Milis bincang-bincang Masyarakat Adil Makmur Situs Koleksi Informasi Serbaneka

Saturday, August 27, 2011

Tasauf

catatan serbaneka asrir pasir

Tasauf

Menurut Abul A’la al-Maududi, Fiqih berkaitan dengan amal ibadah lahir (ritual ?). Sedangkan Tasauf berkaitan dengan amal ibadah batin (hati). Tasauf memperhatikan, membahas keadaan hati ketika menunaikan ibadah, tentang keikhlasannya, tentang ketulusannya, tentang kejernihan niat-motivasinya. Dalam pandangan Islam tidaklah akan menjadi baik, kecuali dengan mengikuti (ittiba’ ?) secara sempurna dan benar semua hukum syara’ dari sisi lahir dan batin.

Namun sayang, kemudian terjadi penyelewengan, penyimpangan, penyesatan dalam tasauf akibat masuknya pengaruh, penyusupan, infiltrasi dari ajaran-ajaran filsafat non-Islam dengan memakai label/topeng/simbol tasauf Islam, yang mengakibatkan tasauf terlepas (atau melepaskan diri) dari Islam. Abul A’la sendiri mengakui bahwa ia adalah penantang tasauf ini. Yaitu tasauf gadungan, yang menyimpang, yang menyeleweng dari Islam. Abul A’la al-Maududi memperingatkan bahwa “Orang yang tidak mengikuti Rasulullah saw secara benar dan tidak mengikat dirinya dengan jalan yang benar yang telah ditunjukannya, tidaklah berhak untuk menyebut dirinya sebagai sufi Islami. Sebab tasauf seperti ini sama sekali bukan bagian dari Islam”.

HAS al-Hamdani juga menggugat tasauf gadungan tersebut dengan bukunya “Sanggahan Terhadap Tashawuf & Ahli Sufi”, terbitan al-Ma’arif, Bandung, 1982. Al-Hamdani berupaya bersikap adil, berdiri di tengah-tengah. Membenarkan hal yang benar dan menolak hal yang batil. Sambil memberikan yang layak menerima pujian atau celaan. Prof Dr Hamka sengaja menulis buku panduan tentang tasauf berjudul “Tasauf Modern”. Dalam kaitannya fiqih dan tasauf ini, Cak Nun (Emha Anun Nadjib) secara halus menggiring kita (pembaca tulisannya) untuk bersimpati pada sufiah dan antipati terhdap fiqhiyah. (Simak “Surat Kepada Kanjeng Nabi”, terbitan Mizan, Bandung, 1997, hal 397-398). Dalam tayangan pagi suatu stasiun telvisi dihadirkan pembahasan tentang buku “Mereguk Sari Tasauf” (Garden of Truth).Al-Kautsar menerbitkan “Madarijus Salikin” Ibnu Qayyim sebagai “Pejabaran Kongkrit ‘Iyyaka Na’budu wa Iyyaka Nasta’in’). Darul Falah menerbitkan “Darah Hitam Tasawuf” Ihsan Ilahi Dhahir, sebagai “Studi Kritis Kesesatan Kaum Sufi”.

(Simak :
- ‘Abdul Qadir Isa : “Hakekat Tasawuf” (Haqa’iq at Tasawwuf), terbitan Qisthi Press, Jakarta, 2006, hal 444-446.
- Abul A’la al-Maududi : “Prinsip-prinsip Islam” (Mabadi al Islam), terbitan al-Ma’arif, Bandung, 1983, hal 126-129.
- Abul A’la al-Maududi : “Sejarah Pembaruan dan Pembangunan Kembali Alam Pikiran Agama” (Tajdiid ad-Diin wa Ihyaa-ihi), terbitan Bina Ilmu, Surabaya, 1984, hal 111-113).

(written by sicumpaz@gmail.com at BKS1108280815)

Labels:

Friday, August 26, 2011

BagaimanaCaraMemahaminya

catatan serbaneka asrir pasir

Bagaimana memahaminya ?

Untunglah, kata sejumlah orang mulia yang cerdik cendekia : Allah sendiri itu Maha humor. Sudah enak-enak hidup sendiri kok bikin macam-macam makluk yang lucu-lucu begini. Apa Dia kesepian. Adam sudah nyaman-nyaman di surge, dibiarkan tercampak ke bumi. Kok lucu. Buah Quldi saja kok ndak boleh dimakan. Mbok ya biar. Apa sih ruginya Tuhan kehilangan sebiji Qldi ? Mbok biarkan Adam kawan sama hawa di surge, pengantinan dan pesta sampai anak turunannya sekarang ini. Kenapa makhluk-makhluk itu harus menunggu terlalu lama untuk memperoleh kesempatan bercengkerama mesara denganNya. Lucu. Pakai bikin Iblis-Setan segala (Emha Ainun Nadjib : “Surat Kepada Kanjeng Nabi”, Mizan, bandung, 1997, hal 162, dari SUARA MERDEKA, 25 September 1992).

Penting pulakah Anda menanyakan kenapa Tuhan, melalui nabi Ibrahim, menentukan Ka’bah didirikan di tempat itu ? Adakah karena kebetulan sja kampong Ibrahim memang di situ ? Kenapa pula Tuhan menentukan Ibrahim lahir di negeri dan tanah itu, dan tidak di Timor Timur misalnya ? Bahkan kenaapa pula seluruh Nabi hanya muncul di Timur Tengah ? Kenapa tak dibagi : Cina punya satu Nabi, India punya satu Nabi, Jawa punya satu Nabi, dan seterusnya ? Ini pertanyaan bukan untuk “menggugat” Tuhan, melainkan justruuntuk membuka pintu rahasia ilmu dan kehendak-Nya (idem, hal 118, dari SUARA MERDEKA, 18 Juli 1992).

Barangkali saja kehidupan memang memiliki watak dan gayanya sendiri : manusia hidup dalam berbagai perbedaan, pertentangan, bahkan ketimpangan. Seolah-olah Tuhan sengaja menakdirkan seseorang menjadi kaya, sementara yang lain melarat, semelarat-melaratnya. seseorang bisa memiliki sekaligus ratusan perusahaan, yang diperoleh secara wajar, professional, maupun melakukan bocoran-boran brokratisme dan nepotisme, sehingga setiap saat bisa disewanya seribu pesawat untuk dimilikinya sendirian. Sementara seorang yang lain membeli ratusan map dan kertas surat lamaran kerja yang bertahun-tahun tak diterima oleh kantor perusahaan mana pun. Atau membanting tulang daging sehari penuh untuk beberapa ratus rupiah (idem, hal 58, dari SUARA MERDEKA, 30 Oktober 1991). (Sekedar ilustrasi, simak juga kasus Muhamamd Nazaruddin, Gayus Tambunan, pencuri tiga buah coklat, dan lain-lain).

Amir Hamzah menggambarkan betapa tak berdayanya, tak mampunya manusia dalam menghadapi kehendak/kekuasaan Tuhan. manusia dilukiskan seakan-akan hanalah merupakan permainan belaka, seumpama golek (boneka) dalam permainan wayang untuk menghibur (menyenangkan) sang dalang (Drs Samaun : “Napas Ketuhanan Dalam Puisi Indonsia Modern”, dalam GELANGGANG Sastera, Seni dan Pemikiran, Nop.2, Tahun I, 1967, hal 11).

Salah satu dari ucapan Jaham ibnu Shafwan – pemimpin jabariyah – adalah sebagai berikut : Manusia tidak mempunyai kodrat untuk berbuat sesuatu, dan ia tidak mempunyai “kesanggupan”. Dia hanya terpaksa dalam semua perbuatannya. Dia tidak mempunyai kodrat dan ikhtiar, melainkan Tuhanlah yang menciptakan perbuatan-perbuatan pada dirinya. dia adalah laksana sehelai bulu yang terkatung-katung di udara, bergerak ke sana-sini menurut hembusan angin (Prof Dr A Syalabi : “Sejarah dan Kebudayaan Isla”, Pustaka al-Husna, Jakarta, 1983, jilid II, hal 379).

Allah kasih manusia rejeki menurut kemashlahatan mereka. Ia mengkayakan orang yang memang laya memiliki kekayaan. Dan memiskinkan orang yang memang berhak jadi orang miskin. Allah lebih tahu apa yang bermashalahat bagi manusia, dan yang tidak bermashlahat bagi mereka (PANJI MASYARAKAT, Jakarta, No.537, hal 7, dari Al-LIWA al_ISLAM).

(written by sicumpaz@gmail.com at BKS9801290700)

Labels:

EmhaDanMuhammadiyah

catatan serbaneka asrir pasir

MH (Emha) dan MH (Muhammadiyah)

Menurut ijtihad seniman/budayawan Cak Nun (Emha Ainun Nadjib), Muhammadiyah “kurang akrab dengan budaya sehingga menyebabkan kurang tanggap, padahal banyak sekali kekayaan disana yang patut untuk dikenali”. Saya rasa – kata Cak Nun – kita semua masih perlu banyak belajar. kita terlalu cepat mengambil kesimpulan, keputusan dan tudingan, akan tetap tidak mempelajari proses pengambilan datanya, proses analisisnya, proses simulasi sosial budayanya, sehingga kita terjebak dalam mempersoalkan hal yang kita sama-sama belum faham betul (SUARA ‘AISYIYAH, Yogyakarta, No.2/2011, hal 14, “Ijtihad Kesenian & Kebudayaan Merupakan Sunnatullah”.

Pada satu sisi, Cak Nun mengajari kita, bahwa “demokrasi di daam Islam bukan hanya demokrasi yang dikenal manusia, tetapi jin, setan dan makhluk gaib lainnya kenal dan diberi haknya masing-masing sesuai dengan posisinya. Demokrasi itu sekedar berposisi seperti nasi. Berasnya, benihnya dan sawahnya ada di mana-mana. Apalagi dalam Islam (Enha Ainun Nadjib : “Surat Kepada Kanjeng Nabi”, terbitan Mizan, Bandung, 1997, hal 240,243).

Tapi pada sisi lain menanamkan benih primordial, sektarianisme. Secara halus Cak Nun menggiring kita pembaca untuk berkesimpati pada sufiah dan antipati terhadap fiqhiyah. (Berhubungan dengan ini, simak juga Abul A’la a-lMaududi :”Tajdii-d ad-Din wa Ihyaa-ihi”[ Edisi Indonesia [“Sejarah Pembaruan dan Pembangunan Kembali Alam Pikiran Agama”, terbitan, Bina Ilmu, Surabaya, 1984, hal 111-112; “Prinsip-Prinsip Islam”, terbitan al-Ma’arif, Bandung, 1983, hal 126-129; SA al-Hamdany : “Sanggahan terhadap Tashawuf & Ahli Sufi”, al-Ma’arif, Bandung, 1982).

Fiqih – jelas Cak Nun – tidak sama dan sebanun dengan agama. Agama tu karya Allah, fiqih itu karya manusia. Para pengajar dan penganjur agama terlalu fanatic untuk member tahu kita bahwa agama iktu dogma, bukan cakrawala (wawasan ?). Bahwa syari’at itu aturan, bukan ilmu. Bahwa fiqih itu pakem, bukan “dinamika kata kerja” (Idem, hal 397-398).

Fiqih – lanjut Cak Nun - mengurusi (membicarakan) wajib, sunat, mubah, makruh, haram, halal, sah, batal, bid’ah, sunnah, kaifiat shalat, shaum dan lain-lain yang sejenis. Yang baru pada taraf belajar, bahkan yang sudah pada thap terbiasa shalat dan shaum, bila merasakan rasukan aroma antipasti pada fiqhiyah akan berdampak merebak antipasti pada larangan bid’ah, setidaknya bersikap sinis.

Di dusun saya – kata Cak Nun – kami berbuka puasa begitu suara bedug berbunyi. Bedug sesuai dengan momentum dan konteksnya adalah bagian dari kenikmatan budaya keislaman kami. Tapi karena katanya (menurut sejumlah muballigh Muhammadiyah) bedug itu bid’ah, ya kami harus tak keberatan untuk membuangnya serta menggantukannya dengan pengeras suara dan kaset yang katanya juga tidak termasuk bid’ah. Kami merasakan kehilangan, meskipun tetap rela demi pemurnian Islam. Bahkan kami – lanjut Cak Nun – juga tak bisa berlagu-lagu pujian menjelang sembahyang. Juga tidak lagi melakukan wirid kolektif, melainkan sendiri-sendiri, sehingga akhirnya amat sedikit saja yang melakukan wirid. Tapi tak apa. Demi pemurnian Islam. Kita harus menjalankan sesuatu yang sungguh-sungguh diajarkan oleh Nabi. Ketika kemudian saya – Cak Nun melanjutkan – merantau ke Yogya, pusatnya Muhammadiyah, organisasi modern yang memurnikan umat Islam dari bid’ah-bid’ah, sya mencoba mencari pengganti estetika yang hilang itu, sebab saya yakin Muhammadiyah lebih memiliki kualaitas dan keterampilan modern untuk menggarap seni budaya Islam (idem, hal 388-389).

Yang pasti tak akan sampai mencari-cari pengganti “’ijil” (QS 7:148). Bahkan tak akan meminta-minta yang sejenis dengan yang diminta Ahli Kitab kepada Nabi Muhammad. Apalagi tak akan meminta-minta yang sejenis dengan yang diminta Ahli Kitab kepada nabi Musa (QS 4:153).

Suatu gerakan swadesi dalam Islam – kata Cak Nun – pernah ingin “membersihkan” (budaya) itu semua dan memilih suatu hal yang disebut “pemurnan” Islam atau “kembali kepada al-Quran dan Sunnah”. Sayang proses “perasionalan” kehidupan agama itu agak kurang dilandasi pemahaman dan kesadaran mengenai proses budaya manusia dan masyarakat. Maka yang diberantas pada umumnya adalah “bentuk-bentuk budaya dan bukannya pemahaman dan sikap terhadap bentuk-bentuk budaya” itu. Dengan kata lain : ingin membuang krikil dalam nasi dengan cara membuang seluruh nasi di piring, atau ingin menyembuhkan borok dengan memotong kaki. Tradisi-tradisi budaya atau seni keagamaan dihapus tanpa diberikan gantinya : akhirnya kaum Muslimin diseret oleh arus lain yang justru datang dari luar dirinya dan mengancam eksistensi akidah keislaman mereka. Paket-paket budaya Islam tradisional dipenggal begitu saja, bukan sekedar direduksi unsur-unsur bid’ah-khurafat atau kleniknya (idem, hal 209-210). (Pada kontek kekinian, perlu juga diperhatikan, ditanggapi, direspon oleh FPI dalam melakukan tindak preventif terhadap kemunkaran, kemaksiatan, kejorokan).

Padahal – kata Cak Nun – bebas merdeka menikmati tradisi budaya itulah yang mendatangkan kebahagiaan. Budaya mudik misal, berjejal-jejal di stasiun, di terminal, di gerbong-geerbong, di kepengapan bis dan di berbagai kendaraan lain bermuatan kebahagiaan, bukannya menyikas, meletihkan atau memuakkan (idem, hal 409). (Ajaran Islam bisa dipahami dari berbagai sudut pandang, dari sudut politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya, spiritual, moral, etika. Simak “Ijtihad dalam Kesenian dan Kebudayaan Merupakan Sunnatullah”, SUARA ‘AISYIYAH, No.2/2011, hal 14).

Ini hanya sekedar komparasi picisan awam (asrir pasir) dari kecenderungan luasnya cakrawala budaya MH (Emha) dan kecenderungan sempitnya (?) cakrawala agama MH (Muhammadiyah). rasa-rasanya Muhammadiyah tak akan mampu menarikan pengganti budaya lomba pajang sajak di Pekan Raya kaz (gelanggang dagang, budaya, dan kebebasan berusara tanpa batasan).

Terserah pada kita (masing-masing), apakah bahagia di dalam atgaukah di luar Padang Bulan. Sekali-sekali bolehlah berguru pada Cak Nun mengenai cara-cara membersihkan “budaya” minuman yang ketumpahan “bid’ah” miras. semoga nanti tak akan membudayakan bid’ah, dan sekaligus juga tak akan membid’ahkan budaya? (Dalam konteks ini disebutkan bahwa ‘urf, ‘adat, kebiasaan yang shahih menurut agama adalah termasuk ke dalam muhakkamah, dasar/acuan hukum. Simak Drs M Umar, dkk : “Fiqih-Ushul Fiqih-Maantiq untuk Madrasah Aliyah”, Depag, Jakarta, 1985, jilid 3, hal 109-112, tentang “’Urf”).

(written by sicumpaz@gmail. com at BKS9802080600)


Labels:

SeniDalamPananganUlama

catatan serbaneka asrir pasir

Seni dalam pandangan Ulama

Islam menetapkan bahwa semua aktivitas hidup di dnia ini harus selalu diarahkan untuk tujuan/maksud baik dan benar-benar ikhlas karena Allah, dan tidaklah bebas secara mutlak diserahkan kepada kemauan manusia.

Syarak menghalalkan yang makruf dan mengharamkan yang munkar. Yang makruf termasuk yang mashalih. Yang munkar termasuk yang mafasid. Segala sesuatu yang bermanfa’at adalah boleh (al-ibahah) selama tidak ada dalil lain yang bertentangan dengan itu. Segala sesuatu yang ada mudharatnya adalah haram. Inilah hukum asal.

Mustahil ada nash yang membolehkan mendahulukan memetik kemashalahtan daripada menolak kefasadan.

Memang benar, bahwa sesungguhnya Allah ta’ala itu Maha Indah. Ia menyukai keindahan. Keindahan dapat dijelamakan dalam kesenian. Tapi juga benar, bahwa khabaits, maksiat, kemunkaran juga dijumpai di dalam kesenian. Tarian wanita telanjang, lukisan porno, dan tulisan yang mengejek Islam terlarang.

Lagu-lagu, nyanyi-nyanyi yang diharamkan (yang tidak dibolehkan antara lain : yang dapat menyesatkan orang untuk meningggalkan jalan-jalan Allah, yang cabul, porno, hot, yang menmbulkan perangsangan nafsu-nafsu syahwat tak pada tempatnya.

Terlarang bernyanyi yang merangsang orang minum arak.

Nyanyian yang disertai/dicampuri dengan minum arak, pergaulan dengan wanita, hal-hal yang membawa kepada maaksiat adalah haram.

Syair-syair yang diharamkan oleh Islam adalah syair-syair yang dihasilkan oleh penyanyi-penyanyi jahat dan bejat budi pekertinya. Gerakan-gerakan, nyanyian terlarang apabila menimbulkan ftnah, disertai/dicmpuri pergaaulan yang tidak halal antara muda-mudi.

Nyanyian terlarang apabila menggerakkan kepada perbuatan jahat, disertai/dicampuri dengan minum arak, membuang-buang waktu, meninggalkan pekerjaaan yang wajib. Terlarang bernyanyi dengan kata-kata yang mengandung sifat-sifat seseorang perempuan yang tertentu yang masih hidup. Terlarang bernyanyi yang membangkitkan ghairh birahi terhadap lawan jenis dan menimbulkan fitnah.

Terlarang wanita di muka laki-laki yang tidak halal baginya adalah haram. terlarang bernyanyi yang membuang-buang waktu yang memalaikan mengerjakan perintah yang diwajibkan Allah. Terlarang bernyanyi disertai hal-hal lain yang haram. Nyanyian bercampur dengan hal-hal yang dilarang syara’ adalah permainan makruh yang menyerupai pekerjaan yang bathil.

Haram mempergunakan alat-alat permainan yang menggerakkan nafsu birahi. Semua pekerjaan yang membaw kepada yang munkar adalah haram, biar bagaimanapun baiknya zat pekrjaan itu.

Setiap penghubung yang membawa kepada haram, maka penghubung itu haram pula mengerjakannya.

“Kitab as-Sama’” oleh Ibnul Qaisaarany (447-507H, ulama ahli Hadits), terbitan al-Majlis al-A’la li al-Syuun al-Islamiyah al-Qahirah, 1390H (1970M), membicarakan tentang hukum nyanyian dalam Islam. Pasal pertama memuat dalil-dalil, penjelasan-penjelasan yang membolehkan bernyanyi dan mendengarnya. Pasal kedua memuat dalil-dalil, penjelaasan-penjelasan yang mengharamkan bernyanyi dan mendengarnya, serta penjelasan-penjelasan yang membatalkan alas an-alasan yang mengharamkan bernyanyi dan mendengarnya.

Imam as-Syaukani telah menyusu satu risalah yang mengandung pendapat-pendapat ulama yang menghalalkan dan yang mengharamkan lagu beserta dalilnya masing-masing yang berjudul “Iithaalu Da’waa al-Ijma’i ‘ala Tahriimi Muthlaqi as-Samaa’i” (Membatalkan dakwaan ijma’ atas pengharaman lagu secara apriori).

Abu bakar Ibnul ‘Araby telah menghimpun hadis-hadis yang berhubungan dengan nyanyian dalam kitabnya “Ahkamu al-Quran”, jilid III, hal 1481-1482. Hadits-hadits yang mengharamkan nyanyi dan lagu juga terdapat dalam : “Ihya ‘Ulum ad-Din” oleh Imam Ghazali, jilid II, hal 282; “Al-Taj al-Jami’ li Ushul” oleh Syaikh Manshur Ali Nashif Isa, jilid IV, hal 210.

Perbedaan pendapat para lama disebabkan berbedanya dalil dan cara memahami dan menggunakan dalil tersebut.

Perkara yang bukan ta’abbudiyah boleh diqiyaskan kepada hal-hal lain yang serupa didalam ‘illatnya ?

Madzhab jumhur mengharamkan nyanyi dan alat musik. Madzhab Ahli madinah, Zhahiriyah, Jama’at Sufiyah memprbolehkan nyanyi, dan alat musik. Abu Bakar Ibnul ‘Araby menegaskan bahwa hadis-hadis yang dipaparkannya tersebut tidak satupun yang shahih.

Abu Bakar Ibnul ‘Araby menegaskan bahwa seluruh hadits-hadits yang mengharamkan lagu dan nyanyi tidak dapat dipercayai. Imam as-Syaukani membantah dakwaan ijmak atas pengharaman lagu secara mutlak (apriori) (“Nail al-Authar” oleh as-Syakani, jilid VIII, hal 105). Ibu Nahwiy dalam Kitab “Al-Umdah” menegaskan bahwa telah diriwayatkan tentang kebolehan lagu dan mendengarkannya dari sejumlah para sahabat dan tabi’in.

Ibnu Hisyam an-Nahwy, ‘Abdullah bin Yusuf, bin ‘Abdullah, bin Ahmd bin ‘Abdullah bin Hisyam jamaluddin, Abu Muhammad an-Nahwy (pindah ke madzhab Hambali dari madzhab Syafi’i) (78-761H) : “’Umdat at-Thaal fi Tahqiq Tashriif Ibnul haajib” (dua jilid).

Tidak ada satu hadits yang benar-benar secara nash mengharamkan zat perbuatan atau pekerjaan nyanyi, musik dana tari. Tidak satupun hadits yang shahih yang mengharamkan nyanyi. Menurut Ibnu Hasan, bnu ‘Arabi, al-Ghazali, Ibnu Nahwy tidak ada satu hadits yang shahih yang mengharamkan nyanyian (“Nail al-Authar”, jilid VIII, hal 103; “Ahkam al-Quran” Inul ‘Arabi, jilid III, hal 1481-1481. Menurut al-Fakahani tidak ada di dalam Kitab Allah dan Sunnah Rasul satu nash pun secara sharih 9terang dan jelas) yang mengharamkan zat permainan itu sendiri dan alat-alatnya.

Boleh memainkan bunyi-bunyian, dan bernyanyi bebas untuk bersenang-senang sebagai hiburan Boleh lagu, nyanyi asal tidak menyesatkan, atau merusakkan budi pekerti manusia. Tarian, nyanyian, bernyanyi pada dasarnya adalah mubah hukumnya (dibolehkan dalam agama), selama tidak merusak 9mafasid). Nyanyian, permainan, alat-alat permainan pada hakikatnya adalah boleh (mubah).

Seni musik, seni suara, seni tari untuk merayakan pesta perkawinan, hari raya, acara khitanan, acara penyambutan pembesar, dan lain-lain sebagainya, yang tidak disertai dengan hal-hal dan perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh Allah dan Rasul dalah boleh (mubah). Hukum seni, musik, seni suara, seni tari dalam Islam adalah boleh (mubah) selama tidak disertai/dicampuri dengan hal-hal lain yang haram. Apabila disertai dengan hal-hal yang ahram, maka hukumnya menjadi haram. Apabila disertai dengan hal-hal yang membawa kebaikan yang diridhai Tuhan, maka hukumnya menjadi sunat. Apabila tidak menimblkan manfa’at yang diridhai Tuhan, tetapi tidak menimbulkan hal-hal yang tidak baik adalah makruh. Haramnya seni musik, seni suara, seni tari disebabkan oleh hal lain, bukan karena atnya sendiri (amru aridhhiyun la datiyun).

Hukum halal haramnya nyanyi dan musik itu timbul disebabkan hal lain. Haramnya perbuatan atau pekerjaan nyanyi, musik, tari disebabkan hal-hal lain. haram atau makruhnya nyanyian, permainan, alat-alat permainan disebabkan hal-hal lain, bukan zatnya. Haramnya musik dan nyanyi atau lgu disebabkan adanya suatu yang ‘aridh yang bertentangan dengan agama. Haram atau halalnya seni musik, seni suara, seni tari tidaklah secara mutlak.

Mengharamkan lagu secara mutlak (apriori) tidalah berdasar dalil. Mengharamkan syair secara keseluruhan tidaklah berdasarkan dalal agama. Bila lagu disertai sesuatu yang diharamkan atau menjadi wasilah (jalan) pada yang diharamkan, maka ia menjadi haram. Bila lagu brsih dari sesuatu yang diharamkan, maka ia menjadi mubah untuk menyakskan, mendatangi, mendengar, mempelajarinya.

Seni itu boleh asal :
- tidak disertai dengan hal-hal yang diharamkan.
- menggerakkan orang untuk ingat kepada Allah dan hariakhirat.
- dipertunjukan dalam perayaan seperti hari raya, perkawinan, khitanan, menyambut orang yang baru datang, dengan alat-alat permainan yang terbatas, yaitu rebana dan lain-lain yang ada I dalam hadits yang menjadi dalil bagi orang-orang yang membolehkannya.
(
Prof HM Toha Jahja Omar MA : “Hukum Seni Musik, Seni Suara, Seni Tari”, Widjaja, Djakarta, 1964, hal 52; Dr Thonif Anwar : “Pandangan Islam terhadap Seni”, MEDIA PEMBINAAAN, Depag, Bandung, No.6-XVI-1989, hal 11).

Permainan-permainan yang tidak mengandung kat-kata kotor dan bohong dan tidak membka aurat, hukumnya boleh. Boleh bernyanyi dengan kata-kata yang mengandung hikmah dan ajran. Nyanyian yang baik yang dapat mengingatkan orang kepada akhirat adalah sunat.

Nyanyi, musik dan tari yang tidak dilarang Tuhan. Nyanyian yang memuji sifat-sifat kecantikan bungai, air, gunung, dan lain sebagainya adalah boleh (tidaklah terlarang). Nyanyian untuk mengobarkan semangat kerjasama untuk mengangkat sesuatu yang berat, untuk merajinkan unta/kendaraan berjalan, untuk mendiamkan, menidurkan bayi, untuk berjuang/berperang adalah sunat. Nyanyian boleh pada perayaan-perayaan yang diperbolehkan Islam. Perayaan yang diperbolehkan oleh Islam : perkawinan, hari raya, dll. Nyanyi, musik dan tari boleh digunakan dalam pesta perkawinan, hari raya, khitanan, menyambut orang baru datang.Boleh memukul gendang (musik), bernyanyi, mengadakan permainan (seperti musik, gambus dan sebagainya) di waktu pesta perkawinan, selama tidak membawa akibat buruk, tidak berisi omongan-omongan kotor, tidak dilakukan di dalam percampuran antar laki-laki dengan wanita dan main-main yang haram.
(Simak :
- A Hassan : “Soal Jawab” 1-2-3, hal 1060-1062,
- A Hassan : “Kesopanan Tinggi dalam Islam”, hal 50,
- “Sunan Nasai”, jilid VI, hal 127-135,
- “Sunan Ibnu Maajah”, jilid I, hal 586,
- “Sunan Tirmidzi”, jilid IV, hal 307,
- Shahih Bukhari”, jilid III, hal 19’
- Imam Sindi : “Hasyiyah matan Bukhari”, jilid/juzuk III, hal 251, Kitabun Nikah, Bab Dharb ad-Duffi fi an-Nikaah wa al-Walimah, HR Bukhari dari ar-Rubaiyi’u binti Mu’awwizi bin ‘Ifra)

Agama Islam itu lapang, tidak sempit. Gadis bersama mahramnya boleh menonton tarian dan permainan. Boleh mengadakan permainan yang bukan maksiat pada hari raya. Gadis (jariyah) boleh bernyanyi (nyanyian perang) dengan menepuk rebana (duf). Lelaki (keluarga dan tamu tuan rumah) boleh mendengar gadis (jariyah) bernyanyi (nyanyian perang). Rasulullah membiarkan jariah menyanyi perang Bu’ath di rumah tinggal pada hari raya. rasulullah bersama ‘Aisyah menyaksikan permainan senjata orang-orang Sudan di dalam masjid (HR Bukhari, Muslim dari ‘Aisyah). Nabi membiarkan (membolehkan) penari-penari Habsyi menari di dalam Masjid pada hari raya.Rasulullah membiarkan jariyah memukul duf (rebana) sambil bernyanyi memuji para syuhada di Badar (HR Tirmidzi dari Ruba’in)
(Simak :
- “Sunan Tirmidzi”, jilid III, hal 398-399,
- “Sunan/Mustafa Ibnu Majah”, hal 586,
- A Hassan : “Soal Jawab” 1-2-3, hal 1060,
- “Syarah al-Karmai”, IX/108-109)

Boleh mengadakan permainan yang bukan maksiat pada haari raya. Boleh nyanyian, tarian dengan senjata pda haari raya, dan boleh menyaksikannya pada ruang, tempat, lingkungan terbatas (di rumah keluarga, disaksikan oleh keluarga). Boleh gadis jariyah bernyanyi di rumah majikan, disaksikan, didengarkan oleh anggota keluarga. Boleh bernyanyi, mendengar nyanyi, menyaksikan penyanyi terbatas di lingkungan anggota keluarga. Pusatkan perhatian kepada permainan dan singkirkan perhatian dari para pemainnya. Boleh gadis jariyah bernyanyi sekedar nyanyi biasa di dalam rumah.

Nyanyi, tari, memukul rebana, bermain dengan alat-alat penangkis dan senjata penyerang pada hari raya adalah mubah (boleh). Alat-alat permainan yang dipergunakan untuk meramaikan pesta perkawinan hukumnya boleh. Menepuk rebana (duf) dan mendengarnya menurut pendapat Ibnul Qaisary adalah sunat, karena Rasulullah saw sendiri mendengarnya dan menyuruh menepuknya (kapan, dimana dan dalam suasana apa serta dalam bentuk apa ?). Rasulullah menyuruh memukul ghirbal (rebana) di aktu perkawinan (HR Tirmidzi dari ‘Aisyah)(Simak “Subulus Salam”, jilid III, hal 154). Boleh ghina (nyanyi) dan memukul ghirbal, duffu (alat rebana) di dalam pesta perkawinan (‘arsin) (“qad rukhhisha lana fil lahwi ‘indal ‘arsi” (HR Nisai dari Amir bin Sa’ad) (Simak “Sunan Nisai”, jilid VI, hal 135).

Rasulullah membolehkan jariyah bernyanyi (yughanniyun) di waktu penganten (‘ars). Boleh mengadakan permainan yang menggembirakan penganten, asal tidak merusak 9Simak A Hassan : “Soal Jawab” 1-2-3, hal 1061).

Permainan rebana (duf) pada perkawinan dipandang sebagai pemisah di antara nikah halal dan haram. Bergendang dan bernyanyi di waktu pernikahan itu satu (tanda) perbedaan antara halal dan haram (HR tirmidzi, Nisai ?). Rasulullah tidak menyukai perkawinan tanpa memukul duf (rebana). Bahwasanya Nabi saw tidak suka dijalankan perkawinan dengan bersembunyi, tetapi (hendaklah) dipukul gendang dan dinyanyikan lagu (HR Abdullah bin Ahmad).
(Simak :
- A Hassan : “Kesopanan Tinggi secara Islam”, Diponegoro, Bandung, 1981, hal 52,
- A Hassan : “Soal Jawab” 1-2-3, Diponegoro, 1983, hal 1061,
- “Sunan Tirmidzi”, jilid IV, hal 307,
- “Sunan Nisai”, jilid V, hal 127).

Boleh bernadzar mengadakan perayaan sa’at bergembira. Gaadis (jariya) boleh bernyanyi dan bermain rebana di hadapan para pemimpin. Dipandang baik menyambut panglima pasukan yang kembali dari perperangan dengan mempertunjukkan permainan rebana dan nyanyian. Boleh nyanyi dan rebana untuk menyambut pemimpin yang kembali dari medan perang. Rasulullah membiarkan jariyah Bani najar mengelu-elkan beliau dengan memukul duf (rebana) dan bernyanyi (HR Ibnu Majah dari Anas bin Malik (Simak “Sunan Mustafa”, hal 586).

Boleh permainan tarian dan senjata untk menyambut kedatangan pemimpin sebagai penghormatan. Boleh mengelu-elukan pemimpin. Rasulullah membiarkan orang-orang Habsyi menyambut kedatangan beliau dengan bermain perang-perangan (HR Abi Daud dari Anas) (Simak “Sunan Abi Daud”, jilid IV, hal 2). Rasulullah membiarkan jariyah mengelu-elukan beliau ketika kembali dari peperangan dengan memukul rebana dan bernyanyi (HR Ahmad, Tirmidzi dari Buraidah).

Permaianan rebana (duf) d waktu hari-hari besar. Mendengar seruling (zammarah) gembala dan bangsi (alat tiup dari buluh). Mendengar seruling biola. Mendengar sernai dan alat-alat musik (alahi). Thumber (lute), gambus, rebana, gendang, mu’azif (alat musik berwatar), mi’zafans (piano), drum, seruling.

Beberapa penyebab di antara sejumlah penyebab tmbulnya bala (al-balaa) disebutkan :
- minuman khamar (arak) (syur ibatil khumur).
- pakaian sutera(lubisal hariir).
- penari wanita (ittakhizatil qainaat).
- penyanyi wanita (band) ( al-ma’aazf) (HR Tirmidzi dari ‘Ali, Simak “Irsyadul ‘Ibad”, hal 578-579; “Koreksi Pola Hidup Umat Islam”, hal 28; HR Tirmidzi dari Abi Hurairah, Simak “al-Misykat” oleh Tirmidzi, ‘koreksi Pola Hidup Umat Islam”, hal 29).

Semua pekerjaan yang mubah yang apabila diketahui akan meninggalkan kesan yang kurang baik ke dalam hati, lebih baik ditinggalkan. Dalam ayat QS 24:32 tersirat adaaaaanya harapan kemungkinan membaik nasib dengan kawin.

Dalam ayat QS 14:7, tersirat bahwayang disebut dengan orang yang pandai/pintar bersyukur itu adalah orang yang produktif, orang yang mampu mengembangkan harta kekayaan miliknya, orang yang hari-hari kininya lebih baik dari hari-hari kemarinnya. Bila kemarin-kemarin hanya punya beberpa gram gabah/padi, tetapi setelah ia kembangkan kini ia telah punya beberapa ton gabah/padi. Bila kemarin-kemarin hanya punya beberapa ribu rupiah, tetapi setelah ia kembangkan kini ia telah punya beberapa juta rupiah. Bila kemarin-kemarin hanya punya beberapa keterampilan, tetapi setelah ia kembangkan kini ia telah punya berbagai keahlian.

Dari ayat QS 3:26, 2:48 tersirat bahwa yang berwatak (gens) singa meskipun ompong akan senantiasa tetap berkuasa, sedangkan yang berwatak (gens) domba meskipun bersatu padu akan tetap yang dibawah kekuasaan>

(written by sicumpaz@gmail at BKS1108261900)



Labels:

PegangEratlahIslam

catatan serbaneka asrir pasir

Pegang eratlah Islam

Khalifah Abubakar Siddiq ra pernah memperingatkan umat Islam bahwa suatu masa nanti umat Islam akan berada di persimpangan jalan (maghraqi mahajjah), dibawah penguasa kejam (tiran), umat terpecah-belah, darah mudah tertumpah. Pada masa itu umat Islam hatruslah kembali menjadikan masjid sebagai pusat aktivitas jama’ah, kembali menjadikan Quran sebagai sumper petunjuk, melakukan konsolidasi (Simak M Natsir : “Fiqud dakwah”, amadhani, Semarang, 1984, hal 88-89; Risalah Da’wah AL-MUNAWWARAH, Tanah Abang, Djakrta, “Masjid, Quran dan Disiplin”, oleh Mohd Natsir; Usman Abd Kadir Mukarram : Fungsi Masjid Sebagai Pembinaan Ummat”, AL-MUSLIMUN, Bangil, No.202, Thn.XVII(33), Januari 1987, hal 27-28).

Rasulullah saw memperingatkan bahwa suatu masa nanti umat Islam akan mengalami situasi dimana umat Islam tidak diperintah sesuai dengan sunnah Rasulullah saw. Pada masa itu umat Islam haruslah kembali berada dalamjama’ah kaum Muslimin beserta pimpinannya. Jika tak ada ada jama’ah kaum Muslimin beserta pimpinannya, maka bersabarlah. Lakukanlah dan tunaikanlah kewajiban dan mohonlah hak yang menjadi bagian kepada Allah (Simak HR Bukhari, Muslim dalam “Al-Lukluk wal-Marjan”, pasal “Anjuran Supaya Tetap Dalam Jama’ah Kaum Muslimin”, Anjuran Sabar Ketika Menghadapi Pemerintah Zhalim”, “Wajib Taat Kepada Pimpinan Selama Bukan Maksiat”; “Riadhus Shalihin”, pasal ‘Perintah Menunaikan Amanah”, “Wajib Ta’at Pada Pemerintah Dalam Hal Yang Bukan Ma’shiyat”, “Menganjurkan Kebaikan Dan Mencegah Mungkar”).

Menurut formula ilmu politik, bahwa pemimpin itu menurut keadaan rakyatnya (Dr Imaduddin Abdurrahim pada tayangan Hikmah Fajar RCTI tanggal 21 Juni 2001). Sikap pemimpin itu adalah produk terbalik dari sikap mental rakyat. Bila rakyat bermental bebek, maka penguasa bermental serigala. Bila rakyat bermental domba, penguasa bermental serigala.

“Demikianlah Kami angkat sebagian orang-orang yang zhalim menjadi pemimpin sebagian yang mereka lakukan” (QS 6:129).

(written by sicumpaz@gmail.com at BKS1108261100)

Labels:

BahasaDakwah

catatan serbaneka asrir pasir

Bahasa Dakwah
Di kalangan elektronika terdapat apa yang disebut dengan modem, yang berfungsi sebagai modulator dan demodulator. Fungsi modulator untuk mencampur/menggabung, dan fungsi demodulator untuk memisah/mencerai. Yang dicampur atau dipisah adalah gelombang frekwensi tnggi dan gelombang frekwensi rendah. Gelombang frekwensi rendah dibawa oleh gelombang frekwensi tinggi. Gelombang frekwensi tinggi disebut sebagai gelombang pembawa.

Di klangan dakwah terdapat sabda Rasulullah saw “Kami diperintah supaya berbicara kepada manusia menurut kadar akal (kecerdasan) mereka masing-masing” (HR Muslim). Muhammad Abduh menyimpulkan “Berbicaralah kepada manusia menurut kadar akal (kecerdasan) mereka masing-masing”. Terjemahkanlah ajaran Islam itu sesuai dengan nalar objek dakwah (Simak M Natsir : Fiqhud Dakwah”, Ramadhani, Semarang, 1984, hal 162; PANJI MASYARAKAT, No.249, 15 Juni 1970, hal 30).

Di kalangan akademisi, Islam itu didakwahkan dengan menggunakan bahasa ilmiah. Di kalangan politisi, Islam itu didakwahkan dengan menggunakan bahasa politik. Di kalangan ekonom, Islam itu didakwahkan dengan menggunakan bahasa ekonomi. Di kalangan teknokrat, Islam itu didakwahkan dengan menggunakan bahasa teknik. Di kalangan kedokteran, Islam itu didakwahkan dengan menggunakan bahasa medis. Di kalangan artis, Islam itu didakwahkan dengan menggunakan bahasa seni. Dan seterusnya.

Masing-masing kalangan hendaklah mendakwahkan Islam dengan menggunakan baasa yang sesuai dengan profesinya. Yang mualah hendaklah mendakwahkan Islam ke kalangan yang ia tinggalkan, Bahasa dakwah tergantung dari objek dan subjek dakwah.

(written by sicumpaz@gmail.com at BKS1108250430)

Labels:

Wednesday, August 24, 2011

Menonton

Menonton (melihat, mendengar, menyaksikan)
Ibnul Qaiyim dalam kitabnya “Madarijs Salikin” menjelaskan antara lain tentang ibadah mata dan telnga (tentang yang wajib, yang haram, yang sunat, yang makruh, yang mubah) :

- Haram melihat kepada wanita-wanita yang bukan mahram dengan semata-mata dorongan syahwat, kecuali karena suatu kepentingan, misalnya, karena ia sebagai khatib/da’i, petugas, pekerja, saksi, hakim, dokter, dank arena mahram.
- Haram melihat aaurat (dibalik pakaian, dibalik pintu).
- Haram mendengar suara-suara perempuan yang bukan mahramnya, yang dikhawatirkan bisa menimbulkan fitnah dengan suara-suara mereka itu, apabila tidak ada suatu keperluan, seperti penyaksian, jual-beli, minta fatwa, pengaduan atau pengobatan dan lain sebagainya.
(Dr Yusuf al-Qardhawi : “Ibadah dalam Islam”, terjemah H Muammal Hamidy, dkk, Pustaka Abd Muis, Bangil, 1981, hal 115-117).

Dalam menjawab pertanyaan : “Bolehkan mendengar lagu-lagu ?”, ustadz Hussein Bahreisy memberikan jawaban demikian : “Islam membolehkan untuk mendengarkan lagu-lagu yang dibenarkan yang tidak mengandung unsur-unsur haram. Lagu-lagu yang haram, misalnya yang dibawakan oleh ahli-ahli sufi dengan tarian-tariannya dengan tujuan seperti ibadat, atau lagu-lagu yang porno (merangsang nafsu hewani) yang dibawa oleh wanita-wanita dengan merangsang nafsu orang-orang yang melihatnya, baik laki-laki atau perempuan, atau yang dibawa oleh orang-orang banci (wadam).

Adapun nyanyian yang halal, yaitu yang tidak mengandung maksiat, tidak bersikap banci, tidak porno (cabul), mengajak kepada kemuliaan, keberanan, kejujuran, menepati janji, atau nyanyian istri terhadap suaminya begitu pula terhadap muhrimnya, nyanyian anak-anak kecil baik laki-laki, atau perempuan walaupun di tempat-tempat pertemuan, dengan syarat tidak telanjang dan tidak maksiat, nyanyian untuk hari raya, pesta-pesta perkawinan (yang tidak mengandung maksiat), dan pada perayaan-perayaan khusus yang tidak bernada haram (Hussen Bahreisy : “Jawaban Islam”, hal 130-131).

Dalam menjawab pertanyaan : “Bagaimanakah pandangan syari’at tentang menonton film di gedung bioskop atau pada TV ?”, ustadz Husein Bahreish memberikan jawaban demikian. “Hukum menonton film baik di gedung bioskop atau pada pesawat televisi pada asalnya hukumnya jaiz (boleh). Dengan syarat tidak melalaikan waktu shalat, dalam pergaulan di tempat-tempat tidak mengandung maksiat yang artinya tidak terjadi pergaulan bebas laki-laki dan perempuan, dan isi film tersebut disusun dengan tujuan agar tontonan film tersebut tidak membawa pda kejelekan. Dan sebuah film yang isinya mengajak pada jalan keselamatan, tidak mengajak pada dosa dan kecabulan, terhindar dari perbuatan sadism, kriminalitas, serta tidak melanggar akidah Islam, maka hal tersebut dibolehkan” (Hussein Bahreish : “Jawaban Islam, al-Ikhlas, Surabaya, hal 131-132).

Dalam menjawab soal : “Apa hukumnya turut menonton permainan tonel ?”, ustadz H Mahmud Aziz memberikan jawaban : “Adapun permainan toneel yang dinamakan juga komedi bangsawan atau stambul itu, ashalnya tidak haram, tetapi lantaran bercampur gaul laki-laki dengan perempuan, maka menontonnya adalah haram”. Sebagai alasannya dikemukan hadis tentang larangan bagi laki-laki dan perempuan dalam satu tempat tanpa mahram (HSR Muslim) dan ayat QS 24:30-31 tentang keharusan menundukkan pandangan, memelihara kehormatan dan larangan menampakkan aurat (A Hassan : “Soal Jawab”, hal 370-371).

Dalam menjawab soal tentang bioskop, stadz A Hassan (Fuqaha Indonesia ?) memberikan penjelasan antara lain sebagai berikut : “Segala sesatu urusan kedunian itu halal, kecuali yang diharamkan dengan alas an syara’”. Sekalian macam pertunjukan (tontonan) itu urusan keduniaan dan pada ashalnya halal, kecuali yang diharmkan oleh syara’. Bioskop itu satu pertunjukan (tontonan). Tidak dapat kita haramkan melainkan dengan alas an. Alasan (nash) buat mengharamkannya tidak ada.

Melihat wanita yang bukan mahram, terutama melihat auratnya, betul haram, tetap tidak ada keterangan tentang haram melihat gambarnya, karena kalau seorang dapat melihat seorang wanita, kemudian pada suatu ketika ia ambarkan wanita itu di angan-angannya, tidak ada alas an buat mengharamkannya.

Sekarang kita lihat tentang kerusakan akhlaq yang bakal timbul dari prtunjukan itu. Memang sudan dan tak dapat dipungkiri bahwa pertunjukan bioskop itu umumnya merusak. Kerusakan akhlaq ini sebagian besarnya terdapat di golongan wanita dan anak-anak dan pemuda-pemuda. Wajib ibu bapaawas betul-betul tentang member idzin bagi anak-anak buat menonton, terutama yang anak-anak yang bersifat penurut dan lekas tertarik.

Bioskop itu ialah satu tontonan yang tak dapat kita katakan terlarang dengan mutlak (semata-mata) dan tidak dapat pula kita pandang baik. Tetapi haramnya itu oleh dijatuhkan sesuah melihat isi gambar dan kekuatan masing-masing penonton. Jadi tempat bioskop itu sama dengan pasar atau rumah orang kerja kahwin. Orang-orang yang di tempat-tempat itu, wajib memlihara mata dan kelakuan masing-masing (A Hassan : “Soal Jawab ttentang berbagai masalah agama”, Diponegoro, bandung, 1983, hal 1188-1189).

(Emha Ainun Nadjib dalam “Surat Kepada Kanjeng Nabi”,terbitan, Mizan, Bandung, 1997, hal 43, WAWASAN, Yogya, 1 Mei 1987menyebutkan bahwa “Itulah bedanya dengan apabila kita berbicara tentang betapa wanita harus [diharuskan, mengharuskan diri, diseret, menyeret diri] menjadi seorang penari striptease, penyanyi dangdut yang sengaja menyodorkan betis dan pahanya untuk diusap ramai-ramai oleh penonton, atau segala macam profesi wanita lainnya yang ‘ideologi bisnis’-nya memang adalah memancing sensualitas dan seksualitas).

Dalam menjawab pertanyaan : “Apakah hukumnya menonton film-film Amerika yang setengah telanjang dipandang dari sudut Hukum Islam ?”, ustadz (Fuqaha Indonesia ?) Prof H Mahmud Yunus memberikan jawaban demikian : “Menonton gambar/film yang setengah telanjang tiada haram hukumnya, karena yang haram ialah melihat zat perempuan yang setengah telanjang, bukan gambarnya.

iDalam kitab-kitab fiqih ada disebutkan bahwa melihat perempua dalam kaca (cermin) tidak haram, karena hanya melihat bayangan perempuan, bukan zatnya. Berlain halnya dengan melihat perempuan di balik kaamata, maka demikian itu haram, karena memang zat perempuan yang dilihat.

Hikmahnya maka diharamkan laki-laki melihat perempuan dan kebalikannya dengan syahwat, ialah karena berpandang-pandangan mata itu menarik kepada berbuat maksiat, sebab itu haram hukumnya. Berlain halnya jika melihat itu untuk member pengajaran, berjual beli, menjadi saksi, dan sebagainya, maka tiadalah haram melihat perempuan itu,

Dalam melihat gambar/film, hikmah mengharamkannya tidak ada sama sekali akan terjadi perbuatan maksiat antara laki-laki penonton di Indonesia dengan gambar/film perempuan yang bermain di Amerika. Oleh sebab itu tidak dapat diqiaskan melihat gambar/film perempuan dengan melihat zat perempuan itu sendiri, karena tak sama antara maqis dengan maqis ‘alaihi.

“Asal hukum sesuatu ialah halal”. Menurut qaidah itu maka melihat film itu halal, karena tak ada dalil yang mengharamkannya. Tetapi jika meliht film itu, menarik kepada memperbuat kejahatan, atau merusakkan akhlaq (demoralisasi), lantaran pengaruh film itu, maka ketika itu haram melihatnya. “Tiap-tiap yang menarik kepada yang haram dengan terang dan yakin, maka hukumnya haram, atau dengan dugaan, maka hukumnya makruh”.

Oleh sebab itu anak-anak yang dibawah mur, hanya dibolehkan menonton film-film yang tertentu, supaya jangan rusak akhlaqnya dengan mencontoh apa-apa yang dilihatnya, sebagaimana ditetapkan dalam ilmu jiwa kanak-kanak. Ibu-bapa harus memelihara anak-anaknya, supaya jangan menonton film-film sembarangan saja, melainkan pilihlah film baik yang berisi pendidikan untuk ditonton kepada anak-anak, karena film itu salah satu sebag yang merusak akhlaq anak-anak (demoralisasi pelajar).

Kita anjurkan, supaya pengusaha film berusaha mengeluarkan film-film yang bersifat pendidikan untuk anak, karena jika tidak ada film-film seperti demikian, tentu anak-anak akan menonton juga film-film yang disediakan untuk orang-orang dewasa. memang mereka harus menonton, kalau tak ada tontonan yang khusus untuk mereka, mak mereka akan menonton film-film apa yang ada saja, meskipun berbahaya kepada akhlaq mereka. Hal itu tidak akan mereka insyafi. Bahkan ibu-bapa dan pemimpinlah yang harus sadar dan insyaf” (Prof H Mahmud Yunus : “Soal Jawab Hukum Islam”, al-Hidayah, Jakarta, 1973-1974, hal 73-74).

(Dari sudut pandang ghazwul fikri, dari sudut pandang perjuangan penegakan Islam, maka film juga harus dipandang sebagai alat, sarana yang digunakan oleh musuh Islam untuk transfer budaya, untuk merusak akidah, akhlaq, pola pikir, sikap mental umat Islam).

(written by sicumpaz@gmail.com at BKS1108250900)



Labels:

AncamanTelevisi

catatan serbaneka asrir pasir

Ancaman televisi

Lembaran Da’wah HANIF No.269 (Bulletin Jum’at Lembaga Bina Insan Kamil, Pramuka, Jakarta, 17 September 1993) menyajikan “Genderang Perang TV”, Bunyi genderangnya antara lain :

- Mass-media yang paling berpengaruh sa’at ini adalah televisi.
- Pengaruh TV merasuk pada perubahan nilai, perilaku dan gaya hidup.
- Mata acara TV yang banyak menampilkan adegan kekerasan cenderung menyebabkan peningkatan aggresivitas anak-anak penonton televisi.
- Nilai dan gaya hidup yang disiarkan TV sejak awal berkiblat ke Barat.
- Teknologi informasi yang dikomandoi oleh TV telah melahirkan dominasi negara maju di bidang pengiriman informasi ke negara berkembang.

Dalam majalah KIBLAT, No.13, Th.XXXVII, 5-18 September 1990 terdapat judul-judul : “Wajah televisi kita”, “Anak saya ditipu ninja”, “Acara pendidikan yang menghibur”, “Waspadalah bila anak anda pencandu berat TV”, “Anak tidak dikunci tetapi didampingi”, “Hunter menyerbu rumah anda dan soal globalisasi budaya”, “Dikepung stasiun TV”, “Lahirnya YV Pendidikan jangan sekedar bicara-menulis”.

Diantara kenyataan yang dihadapi :
- Hampir setiap detik-siar televisi tak ada yang benar-benar sepi/bebas dari pbral aurat wanita.
- Sadisme dan pornografisme kerap mewarnai paket sajian televisi (sudah tak dipandang sadis, porno lagi, sudah wajar).
- syair jorok, pelecehan moral, pelecehan akal sehat, pengkomersialan istilah-istilah agama yang sacral sebagai komoditi lawakan/lelucon/tertawaan, sudah bukan lagi yang tabu, sudah dipandang wajar, lumrah (realitas).
- Lebih dari 90 persen iklan obat dalam media massa (Koran/majalah) adalah mengenai obat dan alat perangsang syahwat (nafsu birahi hewani).
- Hampir semua iklan berkesan semi jorok dan dikemas semi sadis (separuh bugil).
- Yang pornografis dinilai sebagai tuntutan seni dan yang menolak penilaian tersebut dicap piktor (pikiran kotor).
- Dlam tayangan televisi, antara yang munkarat (saiyaat, maksiat) bersenyawa (berpadu, integrasi, menempel) dengan yang makrufat (khairaat, shalihaat).
(Simak juga KHABAR FORUM SILATURRAHMI, Bekasi, No.10/Th.I/September 1993, hal 4, Kotakpos).

Dalam menyaksikan tayangan televisi sering timbul pertanyaan yang tak terucapkan, antaranya :
- Apakah adegan telanjang/busana mini/bikini, adu otot, adu kecantikan itu bersifat etis, edukatif, informative, hiburan ?
- Apakah adegan-adegan perkelahian, perkosaan, ciuman, pelukan/gendong-gendongan, pergaulan bebas (kumpul kebo), mabk-mabukan, teriak-teriakan, shopping, urakan itu bersifat informatif, hiburan, edukatif ?
- Apakah adegan-adegan yang merangsang nafsu birahi hewani (ajar kurang ?) itu bersifat hiburan ?
- Apakah tontonan yang memamerkan kecantikan, kemolekan tubuh akan menghilangkan kegelisahan rohani ?
- Apakah kenikmatan hidup (comfort), pemuasan seksuil (free-sex), mabuk-mabukan, hirup-pikuk keramaian bersfat kebahagiaan manusiawi, kegembiraan hakiki ?
(Simak juga “Sajian Televisi Mengandung Potensi Ancaman”, oleh Indra Tranggono, dalam SUARA PEMBARUAN, Seni, 4 Oktober 1993, hal XV).

Jalan cerita bercinta menurut Syauqy Bey, penyair Mesir, hanya terdiri dari 6 (enam) babak :
- Melihat, bertengok-tengokan, berpandang-pandangan,
- Tersenyum, bersenyum-senyuman,
- Menyapa, bertegur sapa, bersuit-sitan,
- Berbicara, bercakap-cakap, bercengkerama, bersendagurau, bermesraan,
- Berjanji, membuat janji, mengikat janji,
- Ketemu, berjumpa, erkencan, berpacaran.
(Simak Prof Dr Hamka : “Tafsir Al-Azhar”, juzuk V, hal 245).

Setiap bagian tubuh manusia memancarkan (melancarkan) rayuan :
- Rayuan mata adalah pandangannya (lirikannya, pandangan pertama).
- Rayuan lidah adalah omongannya (mulut lelaki).
- Rayuan nafsu adalah syahwatnya (kerinduannya).
- Rayuan tubuh adalah belaiannya (sapannya).

Jauhilah perbuatan yang termasuk ke dalam kategori merayu (menggoda). Allah menyuruh menjauhi zina. Allah melarang dekat-dekat pada zina (QS 6:151, 17:32). Pintu ke dalam zina dapat berupa tulisan, gambar, benda, boneka, pakaian yang dapat membangkitkan rangsangan nafsu birahi, pergaulan bebas. Islam memberikan tuntunan mengenai batas-batas ‘aurat, pakaian, tata pergaulan, adak memasuki kamar/rumah, berjalan, dan lain-lain (QS 24:21,26-28,30-31,58-59, 4:23).

Persoalan yang dihadapi masa kni antara lain :
- Untuk menghindari televisi rasanya tak mungkin, sebab sudah merupakan bagian dari kebutuhan akan informasi dan hiburan.
- Bagaimana caranya menciptkan benteng pertahanan yang kreatif dari serbuan televisi.
- Bgaimana caranya memilah (mensortir, menseleksi) sajian yang layak tonton dari yang bukan.
- Tontonan televisi bukanlah masalah perorangan tapi masalah bersama (mu’amalat/masyarakat).

“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungjawabannya” (QS 17:36). Berdasarkan ayat tersebut, Dr Mushthafa as-Siba’i mengemukakan bahwa ilmu/pengetahuan itu diperoleh dari pendengaran, penglihatan (eksprimen/observasi), fikiran (logika) (“Al-Hadits sebagai sumber hukum”, hal 48).

Dari sisi Islam, untuk menentukan suatu tayangan televisi termasuk dalam kategori “Dakwah” atau tidak, mencakup kriteria seluruh unsur, apakah Islami atau tidak, antara lain : penulis naskah/scenario, sutradara/pengatur laku, pemain/actor/aktris, piñata wajah/rias, tata busana, asesori, dekorasi, isi naskah/materi cerita, adegan, tendensi, asosiasi yang ingin dibangkitkan/dirangsang, piñata cahaya/kamera, crew/karyawan, pergaulan sesama seniman/karyawan/pemain/piñata.

(written by sicumpaz@gmail.com at BKS1108250800)

Labels:

PenentuanAwalSyawal

catatan serbaneka asrir pasir

Penentuan 1 Syawal
Mengacu pada hadits-hadits tentang penentuan awal Ramadhan dan awal Syawal, maka untuk menentukan 1 Syawal adalah dengan rukyat, dengan melihat bulan terbit di sebelah barat setelah matahari terbenam pada hari ke-29 Ramadhan. Yang telah melihat bulan terbit (1 Syawal) berhak sekaligus berkewajiban mengumumkannya kepada masyarakat (orang banyak). Bila waktu itu belum terlihat bulan terbit, maka Ramadhan digenapkan, dicukupkan 30 hari, sehingga 1 Syawal dihitung, ditetapkan besoknya.

Yang tak mampu melihat bulan terbit hendaklah mempercayai dan mengikuti yang telah melihat bulan terbit. Yang mengamati bulan terbit hendaklah mengetahui posisi derjat utara atau selatannya bulan. Untuk dapat tahu posisi derjat utara atau selatannya bulan, maka si pengamat hendaklah mengetahui Ilmu Falaq/Ilmu Hisab. Dengan Ilmu Falaq/Ilmu Hisab maka dapat diketahui posisi derajat utara/selatan bulan.

Terlihat tidaknya bulan terbit juga tergantung dari posisi bujur timur/baratnya lokasi si pengamat. Dengan demikian, maka 1 Syawal bisa saja berbeda di antara suatu daerah/wilayah yang berbeda bujur timur/baratnya. Sehingga 1 Syawal untuk Indonesia tak harus sama dengan untuk Saudi Arabia.

(Disimak dari ceramah kuliah subuh, Kamis, 25 Agustus 2011 di Masjid Jami’ Al-Muhajirin, Jalan Komodo Raya, Perumnas Satu, Bekasi).
(written by sicumpaz@gmail.com at BKS1108250700)
Bacaan: Februari 23, 2011
Fatwa Muhammadiyah
Fatwa Muhammadiyah Tahun 1998 : 1
PENETAPAN AWAL BULAN, METODE HISAB MUHAMMADIYAH DAN SHALAT IED DIAM-DIAM KARENA BERBEDA PENETAPAN 1 SYAWAL
Pertanyaan dari:
Saudara Asrir, Tenggiri 12/204 Bekasi Selatan 17144

Tanya:
Badan Rukyah dan Hisab Departemen Agama menetapkan 1 Syawal 1418 H pada hari Jum’at, 30 Januari 1998, sedangkan Badan Hisab Muhammadiyah menetapkan 1 Syawal 1418 H jatuh pada hari Kamis, 29 Januari 1998. Sehubungan dengan penetapan awal bulan Syawal dan juga awal bulan Ramadan (surat al-Baqarah ayat 185 dan hadis-hadis tentang rukyatul hilal) perkenankanlah saya mendapatkan informasi perihal berikut:
1. Apakah terlihat-tidaknya bulan baru (rukyatul-hilal) merupakan syarat sahnya penetapan awal bulan baru? Atau dengan kata lain, apakah 29 atau 30 harinya bulan Ramadan (dan juga bulan Sya’ban) tergantung pada terlihat-tidaknya bulan baru (bulan sabit)?
2. As-Sayid Sabiq dalam Fiqh as-Sunnah hanya menyebutkan penetapan awal bulan Ramadan dengan rukyatul hilal, dan sama sekali tidak ada menyebut-nyebut berkenaan dengan penetapan secara hisab. Sejak kapankah mulainya penetapan awal bulan Ramadan dengan menggunakan perhitungan hisab dan siapakah pelopornya serta berdasarkan hasil ijtihad siapa?
3. Data dan metode hisab berbeda dengan data dan metode astronomi, hasilnyapun akan berbeda. Demikian juga data dan metode hisab yang satu berbeda dengan data metode hisab yang lain yang hasilnya juga akan berbeda. Apakah data dan metode hisab yang berbeda-beda itu dapat dipulangkan ke pangkalnya? Dan di mana pangkalnya (sumbernya)? Atau dengan kata lain, apakah ada sumber/induk data dari semua data dan metode hisab yang berbeda-beda itu?
4. Perhitungan hisab Mansuriyah mengacu kepada data dan metode (tabel) Zaij Sultan Ulugbeik Samarkand (Sulam Nairayain). Data dan metode hisab Muhammadiyah mengacu kepada tabel siapa? Dan di mana pangkalnya/sumbennya? Apakah dapat dipulangkan pada data dan metode astronomi? Di mana pangkal/sumber data tabel Ulugbeik itu?
5. Dikemukakan bahwa berdasarkan kriteria bulan di atas ufuk, maka hampir seluruh dunia akan berhari raya pada 29 Januani 1998. Tetapi bila menggunakan kritenia rukyat, maka Indonesia kemungkinan besan akan berhari raya pada 30 Januari 1998. Perbedaan akan muncul ketika ada kelompok yang tidak lagi mengakui pemerintah (Menteri Agama beserta Majlis Isbat) sebagai pengambil keputusan tunggal dengan membuat pengumuman sendiri (Republika, Selasa, 23 Desember 1997, halaman 6 ‘Sifat Ijtihadiyah Penentuan Awal Ramadan dan Hari Raya” oleh Dr. T. Djamaludin). Pertanyaan saya: Sah-tidaknya perhitungan hisab apakah memerlukan syahid/dukungan hasil rukyat?
6. Saya —kata Imam Syafi’i— suka mereka (yang duluan berbuka puasa Ramadan) supaya mengerjakan salat hari raya bagi diri mereka sendiri dengan berjama’ah dan sendiri-sendiri, yang menutup diri. Saya —lanjutnya— melarang mereka bahwa mengerjakan salat hari raya itu dengan terbuka (kitab salat dua hari dalam al-Um as-Syafi’i). Apakah maksud ucapan Imam as-¬Syafi’i tersebut?

Jawab:
1. Rukyatul hilal, sebagai salah satu cara untuk menentukan awal bulan qamariah. Cara yang lain ialah dengan memperoleh berita tentang rukyat, menggenapkan bilangan bulan yang sedang berlangsung selama 30 hari (istikmal) dan dengan perhitungan/hisab. Jadi rukyatul hilal tidaklah menjadi satu-satunya cara untuk menetapkan awal bulan.
2. Penentuan awal bulan dengan hisab dimulai sejak kaum muslimin mengenal Astronomi, yaitu pada zaman Tabiin Besar yang dilakukan oleh mazhab Mutraf ibn Syuhair seperti dinyatakan oleh Ibnu Rusyd dalam kitabnya Bidayah al-Mujtahid juz I halaman 196. Dalam kitab itu disebutkan: “Bila hilal sulit diobservasi maka yang dipegangi ialah hasil hisab, yang merupakan hasil perhitungan peredaran Bulan dan Matahari. Landasan dari hisab ini ialah firman Allah surat Yunus ayat 5:

هُوَ الَّذِي جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَاءً وَالْقَمَرَ نُورًا وَقَدَّرَهُ مَنَازِلَ لِتَعْلَمُوا عَدَدَ السِّنِينَ وَالْحِسَابَ ۚ [يونس (10): 5]

Artinya: “Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu) ...”
3. Bila perhitungan hisab didasarkan kepada sistem dan me¬tode yang akurat, hasilnya tidak akan berbeda, kalaupun ada hanyalah pada menit dan detik saja. Hal itu disebabkan karena pembulatan bilangan di belakang koma. Sewaktu-waktu perbedaan itu dapat dikontrol melalui tabel-tabel dan rumus yang dipergu¬nakan. Hasil perhitungan hisab yang didasarkan kepada per¬hitungan yang akurat itu sudah diuji kebenarannya melalui teori-teori dan observasi, sehingga hasilnya sudah meyakinkan.
4. Sistem dan metode hisab yang dipergunakan oleh Muham¬madiyah didasarkan pada kitab Hisab Urfi dan Haqiqy yang disu¬sun oleh K.H. KRT Wardan Diponingrat dan dikembangkan de¬ngan sistem dan metode Newcomb, Brauwn, Jean Meus dan teori-¬teori astronorni modern yang lain. Metode yang dikembangkan oleh Ulug Beik as-Samarkandi itu bersumber pada Ptolomeus yang menyusun kitab Tabril Majesti. Kitab itu sudah ditinggalkan orang karena masih menganut teori geosentris. Sekarang orang sudah memegangi heliosentris.
5. Hasil hisab yang dijadikan pegangan pada saat hilal sulit diobservir adalah sah berdasarkan firman Allah dalam surat Yunus ayat 5 di atas dan sabda Nabi saw riwayat al-Bukhari, Muslim, an-¬Nasai dan Ibnu Majah:

فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدُرُوْالَهُ [رواه البخاري ومسلم]

Artinya:“Bila bulan itu terhalang untuk dirukyat kadarkan¬lah.”
6. Maksud ucapan Imam as-Syafi’i ialah siapa saja yang berhari raya lebih dahulu supaya bersalat Iedul Fitri secara diam-diam, tidak dilaksanakan secara frontal. Ucapan ini merupakan kebijakan Imam as-Syafi’i sebagai imam dari para pengikutnya. Tetapi Muhammadiyah berpegang pada kaidah yang telah ditetapkan dalam Muktamar dan sudah berjalan bertahun-tahun. Jadi tidak ada keharusan merubah kaedahnya selama belum diadakan perubahan.



Labels:

Tuesday, August 23, 2011

Kafir

catatan serbaneka asrir pasir

Kafir

Terminologi kafir dalam bahasa Indonesia dapat dipadankan dengan pembangkang, yang mencakup pengertian atheis, plytheis, animis, pagan, pelbegu, musyrik; termasuk juga Yahudi, Nasrani, Majusi. Sedangkan kufur dapat dipadankan dengan pembangkangan. Dan pembangkangan ini bukanlah bermakna pemberontakan (bughat, pendendam ?).

Terhadap paham, pola piker, sikap mental kafir ini Quran mengemukakan sanggahan, sangkalan, bantahan “Dan sungguh, jika engkau tanyakan kepada mereka “Siapakah yang menciptakan langit dan bumi ?” niscaya mereka menjawab “Allah”. Katakanlah “Kalau begitu tahukah kamu tentang apa yang kamu sembah selain Allah itu. Jika Allah hendak mendatangkan bencana kepadaku, apakah mereka itu mapu menghilangkan bencana itu. Atau jika Allah hendak member rahmat kepadaku, apakah mereka itu dapat mencegah rahmatNya itu ?”. Katakanlah “Cukuplah Allah bagiku. KepadaNyalah orang-orang yang bertaqwa harus berserah diri” (QS 39:8; simak juga QS 29:63, 31:35, 29:61, 43:87, 43:9).

Di tempat lain, Quran mengemukakan bahwa tak ada lagi titik temu dengan para kafir, pembangkang. Satu-satunya jalan terbaik, yang adil adalah jalan kebebasan, kemerdekaan. Maing-masing bebas merdeka dalam batas wilayahnya sesuai paham (akidah)nya. Saling mengormati batas wilayah masing-masing. “Untukmu agamamu, dan untukku agamaku” (QS 109:6). “Tidak ada paksaan dalam agama. Sesungguhnya telah jelas perbedaan antara jalan yang benar dengan yang sesat” (QS 2:256). “Barangsiapa menghendaki beriman, hendaklah dia beriman, dan barangsiapa menghendaki kafir, biarlah dia kafir” (QS 18:29). “Aku diperintahkan agar berlaku adil di antara kamu. Allah Tuhan kami dan Tuhan kamu. Bagi kami perbuatan kami, dan bagi kamu perbuatan kamu” (QS 42:15). (Simk juga penjelasan Asdani : “Islam dan Komunis”, SUARA MUSLIM, Edisi 25/2010M/1431H, hal 24-25). Inilah keadilan, kebebasan, kemerdekaan menurut Islam.

Tak ada seruan/ajakan untuk menghabisi lawan. Dalam kontek kekinian tak ada seruan/ajakan untuk menumpas, membasmi, menghabisi kaum Yahudi, Nasrani, Majusi, Syi’ah, Khawarij, Mu’tazilah, Ahmadiyah, dan firqah/sekte masa kini (Simak antara lain ayat QS 16:125, 2:256, 18:29, 28:56).

HR Bukhari, Muslim dari Ibnu Umar, juga dari Abi Hurairah memang menyebutkan sabda Rasulullah saw “Aku diperintah memerangi orang-orang sehingga bersyahadat mengakui bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa Nabi Muhammad itu Rasul Allah, dan mendirikan shalat dan mengeluarkan zakat. maka bila telah mengerkan semua itu berarti telah terpelihara daripadaku darah dan harta mereka kecuali dengan hak kewajiban dalam Islam, dan perhitungan mereka terserah kepada Allah”. “Dan perangi mereka itu sampai tidak ada lagi fitnah, dan agama hanya bagi Allah semata. Jika mereka berhenti, maka tidak ada lagi permusuhan, kecuali terhadap orang zhalim” (QS 2:193, simak juga penjelasan Ibnu Katsir tentang ayat QS 9:5)

Jihad dengan pengertian perang fisik (qital) hanya dilakukan terhadap penghalang jalannya dakwah. Selama tidak menghalangi jalannya dakwah, maka posisi mereka hanya sebagai lawan/musuh dalam akidah yang merupakan umat dakwah. Mereka dilawan dalam perang akidah, ghazwul fikri. Dalam ghazwul fikri inilah tempatnya Jihad Global (Revolusi Islam) (Simak objek/sasaran perang dalam ayat QS 22:39, 2:190, 9:36, 9:123, 8:39(.

Barangkali mengacu kepada ayat-ayat tersebut, DPP Masyumi (Bagian Penerangan) pada 17 Agustus 1955 hanya menyapaikan seruan/himbauan “Kami Memanggil” kepada semua pimpinan, anggota, simpatisan PKI (Partai Komunis Indonesia) agar bertaubat, kembali kepada kebenaran, kembali ke Islam, Juga dalam risalah “Kami Memanggil” tersebut dilampirkan Fatwa Madjlis Sjura Masyumi Pusat tentang Komunisme tanggal 27 Desemer 1954 yang menyatakan bahwa Komunisme itu humunya kufur. Penganut/pengikut komunisme itu wajib diberi pengertian entang kesesatan dan kekufuran komunisme. Sama sekali, baik tersurat (eksplisit) maupn tersirat (implisit) tak ada seruan/himbauan dari Masjumi untuk menghabisi, membunuhi orang-orang komunis.

(written by sicumpaz@gmail.com at BKS1108220600)

Labels:

KondisiPotensiUmatIslamMasaKini

catatan serbaneka asrir

Pengeroyokan umat Islam

Allah berjanji akan menjadikan orang-orang beriman dan berbuat kebaikan (beramal shaleh) berkuasa di muka bumi, dan meneguhkan Islam bagi mereka, serta merubah kondisi mereka dari kondisi kacau ke kondisi aman (Simak QS 24:55). Allah memberikan kekuasaan kepada yang Dia kehendaki dan mencabutnya dari yang Dia kehendaki. Allah memuliakan yang Dia kehendaki dan menghinakan yang Dia kehendaki (Simak QS 3:27). Allah akan merubah kondisi suatu komunitas bila komunitas itu telah merubah kondisi mereka (Simak QS 13:11).

Rasulullah saw memeritahukan kondisi masa depan yang akan dialami umat Islam. Pada masa itu umat Islam akan jadi bulan-bulanan (objek mainan musuh), dihinakan, direndahkan, disepelekan, diremehkan, diabaikan, diinjak-injak, diperalat, diperebutkan. Umat Islam saat itu sibuk dengan urusan dunia, kekayaan, kedudukan ketenaran, tak peduli dengan jihad fi sabilillah (menegakkan, mempertahankan, membela agama Islam) (Simak HR Abu Daud dari Tsauban, No.3745, dalam KH Firdaus : “Detik-Detik Terakhir Kehidupan Rasulullah”, Pedoman Ilmu Jaya, Jakarta, 1983, hal 134; Drs H Ahmad Yani MM MBA : “Kaum yang dikerebuti lawan”, SUARA MUSLIM, Edisi 32-Thn 2011, hal 56).

Rasulullah saw memperingatkan agar mewaspadai tiga macam sikap mental yang membahayakan, mencelakakan, menghancurkan. Pertama hawa muttabi’, rakus, tama’, serakah, materialis, kapitalis. Kedua syuhhun muthaa’, pelit, kikir, bakhil, kedekut. Ketiga i’jabul mar-I bi nafsih, angkuh, pongah, sombong, bermegah-megah, bermewah-mewah (Simak HR Abu Syaikh dari Anas dalam “Mukhtar al-Hadits an-Nabawiyah” oleh Said Ahmad al-Hasyimi Beik, No.498).

Dalam tayangan “Tradisi Mudik” MetroTV, pagi Minggu, 21 Agustus 12011, 0700, Prof Dr Komaruddin Hidayat, Rektor UAIN Syarif Hidayatullah Jakarta mengemukakan bahwa Islam kini banyak diembled, disusupi, didomplengi, diboncengi, ditumpangi, ditempeli oleh hal-hal yang di luar Islam (kapitalisme, konsumerisme, hedonism). Saksikanlah tayangan televise setiap malam Ramadhan. Para pebisnis, para produsen saling memperebutkan selera konsumerisme umat Islam dengan mendomplengi Islam itu dengab hal-hal yang diluar Islam.

Umat Islam seharusnya menyadari dirinya sebagai umat unggulan (mukmin, muttaqin, muflihun, simak QS 3:139, 47:35). bukan umat lecehan, umat pecundang. Adalah suatu kehinaan bagi umat Islam gemar mencomot budaya non-Islam. Umat Islam agar tak larut dalam budaya copy-paste, sinkretis, talbis, akomodatif, permissif, serba boleh.

(written by sicumpaz@gmail.com at BKS1108250800)





Labels:

SeputarGambarAntaraSeniDanAgama

catatan serbaneka asrir pasir

Seputar gambar : seni dan agama

Gambar dalam bahasa Arab adalah “tashawir” atau “shuwar” yang mencakup pengertian berhala, patung, arca, boneka, ukiran, lukisan,foto, potret, film. Gambar termasuk kedalam kategori kesenian, kebudayaan. Penggambar, pembuat gambar, tukang gambar dipadankan dengan “mushawwir”.

Yusuf Qardhawi menulis buku berjudul “Al-Halal wal-Haram fil-Islam” (Edisi Indonesia berjudul : “Halal dan Haram menurut Islam”, terbitan Bina Ilmu, Surabaya). Pada halaman 72-82, Penulis membagi gambar, yaitu yang haram seperti arca-arca, yang makruh seperti ukiran yang digambar diatas ertas, papan, tembok, yang mubah (yang boleh) seperti foto.

Shalih bin Fauzan bin Abdullah al-Fauzan membantah, mengoreksi Yusuf Qardhawi dengan bukunya “Al-I’lam binaqd kitab al-Halal wal-Haram” (Edisi Indonesia “Kritik Terhadap Buku Halal Dan Haram Dalam Islam”, terbitan Pustaka istiqamah, Surabaya, 1996, hal 48-60).

Dalam Shahih Bukhari terdapat hadits-hadits tentang gambar. Semuanya mengisyaratkan bahwa gambar, menggambar itu sama sekali terlarang. Tak ada celah yang dapat membolehkannya. Terdapat bab/pasal “Azab/siksaan bagi tukang gambar/lukis di hari kiamat”, Tercelanya bersama gambar/tukang gambar”, “Tercelanya shalat memakai gambar”, “Tak masuknya malaikat kerumah yang memajang gambar”, “Terkutuknya tukanggambar”, dan lai-lain.
Dalam “Riadhus Shalihin” Imam Nawawi, terdapat pasal “Haram menggambar binatang di kain atau batu dsb, dan perintah merusaknya”.

A Hassan dalam buku “Soal-Jawab”, terbitan Diponegoro, Bandung, 1983, hal 347-363 membahas perihal “Gambar”. Penjelasan A Hassan tak tuntas dalam buku tersebut dan akan menerbitkan satu kitab fatwa tentang masalah gambar ini.

PP Muhammadiyah dalam buku “Himpunan Putusan Tarjih”, Jogjakarta, 1967, hal 281 juga membahas tentang “Hukum Gambar” yang menyebutkan bahwa gambar itu hkumnya berkisar kepada ‘illatnya (sebabnya). Yang untuk disembah hukumnya haram. Yang untuk sarana pelajaran hukumnya mubah (boleh). yang untuk perhiasan (hiasan, asesori) yang dikhawatirkan mendatangkan fitnah kepada makshiat, hukumnya makruh. sedangkan dikhawatirkan mendatangkan fitnah kepada musyrik, hukumnya haram.

Meskipun hadits yang digunakan sama teksnya/matannya, namun pemahamannya berbeda. Masalah gambar tetap saja menjadi ikhtilaf/khilafiyah. Tak pernah terjadi ittifaq/ijma’, kesepakatan. Keharaman gambar tetap saja debatable, dipersoalkan.

Apakah sebenarnya faktor (‘illat) yang menyebabkan haramnya gambar itu. Apakah memang karena dikhawatirkan akan dapat digunakan sebagai sembahan yang membawa kepada musyrik. Ataukah karena dikhawatirkan akan dapat merupakan saingan terhadap Allah. “Orang-orang yang paling pedih siksanya, ilaha orang yang meniru bikinan Allah”. Padahal Allah itu Maha Kuasa. Kekuasaan-Nya mutlqak tak tertandingi oleh siapa pun.

Bagaimanapun, baik pembagian Yusuf Qardhawi, A Hassan, Tarjih Muhammadiyah tetap saja menyisakan ikhtilaf, iftiraq. Bila semata-mata mengacu pada hadits, hampir tak ada celah sama sekali untuk membolehkannya. Atauk memang hukum itu harus mengikuti sikon, waktu-tempo-zaman, tempat-loco-makan, sehingga fatwa Imam Syafi’i waktu di Mesir berbeda dengan fatwa beliau waktu di Baghdad.

(written by sicumpaz@gmail.com at BKS1108231100)

Labels:

Saturday, August 20, 2011

RevolusiAtauEvolusi

catatan serbaneka asrir pasir

Revolusi atau Evolusi
“Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri” (QS 13:11; simak juga QS 8:53). Tuhan tidak akan merobah keadaan mereka selama mereka tidak merobah sebab-sebab kemunduruan mereka (catatan kaki 768, “AlQuran dan Terjemahnya”, Depag RI, 1993).

Perubahan masyarakat (social change) umumnya dengan tiga ragam/macam pendekatan, yaitu konservatif, reformatif dan radikal (Simak ALMUSLIMUN, No.199, Oktober 1986, hal 69-73; No.267, Juni 1992, hal 83-84). Ada perubahan secara evolusi, reformasi, revolusi.

Menurut Nani Wisono, bahwa Revolusi Islam itu disebut dengan “Tsaurah Islamiyah”, memadukan pengertian taghyir dan inqilab secara menyeluruh. Mengacu kepada ayat 110:1-3, maka “Kemenangan kaum beriman hanya akan tercapai dengan pertolongan Allah” (Simak tulisannya “Jalan Revolusioner Menuju Kemenangan”, ALMUSLIMUN, Bangil, No.267, Tahun XXIII (39), Juni 1992, hal 80-88). Dalam kontek kekinian, Revolusi Islam itu merupakan padanan Jihad Global.

Terminologi/pengertian revolusi itu sendiri masih bersifat debatable. Tan Malaka menyebutkan bahwa revolusi itu baru timbul karena ada krisis, ketika ada pertentangan antara pihak Yang Lama yang tak sanggup lagi mengatur dengan pihak Yang Baru yang sudah siap menggantikannya (Simak “Dari Penjara Ke Penjara”, III, Jogyakarta, 1948, hal 34). Ir Soekarno juga sejalan dengan Tan Malaka memandang bahwa revolusi itu tool and retool, membongkar/mendobrak Yang Lama dan membangun Yang Baru.

Umat Islam diseru agar tidak berpangku tangan dalam menyikapi kezaliman (ketidakadilan, kecurangan), tetapi harus proaktif berusaha, berikhtiar untuk mengubahnya dengan mengamalkan ayat QS 13:11. Bisa dengan kekuatan kekuasaan, kemampuan bicara/diplomasi, setidaknya dengan keyakinan- ideologi. Siap memikirkan, melaksanakan cara yang tepat sasaran untuk menumpas kezhaliman (tirani, thagut) apakah perlu revolusi atau evolusi ? (Simak SUARA MUSLIM, Bekasi, Edisi 30-Thn.2011M/1432H, hal 24-25, “Evolusi atau Evolusi ?”, oleh Asdani [Ahmad Salimin Dani MA, Ketua DDII Bekasi ?]).

Diantara contoh revolusi disebutkan antara lain Revolusi Industri (Inggeris), Revolusi Borjuis Perancis (1787-1800), Revolusi Komunis Rusia (1917-1921), Revolusi Cina (1911-1949), Revolusi Islam Iran, Revolusi Islam Kartosoewirjo. Sedangkan evolusi seperti Evolusi Ikhwanul Muslimin Mesir, Evolusi Abul A’la alMaududi, Evolusi Mohammad Natsir, dan lain-lain.

Perubahan dari jahili/sekuler ke Islam berangkat dari perubahan akidah, dari syirik ke tauhid, bukan dari sentimen nasionalisme, atau sosialisme, atau moralisme, bukan dengan mengibarkan panji-panji nasionalisme, sosialisme, moralisme. Sayid Quthub dalam bukunya “Petunjuk Jalan” (Metode Revolusi ?) menyebutkan bahwa Islam itu berangkat dari fiqhul aqidah-ideologis, bukan berangkat dari fiqhul waqi’-realitas. Islam mulai langkahnya dengan mengobarkan revolusi akidah, bukan dengan mengobarkan revolusi nasionalis, atau sosialis, atau moralis (Simak “Petunjuk Jalan”, Bab II : Wujud Metode Qurani).

Abul A’la alMaududi juga berpandangan bahwa perubahan sistem dari jahili sekuler ke Islami haruslah dimulai dengan revolusi akidah secara alami dan menyeluruh (Simak antara lain “Metoda Revolusi Islam”, “Kemerosotan Ummat Islam dan Upaya Pembangkitannya”, “Sejarah Pembaruan dan Pembangunan Kembali Alam ikiran Agama”).

.Mengacu pada kisah dakwah para Nabi, seperti Nabi Nuh, Hud, Shaleh, Ibrahim, Luth, Syu’aib, Musa, Isa, Muhammad saw, maka dakwah itu berupa revolusi akidah, revolusi pola piker, revolusi sikap mental. Dakwah itu menyeru, mengajak semuanya merubah akidah, pola pikir, sikap mental dari jahili sekuler ke Islam , minaz zhulumaat ilan nuur. Tak ada seruan/ajakan untuk memberontak, mengambil alih kekuasaan. Juga tak ada seruan/ajakan untuk menghabisi lawan. Dalam kontek kekinian tak ada seruan/ajakan untuk menumpas, membasmi, menghabisi kau Yahudi, Nasrani, Majusi, Syi’ah, Khawarij, Mu’tazilah, Ahmadiyah, dan firqah/sekte masa kini (Simak antara lan ayat QS 16:125, 2:256, 18:29, 2856).

Jihad dengan pengertian perang fisik (qital) hanya dilakukan terhadap penghalang jalannya dakwah. Selama tidak menghalangi jalannya dakwah, maka posisi mereka hanya sebagai lawan/musuh dalam akidah yang merupakan umat dakwah. Mereka dilawan dalam perang akidah, ghazwul fikri. Dalam ghazwul fikri inilah tempatnya Jihad Global (Revolusi Islam).

Perubahan dari jajahan ke merdeka yang dikobar-kobarkan Soekarno melalui Pancasila (sinkretisasi nasionalisme, demokratisme, sosialisme, humanisme, ketuhanan seperti Khams Qanun Freemasonry/Zionis) (Simak RISALAH, No.10, Th.XXII, Januari 1985, hal 54-55, “Plotisma, apa itu ?”).

Cara yang ditempuh untuk Islam Merdeka berbeda-beda. Ada yang menempuh jalur parlementer-konstitusional seperti M Natsir dan tokoh-tokoh partai Masyumi dan lain-lain. Ada pula yang menempuh jalur perjuangan suci (jihad fi sabilillah ?) seperti Kartosoewirjo dengan DInya (Simak Al-Chaidar : “Pengantar Pemikiran Politik Proklamator NII SM Kartosoewirjo”, Darul Falah, Jakarta, 1999, hal 92).

Dr Yusuf Qardhawi menyebutkan empat jalur/jalan untuk merealisasikan Ideologi Islam (Islam Ideologis ?) : melalui jalur Dekrit Pemerintah (Parlementer-Konstitusionail ?), melalui jalur Kudeta Militer (Jihad Fi Sabilillah ?), melalui jalur Pendidikan dan Bimbingan (Dakwah wa Taklim ?), melalui jalur Pengabdian masyarakat (Aksi Sosial ?) (Simak “AlHulul alIslamy”, 1998, hal 178-273).

Ir Haidar Baqir (Direktur Mizan Bandung) menyebutkan empat tipe strategi Islamisasi : jalur modernism, jalur radikalis kompromistis evolusionisme, jalur radikalis kompromistis revolusionisme, jalur radikalis non-kompromistis (Simak PANJI MASYARAKAT, No.521, No.498, hal 35-37).

Menurut pemikiran SM Kartosowirjo untuk mengusung ide Negara Islam menjadi fakta haruslah mengacu pada proses terentuknya masyarakat Islam pada masa Rasulullah saw. Pada masa itu, etnis, budaya, agama, bahasa sangat beragam (majemuk, pluralis) (Simak Al-Chaidar, hal 63).

Disebutkan bahwa : “Tidaklah akan jadi baik akhir dari umat ini, melainkan dengan kembali kepada apa yang membaikkan umat yang dahulu” (Simak Prof Dr Hamka : “Tafsir AlAzhar”, juzuk II, Pustaka Panjimas, Jakarta, 1983, hal 81: Syaikh Mushthafa alGhalayaini : “AlIslam Ruh alMadaniyah”, Beirut, 1935, hal 60).

“Sungguh telah jelas jalan yang benar dari jalan yang sesat” (QS 2:256). Sangat berbeda antara Islam (jalan selamat) dengan Sekuler/Jahili (jalan sesat). Politik Islam berbeda, tak sama dengan politik sekuler/jahili. Negara Islam itu beda, tak sama dengan Negara Sekuler/jahili. Islam mengacu pada Quran dan Hadits. Piranti lunaknya (softwarenya) adalah Quran dan Hadits. Sedangkan sekuler/jahili mengacu pada hawahu (selera, nafsu, syahwat, kesenangan, kemewahan, kemegahan, kekuasaan, ketenaran).

Negara Islam (Darul Islam, Daulah Islamiyah, Khilafah Islamiya, Baldatun Thaiyabatun wa Rabbun Ghafur) membutuhkn seorang pemimpin (wali, amir, imam) yang harus ditaati, yang tidak menyimpang dari garis haluan alQuran dan alHadits (Simak Al-Chaidar, hal 216).

Sosok Imam, Imam Mahdi (Imam yang memperoleh petunjuk) haruslah memiliki pengetahuan yang luas tentang masalah-masalah kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, memiliki pemikiran politik yang cemerlang, memiliki kemahiran dalam strategi militer, mencakup cendekiawan, negarawan, ahli strategi ulung (Simak Abul A’la alMaududi : “Sejarah Pembaruan dan Pembangunan Kembali Alam Pikiran Agama”, Bina Ilmu, Surabaya, 1984, hal 58-60, “Imam Mahdi”).

Disamping unsur Imam ada lagi unsur Makmum, warganegara. Warganegara dalam Negara Islam haruslah Islam minded. Memiliki rasa cinta seta (mahabbah) kepada Allah swt dan kepada Rasulullah saw. Siap mengabdikan diri kepada Allah swt. Sekaligus Islam Ideologis, Islam Politis. Di Indonesia, sejarah mencatat bahwa jumlah kursi kelompok Islam dalam parlemen tahun 50-an hanya 23%. Dan kemudian meningkat naik menjadi 43,5% dari hasil pemilu 1955. Dan selanjutnya dari setiap pemilu ke pemilu tampak jelas penurunan prosentase kelompok Islam. Ini berarti Umat Islam Indonesia sama sekali tak siap dengan Negara Islam Indonesia, tak siap memiliki sikap “tegas terhadap lawan dan santun terhadap lawan” (Simak QS 48:29).

Biang Kehancuran

Rasulullah saw mengingatkan "Tslaatsun munjiyaat : khsyyatu LLah fis sirri wal 'alaniyah, wal 'adlu fir ridha wal ghadhab, wal qashdu fil faqri wal ghina. Tsalatsun muhlikaat : hawaa muttaba', wa syuhhun muthaa', wa i'jaabul mar-i bi nafsih". Tiga hal yang membuat kejayaan : Takut kepada Allah dalam sunyi dan terang, adil dalam keadaan suka dan marah, sederhana ketika miskin dan kaya. Tiga hal yang mencelakakan : Memperturutkan nafsu, mengikuti kekikiran, terpesona dengan diri sendiri.

Itulah tiga pokok sikap menatal yang menjadi biang kehancuran yang harus diwaspadai.Dengan kata lain, bila ajaran Islam diabaikan, apalagi ditinggalkan, maka kehancuran yang akan terjadi. Bisa kehancuran fisik, moral, budaya, sosial, ekonomi, politik.Bisa timbul rasa ketakutan, bisa berkurang rizqi, bisa terjadi [pertupahan darah, bisa dikuasai musuh, dan lain-lain.

Islam mengajarkan supaya bisa selamat hendaklah berpegang teguh Kitabullah dan Sunnah Rasulnya. Sesuaikan sikap mental dengan tuntunan Allah dan RasulNya.

Akademisi memperkenlakan/mengajarkan agar menerapkan konsep SWOT analysis (Strength-Weakness-Opportunity-Threat) dilanjutkan dengan konsep SOAR (Strengths-Opportunity-Aspiration-Result). Mulai dengan mengnalisis/mengaca/memahami kelemahan (weakness) dan menghitung risiko/ancaman/rintangan/hambatan (threat), setelah itu mengidentifikasi dan memfokuskan kekuatan (strength) dan kesempatan/peluang (opportunity), kekuatan diri (strength) untuk meraih hasil (result).

Hasil (result) yang diharapkan oleh umat Islam adalah menjadi umat unggulan. Umat unggulan (dunia akhirat) adalah umat muttaqin, mukmin, muflihun, yang tak "fi khusrin", yang mendapat "ajrun gharu mamnun".

(written by sicumpaz@gmail.com at BKS1108180730)

catatan serbaneka asrir pasir

Dilematika/problematika penegakan syari’at Islam (analisa sikon umat Islam)
Treath/kendala/rintangan/hambatan bagi tegaknya syari’at Islam :
- Konspirasi/persekongkolan Yahudi-Nasrani internasional untuk melenyapkan, mengenyahkan, mnghancurkan, menumpas Islam (Simak antara lain QS 2:120).
- Maraknya penyebaran ajaran, alaaairan, paham Jahili Sekuler, hubuddunya wa karihatul mauat, rakus dunia dan takut pada resiko (Simak antara lain QS 45:23-25).
- Ketiadaan ulama waritsatul anbiya’, kelemahan pemahaman ulama terhadap ideology, politik, ekonomi, social, budaya Islam. Menjamurnya, melimpahnya ulama seleberitis, berpaham jahili sekuler, hubbud dunya wa karihatul maaut, rakus akan dunia dan takut pada resiko.
- Labelisasi teroris terhadap penegak syari’at Islam.
- Maraknya penyusupan, infiltasi musuh-musuh Islam dengan menggunakan atribut, symbol, terminology, identitas Islam.
- Gampangnya muncul situasi konflik. Umat Islam sangat deman (senang) punya lawan. Kalau ada musuh mereka bersatu. Bila musuh tak ada lagi, mereka mencari musuh di kalangan sendiri (M.Natsir, simak SUARA MASJID, No.144, 1 September 1986, halaman 4-5, Editorial).
Dalam golongan Muslimin menular penyakit yang sangat berbahaya, yaitu : perselisihan, persengketaaan danperbantahan antar sesame (Moehammad Moe’in : “Sedjarah Peperangan Salib”, Islamiyah, Medan, 1936, halaman 5) (Simak antara lain QS 8:46).
Perpedahan umat (dalam ideologi dan politik) adalah penghalang turunnya pertolongan Allah. Sunnatullah menetapkan bahwa yang kuat mengalahkan yang lemah (Simak HR Muslim dari Tsauban tenang Qadha dan Qadar, antara lain dalam “Zaadul Ma’ad” Ibnul Qaiyim, jilid I, halaman 90; “Bersihkan Tauhid Anda Dari Noda Syirik”, oleh Muhammad bin Abdul Wahhab, terbitan Bina Ilmu, Surabaya, 1984:82-84; HR Ahmad dalam “Tafsir Ibnu Katsir”, jilid V, halaman 144).
Weakness/Kelemahan penegakkan syari’at Islam :
- Lemahnya kesadaran beragma dari umat Islam.
- Lemahnya pemahaman agama umat Islam secara intergatif.
- Terserang/terjangkit virus jahili sekuler (Hubbud dunya wa karihatil maut, rakus akan dunia dan takut pada resiko).
- Tak memiliki media informasi/komunikasi alternative, yang dapat menyuarakan aspirasi umat Islam dan yang dibiayai oleh dana umat Islam sendiri.
Opportunity/peluang/kesempatan tegaknya syari’at Islam :
- Lembaga dakwah dan ormas Islam yang konsisten mendakwahkan tegaknya syari’at Islam.
- Sarana penerangan/komunikasi yang dapat digunakan sebagai sarana dakwah.
Strenth/kekuatan/potenti bagi tegaknya syari’at Islam :
- AlQur:an dan AlHadits sebagai landasan ideologis.
- Khazanah pemikiran ulama Islam pada masa lalu.
- Warisan/peninggalan sejarah umat Islam masa lalu.
- Populasi umat Islam yang cukup diperhitungkan. Bahkan identitas, dan nama Islam sendiri masih menggentarkan, menciutkan nyali musuh-musuh Islam.
- Masjid, mushalla sebagai sarana/tempat pembinaan/penggemblengan umat Islam.
Konsep SOAR
Dulu diperkenalkan konsep SWOT analysis (Strength-Weakness-Opportunity-Threat). Menganalisis kelemahan (wakness) dan menghitung risiko/ancaman (threat) itu diperlukan. Lebih penting lagi dari itu adalah mengidentifikasi dan memfokuskan kekuatan (strength) dan peluang (opportunity).
Kini diperkenalkan konsep SOAR (Strengths-Opportunity-Aspiration-Result). Konsep ini beroriemtasi “appreciative inquiry”, yaitu menghargai dan menggali hal-hal yang positf dan kekuatan (strength) yang terlihat maupun tersembunyi. “Allow your thoughts to take you to heights of greatness”. Dengan pola pikir ini, berobsesi terhadap aspirasi (aspiration) dan kesempatan (opportunity) sehingga hasil (result) terpenuhi optimism (Simak Eileen Rachman & Sylvina Savitri : “Mentalitas Elang”, KOMPAS, Sabtu, 6 Agustus 2011, hal 33, “Klasika : Karier”).
(written by sicumpaz@gmail.com at BKS1107280815)


Labels:

HiduplahUntukAgamaNegaraBangsa

catatan serbaneka asrir pasir

Hiduplah untuk agama, negara, bangsa

Hiduplah untk agama, negara, bangsa. Jangan hidup dari agama, negara, bangsa. Abdikan, baktikan, korbankan tenaga, pikiran, keterampilan untuk agama, negara, bangsa. Jangan abdkan, batikan, korbankan agama, negara, bangsa untuk diri. Manfa’atkanlah keahlian, keterampilan, kekayaan untuk kepentingan agama, negara, bangsa. Jadilah sebagai pencipta lapangan kerja. Jadilah sebagai pemberi kerja. Janganlah hanya jadi pencari, penerima kerja.

Islam memuji yang berusaha mencari rezki dan menyebarkannya, yang peduli akan sesama. Islam mencela yang meminta-minta, yang ogah berusaha. “Tangan yang diatas lebih mulia dari tangan yang dibawah. Tangan yang diatas ialah yang member dan tangan yang dibawah ialah yang meminta-minta” (HR Bukhari, Muslim dari Abdullah bin Umar, dalam “Riadhus Shalihin” Imam Nawawi, pasal “Qana’ah dan Celaan terhadap yang minta-minta”). Islam mengundangkan zakat, infaq shadaqah. Islam menyeru hidup sederhana (qana’ah), zuhud, wara’, peduli akan sesama. Hasil kekayaan digunakan untuk mendapatkan kebahagiaan akhirat dengan menyebarkan, membagi-bagikannya untuk kepentingan bersama (Simak QS 28:77). Harta itu milik Allah yang dititipkan yang bersifat sosial.

(written by sicumpaz@gmail.com atBKS1108201915)

Labels:

JanganAsalMeniru

catatanserbaneka asrir pasir
Jangan asal meniru
Rasulullah saw memberi peringatan keras supaya waspada, hati-hati terhadap tingkah polah Yahudi dan Nasrani ajar jangan sampai gampang terpesona mengikuti, menirunya.”Sungguh kalian pasti akan mengikuti jejak langkah mereka-mereka sebelum kamuu (Yahudi dan Nasrani) sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta, bahkan sampai mengikutinya ke liang biawak sekalipun” (HR Bukhari dari Abi Said al-Khudri, dalam “Shahih Bukhari”, kitab “Al-I’tisham bil Kitab was Sunnah). Ini bukan sekedar informasi atau prediksi, tapi larangan keras dari Rasulullah saw.

Rasulullah saw membenci umatnya menyamai, menyerupai orang kafir dalam adat kebiasaan dan gaya hidup, tak hanya dalam masalah peribadatan saja. Rasulullah saw memerintahkan umatnya supaya tampil beda dari Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani). Hendaklah umat Islam beda dari Ahli Kitab. Umat Islam haruslah punya kepribadian sendiri, tidak ikut-ikutan budaya asing “Bukanlah termasuk golongan kita (Islam) orang-orang yang menyerupai selain golongan kita (non-Islam) (HR Tirmidzi). “Barangsiapa yang menyerupai segolongan kaum (non-Islam), maka ia termasuk golongan mereka (non-Islam) (HR Abu Daud, Thabrani). (Simak Syekh Ali Mahfudz : “Il-Ibda’ (Baahaya Bid’ah Dalam Islam”, Bab : “Bid’ah Adat Dan Pergaulan”).

Tatap dan lihatlah diri kita. Apakah kita berperilaku, berbusana menutup aurat sesuai dengan tuntunan Islam ? Ataukah mengikuti mode, model, gaya non_islam. Apakah kita bergaul dalam batas-batas yang diatur Islam ? Ataukah bebas bergaul menuruti gaya, budaya non-Islam. Kalau rambutnya ditata bagai duri landak, apakah kita juga mengikutinya ? Kalau kepalanya dibotakin sebelah, apakah kita juga mengikutinya ? Kalau antingnya dipakai di hidung, apakah kita mengikutinya ? Kalau rantai dipakai sebagai kaluang, apakah kita juga mengikutinya ? Kalau keteknya dipamerkan sebelah, apakah kita juga mengikutinya ? Kalau pahanya dibuka sebelah, apakah kita juga mengikutinya. Kalau ia berciuman di jalanan, apakah kita juga mengikutinya ? Kalau ia melakukan SBM (sex before marriage), apakah kita juga mengikutinya ? Kalau ia melakukan aborsi, apakah kita juga mengikutinya ? Kalau ia makan sambil jalan, apakah kita juga mengiktinya. Kalau ia bertato, apakah kita juga melakukannya. Kalau ia melakukan kolusi, korupsi, manipulasi, intimidasi, provokasi, agitasi, apakah kita juga mengikutinya ?

Bahkan kalau ia masuk ke sarang biawak (melakukan tindak pidana), apakah kita juga akan mengikutinya, seperti yang diperingatkan Rasulullah saw supaya kita tahu diri, bahwa kita ini Muslim bersih dari noda moral, tdak asal mengikuti, meniru perilaku non-Islam.

(written by sicumpaz@gmail.com at BKS1108201745)

Labels:

Wednesday, August 17, 2011

EtikaPublikAkhlaqPemimpinIslam

Etika Publik : Akhlaq Pemimpin Islam

1. Beribadah dengan benar dan rajin sesuai dengan tuntunan Allah dan RasulNya.
2. Membiasakan diri berdo’a bermunajat dan membaca Quran sambil berusaha memahami maksudnya, serta suka mempelajari riwayat hidup Rasulullah saw dan juga sejarah Islam.
3. Memelihara kesehatan jasmani dengan olahraga atau lainnya, sambil menjauhi yang merusak dan mengganggu kesehatan. Tidak melakukan hal-hal yang tak bermanfa’at.
4. Memperhatikan kesehatan dan kebershan tempat tinggal, makanan, pakaian, tempat kerja dan lingkungan.
5. Berbicara benar dan menjauhi kebohongan. Dusta termasuk dosa.
6. Memenuhi janji.
7. Berani berterus terang dan jujur dalam kebenaran. Tidak berbuat curang. Tidak curang terhadap Tuhan, agama, negara, bangsa, sesama, diri, keluarga, tetangga.
8. Memiliki ketenangan dalam berskap, tawadhu’ (rndah hati) namun tidak menghinakan diri, taqwa/sensitif/peka terhadap yang baik dan yang buruk, bergembira terhadap yang baik, kecewa terhada yang buruk.
9. Bertindak adil terhadap segala hal. Marah pada tempatnya sesuai dengan tuntunan syara’.
10. Suka beramal/berjasa baik untuk kepentingan bersama. Suka berkorban, menolong, menghibur sesama.
11. Bersikap ramah dan murah hati. Suka mema’afkan yang bersalah. Lembut dan menyenangkan sesama. Memelihara sopan santun Islami.
12. Gemar belajar yang bermanfa’at untuk kepentingan bersama.
13. Suka hidup sederhana, ekonomis dan hemat. Tidak royal, boros, bermegah-megahan.
14. Selalu berusaha mendapatkan rizki yang halal. Tidak melakukan perbuatan yang haram, yang dilarang agama. Berupaya menutup pintu tindak kejahatan.
15. Meningkatkan mutu etos kerja, amal saleh.
16. Ikut terlibat mendakwahkan Islam. Islam itu rahmatan lil’alamin.
17. Berupaya menempatkan diri bertaqarub kepada Allah. Melakukan amal saleh dan amal sosial.
18. Menjaga persahabatan. Saling silaturrahmi. Saling kunjung mengunjungi. Saling tolong menolong. Saling menjaga ukhwah Islamiyah.
19. Saling bertukar pikiran. Saling mengadakan mudzakarah. Saling ingat mengingatkan tentang persoalan Islam dan umat Islam.

Secara ringkas, Pemimpin Islam itu haruslah memiliki akal yang sehat, memiliki kecerdasan yang memadai, berilmu dan berpengalaman, peka dan memiliki keperwiraan serta harga diri. Memiliki dedikasi, kejujuran, keberanian dan sanggup berkorban untuk Islam dan umat Islam.

(Suntingan dari “Akhlak Kepemimpinan Dalam Kehidupan Bermuhammadiyah”, oleh KH Amir Ma’sum, dalam “Akhlak Pemimpin Muhammadiyah”, suntingan Haedar Nashir, PPM, Yogyakarta, 1990, hal 18-19)

Sosok Busyro Muqaddas

M Busyro Muqaddas SH, pengagum Drs Asnawi Harahap alm (dengan penataan Kali Code-nya, seperti Romo Mangun dengan Kedung Umbo-nya), semoga menjadi sosok yang sepi dari pamrih dunia, tulus ikhlas, tawadhu’, rendah hati, terhindar dari sifat kikir dan akrab dengan sesama tanpa diskriminatif, meneladani kepedulian sosial Asnawi Harahap, Romo Mangun. Mejadi sosok yang mengutamakan nilai-nilai akhlaq yang dijabarkan dan diterapkan ke dalam akhlaq individual, akhlaq sosial, akhlaq politik, akhlaq jabatan. Teguh dalam prnsip tetapi luwes dalam cara. Mementingkan aspirasi/amanat umat/rakyat. Berbicara dan bertindak dengan hati nurani. Memiliki kesalehan ritual dan kesalehan sosial. (Dari : “Akhlaq Pemimpin Muhammaadiyah”, PPM, Yogyakarta, 1990, hal 41-44).

BKS1108171400

catatan serbaneka asrir pasir

Sebenarnya apa sih yang dicari Pak Presiden ?

Sebagai Kepala Negara (Pemerintah) sesuai dengan amanat Pembukaan UUD-1945 tentu saja yang dicari adalah kesejahteraan, keadilan, kedamaian bagi seluruh rakyat Indonesia. Dan sesuai amanat pasal 33-34 UUD-45, maka seluruh kekayaan negara akan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat Indonesia. Kepala Negara (Pemerintah) bukan untuk mencari kekayaan, ketenaran, keprokan, sanjungan, kemewahan diri dan keluarga serta kolega. Kepla Negara (Pemerintah) berorientasi pengabdian kepada rakyat, bukan berorientasi kekuasaan.

Dari sudut pandang Islam, yang dicari Kepala Negara (Pemerintah) tak bedanya dengan yang dicari oleh rakyat umumnya, yaitu ridha, kasih sayang Allah. Dan sesuai dengan tuntunan Islam, maka Kepala Negara (Pemerintah) itu haruslah bertakwa kepada Allah. Takut kepada Allah. Muraqabah (waspada) kepada Allah. Menyingkirkan yang akan menyebabkan murka Allah. Memelihara rakyat. Memanfa’atkan fasilitas untuk mengingat (berdzikir) kepada Allah. Ingat nama dan perinta Allah. Ingat/sadar bahwa kelak akan kembali kepada Allah untuk mempertanggungjawabkan semuanya kepada Allah.

Kepala Negara (Pemerintah) haruslah berbuat ihsan (kebaikan) kepada rakyat. Peduli akan kebutuhan rakat. Menegakkan keadilan. Membela/memenuhi hak rakyat. menjaga batas/larangan dan suruhan Allah. Mempertahanka hak milik rakyat. Membela kepentingan dan kehormatan rakyat. Menjaga darah rakyat agar jangan tertumpah. Menertibkan/menenteramkan kehidupan rakyat. Mengupayakan agar rakyat berasa senang.

Kepala Negara (Pemerintah) haruslah tak sampai berpaling dari Allah. Menghadakan/menyerahkan semuanya kepada Allah. Menjadkan Allah sebaga wali/pemimpin dalam segala hal. Menjadikan urusan rakyat menjadi masalah utama.

Kepala Negara (Pemerintah) haruslah mengerjakan shalat pada waktunya. Menghidupkan shalat berjama’ah. Mengerjakan sunna Rasulullah saw. Mengikuti sunnah Salafus aleh.

Kepala Negara Pemerintah) haruslah meluruskan tujuan. Mendirikan hak Allah. Tidak menyimpang dari keadilan.

Kepala Negara Pemerintah) haruslah menghormati yang paha/mengerti agama. Memuliakan Quran, Kitabllah. Mengamalkan isi Quran.

Kepala Negara (Pemerintah) haruslah mengerjakan segala pekerjaaan dengan ihtisabaa/perhitungan/kalkulatif. Tidak lalai mencari kebahagiaan akhirat. Banyak-banyak memohon kepada Allah. Banyak berbuat kebajikan dan pertolongan. Berteman dengan Wali Allah.

Kepala Negara (Pemerintah) haruslah tak segan mendatangi orang yang mulia. Meinta petunjuk dan nasehat kepada orang yang mulia.

Kepala Negara (Pemerintah) haruslah berbaik sangka kepada Allah. Tidak menuduh-nuduh bawahan. Bersangka baik kepada teman. Tak berburuk sangka.

Kepala Negara (Pemerintah) haruslah ikhlas dalam segala pekerjaan. Menjalankan kepemimpinan di dalam garis agama. Mengambil Sunnah seagai pedoman. Menjauhi bid’ah dan syubhat. Menepati/memenuhi janji. Menghargai kebijakan orqng. Menjaga lidah. Tidak curang. Tidak berbohong. Bendi kepada pembawa/pembisik fitnah.

Kepala Negara (Pemerintah) haruslah mengasihi sudi hidup damai dan jujur. Membantu orang yang sudi memerintakan kebenaran. Membela orang yang lemah. Menghubungkan silaturrahim.

Kepala Negara (Pemerintah) haruslah mengharap wajah Allah semata di dalam segala pekerjaan. Menjunjung tinggi titah Allah. Mengharap pahala Allah di akhirat. Menjahui hawa nafsu. enegakkan kebenaran (Simak Prof Dr Hamka : “Lembaga Budi”, terbitan Pustaka Panjimas, Jakarta, 1983, hal 38-48, “Budi Orang Yang Memegang Pemerintahan”).

Kepala Negara (Pemerintah) bukan untuk memperalat/mengibuli rakyat. Bukan untuk mengatasnamakan rakyat. Bukan untuk memanipulasi “demi kepentingan rakyat. Bukan memperbudak rakyat, Bukan menjadikan rakyat sebagai kacung. Bukan pemilik hak istimewa (Hak prerogatif). Tetapi Kepala Negara (Pemerntah) itu adalah abdi, pelayan rakyat unatuk memenuhi kebutuhan rakyat dan bukan sealiknya (Simak B Soelarto : “Tjerita Pentas : Domba-Domba Revolusi”, SASTRA, No.8/9, Th.II, 1962, tentang “Sikap Mental Politikus”).

(written by sicumpaz@gmail.com at BKS1108090745)

Labels:

Tuesday, August 16, 2011

BiangKehancuran

Biang Kehancuran
Di mana-mana bisa saja ditemukan keresahan, kerusuhan, kekacauan. Konflik, bentrok fisik berdarah. Konflik horizontal, antara sesama rakyat, antara sesama penguasa, penyelenggara anegara, antara lembaga eksekutif dan lembaga legislatif. Konflik vertikal, antara atasan dan bawahan, antara majikan dan pelayan, antara penguasa dan rakyat. Konflik antara etnis, antara suku.
Ada tiga sumber utama pemicu terjadi kekacauan, malapetaka. Pertama memperturutkan hawa nafsu. Kedua memenuhi ajakan, seruan kikir. Ketiga ujub, sombong, pamer diri (HR Abusyaikh dari Anas).
Pola Hidup tamak, rakus, serakah.
Hawa itu pantang kerendahan. Nafsu itu pantang kekurangan. Tak pernah puas dengan posisi, jabatan. Senantiasa berupaya naik keatas tanpa batas. Mengakumulasi kekuasaan. Serba kuasa. Tak pernah puas dengan harta kekayaan. Senantiasa berupaya menumpuk, melipatgandakan harta kekayaan, menginvestasikan kekayaan di mana-mana. Motivasinya untuk menjadi orang nomor satu. Bukan untuk memenuhi kepentingan umum, seperti untuk menyediakan lapangan kerja bagi para tuna karya. Takatsur (akumulasi kekuasaan dan kekayaan) sepanjang hidup, menyebabkan manusia tak sadar diri (QS Takatsur 102:1-2, Lahab 111:2, An’am 6:44, Hasyar 59:19). Harta itu adalah laksana air asin. Semakin banyak diminum, maka semakin haus (Dr Schoppenhauer). Manusia itu tak pernah puas. Senantiasa berupaya memonopoli kekuasaan dan memonopoli kekyaaan. "Andaikan anak Adam memiliki sepenuh lembah harta kekayaan, pasti ia ingin sebanya itu lagi, dan tiada yang dapat memuaskan pandangan mata anak Adam kecuali tanah, dan Allah akan memberi taubat, kepada siapa yang tobat (HR Bukhari, Muslim dari Ibnu Abbas dan Anas bin Malik).
Keserakahan tak terkendali merupakan faktor pembawa nestapa dalam kehidupan manusia. Orang serakah taka pernah puas dengan semua harta dunia, persis sebagaimana api membakar semua bahan bakar yang diberikan. Bilamana keserakahan (monopoli) menguasai suatu bangsa, ia mengubah kehidupan sosialnya menjadi medan pertengkaran dan perpecahan sebagai ganti keadilan, keamanan dan kedamaian. Secara alami, dalam masyarakat semacam itu, keluhuran moral dan rohani tidak mendapat kesempatan. Orang serakah merebut sumber-sumber kekayaan untuk mendapatkan yang lebih banyak dari haknya sendiri, dan mengakaibatkan permasalahan ekonomi yang parah (Sayid Mujtaba Musai Lari : "Menumpas Penyakit Hati", 1999:161). Rasulullah mengkhawatirkan, kalau nanti terhampar luas, terbuka lebar kemewahan dan keindahan dunia bagi ummatnya, seperti telah pernah terhampar pada orang-orang dahulu sebelum mereka, kemudian mereka berlomba-lomba sehingga membinasakan mereka, seperti telah membinasakan orang-orang dahulu (HR Bukhari, Muslim dari Amr bi Aauf al-Anshari).
Pola hidup tamak, rakus, serakah melahirkan perilaku hidup mewah, berorientasi pada pemenuhan kebutuhan (syahwat) perut dan kelamin, berorientasi pada privat profit duniawi semata (hubbun dunya wa karihatul maut), serta prilaku hidup cuek, masa bodoh, tanpa mempedulikan halal atau haram, tanpa mempedulikan keadaan sesama, pokoknya asal terpenuhi kebutuhan perut dan kelamin, tak punya rasa malu sama sekali, tak punya rasa kepekaan sosial.
Pola hidup pelit, kikir.
Untuk mengamankan harta kekayaan agar tidak susut, agar tidak berkurang, maka diperlukan sikap mental, pola hidup pelit, kikir. Pelit, kikir merupakan kerabat dekat dari tamak, serakah, rakus. Pelit, kikir merefleksikan egois seutuhnya. Senantiasa cemas, kawatir kalau-kalau kekayaan susut, berkurang. Orang kikir merasa seluruh harta kekayaan itu adalah hasil kerja kerasnya dan hasil kecakapannya semata (QS Qashash 28:78). Setan menakut-nakuti akan berkurangnya harta, dan membisikkan agar berbuat kikir (QS Baqarah 2:266). Pikiran orang kikir hanya terfokus, terpusat disekitar materi dan kekayaan. Takut akan berkurangnya harta kekyaannya, sangat mempengaruhi pikiran si kikir. Seorang kikir senantiasa dalam kecemasan dan depresi. Ada suatu hubungan langsung antara kekayaan dan kekikiran. Kebanyakan orang kaya cenderung kikir. Yang menolong orang miskin biasanya dilakukan oleh kalangan menengah, bukan orang kaya. Kekiran punya peran menyulut kejahatan dan perpecahan ("Menumpas Penyakit Hati", 1999:152-153). Rasulullah mengingatkan ummatnya agar menjaga diri dari sifat kikir, karena sifat kikir itu telah membinasakan ummat-ummat dahulu, mendrong mereka mengadakan pertumpahan darah dan menghalalkan semua yang diharamkan Allah (HR Muslim dari Jabir.
Pola hidup pelit, kikir, bakhil melahirkan perilaku hidup sibuk menabung, menyimpan, berinvestasi melipatgandakan modal kekyaan, sibuk dengan rencana, rancangan, planning, serta perilaku hidup aniaya, sadis, zhalim, monopoli, melindas usaha kecil, tak membiarkan hidup yang akan dapat menjadi saingan.
Rasulullah saw mengingatkan agar “Awaslah kamu darpiada aniaya (zhalim), karena zhalim itu merupakan kegelapan di hari kiamat. Dan awaslah dari kikir karena kikir itulah yang telah membinasakan ummat-ummat yang seelum kamu. Mendorong mereka hingga menumpahkan darah dan menghalalkan semua yang haram” (HR Muslim dari Jabir dalam “Riadhus Shalihin” Imam Nawawi, pasal”Larangan Kikir”, “Haram Berlaku Zhalim”).
Pola hidup sombong
Karena memonopoli kekuasaan dan kekyaan, maka tumbuhlah sifat dan sikap ujub, sombong, pamer diri. Tak pernah berpuas diri, bilamana belum sempat memamerkan kekuasaan dan kekayaan. Si sosmbong merasa seakan-akan semua orang berniat merugikannya. Timbul kebencian dan rasa dendam terhadap masyaakat. Jiwanya tidak bisa tenteram sebelum ia dapat membalas dendamnya. Orang-orang sombong (mutrafin) selalu menantang seruan para nabi dan rasul, dan mencegah orang lain menerima seruan para nabi dan rasul ("Menumpas Penyakit Hati", 1999:99). Pamer kekuasaan dan pamer kekayaan sangat mengganggu keseimbangan sosial, mengundang kecemburuan sosial.
Pola hidup pamer, sombong, angkuh, congkak melahirkan perilaku hidup ghibah, sibuk dengan gossip dan issu, sibuk bergunjing, sibuk menyalahkan orang, tak pernah mengoreksi diri, serta perilaku keras kepala, kepala batu, tak masuk kebenaran, tak mau menerima nasehat, merasa benar selalu.
Rasulullah saw mengingatkan bahwa ada enam perilaku, pola hidup yang berbahaya, yang mengikis pahala. Pertama, sibuk membicarakan cacat cela dan aib sesama. Kedua, kesat, kasar hati. Ketiga, cinta dunia. Keempat, kurang rasa malu. Kelima, panjang angan-angan. Keenam, senantiasa berlaku aniaya (HR Dailami dari ‘Adi bin Hatim).
Rasulullah saw juga mengingatkan dan mengajarkan supaya biasa berdo’a memohon kepada Allah swt agar terhindar, terlepas dari pola hidup, perilaku sial yang membahayakan diri pribadi, maupun hidup bersama. Antara lain prilaku risau, gundah gulana. Perilaku suka bersedih. Perilaku lemah, tak bergairah, tak bersemangat. Perilaku malas, suka menganggur. Perilaku bakhil, kikir, pelit. Perilaku mudah cemas, kawatir, takut. Takut terhindik, takut tersaingi. Takut celaa, takut cacian. Perilaku suka berhutang. Perilaku gampang tergoda oleh kemewahan dunia (HR Bukhari dari Anas). Perilaku risau, suka bersedih, tak bersemangat, malas bisa saja lahir, datang, tumbuh akibat kegagalan dalam merancang investasi, akibat angan-angan yang tak dapat terwujud. Perilaku takut tersaingi, juga perilaku suka berhutang, bisa saja lahir, datang, tumbuh dari dorongan pamer diri, akibat hawa pantang kerendahan, nafsu pantang kekurangan. Pokoknya semua halal, tak ada yang haram, asal sesuai dengan hawa nafsu. Semuanya berpangkal pada pola hidup, perilaku yang berorientasi pada privat profit duniawi semata.
Pesan moral, pesan agama, bahwa pola hidup tamak, rakus, seakah, pola hidup pelit, kikir, kedekut, pola hidup sombong, congkak, angkuh, pamer, dan yang semacam itu mengundang kekacauan, kerusuhan, memicu konflik, bentrokan, sudah masanya disampaikan, dikemas, diterjemahkan dalam multi bahasa, dalam bahasa sosio-budaya, dalaqm bahasa sosio-ekonomi, dalam bahasa sosio-politik, dalam bahasa sosiologi. Kami – kata Rasulullah – diperintahakan supaya berbicara kepada manusia menurut kadar kecerdasan mereka masing-masing (M.Natsir : "Fiqhud Dakwah", 1981:162).
Sudah sa’atnya dijelaskan secara lugas, gamblang tentang bahaya rakus, tamak, serakah, bahaya kikir, pelit, kedekut, bahaya angkuh, congkak, sombong, pamer dan baahaya perilaku tercela lai, baik terhadap diri dan masyarakat secara sosiologis dan ekonomis.
Sudah sa’atnya dakwah memusatkan diri menyampaikan tuntnan-panduan Islam daalam upaya mencegah timbulnya konflik sosial, baik konflik vertikal (antara atasan dan bawahan, antara majikan dan pelayan, antara penguasa dan rakyat), maupun konflik horizontal (sesama rakyat, sesama penguasa, antara eksekutif dan legislatif). Menyampaikan ajaran "salam" yang dapat membuahkan kasih sayang secara konkrit.

Labels: