Milis bincang-bincang Masyarakat Adil Makmur Situs Koleksi Informasi Serbaneka

Friday, July 29, 2011

मेमुस्नाह्कन teroris

catatan serbaneka asrir pasir

Memusnahkan teroris

Mereka yang dicap teroris (menurut terminologi Amerika Serikat dan sekutunya masa kini) haruslah dijinakkan, dikendalikan, dikandangkan, dimasukkan ke dalam sangkar. Demikian suara-suara nyaring terdengar dalam membasmi, menumpas, memusnahkan teroris saat ini. Ide, gagasan ini mengacu kepada konsep, metode yang dilakukan oleh Ali Murtopo dada era Orde Baru dengan Komji (Komando Jihad) hasil rekayasanya untuk mengandangkan orang-orang NII dan IJ agar berada dibawah kendali.

Dalam bahasa kini disebutkan bahwa untuk mengantisipasi teroris, dengan melakukan deradikalisasi terorisme secara holistik (menyeluruh) inter-disiplin (lintas sektoral). Maksudnya menjinakkan, mengandangkan, menempatkan mereka itu di bawah kendali seperti yang pernah dilakukan oleh Ali Murtopo dengan mengenyangkan perut mereka (terpenuhinya sosial ekonominya). Kuncinya setiap orang akan bisa ditundukkan dengan tripel ta (harta, tahta, wanita). Snouck Hurgronje mengajarkan agar Islam Politik/Militan dimusnahkan dengan menjinakkannya, menempatkannya dibawah kendali, sehingga mereka tak bisa berbuat macam-macam. Sedangkan Islam Ibadah/Seremoni sebisa mungkin didukung/dibantu.

Tangan kanan Ali Moertopo di Opsus antara lan Pitut Soeharto. Kolonel Pitut Soeharto ditugasi Ali Moertopo menggarap bidang penggalangan politik Islam, seperti menggarap PPP, NU, bekas anggota DI/TII (Simak Al-Chaidar : “Pengantar Pemikiran Politik Proklamator NII SM Kartosoewirjo”, Darul Falah, Jakarta, 1999, hal 222, catatan kaki no.5). Hapir masing-masing individu mantan tokoh DI diberi modal cukup oleh Pitut Suharto, sehingga hidupnya menjadi makmur secarra ekonomi (Simak Desastian [Adhes Satria Sugestian ?) : “Politik Belah Bambu Kaum Hipokrit : Dari Komando Jihad, LDII hingga NII”, SUARA MUSLIM, DDII, Bekasi, Edisi 33-Th.2011M/1432H, hal 20-21).

Abdul Gaffar (Prof Dr Christian Snouck Hurgronye, 1857-1936) mengemukakan agar pemerintah Kolonial Hndia Belanda untuk :
- Melarang percobaan-percobaan oleh Islam untuk mengembangkan suatu basis politik yang kuasa.
- Menggalakkan aktivitas-aktivitas keagamaan Islam.
- Membatasi setiap kemungkinan masuknya orang atau ajran yang mungkin membangkitkan semangat juang.
- Memberikan keleluasaan kepada orang Islam, sedemikian rupa, terhadap hal-hal yang bersangkutan dengan urusan ibadat, kalau perlu ikut memberikan dorongan yang cukup berarti.
- Mengontrol semua kegiatan orang Islam, khususnya yang mengarah kepada politik praktis.
- Mendukung unsur-unsur yang hidup dalam masyarakat, seperti mereka yang kurang fanatik Islam, para ketua-ktua adat, dan orang-orang yang termasuk dalam golongan priyai elite. (Simak antara lain PANJI MASYARAKAT, No.223, 15 Mei 1977, hal 19, 21; No.528, hal 72).

(written by sicumpaz@gmail.com at BKS1107191015)

Labels:

स्यारी'अत इस्लाम मेंसिप्ताकन उमट unggulan

catatan serbaneka asrir pasir

Syari’at menciptakan umat unggulan

Syari’at Islam membimbing, menuntun, memandu manusia menjadi umat unggulan.Umat unggulan adalah umat takwa, umat yang berkwalitas, yang dinamis, yang aktif, yang kreatif, yang sukses, yang berhasil, yang beruntung, yang tak merugi, yaitu yang melakukan amal hasanaat, amal shalihaat, tidaak melakukan amal saiyaat, tidak membuat onar dan makar, tidak berlaku ngkoh, pongah, sombong. Gemar akan amal positip, geram akan amal negatip. Berlomba-lomba berbuat kebaikan (amal shaleh, ihsan, khair, biir, makruf). Mendorong orang juga aktif melakukan kebaikan. Baik tidaknya amal perbuatan mengacu pada tuntuna Allah dan RasulNya, dan bukan semata-mata mengacu pada pikiran, pendapat, anggapan seniri. Unggul dalam segala bidang kehidupan. Catan sejarah menjadi saksi tentang hal itu. “Barangiapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki mapun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan kami (kata Allah) berikan kepaanya kehidupan yang baik” (simak QS 16:97).

Syari’at Islam membimbing, menuntun, memandu manusia agar mengakui, meyakini bahwa “Tak ada Tuhan selain Allah”. Tidak mempersekutukan Allah dengan yang lain. Tidak tunduk kepada yang selain Allah. Menghambakan diri hanya kepada Allah semata. Mengakui, meyakini bahwa “segala sesuatu itu atas kehendak Allah. Tak ada kekuatan keduali dengan pertolongan Allah” (simak QS 18:39).

Syari’at Islam membimbing, menuntun, memandu manusia untuk aktif melakukan perbuatan baik (amal shalih, ihsan, khair, biir, makruf) dan aktif mencegah perbuatan buruk (amal suuk, syaar, fujur, munkar). Merusak (ekonomi, sosial, budaya, politik), mengacau, termasuk ke dalam perbuatan buruk.

Dalam alQur:an surah Ali Imran disimak bahwa umat unggulan itu antara lain memiliki mentalitas, perilaku seperti berikut : beriman kepaa Allah, beriman kepada hari akhir, bertakwa kepada Allah, menta’ati aturan Allah, aturan Rasul Allah, aturan ulil amri, berlaku disiplin, memohon ampunan pada Allah, menjaga, memelihara jama’ah (persatuan), ukhuwah (persaudaraan), perdamaian (liberte, egalite, fraternite, membina rasa persamaan, sama-sama makhluk Allah), tidak menimbulkan perpecahan, kekacauan, kerusakan (alam ekonomi, sosial, budaya, politik), menerjakan perbuatan baik, membelanjakan harta pada jalan kebaikan, tak melakukan aktivitas riba (penggandaan harta), menyebarkan kebaikan, menyingkirkan kejelekan, saling memperhatikan, saling mempedulikan, saling menolong, saling melengkapi, saling mengisi, saling membantu, saling melindungi, saling menjamin, saling menanggung, saling mengingatkan, saling menasehati, saling bertaushiah, menyampaikan dakwah, melakukan amar bil makruf nahi ‘anil munkar, bermusyawarah-mufakat, berlaku sabar, tekun, gigih, profesional, berlaku lurus, benar, adil, jujur, amanah, tak melakukan provokasi, intimidasi, agitasi, prostitusi, monopoli, tak berwali pada orang kafir, selalu waspada terhaap lawan.

Syari’at Islam dalam pengertiannya yang sempit, mengandung hukum-hukum yang tegas (qath’I), yang tak dapat digugat lagi yang berasal dari alQur:an alkarim dan Sunnah yang shahih, yang merupakan prinsip-prinsip tetap, kaedah-kaedah umum.

Syari’at Islam dalam pengertiannya yang luas, tersebar dalam khazanah Fiqih Islam, bersifat zhanni (ijtihadi) yang diambil dari Qur:an dan Sunnah atau dari sumber lain, seperti ijma’ (konsensus), qiyas (analogi), istihsan, istishhab, mashalih-mursalah (Ahmad Zaki Yamani : “Syari’at Islam yang Abadi Menjawab Tantangan Masa Kini”, Al-Ma’arif, Bandung, 1986:32-34).

Secara tematik/topik baku, syari’at Islam itu meliputi Rubu’Ibadah (Syahadat, Shalat, Shaum, zakat, haji), Rubu’ Munakahah (Syakhsyiyah, Keluarga, Perkawinan), Rubu’ Mu’amalah (Amwal, Perdata, Privae, Harta, Kekayaan, Ekonomi, Bisnis, Industri), Rubu; Jinayah (Anfus, Pidana, Publik, Politik, Militer, Jihad). Masing-masing rubu’ terseb ut, secara jurisprudensial terdiri dari hal-hal (ajaran) yang wajib, yang sunat (nafil, tathawu’), yang mubah/halal, yang makruh, yang haram.

Menurut Imam Ghazali (w505H), syari’at Islam itu berfungsi untuk menjaga, memelihara agama, nyawa, akal, nasab/keturunan, harta secara adil (Dr Musthafa asSiba’I : “Sistem Masyarakat Islam”, AlHidayah, 1987:141; Ahmad Zaki Yamani : “Syari’at Islam Yang Abadi Menjawab Tantangan Masa Kini”, AlMa’arif, Bandung, 1986:42).

Syari’at Islam itu mencegah timbulnya kerusakan (kerusakan ekonomi, sosial, budaya, politik). Tak membiarkan munculnya bibit-bibit kerusakan. “Mereka (musjrik) mengajak ke neraka, sedang Allah mengajk ke surga dan ampunan dengan idzinNya” (simak QS 2:221).

Metoda syari’at mulai dengan melaksanakan hal yang wajib, serta menghindari yang haram, dan kemudian baru diikuti dengan melaksanakan yang sunat dan menghindari yang makruh. Cara, metoda yang ditempuh ulama fikih menemukan kaidah-kaidah ushul, prinsip-prinsip dasar secara berurutan : menela’ah sumber shari’at, merumuskan kaidah ushul, menyusun ketentuan hukum, memeriksa ketentuan hukum, merumuskan kembali kaidah ushul.

Secara struktural, syari’at Islam meliputi : Sistem Moral Islam, Sistem Politik Islam, Sistem Sosial Islam, Sistem Ekonomi Islam, Sistem Spiritual Islam (Abul A’la Maududi : “Pokok-Pokok Pandangan Hidup Muslim”, 1987).

Secara fungsional, syari’at Islam itu meliputi : ajaran dan hukum Islam yang tercantum dalam Qur:an dan Hadits. Dengan kata lain, syari’at Islam dalah amal perbuatan baik yang berdasarkan pada keimanan kepada Allah dan keimanan akan hari akhir, yang mengacu pada Kitabullah dan Sunnah RasulNya. Syari’at merupakan instrumen, sarana menjadi umat unggulan.

“Selama kita hidup, selama iman masih mengalir di seluruh pipa darah kita, tiddaklah sekali-kali boleh kita melepaskan cita-cita agar Hukum Allah tegak di alam ini, walapun di negeri mana kita tinggal”. “Kufur, Zhalim, ffasiklah kita kalau kita percaya bahwa ada hukum lain yang lebih baik dari hukum Allah” (Prof Dr Hamka : “Tafsir AlAzhar” VI, 1984:263, re QS 5:44-47).

(BKS0612200430)

Labels:

रेफोर्मासी opportunis

catatan serbaneka asrir pasir

Reformasi Opportunis

Jum’at pagi 22 Mei 1998, tak sampai dua puluh empat jam BJ Habibie dilantik jadi Presiden RI, ribuan massa pendukung Presiden BJ Habibie dari 43 ormas dan lembaga dakwah Islam, sperti GPI, HMI, PII, Pemuhammadiyah, DDII, KISDI, BKSPPI, BKPRMI, BAKOMUBIN, BKMT, Pemuda Masjid Cut Mutia, Badan Koordinasi Pondok Pesantren Indonesia, Badan Koordinasi Muballigh Indonesia, Gerakan Pemuda Anshor, Gerakan Pemuda Islam Indonsia, dan lain-lain yang tergabung dalam KUIRK (Komite Umat Islam untuk Reformasi Konstitusional), dibawah pimpinan Ahmad Sumargono SE, Ketua Pelaksana Harian KISDI (Komite Indonesia untuk Solidaritas Dunia Islam) bersama Toto Tasmara, KH Anwar Sanusi, KH Ahmad Kholil Ridwan (BKSPPI), Fadly Zon (dari GPI), H Yazid Salman (Ketua Yayasan Pedagang Muslim Sukabumi), medatangi Gedung MPR/DPR yang selama hamper sepekan terakhir “dikuasai” ribuan mahasiswa yang juga menuntut Habibie mundur karena dianggap masih merupakan bagian dari rezim Soeharto.

Massa di kompleks Gedung MPR/DPR terbagi dua. Satu, kubu mahasiswa yang menginginkan dilaksanakannya Sidang Istimewa MPR, menolak penyerahan kekuasaan kepada BJ Habibie. Kedua, massa yang mendukung BJ Habibie sebagai Presiden RI. KUIRK merasa perlu menyuaran dukungannya kepada figure BJ Habibie (yang belum tentu konsisten dengan perjuangan reformasi) dengan label “reformasi konstitusional, karena di tengah masyarakat berkembang keinginan yang bertentangan dengan proses konstitusional ? Dar mana KUIRK mendapat informasi tentang itu ? Reformasi yang mendesak Pak Harto jelas tak konstitusional, dan akan menimbulkan dampak yang juga tak konstitusional. Apakah pendukung reformasi damai dinilai inkonstitusional ?

Sungguh mengagumkan begitu ceatnya KUIRK mampu menggalang kekuatan 43 orang menyamakan visi dan persepsinya serta menggerakkan massanya. Apakah aksi KUIRK ini dipicu/disulut oleh sebagian mahasiswa yang beberapa hari sebelumnya juga ambil bagian “menduduki” Gedung MPR/DPR tapi merasa kecewa/tak puas karena mahasiswa yang masih berada dalam gedung MPR/DPR juga menuntut pengunduran diri Habibie ?

Kenapa KUIRK begitu bersemangat menduduki gedng MPR/DPR yang sejak 18 Mei 1998 telah didudki mahasiswa ? Kenapa KUIRK tidak menggunakn halaman gedung MPR/DPR yang begitu untuk menggelar ajang mimbar bebas ? Kenapa dukungan terhadap BJ Habibie tidak dilakukan saja melalui iklan dalam berbagai media cetak dan elektronik, seperti yang dilakukan oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan HZB Palaguna bersama Ketua DPRnya HM Amin Syam ? (REPUBLIKA, Sabtu, 23 Mei 1998, hal 7).

Selepas shalat Jum’at KUIRK bergerak menuju ke depan kompleks, ke arah mahasiswa, mendesak dan berusaha menembus kerumunan mahasiswa, sehingga terjadi suasana yang sangat panas, sampai-sampai Ahmad Sumargono dipangul-panggul sejumlah mahasiswa. KUIRK berhasil menguasa tangga kea rah gedung MPR/DPR.

Aksi itu sempat mebuat panic, kocar-kacir para mahasiswa dan wartawan. Siapa sebenarnya yang memelopori menggerakkan KUIRK itu ? Apakah setuju bahwa “merebut dengan paksa mimbar yang telah digunkan mahasiswa adalah perbuatan yang menodai kesucian ajaran Islam” ?

Ataukah harus disadari bahwa “gedung MPR/DPR merupakan milik bersama seluruh lapisan masyarakat, karena itu semua bebas menyarakan pendapat dan aspirasinya”. Benarkah ? Kemana saja selama ini ? Sejaka apan KUIRK merasa bebas menyuarakan pendapat dan aspirasinya di Gedung MPR/DPR ? Yang dilakukan KUIRK itu apakah konstitusional ?

(Simak KOMPAS, 23 Mei 1998, hal 5, Ribuan mahasswa Tinggalkan Gedung MPR/DPR; REPUBLIKA, 4 Juni 1998, hal 6, Surat C Kurniawan SH; Jum’at, 5 Juni 1998, al 6, Surat Ahmad Smargono; http://www.indopubs.com/archives/0172.html, Mon, 1 Jun 1998 16:04.46-0600[MDT], “Mereka Mendompleng Arus Reformasi”).

(Semoga umat Islam tak terjatuh dua kali pada lobang yang sama. Senantiasa waspada terhadap kaum opportunis, agar tak lagi jadi alat/kendaraan kaum opportunis).

(written by sicumpaz@gmail.com)

Labels:

घज्वुल Fikri

catatan asrir pasir

Gazhwul Fikri

Kekuatan kafir atau thaghut, termasuk pengikut Yahudi dan Nasrani tidak akan merasa tenteram hati sebelum ummat Islam tunduk kepada mereka.

Ambisi musuh Islam adalah untuk menghancurkan dan melenyapkan Quran. Dengan penuh semangat, di parlemen Majlis Rakyat) Inggeris, sambil mengacungkan sebuah mushhaf, bekas perdana menteri Inggeris Gladstone berkata : “Selama alQruan ini di tangan umat Islam, selama itu pula Eropah tidak akan mampu menguasai, menaklukkan dunia Timur”. Salah satu ajaran alQuran yang amat mereka benci adalah ajaran jihad fi sabilillah, ajaran penegakan kalimatullah, ajaran pengunggulan dinullah di atas sekalian adyan, ajaran pemberlakuan hukum Allah.

Paul Schmidth, Yahudi Jerman, berkebangsaan Inggeris dalam bukunya “Islam is the future power” memberikan rekomendasi kepada dunia Barat “agar Barat jangan pernah membiarkan umat Islam bisa akrab dengan kitabnya. Barat harus membuat program-program keduniaan, baik budaya, politik, pendidikan, dlsb agar umat Islam sibuk mengurusi semua itu sehingga mereka tidak berkesempatan mempelajari, menelaah dan memahami kitabnya itu” (Sulaiman Zachawerus : “Kumpulan Materi Kajian”, AlItqan, Bekasi, 2009, hal 197). Di Hindia Belanda ada yang namanya C Snouck Hurgronye.

Snouck Hurgronje mengajarkan agar Islam Politik/Militan dimusnahkan dengan menjinakkannya, menempatkannya dibawah kendali, sehingga mereka tak bisa berbuat macam-macam. Sedangkan Islam Ibadah/Seremoni sebisa mungkin didukung/dibantu.

Abdul Gaffar (Prof Dr Christian Snouck Hurgronye, 1857-1936) mengemukakan agar pemerintah Kolonial Hndia Belanda untuk :
- Melarang percobaan-percobaan oleh Islam untuk mengembangkan suatu basis politik yang kuasa.
- Menggalakkan aktivitas-aktivitas keagamaan Islam.
- Membatasi setiap kemungkinan masuknya orang atau ajran yang mungkin membangkitkan semangat juang.
- Memberikan keleluasaan kepada orang Islam, sedemikian rupa, terhadap hal-hal yang bersangkutan dengan urusan ibadat, kalau perlu ikut memberikan dorongan yang cukup berarti.
- Mengontrol semua kegiatan orang Islam, khususnya yang mengarah kepada politik praktis.
- Mendukung unsur-unsur yang hidup dalam masyarakat, seperti mereka yang kurang fanatik Islam, para ketua-ktua adat, dan orang-orang yang termasuk dalam golongan priyai elite. (Simak antara lain PANJI MASYARAKAT, No.223, 15 Mei 1977, hal 19, 21; No.528, hal 72).

Musuh-musuh Islam (Khannas : Iblis dan pengikutnya yang terdiri dari jin dan manusia) senantiasa berupaya merusak, mencemari, merqcuni, menyesatkan pikiran ummat Islam. Mereka senantiasa berupaya menanamkan, menyemaikan, menyebarkan pikiran-pikiran sesat (menggelincirkan).

Dalam alQuran terdapat lukisan dialog antara pikiran yang berwawasan duniawi semata-mata dengan pikiran yang berwawasan juga ukhrawi.

Musuh Islam berpaya merusakkan kepercayaan akan Tauhid, merusak kepercayaan akan Rasul Allah. Mencaci maki, menjelek-jelekkan Islam dan ummat Islam. Terhadap Rasul Allah, mereka mengatakan : tukang tenung, suatu yang ‘ajaib, seorang ahli sya’ir, seorang penyair yang gila, seorang pelajar yang gila, orang gila, tukang sihir, atau orang gila, tukang sihir yang alim, tukang sihir lagi pendusta, orang yang bohong, seorang pendusta, yang mengadakan dusta terhadap Allah, mengada-adakan, dalam kesesatan yang nyata, dalam kebodohan, manusia yang suci, tiada mempunyai kelebihan, yang mengikutinya orang-orang yang hina-dina. (Simak Prof Dr Hamka : “Tafsir AlAzhar”, juzuk XXIII, hal 41, re QS 36:30).

Musuh Islam berupaya merusak kepercayaan akan Takdir Allah, merusak epercayaan akan hari pembalasan.

Ghazwul Fikri identik dengan ghaslul much, pencucian otak, thought control dan semacamnya. Essensinya di dalam alQuran diseut dengan istilah tazayin, tahrif, tadhlil dan takhwif dengan tujuan menyelewengkan dan menyesatkan ummat Islam dari agamanya (Simak Abu Ridha, hal 1, 86, QS 14:13, 40:26, 20:63, 2:217, 48:15, 2:109, 3:149, 34:43, 7:45, 11:19, 4:46, 3:69, 2:120, 5:103, 5:57, 61:8).

Ghazwul Fikri, diartikan secara bebas : serbuan pemikiran, invasi pemikiran, ditujukan khusus terhadap umat Islam, agar umat Islam tidak lagi memahami ajaran Islam dengan baik. Invasi, serbuan pemikiran ini umumnya dilakukan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani.

Sebagai sebuah invasi, ia mempunyai unsure kekerasan atau pemaksaan kehendak kepada pihak yang ditaklukkan, Sebagai invasi non-fisik, maka ia mempunyai pemahaman yang dekat dengan brain washing (cuci otak), thought control, thought reform, idologial reform, menticide.

Makna semanti Ghazwul Fikri berarti : perang pemikiran, invansi pemikiran atau intervensi pemikiran. Semakna dengan thought control, brain washing, atau misleading yang bertujuan untuk menyelewengkan, menyesatkan & meragukan pemahaman Islam dari yang semestinya.

Makna istlahnya berarti : invasi atau interbensi pemikiran ke dalam pemikiran dan ajaran Islam yang dilancarkan oleh musuh-musuh Islam dengan rancangan strategi dan taktik yang sistemik dan handal, sebagai bagian yang tak terpisahkan dari seluruh rencana peperangan mereka (Sulaiman Zachawerus, hal 126).


Muhammad Assad mengatakan dengan tegas, Perang Saliblah yang sangat dominan dalam membentuk sikap bangsa Eropa terhadap Islam selama berabad-abad, bahkan barangkali sampai hari ini. Peperangan ini sangat mempengaruhi jiwa orang-orang Eropa sehingga membangkitkan himyah jahiliyah luar biasa hebatnya, yang belum pernah disaksikan sebelumnya dalam sejarah (Abu Ridha, hal 24, 73).

Kalangan pemikir Muslim selalu menyinggung Perang Salib sebagai peristiwa sejarah yang berpengaruh luas terhadap sikap kagamaan kaum Kristiani Eropa. Perang Salib telah membangkitkan dendam dan nafsu ingin memusnahkan Islam dan menghancurkan kaum Muslimin. Kobaran dendam ini mendorong Eropa memperluas medan penyerbuan dan sasarannya (Abu Ridha, hal 26).

Ghazwul Fikri adalah perang tanpa menumpahkan darah, tapi merusak cara berfikir umat Islam di hamper semua bidang kehidupan : IPOLEKSOSBUDHUKPENHANKAM. Menimbulkan mispersepsi umat terhadap ajarannya, yang berakhir dengan tercabutnya akar keislaman dari hati, pikiran dan prilaku kaum Muslimin (Sulaiman Zachawerus, hal 126).

Sasaran orientalis. Pelayaran menjelajahi samudera dan perqmpasan yang dilakukan oleh bangsa-bangsa Eropa didorong oleh :
a. Semangat Reconquesta, semangat balas dendam untuk merampas neger9-neeri dn pusat-pusat Islam.
b. Tiga tujuan yang tercermin dalam semboyan :
GOLD : Mencari kekayaan, emas dan perak, antara lain dengan menguasai perdagangan secara monopoli dan paksaan serta dengan merampas negeri yang diketemukannya.
GOSPEL : Tugas suci menyebarkan agama Nashrani.
Glory : Mencari kejayaan, kepahlawanan dan kekuasaan.

(Seberapa jauhkah dampak tiga setengah abad kolonialisme Belanda dan tiga setengah tahun kolonialisme Jepang dalam membentuk sikap anti kolonialisme bangsa Indonesia. Apakah sebatas rumusn Pembukaan UUD-1945 “Bahwa sesungguhnya Kemerdekaan itu alah hak segal bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan”. Apakah hanya sebatas bentuk tertulis di atas kertas ? Simak juga QS 4:75).(Kolonialisme didukung dan ditopang oleh orientaisme dan missionarisme. Menenai misi impereialisme, simak juga Maryam Jamilah : “Islam dalam kanca modernisasi”, hal 56-57)

Tidak diketahui secara pasti siapa pencetus istilah ini, tetapi diperkirakan lahir dari kalangan prgerakan Islam. Sebenarnya ghazwul fikri sudah dimulai sejak zaman Rsulullah saw, dipimpin oleh Abdullah bin Ubay bin Salul. Kemudian gerakan ghazwul fikri dilanjutkan dan dikembangkan oleh Abdullah bin Saba’ dan generasi pengikut penerusnya.

Menurut Anwar alJundi, sebagian peneliti menganggap bahwa orang yang dipandang pertama kali melancarkan Ghazwul Fikri ialah tokoh-tokoh seperti Abdullah bin aba’, Abdullah bin Muqaffa dan kaum Zanadiqah klassik. Selanjutnya serangan ini berwujud gerakan seperti Rawandiyah, Bathiniyah dan Qaramithah. Semua gerakan ini didukung oleh gerakan politik (Abu Ridha, hal 26).

Imam Rafi’I menuturkan bahwa Ibnul Muqaffa pernah berniat dan aktif berusaha menandingi alQuran, tapi akhirnya ia merasa malu dan kemudian ia pecakan pena dan ia sobek/robek-robek kertas serta menyiaran “Demi Allah, manusia tidak akan bisa mendatangkan seperti alQuran” (Simak Mohammad Ali Ash-Shabuny : “Pengantar Study alQuran” (At-Tibyan fi ‘Ulum al-Quran”, terjemah Drs H Moh Chudhori Umar dkk, Al-Ma’arif, Bandung, 1984, hal 190).

Ghazwul Fikri bertujuan mencabut akar keislaman dari fikiran dan hati kaum Muslimin serta menyebarkan Islamophobia di kalangan non-muslim (Abu Ridha, hal 27). Menurut Zwemer, seorang tokoh Yahudi yang kemudian menjadi Nasrani, tugas missionaries ala mengeluarkan mereka dari Islam agama mereka, mejadi makhluk tidak bertuhan. Seterusnya mereka menjadi manusia yang tidak berakhlaq (Abu Ridha, hal 28).

Pada masa Rasulullah saw, umat Islam hanya terdiri 10% dari seluruh penduduk jazirah Arab, sedangkan persenjataan dan ekonomi masih jauh di bawah standar bila dibandingkan dengan kekuatan musuh-musuh Islam. Tapi kekuatan itu terbentuk dari kekuatan jiwa yang dipenuhi semangat jihad yang berlandaskan iman dan islam dalam membela kebenaran ajaran Allah swt.

Melihat kekuatan itu maka kaum kafir Quraisy dan dibantu oleh orang-orang Yahudi tidak lagi melakukan serangan-serqangan bersenjata kepada kubu kaum Muslimin. Tapi mulai dengan cara melontarkan issue dan fitnah di tengah-tengah kehidupan ummat Islam untuk memecah belah persatuan dan kesatuan mereka yang telah menjadi modal kekuatan tersebut.

Untuk itu tampil tokoh-tokoh munafiqin di tengah-tengah umat Islam seperti Abdullah bin Ubay bin Salul, sehingga musuh-musuh Islam yang dahulunya nampak jelas dan nyata menjadi terselubung dalam diri umat Islam sendiri.

Kalau ditelusuri dalam sejarah yang dikemukakan oleh alQuran ditemukan pokok pangkal ghazwul fikri pada kisah iblis dan Adam ( (Simak QS 7:116, 15:39-40, 38:82-83).

Dialog antara iblis dan malaikat tentang hak penciptaan Allah serta Qadha dan Qadar yang tercantum di dalam ke-empat Kitab Perjanjian Baru dan dalam Kitab Perjanjian lama sebagaimana dikutip oleh Imam Syahrastani (475-548H) dalam Kitab alMihal wan Nihal (hal 14-16, muqaddimah tsalitsah).

(Masalah yang dipersoalkan iblis, antara lain : Allah telah mengetahui segala sesuatu sebelum kejadianya, mengetahui apa saja yang bakal keluar dari perbuatannya, kenapa Allah menjadikannya yang pertama dan apa pula hikmahnya Allah menciptakanny; Simak H Ali Fahmi Arsyad : “Ghazwul Fikri Sudah Ada Sejak Nabi Adam as”, SUARA MASJID, no.162, Maret 1988, hal 50).

Simak pula dialog/diskusi antara Abu Hasan alAsy’ari dan gurinya Abu ‘Ali alJubba’I (Tokoh Mu’tazilah) tentang kewajiban berbuat yang terbaik (wujub alashlah) bagi Allah Syaikh Muhammad Ahmad Abu Zharah : Aliran Politik dan ‘Aqidah daam Islam”, hal 206, “Asy’ariyah”).

Ghazwul fikri bisa saja tumbuh berkembang dipicu oleh karena logika yang keliru, yang dipandang sebagai logika yang benar. Di antara logika yang keliru, yang salah mengatakan bahwa “Iman kepada Tuhan menandakan jiwa lemah dan akibat dari ketidakberdayaan manusia” (logika Nietsche), bahwa “Agama dalah untuk orang awam yang kurang berpikir atau yang telah merasa selesai dalam berpikir. Seorang flosof tidak perlu beragama. Begitu da beragama, begitu dia berhenti jadi filosof” (logika Ahmad Wahib”. (Simak kutipan “Catatan Harian Ahmad Wahib, dalam “Aliran dan Paham Sesat di Indonesia”, oleh Hartono Ahmad Jaiz, 2002, hal 281; simak pula “Almarhum Ahmad Wahib Mengina Islam?”, oleh B Purwanto, tertanggal Yogya, 13 Ramadhan 1403H, dalam harian PELITA, Jakarta).

Di zaman pemerintahan Abbasiyah, mulailah digalakkan penerjemahan filsafat Yunani dan berbagai ilmu pengetahuan Romawi dan Parsi, yang sedikit banyak telah menyebarkan kerqagu-raguan dalam akidah kaum Muslimin. Para ulama mulai disibukkan untuk membela dan mempertahankan akidah Islam. Mereka terpaksa menangkis setiap usaha yang hendak mengebiri akidah itu dengan system dan senjata yang digunakan pihak lawan. Maka lahirlah apa yang dinamakan Ilmu Kalam dalam kehidupan Islam (Simak Dr Ali Gharisah : “Beriman Yang Benar”, hal 2).

Abu Hasan alAsy’ari (260-324H) membela faham Ahlus Sunnah wal Jama’ah dengan mengarang sejumlah buku yang menolak faham kaum Mu’tazilah, Dahriyin, Falsifah, Ahli Zeigh, Mantiq.

AlGhazali (450-505H) menolak faham sesat dengan mengarang sejumlah buku yang menolak faham Falasifah, Zindiq, Ahli Ibahah.

Rencana orang-orang Barat untuk menghancurkan Islam

Pengalaman Perang Salib mendorong munculnya “kota Eropa” yang memusuhi Islam. Sikap keagamaan Eropa yang dibentuk Perang Salib membangkitkan ambisi kaum Kristiani untuk menghancurkan keuniversalan Islam dan bagian-bagiannya (Abu Ridha, hal 29).

Penulis Gairdner mengatakan bahwa tujuan Perang Salib bukanlah untuk membebaskan kota al-Quds (Baitil Maqdis ?) saja, tetapi sasaran utamanya ialah penghancuran Islam dan pemusnahan kaum Muslimin (Abu Ridha, hal 32; simak juga Jalal Amien : “Rencana Orang-Orang Barat untuk Menghancurkan Islam”, hal 24, 30). (Simak juga aktivitas Dante – Pandji Kusmin – Salman Rushdi)

Penulis Yahudi Barbara Tochman dalam bukunya “Taurat dan Pedang” melukiskan bahwa kegagalan yang diderita Richard dibayar dengan keberhasilan Allenby dan Balfour. Tiang pancangnya kemudian diperkokoh oleh Truman dan Ben Gurion. Sedangkan buahnya dipetik oleh Jimmy Carter dan Menachen Begin (Abu Ridha, hal 33).

Perang Salib yang telah memakan waktu tidak kurang tiga abad memberikan andil besar terhadap kebangkitan Eropa (Abu Ridha, hal 34). Sejalan dengan kebangkitan tersebut, kebencian, dendam dan ambisi ingin menghancurkan Islam dan kaum Muslimin semakin menghebat di kalangan orang-orang Eropa (Abu Ridha, hal 35, 74).

Tidak aneh kalau di sebuah negeri yang mayoritas penduduknya Muslim, menter-menteri dalam pemerintahannyanya justru kebanyakan beragama lain. Posisi seperti itu harus diterima dengan penuh kerelaan oleh kaum Muslimin. Sebab siapa yang berkeberatan harus menanggung risiko dituduh ekstrimis, fundamentalis, junud, sekretarian, tirani mayoritas, anti demokrasi, dan lain-lain sebagainya (Abu Ridha, hal 42).

John Noth seorang missionaries mengatakan bahwa pengaruh yang merusak Islam harus ditanamkan pada anak-anak sedini mungkin. Karena itu missionaries membawa anak-anak Muslim ke pengakuan Kristiani sebelum mereka akil baligh dan sebelum mereka terbentuk oleh Islam (Abu Ridha, hal 45) (Tentara Kerajaan Byzantium terdiri dari orang-orang Islam yang telah dikristenkan. Mereka berasal dari bekas tawanan muda orang Islam, atau anak-anak dari tawanan itu. Diberi didikan Kristen dan dilatih dalam kehidupan militer; Simak “Antara Fakta dan Khayal Tuanko Rao”, hal 42).

Begitu tentara-tentara Salib mengalami kegagalan dalam bidang militer dan politik, musuh Islam terus mencari jalan lain untuk membalas dendam terhadap Islam. Cara yang pertama ialah mempelajari Islam serta mengeritiknya. Kemudian mereka mulai dengan cara baru, yaitu mempelajari Islam untuk memperoleh strategi penjajahan terhadap umat Islam.

Raja Louis IX (1214-1270, Saint Louis) adalah seorang panglima pasukan Salib VII (menyertai perang Salib 1248-1254 dan 1270) yang ancur di almanshurah, Mesir. Lous IX tertawan serta dipenjarakan di Dahr Ibnu Lukman, alManshurah, Mesir. Dalam memorinya, Louis IX menulis pesan yang disimpan sebagai dokumen penting dalam kanor Arsip nasional Peracis, antara lain berbnyi sebagai berikut : “Setelah melalui perjalaaaanan panjang, sealanya telah menjadi jelas bagi kita, bahwa keancuran kaum Muslimin dengan jalan peperaangan aalah sesuatu yang mustahil. Karena mereka memiliki manhaj (konsep, metode) yang jelas yang tegak di atas konsep jihad fi sabilillah. Dengan manhaj ini mereka tidak akan perah mengalami kekalahan militer. Karena itu, Barat harus menempuh jalan lain (bukan jalan mliter), yaitu jalan ideology dengan mencabut simpul manhaj ini dan mengosongkannya dari kekuatan, kemarahan dan keberanian. Caranya tidak lain, yaitu dengan menghancurkan konsep-konsep dasar Islam dengn berbagai ta’wil dan tasykik di tengah-tengah ummat”.

Pemerintah Inggeris mengirimkan pasukan Salib ke-VIII menyerbu memasuki kota alQuds dibawah pimpinan Jenderal Lord Allenby pada masa perang Dunia ke-I. Ketika memasuki kota suci alQuds, dengan pongah Allenby mengatakan : “Kini Peperangan Salib telah selesai”.

Lord Cromer (Sir Evelyn Baring) tokoh otak imperialism Inggeris di dunia Arab pada bab terakhir dari bukunya “Modern Egypt”, berseru : “Jangan biarkan seorang politisi praktis berpikir tentang rencananya untuk menghidupkan kembali Islam yang tak pernah musnah dan mampu bertahan selama berabad-abad”. (AsySyaikh Mushthafa alGhalayaini mengarang buku “AlIslam Ruh almadaniyah”memuat bantahan Islam terhadap pandangan Lord Cromer)

Taktik tipu daya yang dipergunakan musuh Islam untuk menghancurkan Islam beragam, antaranya dengan cara mengacaubalaukan ajaran-ajaran, sejarah serta memutarbalikkan hakikat riwayat hidup para pemuka Islam melalui strategi-strategi yang dirancang musuh-musuh baik dengan cara memompakan rasa dengki, hasud, ta’asub serta nafsu jahat.

Musuh Islam berusaha mengacaubalaukan perhatian kaum Muslimin serta memompakan suatu rasa ragu-ragu terhadap akidah Islam dan khazanah warisan peninggalan Islam, kebudayaan Islam serta segala sesuatu ang berhubungan dengan Islam dan bidang Ilmu pengetahuan, kesusasteraan di dalam jiwa kaum Muslimin dan para intelektual Muslim.

Musuh Islam berusaha untuk menghidup-hidupkan fir’aunisme (fir’auniyah) di Mesir, finiqisme (phunicia) di Siria, Libanon serta Palestina, dan Asyurisme di Irak (Majapahit, Sriwijaya, Borobudur di Indonsia ?).

Secara umum kaum penyerbu brkonsentrasi menyebarkan syubhat, tasykik dan tadhlil di tengah-tengah kaum Muslim terhadap tujuh komponen dari asas Islam. Tujuh komponen asas Islam yang dijadikan sasaran penyerbuan itu ialah :
1. Al-Quran dan as-Sunnah sebagai dasar berfikir dan beramal kaum Muslimin.
2. Bahasa Arab sebagai bahasa dan ilmu.
3. Sirah Rasul sebagai teladan utuh dan abadi bagi umat Islam.
4. Kebuayan Islam sebagai produk pemikiran para ulama dan sarjana Muslim.
5. Sastra Arab.
6. Warisan Islam.
7. Sejarah Islam (Abu Ridha, hal 7, 77; Simak juga Slaiman Zachawerus : “Kumpulan Materi Kajian”, AlItqan, Bekasi, 209, hal 8, 128-129; Dr Musthafa asSiba’I : “Akar-Akar Orientalisme”).
Musuh Islam berusaha :
- Merusak penafsiran terhadap gejala-gejala wahyu.
- Membuat, menimbulkan keragu-raguan di hati kaum Muslimin terhadap/tentang : kebenaran risalah Nabi Muhammad saw dan smbernya yang berasal dari Tuhan, kebenaran hadis Nabi, nilai fiqih Islam, nilai kebudayaan Islam, kekayaan keusasteraan bahasa Arab, kemampuan bahasa Arab untuk dapat melanjutkan perkembangan Ilmu pengetahuan.
- Menyebarluaskan jiwa keragu-raguan terhadap nilai-nilai akidah serta akhlak luhur yang dimiliki kaum Muslimin.
- Memudarkan jiwa persaudaraan di antara kaum Muslmin.
- Memalsukan fakta-fakta sejarah.
- Melemahkan kepercayaan kaum Muslimin terhadap peninggalan mereka.

Musuh Islam berupaya :
- Menjadikan kaum Muslimin sebagai bangsa yang lemah, agar selalu tunduk dibawah pengaruh para penyerbu dari negara-negara maju, sehinggga umat Islam menjadi pengekor setia bangsa-bangsa penyerbu/kafir.
- menjadikan kaum Muslimin mengimplementasi berbagai ideologi bangsa-bangsa penyerbu/kafir, sehingga tercipta system hidup yang tidak islami.
- berupaya keras untuk menciptakan system pendidikan dan pengajaran yang sesuai dengan kehendak dan konsep penyerbu, sehingga umat Islam berpola piker kufur.
- berupaya keras untuk memutus hubungan sejarah umat Islam dengan para pendahulunya (salafus shalih), sehingga umat Islam kagum dan membanggakan tokoh-tkh kuffar.
- mendesak bahasa kaum Muslimi agar berganti dengan bahasa kaum penerbu/kafir, sehingga uamt Islam berbahasa dan berbudaya seperti bangsa penyerbu/kafir. (Bagaimana mengantisipasi bahasa dan budaya Anglo-Sakson-Amerika masa kini ?).
- Melembagakan budaya, tradisi dan adat istiadat kaum penyerbu/kafir, sehingga umat/kaum Islam kehilangan kepribadian Islami dari diri pribadi (Sulaiman Zachawerus, hal 127).

Musuh Islam berusaha antara lain : merusak ajaran dan peninggalan Islam, membedakan dengan jelasa antara Barat dan Timur, mengadakan pendekatan antara Islam dan Non-Islam, mengadakan pembaruan di dalam ajaran agama dengan mengikuti metodologi Non-Islam.

Orientalis (pastur yang berbusana Ilmu pengetahuan) merupakan kelompok yang memusuhi Islam yang lahir pada abad ke-9M. Yang paling pertama di antara mereka adalah rahib Jerbert yang terpilih menjadi paus di Roma pada tahun 999M, setelah kembali dari studinya di Andalusia. Juga Pierrele Aenere (1098-1156) serta Gerard de Gremode (1114-1187).

Ungkapan “sebagai manusia mereka tidak luput dari kesalahan” yang ditujukan kepada pemikir Muslim di masa lalu, imam-imam yang dihormati, yang mendapat tempat khusus di hati mayoritas umat adalah menunjukkan sikap angkuh dan kesombongan.

Di dunia Islam sampai kini belum terwujud alirn politik, ekonomi dan sosial yang menerakan manhaj Ilahy dengan sistemnya yang universal, sesuai dengn keadaan tempat dan perkembangan zamannya (Abu Ridha, hal 47). Di dunia Islam dewasa ini, mayoritas lembaga-lembaga politik dan pemerntahan sama sekali tidak ada kesedian ntuk melaksanakan hukum Allah (Abu Ridha, hal 89). Dalam diri mayoritas generasi Muslim ditemui gejala sikap tmenerima dan tidak tunduk kpeada hukum al-Quran (Abu Ridha, hal 70).

Penghambaan terhadap ideology local menghlangkan kemerdekaan berfikir dan berperilaku (Abu Ridha, hal 56). Cara-cara yang biasa dilakukan dalam mewjudkan tujuan Ghazwul Fikri, mencakup tasykik, tasywih, tadzwib dan taghrib (Abu Ridha, hal 60; Zachawerus, hal 8, 128-129).

Ghazwul Fikri bermakna Harakah al-Irtidad. Indikasi harakat al-irtidad ;
1. Memberikan ketaatan dan kesetiaan kepada orang kafir.
2. Tidak berhuduk dengan hukum Allah.
3. Tidak menerima dan tidak ridha berhukum kepada Allah dan RasulNya.
4. Mengimani sebagian al-Quran dan mengingkari sebagiannya (Abu Ridha, hal 66-70). (Mengenai kedudukan Ghazwul Fikri dalam harakat ar-Irtidad simak atara lain QS 2:109, 3:100, 47:25-26, 2:47, 2:120, 2:217, 5:82, 8:73, 42:13, 3:186, 3:118-120, 4:89, 68:9).


Fenomena kehancuran ma’nawiyah mewujud antara lain dalam bentuk :
- Ketaatan Muslim kepada orang-orang kafir.
- Memberlakukan hukum-hukum bukan Islam.
- Tidak rela bertahkim kepada Kitabullah dan Sunnah RasulNya.
Ketiga sikap tak terpuji tersebut sekurang-kurangnya dapat menjerumuskan ke dalam lembah kemurtadan dan kekufuran nilai, bahkan ke dalam lembah kemurtadan dan kekufuran status (Abu Ridha, hal 52; Zachawerus, hal 127).

Tidak menerapkan seluruh atau sebagian dari isi al-Kitab (al-Quran) pada kehidupanummat secara nyata adalah merupakan pembangkangan atau kekufuran terhadap al-Quran 9Abu Ridha, hal 71, 98; Simak juga QS 2:84-85).

Sarana yang dipergunakan oleh orientalisme umumnya berupa lembaga-lembaga pengkajian, buku-buku teks, seminar, majalah-majalah ilmiah, makalah dan semacamnya. Sedangkan missionaries mempergnakan sarana lembaga pendidikan Kristen untuk mendidik anak-anak dan menggunakan lembaga-lembaga sosial untuk tujuan kristenisasi (Abu Ridha, hal 75).

Tokoh-tokoh Yahudi yang telah menjadi Nashrani yang paling kotor melancarkan permusuhan terhadap Islam dan kaum Muslimin antara lain : Goldziher, Samuel Zwemer, g von Grunebaum, dll (Abu Ridha, hal 76).

Islam dituduh hanya cocokuntuk abad pertengahan (abad kegelapan dan keterbelakangan), biadab dalam penerapannya dan merupakan sumber perselisihan sepanjang aman (Abu Ridha, hal 76).

Yusuf agaaghura, Ahmad Farid Bik, Husein jihad, dan Ahmad gayef (Ahmad Agha Ogly) gigih memperjuangkan nasionalisme Turki (Thuransme) dan membenci apa saja yang berbau Islam (Abu Ridha, hal 81).

Ziya Gok Alp (Dhiya Cuk Elp, Ziya Gokalp 1875-1924), penyair, pengarang, pemimpin bangsa Turki, menyatakan bahwa dalam sejarah terdapat suatu zaman turania, di mana penduduk Asia Barat yang mula-mula sekali merupakan nenek moyang bangsa Turki. Bangsa Turki adalah bahagian dari peradaban barat dan bangsa turki mempunyai andil di dalam peradaban barat (Maryam Jameelah : “Islam versus Barat” [Islam versus The West”, terjemah Rifyal Ka’bah, alHidayah, Jakarta, 1981, hal 48-49; “Islam & Modernsme”, terjemah A Januri dkk, al-Ikhlas [Usaha nasional], 1982, hal 153; Prof Dr Hamka : “Tafsir Al-Azhar’, Panji Masyarakat, juzuk XI, hal 107, “Zhia Kuk Alp mengajarkan bahwa Jengiz khan bagi Turki lebih bernilai dari Khalid bin Walid”).

Fenomena kemunduran umat Islam :
1. Kemunduran di bidang pemikiran.
2. Mandegnya gerakan perekonomian ummat.
3. Kelemahan di bidang politik dan kemiliteran.
4. Keterbelakangan di bidang sosial kemasyarakatan.
5. Terbagi-baginya dunia Islam mejadi negara-negara nasional kecil.
6. Terputusnya hubungan politik antara satu negara Islam dan negara Islam lainnya (Abu Ridha, hal 83).

Faktor-faktor penyebab kemunduran :
1. Suksesi sejarah (Simak QS 3:140, 13:17).
2. Disintegrasi (perpecahan/kehancuran)
Faktor-faktor penyebab kehancuran, kerontokan menurut Ibnu Khaldun dalam bukunya Muqaddimah :
- Makan dan minum secara mewah/berlebihan/israf/tasrif.
- Makan dan minum barang yang haram.
- Penyimpangan perilaku syahwat farji (hubungan kelamin), seperti zina, liwath.
- Tingkah laku munkar, seperti ingin membunuh, korupsi, merampas.
- Usaha yang tidak produktif, seperti proyek rekreasi.
- Sikap apatis, masa bodoh, budaya diam.
- Berpandangan secular-materialis.

Orang-orang yang masih ta’at asas kepada Islam dan menginginkan berlakunya sistim Islam, tergusur dari pentas politik. Kaum Muslimin terpaksa harus merelakan dirinya terus menerus menjadi rakyat yang diberlakukan sewenang-wenang oleh penguasa (Abu Ridha, hal 85).

Bentuk pemurtadan dalam aksi Gahzwul Fikri berupa :
1. Peraguan (Tayaar alTasykik), upaya pendangkalan terhadap ajaran Islam, hingga membat umat Islam mengalami krisis kepercayaan/konfisi dan netral nilai, ragu terhadap ajaran agamanya.
2. Pengaburan (Tayar alTasywiih), upaya pengaburan dan penampilan citra buruk pada orisinalitas ajaran Islam, membuat umat Islam rendah diri (minder) dan phobia terhadap Islam.
3. Pelarutan (Tayaar alTadzwiib), upaya pelarutan budaya dan pemikiran kaum Muslimin ke dalam budaya dan pemikiran kaum kuffar, membuat umat Islam tak punya kepribadian, jadi umat pecundang, bukan umat pemenang.
4. Pembaratan (Tayaar alTaghriib), pengaliran studi, aktivitas, budaya dan system hidup barat ke dalam kehidupan umat Isslam, sehingga umat Islam berperilaku Barat, bergaya hidup barat (Sulaiman Zachaerus, hal 8-9, 128-129).

Sekularisme berupaya memisahkan agama dari kehidupan bermasyarakat dan bernegara, mendepat Islam dari aturan kehidupan dan memojokkannya hanya pada bidang-bidang ritual yang bersifat seremonial (Abu Ridha, hal 103).

Identitas keislaman dari seluruh sector kehidupan digusur, dan dimunculkan kehidupan yang berwarna nasional, dengan memperkenalkan : kebudayaan nasional, wawasan nasional, hukum nasional, makanan nasional, pendidikan nasional, kerukunan nasional, kepentingan dan tujuan nasional, ideology nasional, partai nasional, dlsb 9Abu Ridha, al 15).

Setiap gerakan Islam dimusuhi dan disingkirkan demi menjaga keutuhan nasional (stablitas nasional) (Abu Ridha, hal 105). Wasilah (sarana) yang digunakan untuk mencapai tujuan-tujuan Ghazwul fikri, antara lain : 1. Lembaga Pemerintahan. 2. Publikasi. 3. Pendidikan. 4. Bidang kemasyarakatan (Abu Ridha hal 111-114).

Hakikat Ghazwul fikri terhadap kaum Muslimin adalah :
1. Memasukkan kaum Muslimin ke dalam millah kafirin.
2. Menjauhkan kaum Muslimin dari Islam dan menyeleweyengkannya.
3. Memadamkan Nuur Islam (Abu Ridha, hal 115-116).

Qadhiyah Ghazwul fikri :
1. Istilam - menjiplak pemikiran Barat - Taba’iyah Hadhariyah (Perbudakan Kultral).
2. Istihlam - menyaring pemikiran Barat - yang selaras dengan ‘aqidah/syar’iyah – pendundukan kepada manhaj Islam – Hiwar Hadhari (Dialog cultural).
3. Istida’ – memerangi pemikiran barat – Intihad Hadhari (Permusuhan cultural) (Abu Ridha, hal 118; Simak juga Abul Hasan Ali al-Husni an-Nadwi : “Pertarungan antara Alam Fikiran Islam dengan Alam Fikiran Barat”)


(Simak :
- SUARA MASJID, Jakarta, No.162, Maret 1983, hal 31-56.
- Anwar Jundi : “Hakikat Ghazwul Fikri”, terjemahan/terbitan Pustaka Tadabbur, Jakarta, cetakan kedua, 1993.
- Jalal Amin : “Rencana Orang-Orang Barat untuk Menghancurkan Islam”, terjemahan H Salim Basyarahil, terbitan Integritas Pres, Jakarta, cetakan pertama, 1985.
- Maryam Jamilah : “Islam dalam kanca Modernisasi”, terjemahan Ismail Umar, terbitan Risalah, Bandung, cetakan pertama, 1983.
- Dr Mushthafa asSiba’ie : “Akar-akar Orientalisme”, terjemahan Ahmadie Thaha, terbitan Bina Ilmu, Surabaya, cetakan pertama, 1983.
- “Ulumul Quran”, Jakarta, Volume III, No.2, Th.1992.
- ISHLAH, Jakarta, No.5/Th.I, 5-19 Juni 1993, hal 52-53.
- ALMUSLIMUN, Bangil, No.274, Januari 1993, hal 61-64.
- Abu Ridha : “Pengantar Memahami al-Ghazw al-Fikr”, al-Ishlahy Press, Jakarta, 1993, Seri 01.)

(written by sicumpaz@gmail.com at BKS1107261600)

Labels:

Wednesday, July 27, 2011

Perubahan

catatan serbaneka asrir pasir

Perubahan

“Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri” (QS 13:11; simak juga QS 8:53). Tuhan tidak akan merobah keadaan mereka selama mereka tidak merobah sebab-sebab kemunduruan mereka (catatan kaki 768, “AlQuran dan Terjemahnya”, Depag RI, 1993).

Perubahan masyrakat (social change) umumnya dengan tiga ragqam/macam pendektan, yaitu konservatif, reformatif dan radikal (Simak ALMUSLIMUN, No.199, Oktober 1986, hal 69-73; No.267, Juni 1992, hal 83-84). Ada perubahan secara evolusi, reformasi, revolusi.

Revolusi itu baru timbul ketika ada krisis, ketika ada pertentangan antara pihak Yang Lama yang tak sanggup lagi mengatur dengan pihak Yang Baru yang sudah sanggup menggantikannya (Tan Malaka : “Dari Penjara ke Penjara”, III, 1948, hal 34).

Perubahan dari jahili/sekuler ke Islam berangkat dari perubahan akidah, dari syirik ke tauhid, bukan dari sentimen nasionalisme, atau sosialisme, atau moralisme, bukan dengan mengibarkan panji-panji nasionalisme, sosialisme, moralisme (Simak Sayid Quthub : “Petunjuk Jalan”, Bab “Wujud Metode Qurani”).

Perubahan dari jajahan ke merdeka yang dikobar-kobarkan Soekarno melalui Pancasila (sinkretisasi nasionalisme, demokratisme, sosialisme, humanisme, ketuhanan seperti Khams Qanun Freemasonry/Zionis) (Simak RISALAH, No.10, Th.XXII, Januari 1985, hal 54-55, “Plotisma, apa itu ?”).

Dr Yusuf Qardhawi menyebutkan empat jalur/jalan untuk merealisasikan Ideologi Islam (Islam Ideologis ?) : melalui jalur Dekrit Pemerintah (Parlementer-Konstitusionail ?), melalui jalur Kudeta Militer (Jihad Fi Sabilillah ?), melalui jalur Pendidikan dan Bimbingan (Dakwah wa Taklim ?), melalui jalur Pengabdian masyarakat (Aksi Sosial ?) (Simak “AlHulul alIslamy”, 1998, hal 178-273).

Ir Haidar Baqir (Direktur Mizan Bandung) menyebutkan empat tipe strategi Islamisasi : jalur modernism, jalur radikalis kompromistis evolusionisme, jalur radikalis kompromistis revolusionisme, jalur radikalis non-kompromistis (Simak PANJI MASYARAKAT, No.521, No.498, hal 35-37).

Cara yang ditempuh untuk Islam Merdeka berbeda-beda. Ada yang menempuh jalur parlementer-konstitusional seperti M Natsir dan tokoh-tokoh partai Masyumi dan lain-lain. Ada pula yang menempuh jalur perjuangan suci (jihad fi sabilillah ?) seperti Kartosoewirjo dengan DInya (Simak Al-Chaidar : “Pengantar Pemikiran Politik Proklamator NII SM Kartosoewirjo”, Darul Falah, Jakarta, 1999, hal 92).

Menurut pemikiran SM Kartosowirjo untuk mengusung ide Negara Islam menjadi fakta haruslah mengacu pada proses terentuknya masyarakat Islam pada masa Rasulullah saw. Pada masa itu, etnis, budaya, agama, bahasa sangat beragam (majemuk, pluralis) (Simak Al-Chaidar, hal 63).

Disebutkan bahwa : “Tidaklah akan jadi baik akhir dari umat ini, melainkan dengan kembali kepada apa yang membaikkan umat yang dahulu” (Simak Prof Dr Hamka : “Tafsir AlAzhar”, juzuk II, Pustaka Panjimas, Jakarta, 1983, hal 81: Syaikh Mushthafa alGhalayaini : “AlIslam Ruh alMadaniyah”, Beirut, 1935, hal 60).

“Sungguh telah jelas jalan yang benar dari jalan yang sesat” (QS 2:256). Sangat berbeda antara Islam (jalan selamat) dengan Sekuler/Jahili (jalan sesat). Politik Islam berbeda, tak sama dengan politik sekuler/jahili. Negara Islam itu beda, tak sama dengan Negara Sekuler/jahili. Islam mengacu pada Quran dan Hadits. Piranti lunaknya (softwarenya) adalah Quran dan Hadits. Sdangkan Sekuler/jahili mengacu pada hawahu (selera, nafsu, syahwat, kesenangan, kemewahan, kemegahan, kekuasaan, keternaran).

Negara Islam (Darul Islam, Daulah Islamiyah, Khilafah Islamiya, Baldatun Thaiyabatun wa Rabbun Ghafur) membutuhkn seorang pemimpin (wali, amir, imam) yang harus ditaati, yang tidak menyimpang dari garis haluan alQuran dan alHadits (Sima Al-Chaidar, hal 216).

Sosok Imam, Imam Mahdi (Imam yang memperoleh petunjuk) haruslah memiliki pengetahuan yang luas tentang masalah-masalah kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, memiliki pemikiran politik yang cemerlang, memiliki kemahiran dalam strategi militer, mencakup cendekiawan, negarawan, ahli strategi ulung (Smak Abul A’la alMaududi : “Sejarah Pembaruan dan Pembangunan Kembali Alam Pikiran Agama”, Bina Ilmu, Surabaya, 1984, hal 58-60, “Imam Mahdi”).

Disamping unsur Imam ada lagi unsur Makmum, warganegara. Warganegara dalam Negara Islam haruslah Islam minded. Memiliki rasa cinta seta (mahaqbbah) kepada Allah swt dan kepada Rasulullah saw. Siap mengabdikan diri kepada Allah swt. Sekaligus Islam Ideologis, Islam Politis. Di Indonesia, sejarah mencatat bahwa jumlah kursi kelompok Islam dalam parlemen tahun 50-an hanya 23%. Dan kemudian meningkat naik menjadi 43,5% dar hasil pemilu 1955. Dan selanjutnya dari setiap pemilu ke pemilu tampak jelas penuruna prosentase kelompok Islam. Ni berarti Umat Islam Indonesia sama sekali tak siap dengan Negara Islam Indonesia, tak siap memiliki skap “tegas terhadap lawan dan santun terhadap lawan” (Simak QS 48:29).

(written by sicumpaz@gmail.com at BKS1107280815)

Labels:

Kemakmuran

catatan serbaneka asrir pasir

Kemakmuran

Konsepsi kesejahteraan, kemakmuran yang diusung oleh Kapitalisme, Komunisme, Islam, semuaya sangat indah mempesona di tataran teoritis (Das Sollen). Namun tampak kusam di tataran praktis (Das Sein). Ini disebabkan oleh watak manusia yang rakus, tamak, serakah, bakhil, pelit, kikir, angkuh, pongah, sombong. “Ada tiga hal yang berbahaya, yang menimbulkan kerusakan : Pertama, hawa nafsu yang diperturutkan. Kedua, kikir yang dipatuhi. Ketiga, terpesona dengan kemegahan diri” (Simak HR Abu Syaikh dari Anas, dalam “Mukhtar alAhadits anNabawiyah”, oleh AsSayid Ahmad AlHasyimi Beik, hadits no.498).

Yang membedakan Islam dari Komunisme dan Kapitalisme dalam hal ini, karena Islam membimbing, menuntun manusia agar hidup wara’, qana’ah, zuhud. Namun ini hanya bersifat anjuran, sehingga tak mampu mencegah watak asli manusia tersebut diatas.

(written by sicumpaz@gmail.com at BKS1107280630)

Monday, July 18, 2011

Dakwah teroris tertumpah

catatan serbaneka asrir pasir

Darah teroris tertumpah

Sudah tak terhitung berapa banyak jumlah korban bergelimpangan mereka yang dicap sebagai teroris (menurut terminologi Amerika dan sekutunya masa kini). Namun realitas menunjukkan bahwa teroris tak pernah berkurang, malah makin bertambang. Tampaknya Hukum Boyle Gay Lussac PV=CT juga berlaku dalam Ilmu Sosial di samping dalam Ilmu Fisika. Semakin ditekan, semakin militan.

Simak dan perhatikanlah di mana-mana, apa ayang terjadi. Apakah dengan membantai Hasan alBanna, Ali Audah, Sayyid Quthub, orang-orang Ikhwanul Muslimin; teroris makin berkuang di Mesir ? Apakah dengan membantai oang-orang FIZ; teroris makin berkurang di Aljazair ? Apakah dengan membantai orang-orang DI, JI, Amrozi, Mukhlas, Imam Samudera, Azhari, Nurdin, dan lain-lain; teroris makin berkrang d ndonesia ? Demikian juga di Mindanau, di Patani, di Kashmir, di Kurdi, dan lain-lain.

Bagaimana pun paham tak akan bisa dibasmi, dimusnahkan dengan memusnahkan orang-orangnya. Selama misi jihad masih berlaku, maka akan selalu saja bermunculan silih berganti mereka-mereka yang siap mengusung panji-panji “hidup mulia atau mati syahid”.

(Simak antara lain Drs H Ahmad Yani, MM, MBA : “Mulia dengan Jihad, Terhina Tanpa Jihad”, SUARA MUSLIM, DDII Bekasi, Edisi 33-Thn.2011M/1432H, hal 56, “Muhasabah”)

(written by sicumpaz@gmail.com at BKS1107181700)

Labels:

Seputar Kartosoewirjo

Catatan serbaneka asrir pasir

Kartosoewirjo

Kartosoewirjo bukanlah keluaran/alumni pondok pesantren. Bukan pula kutu buku. Baahkan bukan pula militer. Ia hanyalah imam, imam dari NII (citra NII dinodai/diciderai oleh NII gadungan, simak SUARA MUSLIM, DDII Bekasi, Edisi 32-2011/1432, hal 18-19, “Geraan Kriminal Bentukan Intelijen”, oleh Mumtaz/VOI). Sekarmadji Marijan Kartosoewirjo lahir pada 7 Januari 1905 (?1907) di Cepu (antara Blora dan Bojonegoro, daerah perbatasan Jawa Timur dengan Jawa Tengah).

Pada tahun 1911, saat berusia 8 tahun (?), Kartosoewirjo masuk sekolah ‘Kelas Dua” (untuk kaum bumiputera) di Pamotan. Empat tahun kemudian ia melajutkan sekolah HIS di Rembang. Tahun 1919 ia dimasukkan ke sekolah ELS.

The formative age (masa remaja) Bojonegoro Kartosoewirjo terbentuk dari pendidikan agama yang diperolehnya dari guru agamanya Notodihardjo, seorang tokoh Islam modern yang mengikuti Muhammadiyah (didirikan oleh H Ahmad Dahlan di Yogyakarta pada tahun 1912). Pemikiran-pemikiran Notodihardjo sangat mempengaruhi Kartosoewirjo dalam merespon ajaran-ajaran agama Islam.

Kartosoewirjo tidak pernah masuk organisasi “sesat” Boedi Oetomo. Dalam bukunya “Dosa-Dosa Yang Tak Boleh Berulang Lagi” (Hal 6265., KH Firdaus AN memaparkan kesesatan Budi Utomo.

Ketika mulai memasuki usia dewasa, Kartosoewirjo mulai berkenalan dengan SI (Pada tahun 1911 Tirtoadisoerjo bersama Haji Samanhoedi mendirikan Syarikat Dagang Islam dan pada tahun 1921 berubah nama menjadi Syarikat Islam).

Pada tahun 1923 setelah menamatkan ELS Kartosoewirjo melanjutkan studinya pada NIAS (Sekolah Kedokteran Belanda untuk Pribumi) di Surabaya. Pada tahun 1926, Kartosoewirjo banyak terlibat dengan aktivitas pergerakan nasionalisme Indonesia di Surabaya. Ia tinggal di rumah HOS Tjokroaminoto bersama Soekarno dan Semaun.

Semenjak tahun 1923, Kartosoewirjo sudah aktf dengan gerakan kepemudaan. Di Jong Java ia terpilih menjadi ketua cabangnya di Surabaya. Tahun 1925 didirikan JIB yang lebih mengutamakan cita-cita keIslaman dari pada nasionaalisme. Dalam JIB, Kartosoewirjo terpilih menjadi ketua cabang Surabaya. Kartosoewirjo adalah orator ulung.

Selama di sekolah, Kartosoewirjo mulai berkenalan dengan pemikiran-pemikiran Islam. Kemudian ia menjadi Islam minded. Semua aktivitasnya hanya untuk mempelajari Islam semata (secara otodidak ?). Dengan modal ilmu-ilmu pengetahuan yang dikuasainya, ia aktif di berbaga diskusi poltik. Ia memasuki Syarikat Islam. Pemikiran-pemikiran politik Tjokroaminoto banyak mempengaruhi sikap tindak dan orientasi Kartowoewirjo. Selama tingggal di rumah HOS Tjokroaminoto, secara kontinu Kartosoewirjo memperoleh transformasi pengalaman politik dari Tjokroaminoto. Pengaruh pamannya, Marko Kartodikoro membangkitkan minat Kartosoewirjo untuk memperdalam ilmu dibidang politik.

Pada awal tahun 1927 SM Kartosoewirjo tamat dan dikeluarkan dari NIAS dan dikeluarkan dari JIB. Pandangan-pandangan Kartosoewirjo cukup radikal. Pada bulan September 1927 Kartosoewirjo menjadi sekretaris pribadi Tjokroaminoto. Dengan keaktifannya di organisasi kepemudaan, Kartosoewirjo berkenalan dengan tokoh Agoes Salim dan Oemar Said Tjokroaminoto (sekaligus merupakan guru politik dan agamanya yang diantaranya nanti bisa menjadi Orang Seiring Bertukar Jalan). Pada tahun 1927 di Pekalongan, Kartosoewirjo terpilih dalam kongres menjadi sekretaris umum PSIHT. Pada Oktober 1928 Kartosoewirjo menjadi peserta kongres pemuda Indonesia di Batavia (Jakarta). Pada kongres tersebut Kartosoewirjo terlibat debat sengit dengan ketua kongres Soegondo tentang akikat pendidikan masa depan.

Di samping bertugas sebagai sekretaris umum PSIHT, Kartosoewirjo bekerja sebagai wartawan di Koran harian FADJAR ASIA (pimpinan Tjokroaminoto ?). Reputasi Kartosoewirjo muda cukup tinggi, ia pernah sekolah di NIAS, menjadi sekretaris pribadi HOS Tjokroaminoto, menjabat sekretaris umum PSIHT, anggota staf harian FADJAR ASIA.

Pada tahun (September) 1929, dalam usia yang relatif muda, sekitar 22 tahun (?), Kartosoewirjo telah menjadi redaktur harian FADJAR ASIA (menggantikan HOS Tjokroaminoto, yang jaruh sakit)). Pada kongres PSII ke-22 di Batavia (Jakarta) bulan Juli 1936 Abikoesno terpilih menjadi ketua. Abikoesno menggandeng/mengangkat Kartosoewirjo sebagai pendampingnya, sebagai wakil ketua. Abikoesno menugaskan Kartosoewirjo untuk menyusun suatu brosusr tentang sikap hijrah PSII. Jabatan wakil ketua dipegang Kartosoewirjo sampai ia keluar dari PSII dalam tahun 1939 (karena berseberangan dengan Abikoesno tenang konsep hidjrah).

Pada kongres PSIHT ke 22 di Batavia (Jakarta) bulan Juli 1936 Abikoesno terpilih menjadi ketua. Abikoesno mengangkat Kartosoewrjo sebagai wakil ketua. Abikoesno menugaskan Kartosoewirjo untuk menyusun satu brosur tentang sikap hijrah PSIHT.Abikoesno Tjokrosoejoso menyatakan bahwa kongres PSIHT Juli 1936 telah menyetujui politik Hijrah yang rinciannya telah disusun oleh Kartosoewirjo dalam brosur “Sikap Hijrah PSIHT” (dua jilid).

PSII terbelah antara yang pro dan kontra tentang konsep hidjrah. Pada bulan Januari 1939 Salim, Roem, Sabirin, Sangaji, Muslich dan 23 anggota fraksi Salim dikeluarkan dari keanggotaan PSII. Namun pada tahun 1939 Kartosoewirjo terlibat dalam pertengkaran sengit dengan mayoritas pimpinan PSII yang diketuai Abikoesno masih tentang konsep/politik hidjrah (non-kooperasi). Kartosoewirjo dengan anggota yang sealiran antara lain Jusuf Taoedji dan Kamran membentuk KPK-PSII. Jabatan wakil ketua dipegang Kartosoewirjo sampai ia keluar dari PSIHT dalam tahun 1939.

Kartosoewirjo mengharapkan persatuan dunia Islam dengan umatnya secara keseluruhan. Dengan demikian akan dapat tercipta suatu dunia baru “Daulah Islam” (Khilfah Islamiyah). Program akhir hidjrah (islamisasi ?) Kartosoewirjo meliputi bidang politik (siasah?), sosial (ijtima’iyah?), ekonomi (mu’amalah?), ibadah (ritual?), mistik (spiritual?).


Pada tahun 1943 Kartosoewirjo masuk MIAI dibawah pimpinan Wondoamisono sekaligus menjadi sekretaris umum dari Majlis Baitulmal dari MIAI tersebut. Melalui SOEARA MIAI, kartosoewirjo menuliskan gagasannya tentang masyarakat Islam yang benar-benar sempurna baik secara ideologi maupun ide. Setiap gerak langkah kehidupannya hanya untuk kesuksesan dunia Islam.

Pada bulan Oktober 1943 MIAI dibubarkan (hanya berjalan selama 6 bulan saja) dan pada tanggal 11 Nopember 1943 didirikan Masjoemi. Kartosoewirjo sendiri masuk menjadi anggota Masjoemi.

Dalam masa pendudukan Jepang, Kartosowirjo tetap memfungsikan lembaga Suffah. Lebaga Suffah adalah lembaga pendidikan kader PSII, di dekat Malangbong, yang dibentuk dalam gaya sebuah pesantren tradisional. Kartosoewirjo memberikan pelajaran bahasa Belanda, Astrologi (?), Ilmu Tauhid. Disamping mendapat pengajaran pengetahuan umum dan pendididkan agama, para siswa juga dididik dalam Ilmu Politik. Namun kini lebih banyak memberikan pendidikan kemiliteran (dari militer Jepang/PETA ?) untuk lebih mempersiapkan perjuangan. Siswa yang menerima latihan kemiliteran di Institut Suffah akhirnya memasuki salah satu organisasi gerilya Islam (Hizbullah untuk yang lebh muda dan Sabilillahuntuk yang lebih tua), yang nanti menjadi inti Tentara Islam Indonesia (TII) di Jawa Barat. Pada masa itu Kartosoewirjo bekerja di kantor pusat Jawa Hokokai (Perhimpunan Kebaktian Rakyat Jawa yang didirikan Jepang pada bulan Nopember 1944). Kelihatannya Kartosoewirjo berseda bekerja sama dengan Jepang. Namun selama itu dia tidak pernah mengeluarkan pernyataan politik. Dia memanfa’atkan kedudukannya dan memanfa’atkan sarana propaganda yang dibentuk Jepang guna mencapai tujuannya. Dia tidak pernah memutuskan hubungannya dengan teman-temannya dari KPK-PSII. Ia benar-benar konsekwen dengan sikap hidjrahnya (non-kooperasi dalam pandangan politiknya).

Menjelang Proklamasi RI tanggal 17 Agustus 1945, Kartosoewirjo datang ke Jakarta bersama dengan beberapa orang pasukan Laskar Hizbullah, dan bertemu dengan beberapa elit pergerakan/nasionalis untuk memperbincangkan peluang untuk mengubah determinisme sejarah rakyat Indonesia.

Pada bulan Oktober 1945 Kartosoewirjo beserta Wahid Hasyim dan Mohammad Natsir mengadakan pembicaraan untuk menjadikan Masjoemi sebagai partai politik. Namun tidak ada kata sepakat dalam pertemuan tersebut. Pada tanggal 7 Nopember 1945 di Yogyakarta Masjoemi didirikan (dengan memakai nama yang lama), sebagai wahana organisasi bagi semua kelompok Islam, sebagai partai politik kesatuan bagi semua Muslim. Dalam Masjoemi Kartosoewirjo menduduki jabatan sebagai sekretaris pertama.

Dalam kongres pembentukan Masjoemi ditetapkan bahwa disamping Hizbullan (untuk yang lebih muda) dibentuk lagi Sabilillah (untuk yang lebih tua). Keputusan lain bahwa Umat Islam haruslah dipersiapkan untuk menjalankan jihad. Tujuan Masjoemi adalah untuk menciptakan sebuah negara hukum yang berdasarkan ajaran agama Islam.

Karena RI berdasarkan kedaulatan rakyat, demokrasi (suara rakyat terbanyak yang berdaulat, yang memegang kekuasaan negara), maka menurut Kartosoewirjo konsekwensi logisnya yang berdaulat, yang berkuasa, yang memegang tampuk pemerintahan negara adalah Islam, bukan komunis, dan bukan nasionalis.

Dalam konferensi (pertama ?) di Cisayong (Pangwedusan, 10-11 Februari 1948 ?) diambil keputusan (terpenting) untuk mendirikan TII. Dalam konferensi (kedua ?) di Cipeundeuy (Banturujeg, Cirebon, 1-2 Maret 1948) ditetapkan Kartosoewirjo sebagai Imam di Jawa barat. Kartosoewirjo masih berharap untuk dapat merealisir pendirian Negara Islam secara legal. Kartosoewirjo dan Ono menyusun strktur militer dan pemerintaha Negara Islam menggantikan Pemerintahan Republik jika kalah melawan Belanda. Pada konferensi ketiga di Cijoho (1-5 Mei 1948) Kartosoewirjo memimpim Majlis imamah (cabinet) dari Majlis Isam Pusat.

Kartosoewirjo lebih banyak berkiprah sebagai ketua/sekretaris di organisasi (Jong Java, JIB, PSIHT, MIAI, Masjoemi), wartawan (Fadjar Asia) dan konseptor/ideoloog DI/TII/NII.

(Al-Chaidar : “Pengantar Pemikiran Politik Proklamator NII SM Kartosoewirjo”, Darul Falah, Jakarta, 1999)

(BKS1107140530)



catatan serbaneka asrir pasir

Catatan tambahan

Tidak ada satu pun yang merasa menyesal dan menyimpan dendam terhadap tentara Orde baru. KH Firdaus AN mengarang “Dosa-Dosa Yang Tak Boleh Berlang Lagi”, terbitan Pedoman Ilmu Jaya, Jakarta, tahun1992.

Segala hal mungkin terjadi di “Pulau Jahiliyah” Jawa. Betapa jahiliyahnya penduduk Jawa di awal abad ke-20.

Kapan Negara Islam berkesempatan mengatur semua ketidakaturan. Umat dilanda wabah sikap mental hedonis, yang gandrung/cendrung pada kesenangan hidup mewah. Terhadap sikap mental ini, Islam menuntun agar memiliki sikap mental wara’, qana’ah, zuhud. Pada kondisi perang sangat ditekankan ibadah/jihad maal berupa infaq fi sabilillah. Diperlukan waktu untuk menanamkan dan memupuk semangat Islam dan semangat Negara Islam yang sejati dalam diri umat.

Mengapa Soekarno dan Hatta mesti menghindar begitu jauh ke Rengasdengklok padahal Jepang memang sangat menyetujui persiapan kemerdekaan Indonesia. (Bung Karno dan Drs Moh Hatta dibawa [pemuda?] ke luar kota supaya mereka terhindar dari Jepang dalam membicarakan tugas mereka tentang proklamasi, kata Sidik Kertapati dalam bukunya : “Sekitar Proklamasi 17 Agustus 1945, terbitan Pembaruan, Djakarta, tahun 1961, hal77). Betapa lemahnya dan bodohnya Soekarno dan pejuang-pejuang diplomasi dalam berhadapan dengan perunding-perunding ulung Belanda. Soekarno adalah pejuang diplomat yang lebih percaya pada kompromi politik ketimbang revolusi rakyat.

Republik Indonesia diproklamasikan dengan bantuan bandit-bandit, gangster dalam revolusi jahiliyah. Para elit “thaghut” kebanyakan adalah kaum nasionalis sekuler. Naskah Proklamasi dan UUD Kartosoewirjo dijiplak oleh Soekarno dan Hatta ketika memproklamasikan Kemerdekaan Republik Indonsia jahiliyah. Konsep Pancasila yang dibuat oleh Soekarno hanyalah sebuah fantasi dirinya ketika mengalami pergolakan batin tentang masa depan bangsanya.

Koran-koran Indonesia di era Sumpah Pemuda benar-benar jahiliyah. Sumpah Pemuda dapat juga dipandang sebagai pengkhianatan terhadap perjuangan Diponegoro, Imam Bonjol, Teuku Umar, Hasanuddin, dan lain-lain yang memperjuangkan Daulah Islamiyah (Darul Islam).

Ada yang menghubungkan jumlah sembilan tokoh penyusun Piagam Jakarta dengan Sembilan lelaki pembuat kerusuhan dalam QS 27:48.

Tjokroaminoto tidak mempunyai pengetahuan yang mendalam tentang Islam. Tapi Tjokroamnoto banyak mempengaruhi perkembangan pemikiran dan aksi politik Kartosoewirjo. HOS Tjokroaminoto pernah menulis buku “Islam dan Sosialisme”, dan artikel “Islam dan Nasionalisme” dalam FADJAR ASIA, 24 Mei 1929.

(Al-Chaidar : “Pengantar Pemikiran Politik Proklamator NII SM Kartosoewirjo”, Darul Falah, 1999)
(BKS1107180900)

Labels:

Sunday, July 17, 2011

Seputar Pemikiran Politik Kartosoewirjo

catatan serbaneka asrir pasir

Seputar “Pemikiran Politik Proklamator NII SM Kartosowirjo”

Tidak ada satu pun yang merasa menyesal dan menyimpan dendam terhadap tentara Orde baru. KH Firdaus AN mengarang “Dosa-Dosa Yang Tak Boleh Berlang Lagi”, terbitan Pedoman Ilmu Jaya, Jakarta, tahun1992.

Sekarmadji Marijan Kartosoewirjo lahir pada 7 Januari 1905 (?1907) di Cepu. Pda tahun 1911, saaat berusia 8 tahun (?), Kartosoewirjo masuk sekolah “Kelas Dua”.The formative age (masa remaja) Kartosewirjo terbentuk dari pendidikan agama yang diperolehnya dari guru agamanya Notodihardjo, seorang tokoh Islam modern yang mengikuti Muhammadiyah. Kartosoewirjo tidak pernah masuk organisasi “sesat” Boedi Oetomo. Dalam bukunya “Dosa-Dosa Yang Tak Boleh Berulang Lagi” (Hal 6265)., KH Firdaus AN memaparkan kesesatan Budi Utomo.

Semenjak tahun 1923, SM Kartosoewirjo sudah aktif dalam gerakan kepemudaan diantaranya gerakan pemuda Joang java. Kemudian tahun 1925, pindah ke gerakan Jong Islamieten Bond (JIB).

Pada awal tahun 1927 SM Kartosoewirjo tamat dan dikeluarkan dari NIAS dan dikeluarkan dari JIB. Pandangan-pandangan Kartosoewirjo cukup radikal. Pada bulan September 1927 Kartosoewirjo menjadi sekretaris pribadi Tjokroaminoto. Pada bulan Desember 1927 di Pekalongan, Kartosoewirjo terpilih menjadi sekretaris umum PSIHT. Pada Oktober 1928 Kartosoewirjo menjadi peserta kongres pemuda Indonesia di Batavia. Pada kongres tersebut Kartoosoewirjo terlibat debat sengit dengan ketua kongres Soegondo tentang hakikat pendidikan masa depan.

Di samping bertugas sebagai sekretaris umum PSIHT, Kartosoewirjo bekerja sebagai wartawan di Koran harian FADJAR ASIA pimpinan Tjokroaminoto ?). Reputasi Kartosoewirjo muda ckup tionggi, menjabat sekretaris umum PSIHT, anggota staf harian FADAR ASIA.

Pada tahun 1929, dalam usaianya ang relatif muda, sekitar 22 tahun (?), Kartosoewirjo telah menjadi redaktur harian FADJAR ASIA (menggantikan HOS Tjokroaminoto yang jatuh sakit).

Pada kongres PSIHT ke 22 di Batavia (Jakarta) bulan Juli 1936 Abikoesno terpilih menjadi ketua. Abikoesno mengangkat Kartosoewrjo sebagai wakil ketua. Abikoesno menugaskan Kartosoewirjo ntuk menyusun satu brosur tentang sikap hijrah PSIHT.Abikoesno Tjokrosoejoso menyatakan bahwa kongres PSIHT Juli 1936 telah menyetujui politik Hijrah yang rinciannya telah disusun oleh Kartosoewirjo dalam brosur “Sikap Hijrah PSIHT” (dua jilid). Jabatan wakil ketua dipegang Kartosoewirjo sampai ia keluar dari PSIHT dalam tahun 1939.

Kartosoewirjo mengharapkan persatuan dunia Islam dengan umatnya secara keseluruhan. Dengan demikian akan dapat tercipta suatu dunia baru “Daulah Islam”. Program akhir hidjrah (islamisasi ?) kartosoewirjo meliputi bidang politik (siasah?), sosial (ijtima’iyah?), ekonomi (mu’amalah?), ibadah (ritual?), mistik (spiritual?).

Pada tahun 1943 Kartosoewirjo masuk MIAI dibawah pimpinan Wondoamisono sekaligus menjadi sekretaris umum dalam Majlis Baitumal dari MIAI tersebut. Melalui SOEARA MIAI Kartosoewirjo menuliskan gagasannya tentang masyarakat Islam yang benar-benar sempurna baik secara ideology maupun ide. Setiap gerak langkah kehidupannya hanya untuk kesuksesan dunia Islam.

Pada bulan Oktober 1943 MIAI dibubarkan dan pada tanggal 11 Nopember 1943 didirikan Masjoemi. Kartosoewirjo masuk menjadi anggota Masjoemi.

Segala hal mungkin terjadi di “Pulau Jahiliyah” Jawa. Betapa jahiliyahnya penduduk Jawa di awal abad ke-20.

Kapan Negara Islam berkesempatan mengatur semua ketidakaturan. Umat dilanda wabah sikap mental hedonis, yang gandrung/cendrung pada kesenangan hidup mewah. Terhadap sikap mental ini, Islam menuntun agar memiliki sikap mental wara’, qana’ah, zuhud. Pada kondisi perang sangat ditekankan ibadah/jihad maal berupa infaq fi sabilillah. Diperlukan waktu untuk menanamkan dan memupuk semangat Islam dan semangat Negara Islam yang sejati dalam diri umat.

Mengapa Soekarno dan Hatta mesti menghindar begitu jauh ke Rengasdengklok padahal Jepang memang sangat menyetujui persiapan kemerdekaan Indonesia. (Bung Karno dan Drs Moh Hatta dibawa [pemuda?] ke luar kota supaya mereka terhindar dari Jepang dalam membicarakan tugas mereka tentang proklamasi, kata Sidik Kertapati dalam bukunya : “Sekitar Proklamasi 17 Agustus 1945, terbitan Pembaruan, Djakarta, tahun 1961, hal77). Betapa lemahnya dan bodohnya Soekarno dan pejuang-pejuang diplomasi dalam berhadapan dengan perunding-perunding ulung Belanda. Soekarno adalah pejuang diplomat yang lebih percaya pada kompromi politik ketimbang revolusi rakyat.

Republik Indonesia diproklamasikan dengan bantuan bandit-bandit, gangster dalam revolusi jahiliyah. Para elit “thaghut” kebanyakan adalah kaum nasionalis sekuler. Naskah Proklamasi dan UUD Kartosoewirjo dijiplak oleh Soekarno dan Hatta ketika memproklamasikan Kemerdekaan Republik Indonsia jahiliyah. Konsep Pancasila yang dibuat oleh Soekarno hanyalah sebuah fantasi dirinya ketika mengalami pergolakan batin tentang masa depan bangsanya.

Koran-koran Indonesia di era Sumpah Pemuda benar-benar jahiliyah. Sumpah Pemuda dapat juga dipandang sebagai pengkhianatan terhadap perjuangan Diponegoro, Imam Bonjol, Teuku Umar, Hasanuddin, dan lain-lain yang memperjuangkan Daulah Islamiyah (Darul Islam).

Ada yang menghubungkan jumlah sembilan tokoh penyusun Piagam Jakarta dengan Sembilan lelaki pembuat kerusuhan dalam QS 27:48.


Tjokroaminoto tidak mempunyai pengetahuan yang mendalam tentang Islam. Tapi Tjokroamnoto banyak mempengaruhi perkembangan pemikiran dan aksi politik Kartosoewirjo. HOS Tjokroaminoto pernah menulis buku “Islam dan Sosialisme”, dan artikel “Islam dan Nasionalisme” dalam FADJAR ASIA, 24 Mei 1929.

(Al-Chaidar : “Pengantar Pemikiran Politik Proklamator NII SM Kartosoewirjo”, Darul Falah, 1999)
(BKS1107180900)

Labels:

Umat Islam tak siap

Catatan serbaneka asrir pasir

Umat Islam tak siap

Umat Islam tak siap menerima aturan Islam dengan/secara utuh. Umat Islam tak siap diatur dengan/secara Islam. Umat Islam tak siap hidup dengan/secara sederhana, wara, qana’ah, zuhud. Dakwah Abudzar alGhifari agar hidup dengan/secara sederhana, wara’, qana’ah, zuhud tak digubris/disentuh umat dan pemimpin Islam (Simak antara lain ZA Ahmad : “Dasar-dasar Ekonomi dalam Islam”, Pustaka Antara, Djakarta, 1952, hal 49-64, “Religeus Sosialisme yang pertama”.

Gerakan, perjuangan Islam di mana-mana gagal total, tak berhasil. Tak satupun negara yang siap menerima aturan Islam dengan/secara tulus. Tak satupun negara yang betah diatur dengan/secara Islam. Aturan Islam sangat tak disukai oleh hawa/nafsu/selera manusia.

Umat Islam dilanda wabah sikap mental hedonism yang gandrung/cenderung pada kesenangan hidup mewah. Dilanda penyakit mental “wahn”, cinta kesenangan, kemewahan, takut memikul risiko (Simak antara lain Ceramah Mohammad Natsir : World of Islam Festival dalam perspektif Sejarah”, Serial MEDIA DAKWAH, No.34). Terhadap penyakit mental ini, Islam memberikan penangkal berupa sikap mental wara’ qana’ah, zuhud. Pada kondisi perang, maka sangat ditekankan jihad bil-maal berupa infaq fi sabilillah.

Ada yang berupaya melakukan talbis, sinkretisasi, pencampuradukan berbagai ide/ideology. Gerakan Freemasonry dan Zionis internasional dalam Khams Qanun-nya mencampuradukkan ide/ideology Monotheisme, Nasionalisme, humansme, Demokratisme, Sosialsme yang berasl dar Syer Talmud Qaballa XI:45-46 (Simak RISALAH, Bandung, No.10, Th.XXII, Januari 1985, hal 53-54 : “Plotisma, apa itu ?”, oleh Em’s). Tampaknya seperti campuran air, minyak, spiritus, madu, susu.

Sukarno dalam Pancasila-nya mencampuradukkan ide/ideology Ketuhanan, Humanisme/Kemanusiaan, Nasionalisme/Kebangsaan, Demokratisme/Kerakyatan, Sosialisme/Kesejahteraan. Sedangkan Pancasila itu bisa diperas/dikompres menjadi Trisila yang terdiri dari Ketuhanan (plus Kemanusiaan ?), Nasdem (Nasional Demokrat) dan Sosdem (Sosial Demokrat). Dan selanjautnya bisa diperas/dikompres lagi menjadi Ekasila, berupa Gotongroyong. (Simak Lahirnya Pancasila”).

Sebaliknya Kartosoewirjo (sesama anak didik HOS Tjokroaminoto dengan Sukarno) malah memisahkan/membedakan dengan/secara tajam antara Islam dengan Nasionalisme/Kebangsaan. Kaum Nasionalisme bertujuan terwujudnya Indonesia Raya Merdeka agar dapat berbakti/mengabdi kepadanya. Sedangkan Kaum Islam bertujuan terwujudnya Darul Islam (Darus Salam) agar dapat berbakti/mengabdi kepada Allah swt. Dengan demikian maka politik yang mengacu pada Islam berbeda dengan politik yang mengacu pada nasionalis.

Perbedaan antara masyarakat Indonesia dan masyarakat Islam menurut Kartosoewirjo adalah sebagai berikut :
“… masjarakat kebangsaan Indonesia mengarahkan langkah dan sepak terdjangnja ke djurusan Indonesia Raja, agar soepaja dapat berbakti kepada Negeri toempah darahnja, berbakti kepada Iboe-Indonesia. Sebaliknja, kaoem Moeslimin jang hidoep dalam masjarakat Islam atau Daroel-Islam, ‘tidaklah mereka ingin berbakti kepada Indonesia atau siap poen djoega, melainkan mereka hanja ingin berbakti kepada Allah yang Esa belaka’. Maksoed toedjoeannja poen boekan Indonesia Raja, melainkan Daroel-Islam jang sempoerna-sempoernanja dimana tiap-tiap Moeslim dan Moeslimah dapat melakukan hoekoem agama Allah (Islam), dengan seloeas-loeasnja, baik jang berhoeboengan dengan sjahsijah maoepun idjtima’iyah” (SM Kartosoewrjo : “Daftar Oesaha Hidjrah PSII, Malangbng, Poestaka Dar-oel-Islam, 1940, hal 5).

Menurut Kartosoewirjo, politik PSSII adalah politik Islam, yang ia terangkan sebagai berikut :

“Jang dimaksoedkan dengan politik dalam faham Party Sjarikat Islam Indonesia ialah politik Islam, politik sepandjang adjaran-adjaran Islam. Dan dari sendirinya, maka politik jang didjalankan oleh PSII ialah politik Islam. Boekan politik barat atau politik membarat! Boekan politik jang tidak ada sangkoet-paoetnja dengan Islam dan boekan poela politik jang ‘Boekan politik Islam’ atau ‘politik di loear Islam’!” (“Sikap Hidjrah PSII”, Djilid 2, Malangbong, 1936, hal 64).
(Al-Chaidar : “Pengantar Pemikiran Politik Proklamator NII SM Kartosoewirjo”, Darul Falah, Jakarta, 1999, hal49,46). (Simak dan renungkanlah juga lagu “Indonesia Raya” ciptaan WR Supratman. Serta bandingkan dengan QS 2:218, 8:72, 8:74, 9:20).

(BKS1107150630)

Labels:

Dakwah wal Jihad

catatan serbaneka asrir pasir

Dakwah wal Jihad

Islam melarang mengeterapkan kultur paksaan (QS 2:256). Islam tidak pernah memaksakan seseorang dan tidak pula disebarkan lewat tajamnya pedang, sebagaimana yang diklaim oleh musuh-musuh Islam. Islam mensyari’atkan perang, untuk menyingkirkan thagut-thagut yang menghalangi jalan dakwah ke rakyat dan penduduk. Setelah thagut-thagut ini disingkirkan dan dakwah Islam dikumandangkan, permasalahannya terserah kepada rakyat, apakah mereka mau menrima Islam, atauhkah tetap pada agamanya sendiri, tapi ia harus tunduk sebagai ahlu dzimmah. (Sebenarnya musuh-musuh Islam paham betul perbedaan antara dakwah wal jihad dengan terror, namun mereka tetap bersikukuh menyamakan antara dakwah wal jihad dengan terror dengan berbagai dalih yang dibuat-buat).

Tendensi dakwah Islam semacam ini bisa disimak antara lain dari perkataan Rab’I bin Amir di hadapan Rustum, pemimpin pasukan Persia, dari pengakuan-pengakuan beberapa orang yang telah mempelajari Islam secara benar, seperti pengakuan Arnold Toynbe dalam bukunya “Dakwah Kepada Islam”, pengakuan Gustav Lebon bahwa “Sejarah manusia tidak mengenal penakluk yang adil dan lemah lembut kecuali dari orang-orang Islam”. (Al-Chaidar : “Pengantar Pemikiran Politik Proklamator NII SM Kartosoewirjo”, Darul Falah, Jakarta, 1999, hal V-VI; dari Abdullah Nashih ‘Ulwan : “Sikap Islam terhadap non-Muslim”, Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 1993, hal 42-49).

Al-Chaidar bertanya “Kapan Negara Islam berkesempatan mengatur semua ketidakaturan” (idem, hal 13).

(written by sicumpaz@gmail.com at BKS 1107130700)

Labels:

मेंकारी hikmahnya

catatan serbaneka asrir pasir

1 Teka-teki

Apa hikmahnya dalam alQuran terdapat hal-hal yang berupa seolah-olah teka-teki, berupa mutasyabihat, padahal dinyatakan bahwa dalam alQuran itu yang ada hanyalah yang pasti, yang tak diragukan, yang tak debatable. Misalnya tentang jumlah ahlul kahfi, jumlah pemuda yang bersembunyi di gua, apakah tiga, empat, lima, enam, tujuh, delapan dengan anjingnya (QS 18:22). Tentang sosok DzulQarnin (QS 18:82), Yakjuj wa Makjuj (QS 18:94), Luqman (QS 31:12), mertua Nabi Musa (QS 28:27), malam qadar (QS 97:3), kadar/lama satu tahun (QS 32:5, 70:4), tempat nabi Isa (QS 3:55, 4:158), makna senggol/lamas (QS4:42, 5:6) ?

2 Mecari Persepsi (Wacana) tentang misi Islam

Mohon penjelasan perihal berikut :

1. Terkait akhir ayat QS 5:3, apakah misi Islam sudah selesai, sudah
berakhir ketika dinyatakan bahwa agama Islam sudah lengkap, sempurna ?

2. Terkait ayat QS 9:33, 61:9, apakah misi Islam sudah selesai, sudah
berakhir, ketika agama Islam sudah merata di seluruh jazirah Arab,
sudah tak ada lagi kaum musyrik ?

3. Terkait ayat QS 9:28, dan tafsirnya (dalam “Tafsir AlAzhar”, X:162,
XXVIII:68,181), apakah kaum musyrik itu sebatas kaum kafir Quraisy
pada masa Rasulullah saw ?

4. Terkait gambar/lukisan surga dalam Quran, apakah misi Islam
terbatas untuk penghuni jazirah Arab masa lalu (“Idiom tentang surga
berdasarkan kepada konteks pengalaman budaya masyarakat Arab pasti
berbeda dengan ‘idiom surga’nya orang Jawa”, kata Emha Ainun Nadjib,
dalam “Surat Kepada Kanjeng Nabi”, Mizan, Bandung, 1997:392) ?

(written by sicumpaz@gmail.com at BKS1107121900)

Labels:

Friday, July 08, 2011

Khilafah

catatan serbaneka asrir pasir

Khilafah


“What is in a name” kata Shakespeare. Apa sih perlunya nama. Mawar
tetap saja mawar, meskipun dikasih nama lain. A rose by another name would smell
as sweet. Nama itu menunjukkan identitas, pembeda. Khilafah berbeda dari Kerajaan.
Abul A’la alMaududi dalam bukunya “Khilafah dan Kerajaan”
(Alkhilafah wal Mulk), Mizan, bandung, 184 membedakan antara Khilafah dan Kerajaan.
Diantara yang membedakan antara Khilafah dan Kerajaan adaaaalah Cara Pengangkatan
Khalifah, Cara Hidup Para Khulafa, Cra Pengelolaan Baitulmaal, Batas Kemerdekaaan
Menelarkan Pendapat, Batas Kemerdekaan Peradilan, Batas Permusyawaratan, Batas
Kefanatikan Kesukuan, Batas Kekuasaan Hukum.


Dari ciri, kriteria, identitas yang dirinci Abul A’la alMaududi dalam
bukunya itu, maka yang dapat dikategorikan sebagai era Khilafah hanyalah Khilafah
Rasyidin dan era Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Sedangkan Daulah Bani Umawiyah
(baik di Syam maupun di Andalusia), Bani Abbasiyah, Bani Usamaniyah dan lainnya
bukanlah Khilafah, tetapi Kerajaan (AlMulk).


Dalam hubungan dengan khilafah, maka dakwah yang paling penting adalah “bagaimana
mengubah ideologi nasionalis sekuler” menjadi idelogi daulah khilafah
(Simak Al-Chaidar : ‘ Pengantar Pemikiran Politik Negara SM Kartosoewirjo”,
Darul Falah, Jakarta, 1420H, hal xi, Kata Pengantar)


Seputar Khilafah dan Daulah

Berikut di antara persepsi seputar khilafah dan daulah :


Mencari
Format Khilafah


Khilafah dalam cita


Khilafah
tanpa Khalifah


Gerakan Menegakkan Khilafah


Umat
Islam belum siap dengan Khilafah


Jadikan
masjid sebagai Pusat Pendidikan Masyrakat


Citra Isslam dan
Umat Islam


Persekutuan
Negara-Negara Muslim


Jalur
Menuju Daulah Islamiyah


Khilafah
antara cita dan fakta


Penerapan
Syari'at Islam di Minangkabau


Penghalang
tegaknya Syari'at Islam


Penghalang
tegaknya Daulah Islamih



(written by sicumpazya@gmail.com at BKS1107081400)

Labels:

Wednesday, July 06, 2011

चित्र इस्लाम दान उमट Islam

catatan serbaneka asrir pasir

Citra Islam dan Umat Islam

Jangan pesimis. Harus optimis. Umat Islam itu umat pemenang, bukan umat pecundang. “Ya’lu wa la yu’la ‘alaihi”. Demikian suara nyaring terdengar. Benar sekali. Benar dalam tataran Das Sollen (harapan, dambaan). Namun jauh dalam tataran Das Sein (realita, kenyataan).

Sekali-sekali cobalah renungkan. Pada tayangan kuliah subuh (Hikmah Pagi, Siraman Kalbu, Mamah dan AA, Islam itu Indah, dan lain-lain) apakah citra Islam dan uamt slam terlihat naik, meningkat, terdongkrak ? Ataukah yang terlihat suasana banyolan, lawakan, badutan. Begitu pula pada tayangan kuliah Ramadhan. Apakah yang terlihat suasana ketakwaan, ketawadhu’an. Ataukah yang terlihat suasana bisnis, komersial, nyeleneh ? Demikian pula pada media cetak, baik Koran, majalah, buku. Apakah yang terlihat lading dakwah, atakah lading bisnis (honor, royalty) ?

Simak pula negara-negara seperti Saudi Arabia, Pkistan, Mesir, negara-negara Teluk, Timur Tengah, Afrika Utara. Di negara mana citra Isam dan uamt Islam naik, meningkat, mendongkrak. Negara mana yang bebas merdeka dari bulan-bulanan, kendali Amerika Serikat dan sekutunya ?

Pelaksanaan hukum qishash (hukum pancung) secara kaku, tapa mempertimbangkan ilat, unsur-unsur penyebabnya, apakah akan menaikkan, meningkatkan citra Islam dan umat Islam ? Ataukah hanya akan menciderai citra Islam dan umat Islam ? Apakah sebenarnya yang dikehendaki dari QS 4:92-93, 9:33, 48:28, 61:9 ? Apakah untuk menampilkan citra keadilan (wasathan) Islam, ataukah hanya untuk menerapkan hukum Islam secara kaku ?

(written by sicumpaz@gmail.com at BKS1107070615)

Labels:

Sinkretisme

Catatan serbaneka asrir pasir

Sinkretisme

Sinkretisme adalah faham yang gerakannya berupaya mempersatukan agama-agama yang ada di dunia (religious syncretism is the fusion of diverse religious beliefs and practics). Bentuknya yang lebih konkrit adalah Moonisme, yaitu gerakan yang didirikan oleh pendeta kaya Soon Moon dari Korea, yang menyeru ke pada fusi (peleburan) agama-agama dalam satu wadah, yang tujuannya menggantikan dasr ke-Tuhanan dengan dasar kemanusiaan (WAMY : “Gerakan Keagamaan dan Pemikiran”, 1995:384, 388).

Pencetus sinkretisme Ibnu Sab’in dan Ibnu Hud at-Talmasani beranggapan, bahwa orang yang paling mulia adalah yang mengajak semua ummat beragama bersatu (Ibnu Taimiyah : “Al-Raddu ‘ala Al-Manthiqiyah, 1396H:282). Sinkretisme merupakan puncak toleransi beragama secara berlebihan. Semua agama baik. Toleransi beragamanya Jalaluddin Akbar (1556-1605) yang memadukan unsur-unsur dari segala agama dunia ke dalam agama baru yang disebutnya Din-Ilahi merupakan cikal bakalnya sekte Baha:i (Abul A’la Al-Maududi : “Sejarah Pembaruan Dan Pembangunan Kembali Alam Pikiran Agama”, 1984:85).

Pancasila pun merupakan bentuk baru dari sinkretisme yang berupaya mempersatukan Islam, Nasionalis/sekuler, Sosialis/Komunis (NASAMARX-NASAKOM). Khams Qanun yang dimiliki Gerakan Freemansory dan Zionis internasional terdiri dari Monotheisme, Nasionalisme, Humanisme, Demokratisme, Sosialisme, yang berasal dari Syer Talmud Qaballa XI:45-46 (RISALAH, No.10, Th XXII, Januari 1985, hal 53-54 : “Plotisma, apa itu ?”, oleh Em’s). Tokoh-tokoh semacam Ir Mahmud Muhammad Thaha, Dr Hasan Hanafi, Dr Muhammad Imarah, Dr Rifa’ah at-Thahthawi cenderung sinkretis.

(written by sicumpaz@gmail.com at BKS1107051930)

Labels:

नतसिर बिकार "असिओनलिस्मे" दलम Islam

catatan serbaneka asrir pasir

Natsir bicara “Rasionalisme” dalam Islam

Pada awal abad ke-2 Hijriyah mulai timbul aliran paham yang digerakkan oleh beberapa ahli akal terkemuka yang mendirikan satu madzhab yang dinamai Muktazilah. Sejarawan Barat menamakannya dengan Rasionalisme dalam Islam. Pada hakekatnya Rasionalisme seperti yang dipahami barat itu tidak sama dengan paham, I’tikad yang dibentangkan oleh ulama Muktazilah.

Di antara masalah terpengtingyang menjadi focus pembahasan kaum Muktazilah adalah tentang “sifat-sifat Tuhan”, masalah “Qadha dan Qadar”, masalah “Quran” aapakah itu makhluk atau tidak, masalah “politik” (khilafah).

Seringkali terlihat bagaimana dua masa yang amat berjauhan, yang berjarak beberapa abad, mungkin menghasilkan pemikir-pemikir yang bersama aliran fikiran, walau tak ada perhubungan antara satu dan yang lain, dan walau pun yang satu di Timur dan yang lain di Barat.

Antara Imam Ghazali dengan Descartes ada lebih kurang 5 abad. Yang seorang di Baghdad, dan yang lain di Perancis. Akan tetapi aliran fikiran hazali dalam “Tahafut” bertemu kembali dalam pembahasan Descartes dalam “Discours de la method”. Beberapa anasir dan keadaan-keadaan yang bersamaan dalam dua zaman yang berjauhan itu telah menghasilkan dua aliran fikiran manusia yang menunjukkan beberapa prsamaan pula. Halini biasanya disimpulkan dengan l’Histoire se repete”, zaman beredar, riwayat berualang.

(Apakah JIL, Jaringan Islam Liberal yang disebut “Jumawa” masa kini merupakan langan, repetisi, reinkarnasi dari Muktazilah masa lalu ? Apakah Sekularisme, Sinkretisme, Pluralisme, Liberalisme dan kerabatnya merupakan jelmaan, metamorfosa dari Ilmaniah, Zandaqiah, Dahriyin, Nazzhamiah, dan yang sekerabat dengannya ?AS)

Pendiri madzhab Muktazilah pertama adalah Washil bin ‘Atha, lahir di Madinah tahun 80H dari Banu Makhzhum. Ia adalah ahli pidato yang tangkas dan lancer. Semua kata dalam pidatonya tak menggunakan hruf ra (er), karena ia tak pandai melafalkan huruf ra (er). Ia melafalkan huruf ra (er) seperti ghain (ge). Pengikutnya dinamakan dengan Washiliah.

Golongan Muktazilah terpecah-pecah sampai tidak kurang darpada 20 golongan yang lebih kecil. Bla ada sedkit saja perbedaan pemahaman di antara mereka, maka timbullah madzhab baru. Ada yang tinggal kecil, dan ada yang bertambah besar.

(M Natsir dari Pendidikan Islam Bandung, dalam ALMANAAR, no.2, pg 89-96)

Muktazilah masa kini

AlImam Abul Hasan AlAsy'ari berlepas diri dari Kaum Asy'ariyin (Abul Hakim bin Amir Abdat : "Risalah Bid'ah, 2001:115). "Saya bukan Marxis" kata Karl Marx (Muhammad Hatta : "Ajaran Marx", 1975:7).

Abul Hasan AlAsy'ari (260-324H) adalah perumus dan pembela faham Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Salah satu kitab karangannya adalah "ArRaaddu 'alal Ibnu Rawandi", Menolak faham Ibnu Rawandi. Ibnu Rawandi adalah orang Muktazilah (KH Siradjuddin Abbas : "Thabaqat AsySyafi'iyah", 1975:94).

Ibnu Rawandi berkata , "Kalau apa yang dibawa oleh para nabi mendukung akal, maka kita tidak memerlukannya, karena kita telah memiliki akal, tapi kalau bertentangan maka lebih-lebih tidak memerlukannya".

Ibnu Rawandi menilai bahwa :shalat, mendi junub, melontar jumrah, dan thawaf, semuanya tidak sejalan dengan akal. Orang Arab - katanya _ dapat menyusun semacam "AlQur:an" (M Quraish Shihab : "Mukjizat AlQur:an", 1997:268-269).

Golongan Muktazilah ("Rasionalisme") terpecah-pecah sampai tidak kurang dari 20 golongan madzhhab. Perselisihan kecil bias menimbulkan golongan madzhab baru. Semuanya dihadapi dan diantang oleh golongan madzhab "Ahli Sunnah" (M Natsir : "Rationalisme dalam Islam dan Reactie atasnya", ALMANAR).

Ulil Abshar Abdallah dengan "jaringan Islam Liberal menganggap bahwa misi Islam yang penting sekarang adalah bagaimana menegakkan keadilan di muka bumi, terutama di bidang politik dan ekonomi (juga di bidang budaya), bukan menegakkan jilbab, mengurung perempuan kembali, memelihara jenggot, memendekkan ujung celana, dan tetek bengek masalah yang menurutnya amat bersifat furu'iyah (KOMPAS, Senin, 18 November 2002). Namun tak jelas bagaimana "keadilan versi Ulil".

Belajar Memahami Khawarij dan Muktazilah

Khawarij :

Khawarij Masa Lalu, picik, dangkal dan tidaka mendalam memahami permasalahan yang dihadapinya, tidak jauh pandangannya dalam menilai hasil dan akibat dari perbuatan yang hendak dikerjakan. (tak berbobot analisa-ilmiahnya). Sedangkan Khawarij masa Kini sangat terampil membawakan hujjah-argumentasi yang tampak sangat ilmiah-akademis (pseudo ilmiah).

Khawarij Masa Lalu sangat tekun beribadah. Sedangkan Khawarij Masa Kini tak serius beribadah (ghafil, sahun fil ibadah).

Sebagian Khawarij Masa Lalu mengingkari sebagi suarat alQur:an (surat Yusuf). Khawarij masa Kini juga mengingkari sebagian ayat Qur:an. Antara lain ayat QS 3:19, 3:85, 2:221, 58:22, 60:10, dan lain-lain.

Khawarij Masa Lalu berani dan menganggap enteng terhadap kehidupan di dunia, demi untuk mempertahankan pendapat dan prinsip yang diaanustnya. Sedangkan Khawarij Masa Kini hanya aktif menyebarkan pendapatnya namun tak berani mati mempertahankan pendiriannya.

Khawarij Masa lalu bersifat anarkis, sedangkan Khawarij Masa Kini bersifat kompromis.

Muktazilah :

Muktazilah Masa lalu sangat berlebih-lebihan dalam menghormati akal (rasio). Muktazilah Masa Kini juga sangat berlebih-lebihan mengagung-agungkan akal (rasio).

Muktazilah Masa Lalu, dengan menggunakan filsafat membuat ajaran Islam menjadi kabur, menjadi tak jelas. Muktazilah Masa Kini juga dengan menggunakan filsafat (rasio) membuat ajaran Islam menjadi kabur, kacau. Yang sudah qath’i dibuat menjadi zhanni.

Muktazilah Masa lalu menggunakan filsafat untuk mempertahankan Islam. Muktazilah Masa Kini menggunakan filsafat untuk melemahkan Islam. Muslim yes Islam no.
Muktazilah masa Lalu memandang Qur:an sebagai makhluk. Muktazilah Masa Kini menjadikan Qur:an sebagai objek kritik (Hermeneutika).

Kelompok :

Baik masa lalu, maupun masa kini, Khawarij dan Muktazilah ada yang rajin beribadah juga rajin berjihad. Ada yang rajin beribadat tapi malas berjihad. Ada yang malas beribadat tapi rajin berjihad. Ada yang malas beribadat juga malas berjihad. Ada yang label Islam yes Ibadah no. Ada yang Ibadah yes Syari’at no.

(written by sicumpaz@gmail.com at BKS0708051500)

.

Labels:

Monday, July 04, 2011

खिलाफः दान Khilafiyah

Catatan serbaneka asrir pasir

Khilafah dalam khilafiyah

Menyimak artikel-artikel MEDIA UMAT, Jakarta, Edisi 61, 7 Juli 2011 (“Indonesia Menuju Khilafah”, Komentar Tokoh” tentang Khilafah, “Seruan Khilafah Menggema di Nusantara”, “Negara Global Khilafah”, “Teguhkan Komitmen Penegakan Khilafah”, Gempita Konferensi Rajab”, “Hidup Sejahtera Di bawah Naungan Khilafah”, “Cegah Dominasi Asing Dengan Khilafah”, “Syari’at Islam Membersihkan Peradilan”), saya sama sekali tak paham, tak mengerti tentang konsep (metode, manhaj, thariqah, program, cara) mengusung, menegakkan kembali syair’at dan khilafah.

Ibarat tim kesebelasan sepakbola. Tujuannya suda jelas, yaitu tuntuk tegaknya kembali syari’at Islam dan khilafah Islamiyah. Namun siapa yang dan menggarap (melobi, menyeru, mendakwahi) para politisi dunia. Siapa yang akan menggarap para ekonom dunia. Siapa yang akan menggarap para jenderal. Siapa yang akan menggarap para budayawan. Siapa yang akan berperan sebagai penyandang dana. Siapa yang akan berperan sebagai penyedia logistic. Siapa yang akan berperan sebagai pengumpan. Siapa yang akan berperan sebagai penyerang. Siapa yang akan berada di barisan pertahanan. Siapa yang akan berperan sebagai gelandang, back, kipper. Satu sama lain saling mengover dibawah komando seorang kapten, bukan jalan sendiri-sendiri. Kapten bisa saja dari gelandang, dari back, dari kipper. Semuanya sederajat. Hanya saja kapten dipercayai sebagai pengatur, pemimpin, komandan, koordinator, organisator. Hanya yang terkoordinir, terorganisir yang akan bisa sukses, berhasil. Sedangkan yang tak terkoordinir, yang tak terorganisir akan mengalami kegagalan secara sunnatullah.

Dalam khilafah tak ada terminologi asing dan pribumi. Bahkan istilah asing adalah asing dalam khilafah. Yang ada hanyalah istilah lawan dan kawan, Islam dan Kafir.

Rasa-rasanya juga tak ada salahnya belajar dari lawan, dari musuh. Bagaimana strategi, taktik, teknik perjuangan Zionis Yahudi sampai berhasil mempengaruhi Amerika, Inggeris,, Rusia, Perancis, sampai berhasil mendirikan Negara Israel yang tangguh.

(written by sicumpaz@gmail.com t BKS1107010515)

Labels:

पेतिकन ungkapan

Catatan serbaneka asrir pasir

Petikan ungkapan

1. Yang sangat penting dalam pemerintahan dan dalam hidup negra ialah semangat, semangat para penyelenggara, semangat para pemimpin pemerintah (Penjelasan sifat UUD-1945).
2. Bentuk kedaulatan (demokrasi atau otokrasi), bentuk pemerintahan (republic atau monarki), bentuk Negara (kesatuan atau federal), sistem pemerintahan (presidensial atau parlementer), sistem legislatif (dua atau satu kamar) haruslah mengacu pada kesejahteraan rakyat (“Kamus Mutiara”, Bintang Indonesia, Djakarta, 1955).
3. Verlichte despotisme (diktatur yang bijak) berorientasi kepada kesejahteraan rakyat, tertuju kepada kebaikan rakyat, bukan untuk kesenangan diri. Sejarah mencatat di antara penguasa yang punya rasa pengabdian, kepedulian sosial adalah Peter yang Agung (1689-1725), Katharina II (1762-1796) dari Rusia, Friedrich II Agung (1740-17860, Joseph II (1765-1790) dari Prusia (Iljas St Pamenan : “Sedjarah Dunia”, Djilid ke I, Pustaka Timur, Dajakrta, 1950, halaman 11).
4. Secara umum, raja-raja Jawa sejak Mpu Sindok (sebelumnya Sanjaya) tampil sebagai despot yang bijak, yang peduli akan kesejahteraan rakyat (Abwar Sanusi : “Sejarah Indonesia untuk Sekolah Menengah”, I, 1954:22,28).
5. Di kala Baghdad ditaklukkan oleh Hulako Khan (1258), Panglima Tartar mengumpulkan Ulama Baaghdad dalam suatu Majelis dan mengajukan pertanyaa “Manakah yang lebih baik pemerintah yang kafir tetapi adil daripada pemerintah Islam tetapi zahlim ?”. Tampil Ibnu Thaus (ulama frustasi) menjawab bahwa “pemerintah kafir tetapi adil lebih baik dari
6. Segala undang-undang, peraturan yang ditetapkan untuk umum oleh trio dewan legislatif/eksekutif/yudikatif dibuat sebagai alat untuk memenuhi kepentingan mereka (Abdul Madjid ‘Aziz AzZandani : “Jalan Menuju Iman”, Karya Utama, Surabaya, halaman 48).
7. Democracy is form of government in which men are counted not weighed (Muhammad Iqbal, dikutip Osman Raliby dalam :Pembangunan Kembali Alam Pikiran Islam”, Bulan Bintang, Jakarta, 1983, halaman 23).
8. Pokok pikiran tentang penerapan syari’at Islam yang dicetuskan HTI dan dipublikasikan lewat MU terkesan masih bersifat global dan abstrak. Ebaiknya dilengkapi dengan implementasinya di berbagai aspek penyelenggaraan hidup bernegara dan bermasyarakat ( P Sugeng dalam “Komentar untukMu”, MU Edisi 61, 17 Juni-7 Juli 2011, halaman 3).
9. Untuk bisa mewujudkan kesatuan umat yang menjalankan syariat Islam yang satu membutuhkan kepemimpinan dan sist3em yang satu. Karena itu di tengah-tengah umat Islam harus ada pemimpin yang satu (Farid Wadjsi dalam “ Editorial” MU Edisi 61, 17 Juni – 7 Juli 2011, halaman 3).
10. Para politis memanfa’atkan otonomi daerah untuk menghidupkan kembali neo-kolonialisme melalu pmberian konsesi pertambangan yang illegal (Ferdy Hasiman. Dalam KOMPAS, Sabtu, 25 Juni 2011, halaman 7, “Penguasa dan Pengusaha Lokdal”).
11. Para begundal negeri – seperti demang di zaman VOC – menurut saja apa kemauan para kompeni. Mereka mendesain ulang ketatanegaraan Indonesia agar sesuai dengan Barat melalui perubahan perundang-undangan dan peraturan di bawahnya (Mujiyanto, dalam MU, Edisi 61, 17 Juni – 7 Juli 2011, halaman 4 : “VOC Ditendang, VOC Diundang”0.
12. Bukan beta bijak berperi, pandai menggubah madahan syair. Bukan beta budak negeri mesti menurut undangan mair (Rustan Effendi dalam “Bebasari”).
13. Perubahan rezim harus disertai perubahan system. System ideologi kapitalaisme dengan system politik demokrasi dan system ekonomi harus diganti dengan sistem Islam (MU, Edisi 61, 17 Juni – 7 Juli 2011, halaman 16).
14. Inqilab (peralihan kekuasaan ?) haruslah secara alamiah (evolusi ?) Negara dalam bentuk apa pun tumbuh di dalam masyarakat dengan cara-cara ilmiah, berdasarkan factor-faktor akhlak, kejuwaan social, politik dan sejarah yang berkaitan erat antara satu factor dengan factor yang lain (Abul A’la AlMaududi : “Metoda Revolusi Islam”, ArRisalah, Yogyakarta, 1983, hal 14).
15. pemerintah Islam tetapi zhalim” (KH Firdaus : “Dosa-Dosa Yang Tak Boleh Berulang lagi”, Pedoman Ilmu Jaya, 1992, hal 79).
Di kala Baghdad ditaklukkan oleh Hulako Khan (1258), Panglima Tartar mengumpulkan Ulama Baaghdad dalam suatu Majelis dan mengajukan pertanyaa “Manakah yang lebih baik pemerintah yang kafir tetapi adil daripada pemerintah Islam tetapi zahlim ?”. Tampil Ibnu Thaus (ulama frustasi) menjawab bahwa “pemerintah kafir tetapi adil lebih baik dari Di kala Baghdad ditaklukkan oleh Hulako Khan (1258), Panglima Tartar mengumpulkan Ulama Baaghdad dalam suatu Majelis dan mengajukan pertanyaa “Manakah yang lebih baik pemerintah yang kafir tetapi adil daripada pemerintah Islam tetapi zahlim ?”. Tampil Ibnu Thaus (ulama frustasi) menjawab bahwa “pemerintah kafir tetapi adil lebih baik dari Di kala Baghdad ditaklukkan oleh Hulako Khan (1258), Panglima Tartar mengumpulkan Ulama Baaghdad dalam suatu Majelis dan mengajukan pertanyaa “Manakah yang lebih baik pemerintah yang kafir tetapi adil daripada pemerintah Islam tetapi zahlim ?”. Tampil Ibnu Thaus (ulama frustasi) menjawab bahwa “pemerintah kafir tetapi adil lebih baik dari
(written by sicumpaz@gmail.com at BKS1107011400)

Labels:

खिलाफः अन्तर सीता दान fakta

catatan serbaneka asrir pasir
Khilafah antara cita (idea) dan fakta
Wujud Perjuangan Kaum Muslimin di negeir-negeri Islam yang tidak terjadi perang (fisik) – menurut juru bicara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) M Ismail Yusanto – adalah berusaha keras menegakkan kembali institusi pelaksana syari’ah Islam jakni Khilafah Islamiyah.
Perjuangan menegakkan syari’at dan khilafah ini berlangsug melalui perang pemikiran, tanpa amenggunakan fisi.
Dakwah untuk penerapan syari’ah dan penegakkan khilafah harus bisa menggambarkan dengan gamlang sistem Islam secara utuh.
Pemahaman tak bisa berubah dengan pemaksaan (MEDIA UMAT, Edisi 59, 20 Mei – 2 Juni 2011, hal 7, “Perlawanan Tak Kenal Padam, oleh Mujianto) (Ide tak pernah mati. Persepsi tak pernah sama mutlak).
“Tegaknya khilafah adalah janji Allah swt dan RasulNya, serta merupakan keniscayaan faktual” (idem, hal ? (Sementara pihak menyatakan bahwa AlQuran dan Sunnah tidak pernah berbicara tentang Negara Islam, idem, hal 19).
Penerapan syari’at adalah suatu hal. Dan penegakkan khilafah adalah suatu hal lain. Tak pernah ada kesemaan persepsi, pemahaman terhadap kedua hal tersebut. Ada yang setuju, mendukung, dan ada pula yang menolak, menantang. Selalu saja ada yang menolak, menantang formalisasy syari’at Islam, terutama datangnya dari pendukung sinkretisme (talbis), sekularisme, pluralisme, liberalisme, pancasilaisme. Bahkan pada tahun 40-an, Haji Agus Salim dalam PEDOMAN MASYARAKAT telah menolak, menantang penegakkan kembali Khilafah Islamiyah.
Haji Agus Salim dalam bulanan PEDOMAN MASYARAKAT, tahun 1940 menulis tentang kedudukan Khalifah di dalam Islam. Bagi Haji Agus Salim, berdasarkan data historis : Kekuasaan kekhalifahan itu berdasarkan kekuatan senjata. Kekhalifahan Ali bin Abi Thalib tak disepakati oleh seluruh umat Islam. Tak ada hubungan yang tegas antarra agama dengan urusan khalifah (negara). Kekhalifahan itu sudah berakhir.
Unsur Kekhilafahan terdiri dari piranti lunak (software) berupa Quran dan Sunnah Rasulullah saw, serta piranti keras (hardware) berupa Khalifah dan aparat Kekhalifahan. Meskipun sama-sama berpegang merujuk, mengacu pada Quran dan Sunnah, namun tetap saja muncul perbedaan pemahaaaaaaaaaaaaaman, persepsi. Sengketa antara kelompok Ali dan kelompok Mu’awiyah, antara firqah-firqah, antara madzhab-madzhab, antara aliran-aliran mengindikasikan bahwa unsur piranti keras dalam kekhilafahan tak pernah solid. Dengan kata lain, bahwa khilafah dalam perjalanan sejarahnya tak pernah memberikan jaminan sebagai satu-satunya solusi, sistem terbaik. Namun begitu, dari sudut pandang cita (idea), khilafah tetap saja sebagai solusi, sistem yang paling ideal, meskipun dari sudut faktual (aplikasi, implementasi, penerapan) tetap saja memunculkan pertanyaan.
Seluruh kaum Muslim haruslah ditempatkan, diposisikan sebagai potensi, objek dakwah yang harus disadarkan (idem, hal 7). (Namun kondisi riil umat ini benar-benar bagaikan buih di lautan, tak punya daya apa-apa, jadi pecundang, bukan pemenang, jadi bulan-bulanan lawan dimana-mana).
Berbagai macam teori, gagasan, konsep telah diusung untuk mengembalikan kejayaan Khilafah yang diruntuhkan oleh konspirasi lawan pada 8 Maret 1924, namun impian hanya tinggal tetap jadi impian, dambaan.
Dalam bukunya “islam dan Khilafah” (1985:267-277), Dr Muhammad Dhyiya’ad-Din ar-Rais (Guru Besar Sejarah Islam di Universitas Kairo), mengajukan gagasan lembaga Persekutuan Negara-Negara Muslim sebagai bentuk (model) kekhilafahan yang sesuai dengan masa kini.
Kekhilafahan pada masa modern ini haruslan memiliki bentuk yang dinamis dan seirma dengan kemajuan, baik politik maupun kosntitusional yang muncul di masa kini. Bentuk kekhilafahan modern tidak terpusat pada satu tangan, melainkan berada dalam suatu sistem persatuan, demokratis, bercorkmusyawarah dan persekutuan.
(written by sicumpaz@gmail.com at BKS1105271400)

Labels: