenggal, mengikis Islam, berupaya
mereduksi makna Islam sedemikian rupa.

Dengan memanipulasi makna ayat QS 3:3, yang mengaku
Muslim menyebarkan isu bahwa “yang telah beragama
jangan didakwahi masuk Islam”. “Jangan didakwahkan
Islam itu sebagai acuan tunggal (alternatif). Bahwa
“Islam itu urusan pribadi, soal nilai”. Pemerintah
taka berhak memaksa rakyat melaksanakan Syari’at
Islam. Aktivitas politik haruslah dipisahkan dari
Islam. Padahal Islam itu merupakan satu kesatuan
IPOLEKSOSBUDMIL, seperti diungkapkan Sayyid Quthub
bahwa ak boleh diintervensi, diatur oleh siapa
pun, termasuk oleh Islam sendiri. “Tak ada paksaan
dalam Islam”. Jangan teraapkan Islam itu secara
formal. Jangan formalisasikan ketentuan Syari’at
Islam
sebagai hukum positif ke dalam peraturan perundangan
negara.

Dengan memanipulasi makna keadilan, yang mengaku
Muslim menyebarkan isu bahwa “setiap upaya untuk
memformalkan ajaran Islam ke dalam peraturan
, grammatikal, leksikal, kebahasaan), yang
hanya berarti bekerja keras atau berjuang. Juga
pengertian ukhuwah diturunkan dari ukhuwah Islamiyah
menjadi ukhuwah syhu’ubiyah/wathaniyah.

Yang mengaku Muslim turut aktif menyerukan agar
prinsip-prinsip Islam harus diselaraskan,
disesuaikan,
diakomodasikan dengan dunia modern (modernisme).
Pengundangan sanksi moral oleh negara haruslah
ditolak.

Yang mengaku Muslim juga menuding, mencap Islam
sekretarian, primodial, ekstrim, fundamentalisme.
Umat
Islam dituding berpikiran picik, sempit, sontok,
sektoral, parsial.

Yang mengaku Muslim sendiri menyerukan bahwa umat
Islam haruslah berpikiran luas dalam skala besar,
menjangkau kepentingan nasional, tidak berpikiran
sempit, hanya mementingkan kepentingan Islam.

Jebakan deislamisasi : Yang ya’lu, yang unggul
adalah
Nasionalisme, bukan Isl agama itu tidak ada),
Muhammad Imarah, Rifa’at Thahthawi dan lain-lain
tokoh
sekular yang menyandang predikat Islam (Islam di
permukaan, ‘ala harfin, tak lebih dari tenggorokan).
Rifa’ah Thahthawi dikirim untuk belajar di Perancis.
Di sana ia tinggal selama lima tahun (1826-1831).
Sarjana lain yang tugas belajar di Perancis ialah
Khairuddin alTunisia. Di Perancis ia menghabiskan
waktu empat tahun (1852-1856). Setelah kembali
ke

=== message truncated ===

(2)
Date: Tue, 7 Jan 2003 22:58:48 -0800 (PST)
From: "Musa Arsyad"

Bung Asrir,

Tulisan Anda bagus sekali. Secara keseluruhan saya
tidak melihat ada masalah dengan data-data dan
rentetan dalil yang Anda tulis. Masalahnya mungkin
lebih pada cara Anda menerjemahkan data dan semua
dalil itu. Kalau saja Anda mau mencoba sudut pandang
lain, maka Islam sebagaimana yang menelan sayur
dan telor mentah plus sesendok minyak goreng, dan
mengocoknya di mulut hanya dengan mengandalkan air
liur), sampai ia mengalami proses olahan oleh para
pembacanya. Kitab suci diharapkan menjadi matang
setelah dimasak di kepala para pemeluknya. Sebagai
media yang memasakkan, kepala dengan sendirinya harus
diisi dengan berbagai piranti yang membantu proses
pemasakan. Piranti itu tidak jauh-jauh dari kemampuan
manusiawi saja, yang oleh Yang Maha Baik makanan yang dikerumuni lalat). Islam yang
bau-lemah-membusuk ini, apa boleh buat, terpaksa
diisolir dan dionggokkan ke tepi. Maka menjelmalah apa
yang oleh Bung Asrir disebut sebagai deislamisasi.
Deislamisasi adalah proses penyingkiran Islam, karena
berbahaya bagi keselamatan dan kesehatan manusia.

Islam terinjak-injak itu tidak lain adalah Islam
prematur yang tersajikan karena proses pemasakan yang
tidak selesai, atau dimasak tanpa piranti yang
memadai. Tapi sekali lagi, ini sama sekali bukan
persoalan Islam atau bahan mentahnya, ini adalah
persoalan para koki yang tidak pandai mengolah
masakan. Tidak ada yang salah dan tidak pernah ada
masalah -- karena memang kebutuhan dasar -- dengan
bahan-bahan mentah (Anda boleh mengiyakan atau
menidakkan pernyataan ini). Tapi bagaimana halnya
dengan hasil olahan yang kurang matang?

Ya nggak Bung Sahrir, mana ada orang mau makan barang
basi.
From: asrir sutan
Sumber Syari’at Islam Di Mata Pengamat
Di antara kalangan Jaringan Islam Liberal memandang Sumber Syari’at Islam bagaikan bahan mentah hidangan yang masih harus diproses, diolah lebih dahulu agar dapat disantap, dirasa, dinikmati. Menurutnya segala sesuatu yang datang dari alQur:an dan Sunnah harus ditimbang dulu sebelum diterima. "Sami’na wa fakkarna, baru wa atha’na" (kami dengar, kami pikirkan baru kami ta’ati) (SABILI, No.25.Th.IX, 13 Juni 2002, hal 82).
Di antara kalangan Ikhwanul Muslimin (Sayid Quthub) memandang Sumber Syari’at Islam bagaikan komando, instruksi, perintah yang harus siap, segera dilaksanakan, diamalkan, bukan untuk dirasakan, dinikmati. Segala sesuatu yang diminta Qur:an haruslah siap, seera diamalkan, dilaksanakan, ditunaikan dalam sistim hidup sosial, politik, ekonomi, kultural, hukum, militer, dan lain-lain (Sayid Quthub : "Petunjuk Jalan", terjemahan A Rahman Zainuddin MA, tertian alMa’arif, Bandung, hal 18).
Di antara kalangan Islam Literal memandang Sumber Syari’at Islam bagaikan buku petunjuk (guide book, guideline, operation manual) yang harus diikuti tanpa membahas, mempersoalkan, mempermasalahkan, memperdebatkan, mendiskusikan isinya. "Kitab alQur:an ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertaqwa" (QS 2:2). "Ikutilah apa yang telah diwahyukan kepadamu dari Tuhanmu. Tidak ada Tuhan selain Dia. Dan berpalinglah dari orang-orang musyrik" (QS 6:106).
AlQur:an sebagai Sumber Syari’at Islam menjelaskan, bahwa dalam menghadapi alQur:an terdapat tiga kelompok orang. Pertama, kelompok Mukmin, yang menerima alQur:an sebagaia petunjuk secara utuh tanpa debat, antah, sanggah. Sikapnya "sami’na wa atha’na". Ia mengakui bahwa alQur:an itu adalah kebenaran (haq), serta mengikuti petunjukNya (QS 2:121). Kedua, kelompok kafir, yang sama sekali menolak alQur:an sebagai petunjuk. Ketiga, kelompok munafik, yang bersikap "sami’na wa ‘shaina" (kami dengar, tapi tak kami ikuti) (Depag RI : "AlQur:an Dan Terjemahnya", 1984/1985:8-11, Terjemah QS 2:1-20).
"Perumpamaan orang mukmin yang membaca alQur:an dan mengamalkan isinya, bagaikan buah jeruk manis, rasanya enak dan baunya harum. Sedangkan perumpamaan orang munafik yang membaca alQur;an, bagaikan minyak wangi, baunya harum tetapi rasanya pahit" (Dari HSR Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Abu Daud, Nasai, Ibnu Majah, Darimi, Ahmad dari Abu Musa alAsy’ari, dalam Ali Mustafa Yaqub : "Nasihat Nabi kepada Pembaca dan Penghapal Qur:an", 1991:20).
Hubungan antara Sumber Syari’at Islam dengan Syari’at Islam itu dipandang agaikan hubungan antara poros, sumber lingkaran dengan lingkarannya. Sumber Syari’at Islam sebagai poros, sumber, pusat bersifat tetap, tidak berubah, tidak berkembang. Sedangkan Syari’at Islam berubah, berkembang, berputar, beredar sepanjang lingkaran edarnya.
Dalam menyikapi alQur:an sebagai Sumber Syari’at Islam, umat Islam secara garis besar terbelah dua. Pertama, kelompok yang menerima (muthi:in, literal, tekstual, orthodox, formal, tradisional), Kedua, yang menolak (aba:an, liberal, konstektual, deformal, sinkeretis, rasional) (H Rosihan Anwar : "Santri Dan Abangan", GELANGGANG, No.1 Desember 1966).

(3)
From: Agung Dharmawan (PDD)
Sent: Monday, January 06, 2003 1:24 PM

From: asrir sutan [SMTP:asrirs@yahoo.com]

AS--------
Orang-orang Timur membasmi musuh dengan memenggal
kepalanya. Tetapi Barat dan pendukungnya hanya dengan
merobah hati dan tabi'atnya (Abul Hasan Ali alHusni
anNadwi : "Pertarungan antara Alam Fikiran Islam
dengan Alam Fikiran Barat", 1983:162).
[Agung Dharmawan (PDD)]
-----------------------------------------
Disinilah letak keunggulan pemikiran Barat. Sebisa mungkin
menghindari
bentrok fisik untuk menaklukan Musuh.
Kita nggak usah malu untuk Belajar ber "Strategy", belajar ber
"Diplomasi", dan lebih folus lagi...menguasai teknik-teknik
menaklukan
musuh (Barat ??) dengan merobah hati mereka untuk condong kepada
Islam.....

salam
/ad


From: "Agung Dharmawan (PDD)"
Sent: Tuesday, January 07, 2003 8:21 PM
Subject: RE: Deislamisasi

Jangan lama-lama di sana....
nanti Yahudi-yahudinya keenakan mengeruk pajak orang Indonesia
(muslim).
(eh...emangnya ikhwan ini berada dimana sech...??)

(4)
From: "Mohamed Nepolian Ghozali (PDD)"
Date: Mon, 6 Jan 2003 14:03:13 +0400

Muhamad N. Ghozali
Sebenarnya semua manusia fitrahnya adalah islam (berserah diri) sejak
pertama kali ruh ditiupkan, karena factor orang tua, lingkungan dan
pendidikan yang membuat mereka menjadi beragama lain atau tidak
beragama
(1 milyar penduduk Cina). Mereka (Barat) kayaknya berstrategy untuk
mengalahkan Islam?, tapi yang yang mereka dapatkan adalah jasad
berlabel
islam, karena sudah jelas diatur dalam Al Qur'an dan Hadist bahwa
mulai
dari tarikan nafas sampai pemilihan presiden ada aturannya dalam
islam.
Akan tetapi aplikasi adalah tergantung keimanan masing2, dan sang
eksekutor tetaplah Allah SWT. Tidak ada jaminan apabila suatu negara
yg
berundang2kan Al Qur'an dan Hadist maka semua penduduk yang beriman
akan
lansung ke Al'Jannah, karena semua keputusan adalah karena belas
kasihan
Allah SWT

From: Mohamed Nepolian Ghozali (PDD)
Sent: Tuesday, January 07, 2003 1:18 PM

Hallo Ikhwan Achmad, bagaimana kabarnya disana apa masih bertahan di
tengah masyarakat disana,
Wass. Wr. Wb.

(5)
From: achmad ardiansyah [mailto:achmad@alabama.usa.com]
Sent: Tuesday, January 07, 2003 11:32 AM

Kalau sudah demikian mengetahui bahwa seluruh aktivitas kehidupan
harus
tunduk pada aturan Allah SWT, maka mestinya semua yang mengaku muslim
dan
mukmin tunduk dan patuh untuk menjalankan semua perintahnya dan
menjauhi
larangannya, sehingga secara jama'i sekaligus sbg fardhu 'ain bagi
masing-masing individu untuk li i'laikalimatillah (menjunjung kalimat
Allah SWT), apapun fungsi dan tugas masing-masing individu yang
terpenting
ketaqwaannya.
Banyak di Indonesia ini yang Doktor, Prof dll hanya menjual murah
ideologinya untuk kepentingan orang Barat (Yahudi).

(6)
Date: Tue, 07 Jan 2003 20:43:05 +1100
From: "Luthfi Assyaukanie"

Please, jangan reply all, saya kebagian sampahnya nih.

Luthfi

(7)
Date: 7 Jan 2003
From : “miriam abdullah”

comment:
Deislamisasi adalah umat yang mengaku murni Islam
tetapi menebar kebencian, atas nama Syariat Islam,
terhadap semua orang baik Muslim dan non muslim.
Deislamisasi adalah orang Islam yang melepaskan
substansi Islam demi memperjuangkan topeng Islam
padahal dibalik itu aalah nafsu pada kekuasaan dan
haus darah. Stopppppp!!! ngirim email kebencian itu
kepada saya hai munafik dan barbar.

Miriam Abdullah
From: asrir sutan
Manusia Munafik
Ada pendapat dari kalangan ulama, bahwa orang-orang munafik pada masa dahulu sama dengan orang-orang sekuler (‘ilmaniyun) sekarang. ‘Ilmaniyun dengan paham sekularismenya - yang berupaya memisahkan dunia dengan agama - senantiasa berusaha untuk mempersempit gerak dan aktivitas keIslaman. Padahal, ajaran Islam itu syamil dan kaffah, universal dan komprehensif (simak QS 2:208).
Manusia munafiq, bahasa dan ungkapan-ungkapannya bernada Islam. Penampilannya pun mengindikasikannya Islam. Namun usahanya melemahkan perjuangan Islam. Menghalangi segala gerak-gerik, program dan aktivitas yang berorientasikan Islam. Mereka adalah prototipe "musuh dalam selimut".
Barangsiapa yang perilaku, sikap, ideologi dan cara berpikirnya menyerupai manusia munafiq, maka ia sebenarnya pun termasuk manusia munafiq. Sabda Rasulullah "Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk golongan mereka".
Manusia munafiq menolak berhukum kepada Allah dan RasulNya. Bahkan senantiasa menghalangi seluruh program yang menuju ke arah itu (simak A’aidl Abdullah alQarni : "30 Tanda-Tanda Orang Munafiq", 1993