Milis bincang-bincang Masyarakat Adil Makmur Situs Koleksi Informasi Serbaneka

Wednesday, June 29, 2011

मेंकारी जुरु nasehat

Catan serbaneka asrir pasir

Mohon tausiah

Mencari ustadz, juru nasehat untuk untuk memberi nasehat, member tausiah bagi keluarga. Mengingatkan yang lupa. Yang lupa akan kewajiban. Lupa akan ajaran Islam. Lupa akan perintah Allah. Bahkan telah melupakan Islam. Melupakan Allah. Na’udzu bilahi min dzalaik.

Mohon nasehat, tausiah, tadzkirah ustadz, agar bisa kembali ingat akan Islam. Ingat akan Allah. Agar termotivasi, terangsang, terdorong, tersupport untuk sadar, ingat melaksanakan kewajiban agama. Terutama agar terangsang untuk senantiasa ingat melaksanakan kewajiban shalat, kewajiban shaum, kewajiban birrul walidain, wal aqrabin, kewajiban ta’aun.

Yang menyebabkan lupa ini, bisa karena sibuk mencari makan ? Atau karena tak cukup makan. Atau karena sibuk dengan keluarga. Atau karena masih belum berkeluarga. Atau karena sibuk dengan ponsel, televisi, Koran. Atau karena tak akrab dengan Quran, dengan masjid, dengan asatidz.

Jangan hendaknya sampai sudah tak takut lagi berbuat dosa. Tak takut akan murka Allah. Tak takut akan siksa Allah. Sudah jadi manusia cuek. Manusia fasiq. Pembangkang.

Mudah-mudahan dengan nasehat, tausiah ustadz, bisa kembali ke jalan kebenaran.

(written by sicumpaz@gmail.com at BKS1106251630)

Catatan serbaneka asrir

Jangan lupa mengingat Allah

Anak-anakku. Agan lupa mengingat Allah. Apalgi melupakan Allah. Jangan lupa melaksanakan yang diperintahkan Allah dan asulya. Jangan lupa meninggalkan yang dilarang Allah dan RasulNya. Takutlah akan murka dan siksa Allah. Siksa Allah itu sangat pedih, sangat mengerikan, sangat menyengsarakan.

Allah berfirman : “Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri” (QS 59:19). Yang lupa diri berarti , sudah tak tahu lagi dirinya, sudah lupa ingatan, sudah tak waras.

Jangan sampai menyepelekan, mencuekkan perintah dan larangan Allah. Jangan meremehkan, mengabaikannya. Risikonya amat berat. Hidup tak tenteram, tak nyaman, tak selamat, tak berkah, manyarapih. Senantiasa resah, gelisah, gundah. Hidup segan, mati emoh. Bagaikan kerakap di atas batu. Hidup, bekerja, berusaha yang bermakna, yang mendapatkan kasih sayang Allah. Juhilah segala sesuatu yang mendatangkan murka Allah. Dekatilah segala sesuatu yang mendatangkan ridha Allah.

Jangan dengar bisikan setan. Setan selalu mengajak melupakan Allah. Mengajak menantang, membangkang, melawan terhadap perintah Allah. Menggoda, merayu, memperdayakan agar menjauhi Allah. Sadarilah dan sadarlah. Jangan sia-siakan kesempatan yang diberikan Allah. Jangan sia-siakan masa muda, sehat, kaya, lapang, hidup sebelum dating masa tua, sakit, miskin, sempit, mati. Berbuatlah untuk mendapatkan ridha Allah.

Allah berfirman : “Barangsiapa yang lupa dari mengingatKu, maka baginya penghidupan yang sempt”. Dan di akhirat dia akan dikumpulkan dalam keadaan buta” (QS 20:124).

Anak-anakku. Kembalilah kepada Allah. Kembali mengingat Allah. Kembali melaksaakan yang diperintahkan Allah dan meninggalkan yang dilarang Allah. Kembali mencari ridha Allah. Mencari kehidupan yang salam, rahmat, berkah.

Hari berganti hari. Minggu berganti minggu. Bulan berganti bulan. Tahun berganti tahun. Ramadhan berganti Ramadhan. Kapan lagi akan kembali mengingat Allah. Melaksanakan perintah Allah dan meninggalkan larangan Allah. Kapan lagi akan sadar sebagai makhluk Allah. Jangan biarkan diri lupa kepada Allah.

Allah berfirman : “Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun kepada mereka” (QS 57:16).

(written by sicumpaz@gmail.com at BKS1106181600)

Labels:

केबेबसन दी आलम mimpi

catatan serbaneka asiri pasir

Kebebasan di alam mimpi

Kebebasan mutlak hanya ada pada Yang Mutlak saja. Sedangkan pada yang bukan mutlak hanya ada kebebasan relatif (Khurshid Ahmad : “Islam Lawan Fanatisme Dan Intoleransi”,, 1968:5-7, Bab II : ‘Hantu Intoleransi’). Demikian pula kebenaran mutlak (yang qath’I) hanya ada pada Yang Mutlak (Alhaq) saja. Sedangkan kebenaran relatif ( zhanni) ada pada yang bukan mutlak. Kebenaran relatif (yang zhanni) tetap saja kebenaran relatif, tak dapat meningkat menjadi kebenaran mutlak (yang qath’I), bagaimanapun hujjah, dalil yang diterapkan. Ijtihad tak dapat dibatalkan dengan ijtihad, kata orang di kalangan Usul Fiqih.

Kebenaran relatif (yang zhanni) adalah buah, hasil renungan (filsafat, logika), kajian, fikiran, pendapat, yang dalam terminologi khazanah tsaqafah Islam dapat diidentifikasikan sebagai “hawa”. Terhadap yang mempertuhankan hawanya, Qur”an mengingatkan : “Adakah engkau lihat orang yang mengambil hawa nafsunya menjadi Tuhannya dan Allah menyesatkannya, karena mengetahui (kejahatan hatinya), dan mencap (menutup) pendengaran dan mata hatinya dan mengadakan tutupan diatas pemandangannya. Maka siapakah yang akan menunjukinya sesudah Allah? Tidakkah kamu menerima peringatan ?” (QS 45:23). “Adakah engkau lihat orang yang mengambil hawa nafsunya menjadi Tuhan ? Adakah engkau menjadi wakil (penjaga) untuknya ? Bahkan adakah engaku kira, bahwa kebanyakan mereka mendengar atau memikirkan ? Mereka tidak lain, hanya seperti binatang, bahkan mereka lebih sesat jalannya” (QS 25:43-44). “Adapun orang-orang yang miring hatinya (suka kepada yang batil), maka diikutnya apa-apa yang mutasyabihat, karena menghendaki fitnah dan mencari-cari takwilnya (maksudnya, interpretasinya), dan tak ada yang mengetahui takwilnya (maksudnya, interpretasinya) melainkan Allah” (QS 3:7). “Maka tiadalah sesudah kebenaran (alhaq) melainkan kesesatan (addhalal). Bagaimana kamu berpaling?” (QS 10:32).

Yu waswis

“Berlindunglah kepada Aallah dari waswis khannas jin dan khannas manusia” (Tuntunan QS an-Naas 114:116).

“Agama Allah tidak perlu dibela. Kalau Allah mau, siapa pun yang mengancam agama-Nya bisa dibasmi-Nya tanpa bantuan manusia” (Idha Farida SA, dalam SABILI, No.2, Th.VIII, 12 Juli 2000, hal 6).

“Pada pertengahan 1982, Gus Dur menyeru untuk tidak usah membela Tuhan. Tuhan Tidak Perlu Dibela” (M Musthafa, dalam KOMPAS Minggu 1999, ‘Untuk Siapa Agama Sebenarnya?’.

“Orang-orang musyrik (paganis) akan mengatakan bahwa, jika Aallah menghendaki tentulah Allah akan memberi makan orang-orang papa” (Peringatan QS Yaasin 35:47).

“Setan datang menemui seseorang hingga sampai menanyakan siapa yang menjadikan Allah” (Peringatan HR Bukhari dari Abi Hurairah, dalam Bab ‘Sifat Iblis wa Junudihi’).

Iblis mempertanyakan kenapa allah menjadikannya dan apa hikmahnya, padahal sebelum kejadiannya Allah telah mengetahui apa saja yang bakl keluar dari perbuatannya. Mengapa Allah membebaninya untuk mengenal dan ment’ati-Nya, padahal Allah menciptakannya menurut iradah dan keinginan-Nya” (Petikan komentar penulis Injil yang dikutip Imam Syahrastani dalam “Kitab al-Milal wan-Nihal, hal 14-16, yang dinukilkan kembali oleh H Ali Fahmi Arsyad, dalam SUARA MASJID, Nomor 162, Maret 1988, hal 50).


Logika Iblis

Seperti yang tercantum didalam komentar kitab-kitab Injil : Lukas, Markus, Yohannes dan Matius (yang memuat komentar), begitu pula dalam kitab Perjanjian Lama, sebagaimana yang dikutip dari “Kitab al-Mihal wan-Nihal” karangan Imam Syahrastani (hal 14-16), telah terjadi dialog sebagai berikut :

Iblis berkata kepada paraMalaikat : “Sesungguhnya aku percaya bahwa Pencipta Yang Maha Tinggi, adalah Tuhanku dan Tuhan sekalian makhluk. Dia-lah Yang Maha Tahu, Maha Kuasa dan Dia tak perlu ditanya tentang kekuasaann-Nya dan kehendak-Nya, yang apa pun kehendak-Nya. Dia cukup mengatakan “adalah”, maka jadilah “ada”, dan Dia-lah Yang Maha Bijaksana. Namun, Dia telah menimbulkan pertanyaan-pertanyaan di dalam jalur kebijaksanaan-Nya itu”. Malaikat bertanya : “Apakah pertanyaan-pertanyaan itu, dan berapa banyaknya ?”. Iblis yang telah dikutuk Allah itu menjawab :

Pertama : “Bahwa Dia telah mengetahui segala sesuatu sebelum kejadianku, mengetahui apa saja yang bakal keluar dari perbuatanku, kenapakah aku yang dijadikannya pertama dan apa hikmahnya Dia menciptakan-ku ?”.

Kedua : “Manakala Dia menciptakan-ku menurut iradah dan keinginan-Nya, maka mengapa Dia membebankan atas diriku untuk mengenal dan menta’ati-Nya ? Apa hikmahnya dalam pembebanan ini, sementara Dia tidak mendapatkan keuntungan oleh “keta’atan” dan tidak mendapat kerugian dengan “kedurhakaan” ?”.

Ketiga : “Manakala Dia telah menciptakanku, membebaniku, lalu aku penuhi “pembebanan”-Nya itu dengan mengenal serta menta’ati-Nya, maka kenapa Dia membebaniku pula untuk menta’ati Adam dan sujud kepadanya ? Apa hikmahnya dalam pembebanan ini, khususnya sesudah hal itu tidak akan menambah pengenalanku dan keta’atanku kepada-Nya ?”.

Keempat : “Manakala Dia telah menciptakan dan secara mutlak membebaniku; dan secara khusus membebaniku untuk ini (sujud kepada Adam) maka ketika aku tidak sujud kepada Adam, kenapa Dia mengutuki-ku dan mengusirku dari sorga ? Apa hikmahnya yang demikian itu, sesudah sebelumnya aku tidakpernah berbuat sesuatu yang buruk, kecuali ujcapanku “aku tidak sujud (kepada sesuatu) kecuali kepada-Mu ?”.

Kelima : “Manakala Dia telah menciptakanku, lalu membebaniku secara mutlak dan secara khusus, lalu aku tidak ta’ati, sehingga Dia mengutuk-ku dan mengusirku, maka kenapa Dia memberi kesempatan kalinya dan (Adam) kutipu dengan tipu-dayaku, sehingga ia memakan (buah) dari pohon larangan itu, lalu Dia mengeluarkannya (Adam) dari sorga bersama aku. Apakah hikmahnya dalam hal itu, padahal kalau Dia mencegahku memasuki sorga, tentulah Adam terhindar dari (godaanku, dan ia tetap kekal di dalamnya (sorga) ? “.

Keenam : “Manakala Dia telah menciptakanku, lalu membebaniku secara umum dan khusus, kemudian melaknatku, lalu membiarkanku masuk ke sorga, sedang antara aku dan Adam dalam permusuhan, kenapaakahg aku dikuasakan atas keturunannya (Adam) sehingga aku dapat melihat mereka, sementara mereka tak dapat melihatku, dan mengutamakan tipu-dayaku atas mereka, sedangkan usaha dan kekuatan mereka tidak didahulukan padaku, apakah hikmahnya dalam hal demikian itu, padahal kalau mereka diciptakan menurut fitrah, tanpa (adanya) yang menyimpangkan mereka dari (fitrah) itu, tentulah mereka akan hidup dalam kesucian, patuh dan ta’at, dan yang demikian itu pantas buat mereka.
\
Ketujuh : “Aku mempercayai semua ini, Dia-lah yang telah menciptakanku, membebaniku secara mutlak dan yang mengikat, dan manakaala aku tidak mematuhi-Nya, Dia melaknatku dan mengusirku, dan ketika aku ingin masuk sorga, Dia perkenankan dan memberi kesempatan, kemudian manakala aku perbuat usazhaku, Dia mengusirku, kemudian menguasakan kepadaku atas bani Adam, maka kenapa ketika aku meminta tangguh Dia memperkenankannya, ketika aku berkata : “tangguhkanlah aku hingga hari berbangkit”. Dia berfirman : “Sesungguhnya engkau diberi tangguh sampai kepada waktu yang telah ditentukan”. Apakah hikmahnya dalam hal demikian, padahal kalau Dia memusnahkanku langsung, entulah Adam dan semua makhluk merasa aman dariku dan tentulah tiada kejahatan di dunia ? Bkankah tetapnya dunia dalam peraturan yang baik jauh lebih bagus daripada bercampur-aduknya dengan kejahatan ?”.

Pensyarah (komentator) Injil berkata : “aka Allah mewahyukan kepada Malaikat : “Katakanlah kepadanya : “Sesungguhnya engkau ada didalam penyerahanmu yang pertama : “bahwa Aku adalah Tuhanmu dan Tuhan semua makhluk”, “tidak benar dan tidak ikhlas”. “Andainya engkau benar-benar jujur dalam ucapanmu : “bahwa Aku Tuhan sekalian alam, tentulah engkau tidak menghukum Aku dengan kata : “kenapa? Sedangkan Aku adalah Allas, yang tiada Tuhan selain Aku”, “Aku tidak mesti ditanya, atas apa yang Kupebuat, tetapi makhluklah yang mesti ditanya” (H Ali Fahmi Arsyad : “Ghazwulfikri Sudah Ada Sejak Nabi Adam as”, dalam SUARA MASJID, Nomor 162, Maret 1988, hal 50-52).


Logika Modern

Logika Iblis diserap, diadopsi, diadaptasi, dimodifikasi, dikembangkan bani Adam secara canggih, sehingga melahirkan logika modern, bahkan menjadi super, ultra modern sebagaimana Madilog (Materialisme, Dialektika, Logika)-nya Tan Malaka. Banyak atau sedikit, logika modern mengandung anasir logika iblis. Logika modern tumbuh subur berkembang dalam era ghazwul fikri, era psy-war, era information-war, era perang urat saraf.

Pada era ghazwul fikri inilah muncul pentolan-pentolan logika modern, seperti Sayyid Ahmad Khan, Mirza Ghulam Ahmad, Ameer Ali, Maulana Abul Kalam Azad, Ghulam Ahmad Parves di anak benua India, Ziya Gokalp, Mustafa Kemal Atturk di Turki, Qasim Amin, Thaha Husain, Syeikh Ali Abdul Raziq1, Khalid Muhammad Khalid, di Mesir (Maryam Jameelah : “Islam dan Modernisme”, 1982). Pentolan logika modern pada masa kini yang jadi rujukan di antaranya adalah tokoh-tokoh semacam Ir Mahmud Muhammad Thaha, Dr Hasan Hanafi, Dr Muhammad Imarah, Dr Rifa’ah atThahthawi yang cenderung sinkretis (talbisul-haq bil-bathils) (WAMY :”Gerakan Keagamaan dan Pemikiran”, 1995).


Penghalang tegaknya Syari’at Islam

Sudah berbagai rupa teori yang diketengahkan para pakar yang menjelaskan cara, upaya, metoda untuk menegakkan Syari’at Islam di muka bumi ini. Namun teori tinggal tetap teori, impian, tak pernah terwujud dalam realitas, dalam kenyataan di tempat mana pun di muka bumi ini, tidak di Arab, tidak ddi Mesir, tidak di Sudan, tidak di Pakistan, tidak di Indonesia, tidak di mana-mana.

Ada Abul A’la al-Maududi dengan “Metoda Revolusi” (1983), “Kemerosotan Ummat Islam dan paya Pembangkitannya” (1984). Ada Muhammad bin Syaqrah dengan “Cara Praktis Memajukan Islam” (1991). Ada Yusuf Qardhawi dengan “Alhallul Islamy” (Pedoman Ideologi Islam) (1988). Ada Sayid Quthub dengan “Petunjuk Jalan”. Dan lain-lain.

Tidak bisa tegaknya Syari’at Islam itu disebabkan oleh kondisi internal umat Islam yang menurut kajaian Abdul Qadir Audah “Islam di antara kebodohan Ummat dan kelemahan Ulama” (1985). Generasi kini adalah generasxi buih. Tak punya bobot, tak punya kekuatan, tak punya potensi. Kekuatan, potensi umat Islam terdapat pada adanya ruh taauhid dan ruh jihad. Generasi kini adalah generasi cuek. Tak ada satu pun media massa Islam yang secara sungguh-sungguh, terarah, sistimatis membangkitkan ruh taauhid para pembaca (paling-paling sekedar “bimbingan tauhid” yang kering dari ruh tauhid). Juga tak ada satu pun mimbar Islam pada tayangan televisi yang secara sungguh-sungguh, terarah, sistimatis mmembangkitkan ruh tauhid para pemirsa. Lebih banyak sekedar ajang pamer ilmu sang nara sumber. Demikian pula tak ada satu pun penerbit Islam yang secara sungguh-sungguh, terarah, sistimatis menerbitkan buku-buku yang diharapkan dapat membangkitkan ruh tauhid para pembaca. Umumnya semuanya bertolak dari motif (niat) bisnis, mengusung “Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang), bukan berangkat dari “Sampaikanlah dariku, walaupun satu ayat”.

Kondisi riil generasi buih, generasi cuek masa kini, antara lain dapat disimak dari analisa Abul Hasan Ali alHusni anNadwi “Pertarungan antara Alam Fikiran Islam dengan Alam Fikiran Barat” (1983). Di samping kondisi internal umat Islam, maka tidak bisa tegaknya Syari’at Islam, juga disebabkan oleh faktor eksternal, oleh yang berasal dari luar, bahkan berasal dari musuh Islam. Faktor eksternal lebih dominan melalui pendidikan. Umat didik secara Barat dengan sistim Barat. Ada yang secara langsung, dan ada yang tidak secara langsung. Yang secara langsung, dididik, diajar di sekolah-sekolah Barat, di negara-negara Barat untuk menerima, menimba teori-teori “ilmiah” dari “ilmuwan” semacam Goldzieher, Margolioth, Schacht, dan lain-lain (Dr Musthafa AsSiba’I : “AlHadits sebagai sumber Hukum serta Latar Belakang Historisnya”, 1982:25-28). Secara tak langsung bisa melalui studi/kajaian tokoh-tokoh sinkretis semacam Ir Mahmud Muhammad Thaha, Dr Hasan Hanafi, Dr Muhammad Imarah, Dr Rifa’ah at-Thahthawi, dan lain-lain. Juga bisa melalui studi/kajian tokoh orientalis.

Orang-orang Islam yang terdidik secara Barat, dengan sistim Barat, baik langsung dengan orang Barat, maupun tak langsung melalui studi/kajian orang-orang Barat dan pengikut-pengikut Barat inilah yang akan tumbuh, mengembangkan, menyebarkan apa yang namanya Islam Rasional (orang Barat ada yang menyebutnya Freidenker in Islam), Islam Liberal (Islam Sekular ?, dulu tahun lima puluhan ada yang namanya PKI Lokal Islamy, dan Jami’atul Muslimun (Jamus)-nya PNI. Islam Rasional sangat menjungjung rasio, akal, lebih dari naqal, lebih dari wahyu. Kebenaran itu dapat diperoleh dengan rasio, dengan akal, tgak perlu naqal, tak perlu agama. Rasionalis ini pada masa lampau dengan julukan Mu’tazilah (M.Natsir : “Rationalisme dalam Islam dan Reactie atasnja”, dalam ALMANAR).

Islam Liberal menghendaki kebebasan sebebasnya tanpa batas. Untuk membebaskan diri dari ikatan Islam diupayakan dengan menggunakan pandangan Islam sendiri. Dikemukakanlah bahwa Islam itu sangat menjunjung kebebasan, tanpa menjelaskan kebebasan yang dikehendaki Islam. Secara tak langsung bisa juga melalui studi/kajian karya semacam “Madilog”-nya Tan Malaka, kaum “Dahriyin” masa kini. Kaum “Dahriyin” masa lalu, percaya kepada keabadian daripada benda dan menolak mengakui adanya seorang yang Maha Pencipta (Amer Ali : “Api Islam”, hal 260).

Orang-orang yang menganut paham Islam Rasional, Islam Liberal tampaknya kelihatan sangat Islami, tetapi menolak formalisme syari’at Islam, bahkan bisa anti Islam secara ideologis. Lahirnya di permukaan tampak Islam, tetapi Islamnya hanya sampai ditenggorokannya. Terdapat hadits-hadits dari Abu Sa’id alKhudri tentang orang-orang Khawarij (yang keluar dari agama) yang menyiratkan, mengesahkan suruhan/perintah untuk membunuh orang-orang yang mengaku Islam, tetapi punya pandangan anti Islam, menolak formalisasi syari’at Islam (Mohammad Fauzil Adhim : “Kupinang Engkau dengan Hamdalah”, 2001:113). (“Membunuh” bisa saja bermakna majazi, mengebiri, menguburi Islam). Alergi, jijik, sinis terhadap Syari’at Islam. Dalam wawancara TVR, Jum’at, 12 Aapril 2002, jam 1800-1830, tentang amandemen UUD-45, Rektor IAIN, Prof Dr Azyumardi Azra tak menyukai upaya pene3gakkan Syari’at Islam (melalui Piagam Jakarta).

Ketika menyimak “Jejak Liberal di IAIN” dalam SABILI, No.25, th.IX, 13 Juni 2002, terbayang seorang keponakan lulusan IAIN Syarif Hidayatullah Ciputat tahun 2001 yang dalam rak perpustakaan pribadinya bertengger MADILOG karya Tan Malaka. Sejak dari awal sampai akhir bukunya, Tan Malaka menuntun, membimbing, mengarahkan pembacanya secara sistimatis.

Syari’at Islam hanya bisa tegak kalau sudah ada komunitas yang memiliki ruh tauhid. Komunitas yang memiliki ruh tauhid ini bisa disebut dengan masyarakat IMTAQ, masyarakat MARHAMAH, masyarakat ISLAMI. Masyarakat Islami adalah masyarakat yang intinya (kernnya) terdiri dari orang-orang Islam yang tangguh, yang hidup matinya lillahi rabbil ‘alamin, dan plasmanya segenap orang taanpa membedakan asal, suku, agamanya yang bersedia melakukan yang baik dan tidak melakukan yang jahat serta siap sedia secara bersama-sama menindak yang melakukan tindak kejahatan, dan menyelesaikan sengketa menurut hukum Allah. Masyarakat yang mau diatur oleh hukum Tuhan Yang Maha Esa (Sayid Qutub : “Dibawah Panji-Panji Islam”, 1983:19, Fuad Abdul Baqi : “alLukluk wal-Marjan”, hadits no.1104).

Di antara paham, pemikiran yang menghalangi, merintangi, menghambat, menjegal Syari’at Islam, adalah paham, pemikiran Islam Rasionalis, Islam Liberalis (Islam Sekularis, Islam Sinkretis). Pahamnya bertolak dari pemisahan agama dan politik, pemisahan hak privat dan hak politik. (Proses munculnya ide pemisahan agama dan politik di kalangan Islam, yang dicaplok dari kalangan Kristen, diuraikan Sayyid Quthub dalam bukunya “Keadilan Sosial Dalam Islam”, 1994:1-23, ‘Agama dan Masyarakat dalam pandangan Kristen dan Islam’). Menghendaki kebebasan mutlak yang sebebas-bebasnya tanpa batas. Padahal di negara adikuasa yang katanya sangat menghormati kebebasan, kemerdekaan, namun paham komunis dijegal (Khurshid Ahmad : “Islam Lawan Fanatisme Dan Intoleransi”, 1968:5-7, ‘Hantu Intoleransi’). Mengeb iri, memasung, memandulkan, melumpuhkan Islam. Meredusir, meredduksi, membatasi hakikat dakwah, hakikat jihad. Menolak Islam didakwahkan sebagai acuan aalternatif. Menantang hak individu diintervensi, diatur oleh Islam. Mengusung ide pemisahan wilayah publik dan wilayah privat, bahwa agama adalah soal individu (bersifat pribadi), sedangkan soal publik adalah hak negara (SABILI, No.25, Th.IX, 13 Juni 2002, hal 81, “Melacak Jejak Liberal di IAIN”. Menolak Islam diteraapakan secara formal. Menolak formalisasi/legalisasi ketentuan Syari’at Islam ke dalam peraturan perundang-undangan sebagai hukum positif. Ketua Forum mahasiswa Ciputat (Formaci), Iqbal Hasanuddin menjelaskan, bahwa ia bersama Formaci-nya tegas-tegas menolak penerapan Syari’at Islam. Juga teman-temannya di HMI, PMII, Forkot tak setuju dengan itu. Hak kebebasan individu tak boleh dintervensi, diatur oleh aturan publik. (Idem, hal 82). Melakukan labelisasi/stigmatisasi umat Islam dengan julukan seperti sekretarian, primordial, ekstrim, fundamentalisme, dan lain-lain yang sejenis dan yang menyakitkan. (Apalagi kini dengan gencar predikat teroris disandangkan pada Taliban, alQaeda, Jama’ah Islamiyah, Majelis Mujahidin, dan lain-lain). Menggembar-gemborkan bahwa Syazri’at Islam itu hanya cocoknya buat bangsa yang belum berbudaya, belum beradab, masih biadab, barbar, primitif, seram, kejam, sadis, bengis, beringas, jorok, dekil, kumal. (Dikemas dalam bahasa “ilmiah”).

Melakukan kegiatan/manuver politik Deislamisasi yang cenderung sinkretis (talbisul haq bil bathil), pluralisme. Berupaya memisahkan antara hakikat (yang substansial/substansif) dan syari’at (law enforcement, legal action). Hanya mengambil hakikat (esensi, semangat, nilai) dan melepaskan syari’at (syi’ar, simbol, ritual, legal-formal). Memuji-muji keagungan nilai-nilai Islam sebagai nilai yang humanis-universal, dan mencela, mencerca hukum-hukum Islam dengan seb utan sadis, kejam, biadab, primitif, tidak manusia. Mengaraahkan perkembangan Islam hanya b eraliran, berdimensi, bernuansa substantif/substansial (hakikat semata) tanpa terkait pada syari’at (legaal-formal). AlQur:an dipahami hanya sebatas kontekstual sesuai dengan kehidupan sosio-kultural yang terus berkembang terlepas dari tekstual (nash). Bahkan menurut paham ini, segala sesuatu yang datan g dari alQur+an dan Sunnah harus ditimbang dulu sebelum diterima. Kalau cocok menurut rasio barulah diterima. “Sami’na wa fakkarna baru wa atha’na”. Alqur:an dan Hadits itu terbuka untuk diinterpretasikan, katanya (SABILI, No.25, hal 82). Mereka berlindung di balik kebebasan yang diberikan Islam untuk memilih apakah akan tetap kafir, menolak Qur:an, ataukah akan masuk ke dalam Islam secara utuh, menerima Qur:an tanpa wa fakkarna, tapi wa atha’na.

Faktor ekstern lain yang menjegal tegaknya Syari’at Islam adalah perangkat-perangkat yang melekat pada sistim non-Islam (sistim jahiliyah) semacam sumpah jabatan, lencana/simbol negara, tata tertib protokoler, dan lain-lain.

Kondisi sosial, kondisi mental yang memungkinkan kebebasan tertanamnya ruh tauhid, itu pulalah yang memungkinkan tegaknaya syari’at Islam. Karena itu diperlukan upaya pembangkitan ruh tauhid ini.

Sayid Quthub menghimbau agar umat ini mengambil alQur:an secara hakiki, mewujudkan kandungan-kandungannya, dan berjuang melawan kejahilan. Agar bisa memahami Qur:an secara baik, dan bisa mengimplementasikannya secara baik pula, pendeknya mampu berinteraksi aktif secara efektif dengan Qur:an. Memperkokoh hubungan dengan Tuhanya, berpegang teguh dengan tali-Nya serta bertawakal kepadaNya. Agar merasa bangga dengan keimanannya, merasa mulia dengan akidahnya, percaya dan yakin terhadap janji Tuhannya, serta agar bersabar.

Labels:

catan serbaneka asrir pasir

Tutup pintu kejahatan
Islam sangat intensif menggalang, mengorganisisr, mengkoordnir aksi, kegiatan menutup celah, pintu masuk tindak kejahatan, tindak kriminal. Siapa pun berkewajiban memikul beban untuk menutup celah, pintu masuk bagi segala macam tindak kejahatan, tindak kriminal, baik pidana mau pun perdata, baik melalui regulasi, perundang-undangan, mau pun aksi nyata berupa penerapan sanksi hukum. Tindak kejahatan, tindak kriminal itu dalam terminology Islam disebutkan dengan perbuatan munkar, fahsya, baghy, syaar, khabits, suuk.
Saban waktu, setiap saat kita menyaksikan kemunkaran di sekitar kita. Islam menyuruh kita, bila menyaksikan kemunkaran segea menumpas membasminya dengan kekuatan tangan, bila tak sanggup dengan kekuatan lisan, bila tak sanggup juga dengan kekuatan hati.
“Siapa diantara kamu melihat kemunkaran, haruslah ia merubah dengan tangannya, bila tidak mampu/sanggup, maka dengan lisan (lidahnya), apabila masih tidak mampu/sanggup, maka dengan hatinya, dan ini selemahnya iman” (HR Muslim dari Abu Said alKhudri, dalam “Riadhus Shalihin” Imam Nawawi, pasal “Menganjurkan Kebaikan dan Mencegah Kemunkaran”. Imam Nawawi mengomentari bahwa merubah, membasmi kemunkaran itu dengan kekerasa/kekuatan tangan atau lidah, kalau dikawatirkan akan lebih besar bahanyanya, maka cukup dalam hati.
Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud bahwa Rasulullah mengingatkan : “Hendaklah kamu menyuruh berbuat makruf dan hendaklah kamu mencegah berbuat munkar./ Hendaklah kamu tarik/tahan tangan zhalim/aniaaya/sewenang-wenang, dan hendaklah hela/paksa tangan itu kepada/menyta’ati kebenaran dengan helaan yang sungguh-sungguh. Kalau kamu tidak mau melaksanakannnya, maka Allah akan memukulkan hati yang setengah kamu kepada yang setengah (menjadikan hatimu saling bermusuhan), kemudian Allah melaknat kamu semua ((Dalam “Riadhus Sahalihin” Imaqm Nawawi, pasal : “Menganjrrrrrkan kebaikan dan mencegah munkar”; “Tafsir AlAzhar” Prof Dr Hamka, jilid VI, hal 338-339; “Tafsir Ibnu Katsir”, jilid II, hal 85).
Bila duduk berkumpul bersama orang-orang yang suka mempermainkan ayat Allah, maka Allah memperingatkan agar melakukan nahi munkar terhadap mereka, mencegah, menghentikan perbuatan mereka, mengingatkan mereka agar bertakwa kepada Allah. Jika tidak sanggup, tidak mampu, maka Allah menyuruh agar meninggalkan tempat berkumpul tersebut (QS 4:140, 6:68-69).
Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abu Said alKhudry, bahwa Rasulullah memperingatkan bilamana duduk kongkokongko kumpul-kumpul di pinggir jalan agar memberikan hak jalan. Hak jalan itu adalah : merendahkan pandangan (tidak mata keranjang), tak mengganggu, menjawab salam, menganjurkan kebaikan dan mencegah kejahatan (Simak “Riadhus Shalihin” Imam Nawawi, pasal “Menganjurkan Kebaikan dan Mencegah Kemunkaran).
Pernah di antara ormas Islam berupaya mengobrak abrik tempat-tempat maksiat tanpa dukungan aparat penegak hukum. Hasilnya perbuatan maksiat tak berkurang malah perbuatan munkar makin bertambah.
Dalam khazanah kepustakaan Islam, rasanya tak terdapat rujukan, maraji’, referensi tentang contoh, model cara menumpas, membasmi kemunkaran dengan kekuatan tangan yang dapat dijadikan sebagai jurlak (petunjuk pelaksanaan)nya.
Majlis Ulama, Lembaga Dakwah seyogianya proaktif menginventarisir bahan-bahan yang dapat dijadikan sebagai rujukan bagi penumpasan kemunkaran, dan sekaligus menyiarkan petunjuk pelaksanaannya.
Dikisahkan pada masa pendudukan pasukan Tartar (Mongolia), ketika Ibnu Taimiyah (W728) berjalan-jalan bersama para sahabatnya, mereka melihat sebagian orang Tartar sedang minum minuman keras, mabuk-mabukan. Sebagian sahabat Ibnu Taimiyah mencela tindakan orang-orang Tartar itu dan hendak melarangnya. Namun Ibnu Taimiyah mencegah sebagian sahabatnya dan berkata : “Biarkan saja mereka. Sesungguhnya Allah melarang khamar itu karena ia dapat membuat orang tidak melakukan shalat. Tetapi orang-orang itu, dengan minum khamar, justru membuat mereka tidak membunuh, menawan orang, dan merampok harta benda rakyat. Jadi, biarkan saja mereka” (Abduh Zulfida Akaha : “Siapa Teroris? Siapa Khawarij?”, 2006:15, dari A’lam (I’lam) akMuwaqqi’in an Rabb al’Alamin” Ibnul Qayyim, jilid 2, juz 3, hlm 4-5, Maktabah alIman, Manshurah, Mesir, cetakan pertama, 1999M-1419H, bab “Inkar alMunkar Arba’ Darajat”).
Penumpasan kemunkaran yang disyari’atkan adalah yang menyebabkan kemunkaran tersebut hilang dan diganti dengan yang lebih baik atau kemunkaran tersebut berkurang, meski tidak hilang secara keseluruhan.. Namun penumpasan kemunkaran adalah haram bila kemunkaran tersebut dapat hilang, tetapi berganti menjadi kemunkaran yang lebih besar. Dan jadi medan ijtihad, bila kemunkaran tersebut dapat hilang, tetapi berganti dengan kemunkaran lain yang sama tingkatannya (idem, Simak juga “Amar Ma’ruf Nahi Munkar” Ibnu Taimiyah, terbitan atTibyan, 2005).
Written by sicumpaz@gmail.com at BKS04098190600

Labels:

मेंसगाह मुन्चुल्न्य teroris

catatan seraeka asrir pasir

Mencegah munculnya teroris
(Siapa yang teroris ? Siapa yang otaknya dicekoki ?)

Hewan, sekecil apapun, bila kehidupannya terancam, akan melakukan
tindakan perlawanan apa pun yang bisa ia lakukan.

Manusia pun, bila kehidupannya terancam akan melakukan tindakan
perlawanan apa pun yang bisa ia lakukan.

Mereka-mereka yang diklasifikasikan, dikategorikan sebagai teroris,
sebagai pelaku teror bom, karena diteror, diintimidasi, diuber-uber,
dikejar-kejar terus menerus, akan melakukan tindakan perlawanan apa
pun yang bisa ia lakukan. Teror bom, bom bunuh diri hanyalah salah
satu aksi perlawanan yang ia lakukan, karena kehidupannya sudah sangat
kritis, sangat terancam kelangsungannya.

Pertumpahan darah merupakan fenomena (alam dan sosial) yang
diprogramkan Allah sejak awal (simak QS 2:30). “Allah telah
mentakdirkan dan apa yang dikehendakiNya” (HR Muslim dari Abi
Hurairah, dalam “Riadhus Shalihin” Imam Nawawi). “Allah menghendaki,
tak ada kekuatan selain dengan Allah” (QS 18:39).

Keras lawan keras, teror kontra teror tidak akan menyelesaikan
masalah. Kutuk-mengutuk pun tak akan menyelesaikan masalah, bahkan
akan memperparah keadaan. Kekerasan melahirkan kekerasan (Yudi Latif :
“Terorisme : Anak kandung Kekerasan”, KORAN TEMPO, Sabtu,, 12 Agustus
2003, hal 6).

Apa yang dinamakan terror oleh George Bush, Tony Blair, John Howard
dan pendukungnya adalah aksi kontra terror, aksi menantang, melawan
anti terorisme. Aksi anti terorisme ini dilakukan oleh pendukung
Palestina Merdeka. Sedangkan aksi teror dlakukan oleh pendukung
Zionisme Israel. Slama tindakan brutal dilakukan oleh Zionis Israel
dan pendukngnya terhadap Palestina Merdeka, maka aksi anti terorisme
akan tetap dilakukan ole pendukung Palestina Merdeka.

Aksi anti terror hanya dapat dihentikan, bilamana Amerika Serikat dan
sekutnya berhenti mendukung kebrualan Zionis Israel, tak membiarkan
Zionis Israel berbuat semena-mena terhadap Palestina Merdeka. Aksi
anti terror tak dapat dibasmi dengan dengan menyingkirkan Taliban,
AlQaaeda, Osama bin Laden, Hambali, Imam Samudera, Saddam Husein, dan
lain-lain. Amerika Serikat dan sekutunya memandang bahwa dengan
melenyapkan mereka itu persoalan selesai. Ternyata semakin banyak aksi
anti terror ditumpas, semakin marak aksi anti terror.

Para ahli dan praktisi ilmu sosial seyogianya urun rembuk menemukan
solusi bagaimana caranya agar mereka-mereka yang dituding sebagai
dalang teroris tidak lagi terancam kehidupannya, dan segera
meninggalkan aktivitasnya yang berhubungan dengan bom-membom. Para
ulama, kiyahi, ajengan, ustadz, da’i, muballigh secara berjama’ah
mengkaji Qur:an dan Hadits, menemukan solusi Islam bagaimana caranya
agar mereka-mereka yang dituding sebagai dalang teroris tidak terancam
kehidupannya dan segera meninggalkan aktivitasnya yang berhubungan
dengan bom-membom.

Teroris legendaries dari Venezuela, Illich Ramirez Sanchez yang
popular disebut Carlos adalah orang kaya. Carlos pernah kuliah di
Moskwa. Ia meninggalkan kemewahan, mati-matian berkiprah dalam dunia
terorisme. Begitu juga later belakang anggota kelompok Baader-Meinhof
di Jerman Barat, Brigate Rose di Italia, atau Sekigun di Jepang.

Para analis seperti Anthony Storr menyatakan, pelaku terror umumnya
penderita psikopat agresif, yang kehilangan nurani, kejam dan
sadistis. Kelompok psikopat agressif bisa melakukan terror sekedar
untuk terror, terror qua terror, menciptakan sensasi dengan kekejaman.
Kaum anarkis, nilistis, dan revolusisoner melakukan terror untuk
mengubah tatanan dunia yang penuh ketimpangan dan ketidakadilan.
Penganjur utamanya adalah tokoh Rusia dari abad ke-19, Mikhail
Bakunin. Mereka ingin menghancurkan dunia yang ada dan menggantinya
dengan tatanan baru yang penuh keadilan (KOMPAS, Sabtu, 18 Juni 2009,
hal 3, “Teror Puncak Kekerasan”).

Filosof Barat, Joseph Pierre Proudhon mencetuskan revolusi kiri dengan
kredonya “Destruam et aedificabo. Hancurkan lalu bangun” (SABILI,
No.01, Th.X, 25 Juli 2002, hal 35, “Saatnya Revolusi Islam”).

Menurut Tan Malaka, revolusi itu hanya bisa timbul pada saat krisis,
pada saat adanya pertentangan, pertempuran, pergolakan antara Orde
Yang-Lama yang tak sanggup lagi mengatur, dan Orde Yang-Baru, yang
sudah sanggup berkorban sebesar-besarnya (“Dari Penjara ke Penjara”,
III, 1948:34).

Organisasi teroris ekstrim kiri Italia, Brigade MERAH (Brigate Rossa)
diresmikan berdrinya pada 1970. Pendirinya Renato Curcio dengan
membentuk kelompok diskusi berhaluan kiri.

Kelompok teroris sayap kiri Jerman Barat, Sempalan Tentara MERAH (Rote
Armen Fraktion), Baader-Meinhof berdiri pada 1968. Pemimpinnya Andrea
Baader (1943-1977) dan Ulrike Meinhof (1934-19986).

Orgaisasi Pembebasan Palestna (Munazzarat atTahrir Filistiniyah), PLO
berdiri pada 1964, bertujuan menciptakan negara Palestina yang sekuler
dan demokrasi, dengan usaha menyingkirkan Israel.

Tentara MERAH Jepang (Sekigunbu) dibentuk pada 21 Oktober 1961 oleh
mahasiswa Universitas Kyoto dan Universitas Meiji. Dipimpin oleh
Tokaya Shiomi dan Fusako Shigenobu.

Semula stigma teroris itu disandangkan kepada kelompok MERAH, kelompok
Marxis, kelompok kiri yang meresahkan kapitalis. Kini stigma teroris
disandangkan kepada kelompok Islam yang meresahkan kapitalis.

Mayoritas teroris yang tetangkap polisi berasal dari Jawa, “besar dan
matang” dalam lingkungan Jawa. Mereka akan ngamuk jika terus-menerus
didesak adan diinjak. Ini salah satu karakter dari Werkuduro (Bima),
Pandawa Lima. Mereka sudah tak punya pilihan ngalah dan ngalih.
Satu-satunya pilihan, mereka harus ngamuk, perang habis-habisan
melawan AS, dengan melakukan pengeboman bunuh diri (suicide bombing).
Bagi mereka, penjajah Rusia dan Amerika adalah orang kafir yang harus
diperangi. Penjajah Amerika sangat kuat dan punya outlet-outlet
ekonomi dan budaya. Outlet-outlet ini harus dihancurkan. Bagi mereka,
Islam itu harus tegak dengan label Islam lengkap dengan atributnya (H
Bambang Pranowo : “Orang Jawa Jadi Teroris”, SEPUTAR INDONESIA, Sabtu,
23 Juni 2007, hal 6).

Pelaku terror itu sekuler, sangat kejam dan berani, sekjaligus juga
pengecut. Pelaku terror tak kenal Tuhan, akhirat dan moral. Pelaku
terror takut mati. Pelaku jihad syahid) kenal Allah, akhirat dan
akhlaq Pelaku jihad (syahid) siap mati. Pembunuh ada yang ahli surga
dan ada pula yang ahli neraka. Begitu pula korban pembunuhan ada yang
ahli surga dan ada pula yang ahli neraka.

Ada yang membunuh dan yang terbunuh masuk neraka. “Jika ada dua orang
muslim berhadapan dengan pedang masing-masing, maka yang membunuh dan
yang dibunuh keduanya dalam neraka”. Sesungguhnya yang terbunuh juga
berniat akan membunuh lawannya (HR Bukhari, Muslim, dalam “alLukluk
wal Marjan” Muhammad Fuad Abdul Baqy, hadis no.1238, “Riadhus
Shalihin” Imam Nawawi, Pasal “Niat Iklas”.

Ada yang membunuh dan yang terbunuh masuk surga. “Allah tertawa pada
kedua oang, yang satu membunuh yang lain dan keduanya masuk surga.
Yang pertama berperang fi sabilillah lalu terbunuh, kemudian yang
membunuh diberi tobat oleh Allah, lalu berjihad, sehingga terbunuh
mati syahid” (HR Bukhari, Muslim dari Abu Hurairah, idem, hadis
no.1834, idem).

Pelaku jihad (be a good Moslem or die as syuhada) dipandang sebagai
orang-orang bodoh yang sudah dicuci otaknya, mengalami brainwashing
sehingga mudah percaya akan imng-iming bidadari di surga (Simak
pandangan sinis dari orientalis Amerika Serikat, Washington Irving,
yang sangat benci terhadap Islam, yang dijadikan acuan, dalam “Sejarah
Hidup Muhammad” Muhammad Husein Haekal, terbitan Tintamas, Jakarta,
1984:693).

Model pencegahan teroris menurut mantan Komandan Densus 88, Suryadarma
Salim adalah dengan memperlakukan mereka sebagai warganegara (Tayangan
TVOne, Rabu, 22 Juli 2009, 0700-0800, 2000-2100). Diperlukan penegakan
keadilan dan HAM. Memberikan mereka pekerjaan, kata AM Hendrprioyono,
mantan intelijen.

Dulu diisukan komunis merupakan bahaya laten. Kini diisukan Islam
Wahabi merupakan biang teroris (Simak pernyataan AM Hendropriyono,
dalam wawancara dengan Karni Ilyas d TVOne, pada Rabu, malam Keis, 29
Juli 2009).

Catatan :
Selama kaum Muslimin belum memiliki kekuasaan politik secara riil,
apa saja yang dilakukan oleh kaum Muslimin, baik secara perorangan
(infardiah) dan secara kolektif (berjama’ah) ? Dan apa juga kaum
Muslimin melakukan upaya-upaya untuk memiliki kekuasaan politik secara
riil ?

Teroris dan Intelijen itu, apakah bagaikan Tom dan Jerry ?

Bagaimana caranya membuat lawan jadi kawan ?

Pada situasi dan kondisi masa kini, sangat diharapkan para tokoh,
para pemikir di semua bidang agar pro aktif mencari jalan supaya
musuh, lawan bisa menjadi kawan, sahabat, ikhwan. Dale Carnegie pernah
menulis buku menjawab pertanyaan “Tuan Ingin Banyak kawan ?”. Dalam
bukunya “Mencapai Kebahagiaan Sejati” pada satu babnya, ia memaparkan
‘Bagaiman caranya untuk mencegah permusuhan ?”.

Siapa pun harus mampu mengendalikan lidah, lisan, ucapan, pembiaraan,
omongan agar jangan sampai mengeluarkan statemen, sinyalemen,
pernyataan yang dapat mengobarkan rasa perlawanan dari musuh, lawan.
Teroris sebagai musuh, lawan hanya bisa dimusnahkan, bilamana mampu
menariknya menjadi kawan, sahabat. Ajakalah semua yang dikategorikan
sebagai teroris itu duduk bersama mendengarkan aspirasi, keinginannya.
Bicaralah secara terbuka, tapa saling curiga mencurigai. Ketulusan,
kejujuran dalam tukar betukar pandangan akan menghasilkan sesuatu yang
positif. Teroris seharusnya ditangkis/dihadapi dengan demokrasi,
dialog, diskusi, bukan dengan caci maki, bukan dengan stigmatisasi,
pengdiskreditan. Kekerasan, radikalisme bukan dilawan dengan
kekerasan, radikalisme. Kesantunan, kelembutan, laiyinah akan
mengirami kekerasan, radikalisme. Bukanlah suatu aib, tercela bagi
negara memberikan pengampunan masal (amnesti umum) pelaku kekerasan,
radikalisme.

Media masa, baik media cetak maupun media elektronik haruslah
proaktif mengambil bagian dalam upaya/gerakan “Menjadikan lawan
menjadi kawan”. Dulu Saddam Husein, Khaddaafi, Osama bin Ladin adalah
kawan, sekutu dari pemerintah Amerika Serikat (AS). Kemudian mereka
berseberangan menjadi lawan dari pemerintah AS. Dan sebelum terjadi
krisis politik di Afrika Utara, AS dan Khadafi pernah rujuk berbaikan
jadi kawan kembali. Dan sebelum itu ada pula yang pernah berharap agar
Bush dan Osama bisa berjabat tangan. Musuh bebuyutan sebenarnya bisa
saja dihapuskan. Antara lain perlu dihilangkan watak provokator, watak
tukang kipas, watak tukang pemanas-manasi. Bahkan Indonesia bisa
berbaikan dengan Jepang, dengan Belanda dengan melupan peristiwa masa
lalu. Sengketa, masalah, perbedaan diselesaikan bersama dengan dialog
terbuka.

Menyimak sosok Muhammad Syarif

Akibat berita media yang sedemikian menyolok (tendensius-provokatif
?), maka kita semua begitu membenci sosok (almarhum ?) Muhammad Syarif
bin Abdul Ghafur si terduga (tersangka ?) pelaku bom bunuh diri di
Masjid AdzDzikra Mapolresta Cirebon saat Jum’at pada 15 April 2011
yang melukai sekitar 30 orang. Kita jadi lupa mengontrol diri,
mengontrol ucapan. Padahal Islam menuntun, membimbing, mengajarkan
agar selalu berlaku adil terhadap siapa pun, bahkan terhadap yang
dibenci sekali pun. Adalah tak etis menuding sosok yang sudah
meninggal sebagai orang sakit jiwa, sebagai orang kafir bayaran. Yang
sudah meninggal tak akan dapat membela diri. Biarlah aparat kepolisian
yang menyidiknya. Dan serahkanlah kepada Allah tentang amal
perbuatannya dan sanksi hukumnya.

Barangkali cukuplah menudingnya sebagai yang temperamental, yang
agresif, paling-paling sebagai anarkis. Dan tak layak melarang
menguburkan mayat siapa pun di daerah tempatnya berdomisili. Siapa pun
adalah makhluk Allah. Bumi di mana pun adalah milik Allah. Setiap yang
meninggal harus dikuburkan di bumi. Allah melarang membuang, membakar
mayat. Jadilah kita mejadi manusia hamba Allah.

Setiap yang mengaku Muslim pastilah juga mengakui bahwa Quran itu
adalah Kitab Sucinya. Namun masing-masingnya berbeda-beda pemahamannya
terhadap yang tercantum dalam Quran tersebut. Bahkan umat Islam itu
diprediksi oleh Rasulullah akan terpecah lebih dari 70 aliran.
Meskipun berguru, belajar dari ustadz, kiyahi, ajengan, ulama yang
sama, maka pemahamannya pun akan berbeda-beda pula. Apalagi kalau
hanya sama-sama mendengarkan ceramah seorang ustadz, muballigh, ulama,
maka pemahamannya pun berbeda-beda pula. Adalah naïf mengait-ngaitkan
tindakan, perbuatan seseorang dengan orangtuanya, saudaranya, gurunya,
idolanya.

Mencari jejak misteri bom bunuh diri di Masjid Mapolresta Cirebon

Termasuk kategori bom canggih atau biasa. Berdaya ledak tinggi atau
rendah. Menggunakan biaya rakit besar atau kecil. Dirakit oleh tenaga
profesional atau amatiran. Dilakukan oleh kelompok atau perorangan.
Sasarannya kelompok atau pribadi. Motivasinya apakah ideolgis atau
balas dendam. Apakah suatu karya atau rekayasa.

Silakan temukan siapa, sasarannya. Apakah ini aktivitas teroris
ataukah anarkis. Apakah punya dalang, aktor intelektual, di dalam atau
di luar negeri. Apakah punya jaringan atau lokal.

Bom buku

Bom buku bisa berarti bom yang dibingkis, dibungkus, dikemas dengan
menggunakan buku, seperti yang dikirimkan, dipaketkan untuk Islam
Liberal, Pendukung Pancasila, Densus 88, Pentolan Yahudi pada Selasa,
3 Maret 2011. Daya ledaknya tergantung dari unsur, bahan bom itu
sendiri. Sampul buku yang dikirim berjudul “Mereka harus dibunuh
karena dosa-dosa mereka terhadap Islam dan kaum Muslimin”. Apakah isi,
materi buku tersebut mengenai analisa kritis terhadap “Fiqih Jihad”,
lagi didalami oleh pihak berwajib.

Bom buku juga bisa berarti isi (ide, konsep, gagasan) buku yang dapat
menggoncangkan pola pikir pembacanya, sebagaimana halnya bom. Lima
enam puluh tahun yang lalu Robert B Downs mengarang/menulis “Book that
changed the world” (“Buku-Buku Yang Merubah Dunia”, terjemahan Drs
Asroel Sani, terbitan PT Pembangunan, 1959, Pustaka Sardjana, No.27).
Di dalamnya terdapat sekitar sepuluh buah buku yang menggoncang,
meledakkan dunia, lebih dahsyat dari tsunami. Menggoncang pola piker.
Menggoncang dunia budaya. Menggoncang dunia politik. Menggoncang dunia
ekonomi. Dan lain-lain. Daya gancangannya lintas sektoral, lintas
wilayah. Ada karya Yahudi dan ada karya anti Yahudi. Di antaranya “Il
Prince” (Sang Pangeran) Nicco Machiavelli. “Mein Kampf” Adolf Hitler,
“Relativiteit Theory” Albert Einstein, “Origin of Spices” Charles
Darwin, “Das Kapital” Karl Marx, “Das Ich und das Es” Sigmund Freud,
dan lain-lain.

Adakalanya pena penulis lebih dahsyat daya ledaknya dari senapan
militer. Ide, ideologi itu lebih dahsyat daya ledaknya dari bom
konvensional apa pun, lebih dahsyat dari pada yang terjadi di
Hirosyima enam puluh lima tahun yang lalu.

(written by sicumpaz@gmail.com in sicumpas.wordpress.com as Asrir at
BKS1103170800)

Seruan kepada pengemban jihad

Jihad itu merupakan cabang, bagian dari aktivitas dakwah. Jihad itu
memerlukan kesabaran yang tinggi. Tak terburu-buru, tak tergesa-gesa
melihat, menyaksikan hasil dakwah. Dakwah itu berproses, bertahap,
tumbuh berkembang secara evolusi. Hasil dakwah bisa saja terlihat
setelah bertahun-tahun, atau bisa pula setelah berpuluh-puluh,
beratus-ratus tahun kemudian. Yang perlu tetap konsisten melakukan
dakwah. Hasilnya serahkan kepada Allah. Kapan matang dan berhasilnya
pun serahkan kepada Allah. Sabar adalah salah satu senjata orang
mukmin. Sabar dalam berjuang. Sabar dalam berjihad.

Kepada pelaku bom jihad

Para pelaku bom jihad seyogianya senantiasa memohon ampun kepada
Allah. “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada
surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk
orang-orang yang bertakwa” (QS 3:133). Dan mohon ma’af kepada para
keluarga korban yang tak bersalah.

Para pelaku bom jihad seyogianya senantiasa berdoa memohon kepada
Allah agar hasil ijtihadnya dan aktivitas jihadnya berada pada jalan
yang benar, jalan yang diridhai Allah.

Para pelaku bom jihad seyogianya senantiasa tetap bertawakkal kepad
Allah. “Kami sekali-kali tidak akan mengutamakan kamu daripada
bukti-bukti yang nyata (mukjizat) yang telah datang kepada kami dan
dari pada Tuhan yang telah menciptakn kami, maka putuskanlah apa yang
hendak kamu putuskan. Sesungguhnya kamu hanya akan dapat memutuskan
pada kehidupan di dunia ini saja” (QS 20:72).

Para pelaku bom jihad seyoginya menyadari bahwa raga boleh saja mati,
nyawa boleh saja hilang, namun semangat, ruh jihad memperjuangkan
berlakunya hukum Allah di bumi sebagai hukum positif tetap saja
langgeng abadi sepanjang masa. “Barangsiapa yang mengharap pertemuan
dengan Allah, maka sesunguhnya waktu yang dijanjikan Allah itu, pasti
datang” (QS 29:5).

(BKS 081050630)

Himbauan kepada calon pelaku teror bom bunuh diri

Bunuh diri itu, haram. Bahkan seseorang yang berperang dengan
semangat keras, namun ia bunuh diri karena tak tahan menderita luka,
maka ia termasuk ahli neraka (Simak “AlLukluk wal Marjan” Muhammad
Fuad Abdul Baqi, Bab “Haram Bunuh Diri”, hadis no.69-73, 1695, 1699).

Status haram sesuatu, memang bisa saja berubah jadi halal, mengacu
kepada kaidah usul fiqih. Tetapi tergantung pada zaman (tempo), makan
(loco) dan sikon. Yang berwewenang menentukan peralihan status hukum
tersebut adalah ulama yang berwawasan luas. Tetapi antara ulama yang
satu denagan ulama yang lain bisa saja berbeda pendapat (ikhtilaf),
karena berbeda kwalitas keilmuannya dan sudut pandangnya. Kearifan
diperlkan untk memilih salah satu dari pendapat-pendapat tersebut.

Namun untuk kontek Indonesia masa kini, status hukum bunuh diri fi
sabilillah masih tetap haram, belum bisa berubah jadi halal. Yang
diperlukan masa kini di Indonesia adalah meingkatkan aktivitas dan
kwalitas dakwa di semua sektor dan di semua lini.

Imam Ibnu Nuhas, salah seorang ulama yang syahid pada 814H membahas
tentag in-ghmas” (jibaku, mengorbankan, menceburkan diri ke medan
perang fisik) dalam satu bab dalam bukunya “Masyari’ul Asywaq” yang
memuat lebih dari 15 hadis/atsar tentang operasi jibaku. Inti dari
seluruh hadis/atsar tersebut mengisahkan tentang peristiwa nyata
tentang jibaku.

Berjibaku, menceburkan diri ke medan perang fi sabilillah menurut Abu
Ayub alAnshari bukanlah tindakan menjatuhkan diri ke dalam kebinasaan.
Menjatuhkan diri ke dalam kebinasaan adalah mengumpulkan kekayaan dan
kemewahan dunia sehingga takut menghadapi perjuangan; cinta dynia dan
takut mati (Simak tafsiran ayat QS 2:195, dalam “Tafsir AlAzhar” Prof
Dr Hamka, juzuk II, 1983:142, “Berjuang Pada Jalan Allah”).

Jumhur Fuqaha memandang bahwa keselamatan nyawa didahulukan atas
keselamatan agama, bila keselamatan nyawa terancam. Keselamatan nyawa
digunakan untuk menjaga keselamatan agama (Simak “Sirah Nabawiyah” Dr
Muhammad Said Ramadhan alButhy, Buku Kesatu, 1992:100, “Ibrah Dakwah
Secara Rahasia”).

Terhadap aksi jibaku (Bara bin Malik), para sahabat bersikap diam
(sukut). Abu Hurairah ra menanggapi aksi jibaku seseorang sahabat
dengan membacakan ayat QS 2:207 “Dan diantara manusia ada yang
mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah”. In-ghimas
(jibaku) dipahami Abu Hurairah ra sebagai “mengorbankan diri untuk
mencari keridhaan Allah”.

Di kalangan pelaku bom syahid dikenal terminology istimata (mencari
mati) dan istisyhad (mencari syahid). Namun di antara ulama terdapt
perbedaan pendapat (ikhtilaf). Ada yang berpendapat bahwa istimata
atau istisyhad itu dapt dikategorikan sebaggai in-ghimas (aksi
jibaku). Ada pula yang berpendapat bahwa istimata atau istisyhad itu
tak dapat dikategorikan sebagai in-ghimas (aksi jibaku) (Silakan
temukan “in-ghimas” menggunakan mesin Google).

Segeralah Anda hentikan/batalkan rencana, aktivitas, kegiatan untuk
melakukan teror bom bunuh diri. Tak usah mencari-cari alasan, dalil,
hujjah untuk pembenaran aksi teror bom bunuh diri. Pentolan pelaku
teror 37 tahun yang lalu (1972) seperti Baader-Meinhof dengan Fraksi
Tentera Merah (RAF)nya hanya melakukan penangkapan, penembakan,
pembunuhan, pembajakan terhadap lawannya (dari kalangan polisi,
tentara, pengusaha, pejabat, politisi, dan lan-lain) (Simak PANJI
MASYARAKAT, No.235, 15 Nopember 1977, hal 29, “Teror di Jerman Barat).
Tak ada yang mengorbankan nyawanya sendiri.

Teror berfungsi hanya sekedar untuk menakut-nakui lawan, agar lawan
mau, bersedia memenuhi tuntutannya yang diajukan kepadanya. Setelah
tuntutan terpenuhi tak perlu lagi meneruskan aksi terror. Baik yang
meuntut, mapun yang dituntut sebenarnya sama-sama menginginkan hidup
dalam kedamaian, ketenteraman. Tak ada mansia yang benar-benar
berwatak jahat, yang menginginkan hidup selalu dalam kekacuan,
kerusuhan.

(BKS0908251215)

Do’a bagi subjek-objek bom

Subjek, pelaku bom harus diperingatkan bahwa haram menumpahkan darah
orang Muslim. Subjek, pelaku bom seyogianya dido’akan. Jika ia berniat
dengan perbuatannya itu agar masuk surga, semoga Allah menyapaikan
niatnya itu. Sebaliknya, jika ia bukan berniat untuk mask surga,
semoga Allah mengampuni kesalahannya.

Objek, korban bom serta keluarganya seyogianya juga dido’akan. Jika
ia dan keluarganya ridha menerima takdir Allah, semoga Allah
memasukkan mereka ke dalam surga. Sebaliknya, jika mereka tak ridha
menerima takdir Allah, semoga Allah mengampuni kesalahan mereka.

Hentikan saling kutuk-mengutuk. Islam tak membenarkan saling
kutuk-mengutuk itu.

Hentikan sikap snis terhadap pencari syahid, pencari surga. Jangan
jadi pengikut orientalis Wahington Irving yang sangat benci terhadap
Islam itu. Ia menyifati Islam sebagai “ajaran yang mendorong
orang-orang bodoh ke medan perang secara buas. Mereka diimingi-imingi,
kalau hidup mendapat rampasan perang, kalau mati mendapat surga”
(Muhammad Husain Haekal : “Sejarah Hidup Muhammad”, 1984:693).

Diharapkan ada yang bersedia terjun menjadi mediator, yang
menjembatani antara negara, pemerintah dan pelaku terror, musuh
negara. Jika negara, pemerintah bersedia menerapkan syari’at Islam,
maka pelaku terror harus bersedia pula menghentikan aksi terornya dan
menyerahkan diri untuk mejalani hukuman menurut hukum Islam. Atau jika
pelaku teror bersedia menghentikan aksi terornya dan menyerahkan diri,
maka negara, pemerintah berjanji akan menghukumnya seringan-ringannya.

(BKS0908150600)

Wajib militer semur hidup

Terdapat sebuah HR Muslim dari Abi Hurairah yang terjemahannya
“Barangsiapa mati sebelum berperang, dan tidak pernah berniat untuk
berperang, maka ia mati dalam bagian kemunafikan” (“Riadhus Shalihin”
Imam Nawawi, Bab “Jihad”, hadis no.57). Juga HR Muslim dari Abu Bakar
bin Abu Musa alAsy’ari yang terjemahannya “Sesungghnya pintu-ntu surga
itu di bawah naunga pedang” (idem, hadis no.18).

Apakah makna dan maksud dari hadis tersebut. Apakah Rasulullah
mengiyaratkan bahwa Islam akan senatiasa menghadapi serangan musuh
Islam, karenanya setiap umat Islam harus senantiasa siap siaga untuk
berperang, mempertahankan Islam dari musuh-musuh Islam.

Apakah isyarat tersebut juga menghendaki adanya mobilisasi umum,
untuk mengikututi wajib militer seumur hidup.

(BKS0908131730)

Noda persatuan

Tak ada yang suka dikatakan salah. Namun harus dikatakan bahwa yang
salah itu salah.

Seorang Master dari Lembaga Dakwah AsySyams Bekasi, H Nur Zamzam MA,
jadi khatib Idul Fitri 1430H di pelataran parker Grand Mall Hypermart
Bekasi. Sang Master mengusung tema “Persatuan Umat”. Dalam khutbahnya,
Sang Master mengajak jama’ah untuk menciptakan, merajut, memelihara,
mejaga persatuan umat, serta menghindari, mencegah timbulnya
perpecahan umat. Sungguh, khutbah yang bertemakan persatuan umat itu
sangat berbobot.

Namun sayangnya, tanpa disadari, Sang Master menodai ajakan persatuan
umat yang diusungnya. Karena noda setitik, maka bisa-bisa hilang makna
persatuan. Tanpa disadari bisa-bisa diperalat musuh.Ia terjebak,
tererangkap menyampaikan pesan sponsor anti Islam. Sang Master
mengajak jama’ah agar berbaikan dengan kafir Amerika. Kafir Amerika
itu orang baik-baik, bukan musuh Islam. Dan mencaci maki mereka-mereka
yang dituding teroris. Mereka dicap zhalim, tak berperikemanusiaan.
Orang zhalim itu tempatnya di neraka bukan di surga.

Berbeda dengan Sang Master, Abubakar Baasyir dari kalangan Ansharut
Tauhid memandang kafir Amerika, juga kafir lain adalah kafir. Kafir
itu musuh Islam. Musuh itu harus diperlakukan sebagai musuh. Ayat QS
2:130 tentang permusuhan kafir terhadap Islam tak pernah mansukh
(dihapus, dibatalkan).

Mengenai cara memperlakukan musuh sebagai musuh, Abubakar Baasyir
berbeda dengan mereka-mereka yang dicap teroris. Dalam pandangan
Abubakar Baasyir, mereka itu adalah objek dakwahyang harus didakwahi.
Meskipun berbeda dengan mereka-mereka yang dicap teroris, namun
Abubakar Baasyir tak pernah mencaci-maki mereka-mereka yang dicap
teroris itu, tak pernah mencap mereka zhalim, tak berperikemanusiaan,
ahli neraka.

Ini masalah ijtihad. Mesipun mereka salah, tapi mereka bisa saja
mendapat pahala (nilai baik) di sisi Allah. Wallahu a’lam. Serahkan
kepada Allah. Tak usah kita ikut-ikut menghakimi.

Ismanto, ayah Urwah (Bagus Budi Pranoto) yang tinggal di Kudus, yang
anaknya tewas dalam penggerebekan di Mojosongo, Surakarta (Kamis, 17
Sepember 2009) berujar “Saya berharap anak saya mati syahid” (KORAN
TEMPO, Jum’at, 18 September 2009, hal A4, “Tewasnya Anak Didik
Azhari”). Kebencian melahirkan ketidakadilan. Jenazah mereka yang
dituding teroris tak diizinkan dimakaman di kampung halamannya.
Sungguh ketidakadilan meresap ke dalam diri bangsa ini.

(written by sicumpaz@gmail.com at BKS0909201700)

Labels:

जंगन लूप मेंगिन्गत Allah

Catatan serbaneka asrir

Jangan lupa mengingat Allah

Anak-anakku. Agan lupa mengingat Allah. Apalgi melupakan Allah. Jangan lupa melaksanakan yang diperintahkan Allah dan asulya. Jangan lupa meninggalkan yang dilarang Allah dan RasulNya. Takutlah akan murka dan siksa Allah. Siksa Allah itu sangat pedih, sangat mengerikan, sangat menyengsarakan.

Allah berfirman : “Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri” (QS 59:19). Yang lupa diri berarti , sudah tak tahu lagi dirinya, sudah lupa ingatan, sudah tak waras.

Jangan sampai menyepelekan, mencuekkan perintah dan larangan Allah. Jangan meremehkan, mengabaikannya. Risikonya amat berat. Hidup tak tenteram, tak nyaman, tak selamat, tak berkah, manyarapih. Senantiasa resah, gelisah, gundah. Hidup segan, mati emoh. Bagaikan kerakap di atas batu. Hidup, bekerja, berusaha yang bermakna, yang mendapatkan kasih sayang Allah. Juhilah segala sesuatu yang mendatangkan murka Allah. Dekatilah segala sesuatu yang mendatangkan ridha Allah.

Jangan dengar bisikan setan. Setan selalu mengajak melupakan Allah. Mengajak menantang, membangkang, melawan terhadap perintah Allah. Menggoda, merayu, memperdayakan agar menjauhi Allah. Sadarilah dan sadarlah. Jangan sia-siakan kesempatan yang diberikan Allah. Jangan sia-siakan masa muda, sehat, kaya, lapang, hidup sebelum dating masa tua, sakit, miskin, sempit, mati. Berbuatlah untuk mendapatkan ridha Allah.

Allah berfirman : “Barangsiapa yang lupa dari mengingatKu, maka baginya penghidupan yang sempt”. Dan di akhirat dia akan dikumpulkan dalam keadaan buta” (QS 20:124).

Anak-anakku. Kembalilah kepada Allah. Kembali mengingat Allah. Kembali melaksaakan yang diperintahkan Allah dan meninggalkan yang dilarang Allah. Kembali mencari ridha Allah. Mencari kehidupan yang salam, rahmat, berkah.

Hari berganti hari. Minggu berganti minggu. Bulan berganti bulan. Tahun berganti tahun. Ramadhan berganti Ramadhan. Kapan lagi akan kembali mengingat Allah. Melaksanakan perintah Allah dan meninggalkan larangan Allah. Kapan lagi akan sadar sebagai makhluk Allah. Jangan biarkan diri lupa kepada Allah.

Allah berfirman : “Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun kepada mereka” (QS 57:16).

(written by sicumpaz@gmail. Com at BKS1106181600)

Catatan serbaneka asrir
Hormatilah orang tua mu

Anak-anakku.

Hormatilah orangtuamu, orangtua keluargamu, orangtua tetanggamu, orangtua masyarakatmu, orangtua siapa saja. Hormatilah mereka. Jangan sekali-kali menyakiti hatinya, melukai prasaannya. Jangan sekali-kali mengecewakannya. Jangan membuatnya sedih, marah, Jangan menghina, mencacinya. Jangan sekali-kali bersuara keras kepadanya, apalagi membentak, menghardiknya. Jangan pernah manyaringik kepadanya. Sayangilah, senangkanlah orangtamu. Senangkan dengan wajah, senyum manismu, dengan perkataanm, dengan perbuatanmu, dengan tenagamu, dengan kekayaanmu.

Simaklah nasehat Luqman dalam Qur:an. Perintah Allah agar berbuat baik kepada orangtua, kepada ibu bapak. Agar tak durhaka kepada orangtua, kepada ibu bapak. Agar tak berkata kasar, agar tak pernah mengucapkan “cih”, “ah” kepadanya. Agar berlaku lemah lembut kepadanya. Simaklah hadits-hadits Yang menyuruh berbakti ta’at kepada orangtua dan menghubungi silaturrahim. Antara lain dalam “Riadhus Shalihin” Imam Nawawi.

“Allah berpesan kepada manusia, harus berbuat baik kepada kedua orang tuanya. Ibunya mengandungnya dalam keadaan lemah diatas kelemahan serta menyusui sampai menyapihnya dalam masa dua tahun. Hendaklah bersyukur kepadaKu (Allah) dan kepada kedua ayah bundamu” (QS 31:14).

“Sembahlah Allah dan jangan menyekutukan Allah dengan sesujatu apapun. Dan berlaku baiklah terhadap kedua ayah bunda, juga pada famili, anak yatim, orang miskin, tetangga sefamili, tetangga yang lain, teman seperjalanan, musafir, budak sahaya” (QS 4:36).

Allah berwasiat pada manausia supaya berbuat baik kepada kedua orang tuanya” (QS 29:8).

Allah memutuskan supaya kamu tiak menyembah sesuatu kecuali kepadaNya. Dan berlaku baik terhadap kedua orang tua. Pada waktu salah seorang diantara mereka atau keduanya telah tua, maka janganlah kamu berkata “cih” kepada keduanya, dan jangan pula membentak keduanya, dan berkatalah kepada keduanya dengan kata-kata yang lunak, lemah-lembut dan sopan. Dan rendahkanlah pada keduanya sayap kerendahanmu karena belas kasih. Dan do’akanlah : Ya Tuhan kasihanilah kedua ayah bundaku sebagaimana mereka telah memeliharaku, semenjak kecil” (QS 17:23-24).

Rasulullah menyuruh manusia agar berbakti kepada kedua orang tua dan melarang durhaka kepada keduanya (Simak “Riadhus Shalihin” Imam Nawawi, pasal “Bakti taa’t kepada kedua orangtua dan menghubungi sanak kerabat” dan pasal “Haram durhaka kepada ayah bunda dan memutuskan silaturrahim”.

Anak-anakku

Orangtuamu mengharapkan, menginginkan agar kamu menjadi anak baik-baik, Baik terhadap Tuhanmu. Baik terhadap orangtuamu. Baik terhadap keluargamu. Baik terhadap tetanggamu. Baik terhadap masyarakatmu. Baik terhadap negaramu. Baik terhadap agamamu. Baik terhadap siapa saja. Mengharapkan kamu agar melaksanakan perintah, suruhan Tuhanmu. Menjaga, memelihara, mematuhi aturan agamamu. tidak mengabaikan, tidak meremehkan aturan agamamu. Takut akan murka Tuhanmu. Menjaga, memelihara, mematuhi aturan negaramu. Perlu disadari bahwa tidak ada orang tua yang tidak sayang kepada anaknya, jangankan manusia binatang sekalipun sangat sayang kepada anaknya.

Do’aku keluhanku

Ya Allah. Engkau Maha Mendengar, Maha Mengetahui.
Engkau tahu apa yang menjadi masalahku, apa yang menjadi kesusahanku, apa yang menjadi keluhanku. Aku mengeluhkan masalahku kepadaMu, Ya Allah. Engkau menyuruhku untuk menjaga, memelihara keluargaku dari siksaan api nerakaMu. Engkau tahu, aku telah melaksanakannya sesuai dengan kemampuanku. Namun aku sama sekali gagal, tak berhasil membimbing, menuntun, mendidik keluargaku agar setia melaksanakan ajaranMu, Ya Allah. Ampuni aku atas ketakberdayaanku ini, Ya Allah.

Ya Allah. Dari hadits nabiMu, aku membaca firmanMu “Akulah penciptanya, maka biarkanlah Aku bersama hamba-hambaKu, kelak apabila mereka kembali bertaubat kepadaKu, maka Akulah Dzat Yang Maha Penyayang kepada mereka, dan kalau mereka tidak taubat, maka Akulah yang akan membimbing, memperbaiki mereka”. Demi Engkau Dzat Yang Maha Penyayang, aku mohon dengan sepenuh hatiku kepadaMu untuk membimbing, memperbaiki keluargaku agar mereka kembali ke jalanMu yang lurus. Kembali mengikuti, mematuhi printah-laranganMu, Ya Allah. KepadaMu, Ya Allah, aku bertawakkal, menyerahkan persoalan hidupku dan keluargaku.

Ya Allah. Ma’afkanlah kesalahanku, kesalahan keluargaku. Ampunilah dosa-dosaku, dosa-dosa keluargaku. Kasihanilah aku dan keluargaku. Perbaikilah keadaan diriku dan keluargaku. Angkatlah harkat martabat diriku dan keluargaku. Berilah aku dan keluargaku rizki yang halal lagi baik. Bimbimg dan tuntunlah aku dan keluargaku mengikuti ajaranMu yang lurus.

Ya Allah. Berilah aku dan keluargaku mata penghidupan yang kami sukai dan yang Engkau ridhai. Berilah anak-anakku pasangan hidup yang mereka sukai dan yang Engkau ridhai. Mudahkanlah urusanku dan urusan keluargaku.

Ya Allah. Tanamkanlah pada diriku dan diri keluargaku agar rela dengan ketentuan dan ketetapanMu. Berikanlah keberkahan padaku dan keluargaku dari yang telah Engkau tentukan dan tetapkan.

Aamien, Yaa Rabbas Saailin.

(written by sicumpaz@gmail.com at BKS1106041900)
quote
Pesan kepada semua keponakan, mantu, cucu :

1 Hiduplah untuk Islam

Rasulullah saw berpesan, berwasiat agar mendayagunakan yang lima hal sebelum datang lima hal yang lain. Mendayagunakan masa hidup sebelum masa mati. Mendayagunakan masa sehat sebelum masa sakit. Mendayagunakan masa sempat sebelum masa sempit. Mendayagunakan masa muda sebelum masa tua. Mendayagunakan masa kaya sebelum masa miskin. Demikian diberitakan oleh Baihaqi dari Ibnu Abbas.

Manfa’atkanlah semua potensi, tenaga, daya, dana untuk kejayaan, ketinggian Islam dan umat Islam. Berjuang, bersungguh-sungguhlah untuk Islam. Hiduplah untuk Islam. Matilah dalam Islam.

Capai, gapai, raihlah S2, S3 di bidang Islam, misalnya di bidang Filsafat Pendidikan Islam, atau terjun, masukilah pondok pesantren. Timba, teguklah pengetahuan tentang Islam. Tak ada yang tak bisa. Semuanya bisa kata Napoleon Bonaparte asalkan mau. Bisa lewat kuliah Jum’at-Sabtu-Minggu. Bisa lewat kuliah Universitas Terbuka. Bisa dengan mengikuti kursus bahasa Arab misalnya.

Rocker Hari Mukti pada masa ketenarannya banting stri, terjun, masuk pondok pesantren, menimba ilmu pengetahuan Islam. Syaikh AlAzhar Muhammad Abduh baru setelah tua belajar bahasa Perancis. Kak Din Mahyuddin Rahman baru setelah usia lanjut kuliah dan meraih S1 dar IAIN. Semua bisa asalkan ada kemauan. Mumpung bisa, ujudkan.

Ya Allah. Ya Tuhan kami. Anugerahilah kami hasanah di dunia dan hasanah di akhirat. Amien.

2 Memelihara silaturrahim

Silaturrahmi berarti hubungan kasih saying. Silaturrahmi berartimerupakan serahim, serahim ibu, serahim nenek, serahim ninik. Hubungan sedarah, segenotip.

Pada acara pertemuan/arisan keluarga besar Nursyam plus hari Minggu, 9 Januari 2011, 1100-1400 di Jalan Tenggiri-12/204 Perumnas Satu, Bekasi Selatan, Nurhuda Suil dalam tausiahnya kepada adik-adik, anak-anak, mantu-mantu, cucu-cucu menyampaikan pesan, antara lain agar memelihara, menjaga silaturrahm, serahim Nurhuda, serahim Nursian, serahim Mak Gaek (Nek Apuk Fatimah), serahim Nek Lunak (Nek Siti). Caranya agar sering-sering saling berkunjung antar serahim, tidak hanya mencukupi dengan pertemuan dalam acara arisan keluarga, atau acara pernikahan, atau pada acara berkabung.

Pesan Nurhuda Suil ini seyogianya diikuti secara baik oleh semua adik-adik, anak-anak, mantu-mantu, cucu-cucu.

3 Belajar akrab dengan alQur:an

AlQur:an aalah Kalamullah, Firman Allah yang seharusnya (Das Sollen) mejadi Pedoman, Pandangan, Rujukan, Referensi Hidup kita manusia. Dibaca, dipahami, direnungkan, dihayati, diterapkan dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa, bernegara. Kini sudah ada ponsel yang memuat AlQur:an dan disertai index untuk memudahkan menemukan ayat-ayat AlQur:an.

Dalam pertemuan/arisan keluarga besar Nursyam plus pada haari Minggu, 9 Januari 2011, 1100-1400, Abdurrahmanesa (Nes) sempat menyampaikan pandangan gurunya (ustadznya) tentang AlQur:an dan sikap kita terhadap AlQur:an. Antara lain agar kita akrab, familiar dengan AlQur:an, sering-sering membaca, menyimak, mendengarkan, memahami, merenungkan, menghayati, menerapkan pesan AlQur:an. Jangan hendaknya kita sampai asing dengan AlQur:an, lupa akan AlQur:an, apalagi kini AlQur:an sudah dapat dibawa dalam kantong baju berupa ponsel.

Hendaknya kita belajar memahami ayat AlQur:an itu secara utuh, bukan sepotong-sepotong seperti yang dilakukan oleh kelompok Jaringan Islam Liberal (JIL). Namun tak dapat dipungkiri, bahwa masing-masing kita punya fokus tertentu terhadap sesuatu ayat, karena pemahaman kita terhadap AlQur:an berbeda-beda, tergantung pada pendidikan, lingkungan, kesadaran beragama kita. (Persepsi/pemahaman tergantng pada objek dan sikon sekitar)

Ada yang fokus pada sosok/figur “rijal”, ada pula yang fokus pada “matsalan”, tamsil, contoh, perumpamaan, example dalam suatu ayat tertentu (QS 18:32; simak juga QS 16:74-76, 39:27-29, 11:24, 14:24-26). Ada yang fokus pada sumpah (qasam), ada pula yang fokus pada alat bukti (tanda bukti) dalam ayat-ayat yang diawali dengan huruf qasam (seperti waw qasam, lam qasam).

(written by sicumpaz@gmail.com in sicumpas.wordpress.com as Asrir at BKS111101100745)

unquote

Labels:

सलिंग नसीहत menasehati

catatan serbaneka asrir

Saling nasehat menasehati

Masing-masing kita, sesuai dengan kemampuannya dituntut untuk saling nasehat menasehati, saling ingat mengingatkan. Mengingatkan baha yang benar itu benar. Bahwa yang salah itu salah. Bahwa yang baik itu baik. Bahwa yang jelek itu jelek.

“Agama (Islam) itu (berisi) nasehat. Nasehat kepada Allah, kepada Kitab Allah, kepada Rasul Allah, kepada pemimpin, kepada rakyat”. Nasehat untuk berbuat baik, meninggalkan dosa (Simak HR Muslim dari Tamim bin Aus adDari, dalam “Riadhus Shalihin” Imam Nawaawi, pasal ‘Nasehat’).

“Siapa di antara kamu melihat kemunkaran, harus merubah denga tangannya, bila tidak dapat maka dengan lisannya, apabila tidak dapat maka dengan hatinya, dan ini selemah-lemahnya iman” (HR Muslim dari Abi Said alKhudri, dalam “Riadhus Shalihin Imam Nawawi, pasal ‘Menganjurkan Kebaikan Dan Mencegah Kemunkaran”).

Mengingatkan bahwa curang itu perbuatan jahat. Bahwa jujur itu perbuatan baik. Berbohong, berdusta itu adalah jelek. Benar itu adalah elok.

Mengingatkan bahwa porno itu jorok. Menamakkan ketek, tetek, dada, pusar, paha adalah mengundang birahi lelaki. Memancing aksi cabul, mesum. Berbusana setengah telanjang adalah perbatan primitive, tak beradab. Berbusana rapi, menutup sex-appeal (yang terlarang terbuka) adala perbuatan beradab.

Mengingatkan bahwa perbuatan, perlaku melanggar hukum, mempermainkan hukum, menyalahgunakan hukum, melakukan korupsi, memelihara korupsi, membiarkan korupsi, menyalahgunakan kekuasaan, melanggar janji, mengingkari janji, berlaku curang, berbuat tipuan, menyuap, menyogok, menerima suap/sogok, mengatasnakan rakyat, memperalat rakyat, menipu rakyat, melakukan kebohongan, kecurangan, kepalsuan, bakuhantam, tawuran, mempermainkan, mengatasnamakan, memperalat, menyalahgunakan kebebasan, demokrasi adalah perilaku, sikap mental tercela.

“Kebebasan kebablasan. Kebebasan media menyebarkan pornografi. Kebebasan beragama menimbulkan konflik antaragama. Kebebasan pengadilan menyebabkan koruptor dibebaskan”.

“Hati nurani masyarakat tidak bias dibendung dengan cara apa pun. Kalau sudah memuncak, gelegaknya akan mencuat mencari jalan keluar sendiri di luar jalur konstitusional dalam demokrasi”. Hukum Boyle Gay-Lussac PV = CT juga berlaku dalam tataran social.

Kini tampil politik partokrasi, kleptokrasi, elitokrasi, execu-thieves, legisla-thieves, judica-thieves.

Diperlukan sikap mental dan sikon yang relevan, kondusif bagi aksi amar makruf nahi munkar. Semuanya dituntut untuk menutupi celah, lobang, pintu masuk kemunkaran, kemaksiatan, kejahatan.

(Simak antara lain KOMPAS, 18 Juni 2001 :
- “Hukum Rimba”, oleh Jakob Sumardjo.
- “Tumpas Korupsi ala ‘Stalinisme’”, oleh Yudhistira AM Massadi.
- “Politik Hanya Jadi Mainan Elite”.
- “Cegah Kebangkrutan : Presiden Harus Turun Tangan”.
- “Soal Pemalsuan, Sudah Keterlaluan”.

(written by sicumpaz@gmail.com at 1106181930)

catatan serbaneka asrir
Tutup pintu kejahatan
Islam sangat intensif menggalang, mengorganisisr, mengkoordinir aksi, kegiatan menutup celah, pintu masuk tindak kejahatan, tindak kriminal. Siapa pun berkewajiban memikul beban untuk menutup celah, pintu masuk bagi segala macam tindak kejahatan, tindak kriminal, baik pidana mau pun perdata, baik melalui regulasi, perundang-undangan, mau pun aksi nyata berupa penerapan sanksi hukum. Tindak kejahatan, tindak kriminal itu dalam terminologi Islam disebutkan dengan perbuatan munkar, fahsya, baghy, syaar, khabits, suuk.
Saban waktu, setiap saat kita menyaksikan kemunkaran di sekitar kita. Islam menyuruh kita, bila menyaksikan kemunkaran segera mencegah, menumpas membasminya dengan kekuatan tangan, bila tak sanggup dengan kekuatan lisan, bila tak sanggup juga dengan kekuatan hati.
“Siapa diantara kamu melihat kemunkaran, haruslah ia merubah dengan tangannya, bila tidak mampu/sanggup, maka dengan lisan (lidahnya), apabila masih tidak mampu/sanggup, maka dengan hatinya, dan ini selemahnya iman” (HR Muslim dari Abu Said alKhudri, dalam “Riadhus Shalihin” Imam Nawawi, pasal “Menganjurkan Kebaikan dan Mencegah Kemunkaran”. Imam Nawawi mengomentari bahwa merubah, membasmi kemunkaran itu dengan kekerasan/kekuatan tangan atau lidah, kalau dikawatirkan akan lebih besar bahanyanya, maka cukup dalam hati.
Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud bahwa Rasulullah mengingatkan : “Hendaklah kamu menyuruh berbuat makruf dan hendaklah kamu mencegah berbuat munkar./ Hendaklah kamu tarik/tahan tangan zhalim/aniaya/sewenang-wenang, dan hendaklah hela/paksa tangan itu kepada/menta’ati kebenaran dengan helaan yang sungguh-sungguh. Kalau kamu tidak mau melaksanakannnya, maka Allah akan memukulkan hati yang setengah kamu kepada yang setengah (menjadikan hatimu saling bermusuhan), kemudian Allah melaknat kamu semua (Dalam “Riadhus Sahalihin” Imam Nawawi, pasal : “Menganjurkan kebaikan dan mencegah munkar”; “Tafsir AlAzhar” Prof Dr Hamka, jilid VI, hal 338-339; “Tafsir Ibnu Katsir”, jilid II, hal 85).
Bila duduk berkumpul bersama orang-orang yang suka mempermainkan ayat Allah, maka Allah memperingatkan agar melakukan nahi munkar terhadap mereka, mencegah, menghentikan perbuatan mereka, mengingatkan mereka agar bertakwa kepada Allah. Jika tidak sanggup, tidak mampu, maka Allah menyuruh agar meninggalkan tempat berkumpul tersebut (QS 4:140, 6:68-69).
Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abu Said alKhudry, bahwa Rasulullah memperingatkan bilamana duduk kongkokongko kumpul-kumpul di pinggir jalan agar memberikan hak jalan. Hak jalan itu adalah : merendahkan pandangan (tidak mata keranjang), tak mengganggu, menjawab salam, menganjurkan kebaikan dan mencegah kejahatan (Simak “Riadhus Shalihin” Imam Nawawi, pasal “Menganjurkan Kebaikan dan Mencegah Kemunkaran).
Pernah di antara ormas Islam berupaya mengobrak abrik tempat-tempat maksiat tanpa dukungan aparat penegak hukum. Hasilnya perbuatan maksiat tak berkurang malah perbuatan munkar makin bertambah.
Dalam khazanah kepustakaan Islam, rasanya tak terdapat rujukan, maraji’, referensi tentang contoh, model cara menumpas, membasmi kemunkaran dengan kekuatan tangan yang dapat dijadikan sebagai jurlak (petunjuk pelaksanaan)nya.
Majlis Ulama, Lembaga Dakwah seyogianya proaktif menginventarisir bahan-bahan yang dapat dijadikan sebagai rujukan bagi penumpasan kemunkaran, dan sekaligus menyiarkan petunjuk pelaksanaannya.
Dikisahkan pada masa pendudukan pasukan Tartar (Mongolia), ketika Ibnu Taimiyah (W728) berjalan-jalan bersama para sahabatnya, mereka melihat sebagian orang Tartar sedang minum minuman keras, mabuk-mabukan. Sebagian sahabat Ibnu Taimiyah mencela tindakan orang-orang Tartar itu dan hendak melarangnya. Namun Ibnu Taimiyah mencegah sebagian sahabatnya dan berkata : “Biarkan saja mereka. Sesungguhnya Allah melarang khamar itu karena ia dapat membuat orang tidak melakukan shalat. Tetapi orang-orang itu, dengan minum khamar, justru membuat mereka tidak membunuh, menawan orang, dan merampok harta benda rakyat. Jadi, biarkan saja mereka” (Abduh Zulfida Akaha : “Siapa Teroris? Siapa Khawarij?”, 2006:15, dari A’lam (I’lam) alMuwaqqi’in an Rabb al’Alamin” Ibnul Qayyim, jilid 2, juz 3, hlm 4-5, Maktabah alIman, Manshurah, Mesir, cetakan pertama, 1999M-1419H, bab “Inkar alMunkar Arba’ Darajat”).
Penumpasan kemunkaran yang disyari’atkan adalah yang menyebabkan kemunkaran tersebut hilang dan diganti dengan yang lebih baik atau kemunkaran tersebut berkurang, meski tidak hilang secara keseluruhan.. Namun penumpasan kemunkaran adalah haram bila kemunkaran tersebut dapat hilang, tetapi berganti menjadi kemunkaran yang lebih besar. Dan jadi medan ijtihad, bila kemunkaran tersebut dapat hilang, tetapi berganti dengan kemunkaran lain yang sama tingkatannya (idem, Simak juga “Amar Ma’ruf Nahi Munkar” Ibnu Taimiyah, terbitan atTibyan, 2005).
(written by sicumpaz@gmail.com at BKS04098190600)

Labels:

केचुरंगन दी मन-mana

catatan serbaneka asrir pasir

Kecurangan di mana-mana

Di Arab pun tak ada keadilan. Di mana-mana hanya kecurangan. Atas nama Hukum Islam, Ruyati (54 tahun) dipenggal, dipancung Arab, tanpa mempertimbangkan siksaan, penganiayaan yang diterimanya dari majikannya. Citra Islam dan Hukum Islam rusak, luntur di mata dunia, terutama di mata Barat Kristen. Seandainya keadilan Umar bin Khattab yang diterapkan, maka taaaaaak akan terjadi pemancungan semena-mena.

Sayangnya Ruyati dan yang senasib dengannya tak berupaya membebaskan diri dari penyiksaan majikan dengan memutuskan hubungan kerja dengan majikannya. Bahkan para TKW seyogianya malu dengan menyandang predikat pahlawan devisa, malau jadi kuli di negeri orang. Untuk jadi kuli cukup di negeri sendiri. Yang diperlukan sikap mental zuhud, qana’ah, wara’, tak rakus akan dunia, mencukupkan apa yang ada, menjauhi yang syubhat.

Pemimpin, pemerintah seharusnya malu membiarkan warganya jadi kuli di negeri orang. Seharusnya pro aktif memikirkan, menciptakan, menyediakan lapangan kerja bagi waganya. Bukan hanya rami-ramai memikirkan rehabilitasi gedung MPR/DPR yang akan memakan dana satu setengah triliun, memikirkan pengadaan pesawat kepresidenan yang memerlukan dana setengah triliun. Tak ramai-ramai memikirkan kesejahteraan, kemakmuran rakyat seperti diamanatkan oleh pasal 33-34 UUD-1945.

Ramai-ramai berebut kedudukan untuk jabatan Ketua PSSI. Tak ramai-ramai mencegah kisruh PSSI. Ramai-ramai berebut untuk menjadi Ketua KPK. Tak ramai-ramai mencegah tindakan pidana korupsi. Ramai-ramai melakukan kecurangan, kebohongan, kemunafikan. amai-ramai mengemas, memoles kepentingan sendiri seolah-olah kepentingan umum.

Kecurangan di mana-mana. Di olahraga, di pendidikan, di pengadilan, di birokrasi, di mana-mana tampil kecurangan, kebohongan, kemunafikan. Tampil, muncul politik partokrasi, kleptokasi, elitokasi, execu-thieves, lesisla-thieves, yudica-thieves (KOMPAS, Sabtu, 18 Juni 2011, hal 15).

Sanksi hukum pidana (Islam lebih mengutamakan damai)

Sanksi hukum pidana maksimal ditetapkan untuk mencegah berulangnya, berkembaangnya aksi tindak pidana (jarimah). Hukum qishash dalam Islam pun dilaksanakan untuk mencegah berulangnya, berkembangnya aksi tindak pidana. Bukan untuk menambah, tetapi untuk mengurangi. Bukan untuk saling bunuh membunuh, tetapi untuk saling berdamai, saling mema’afkan.

Mencuri akibat kesalahan masyarakat tak serta merta mengakibatkan si pencuri laangsung dihukum potong tangan. Illat, sebab sesuatu aksi tindak pidana menjadi bahan pertimbangan hukum di siding pengadilan.

Sanksi hukum diat, uang tebusan mengindikasikan bahwa saling berdamai, saling ma’af mema’afkan itu lebih utama dari pada saling qishash mengqishash.

Dari ayat QS 4:92-93, yang jadi bahan pertimbangan hukum dalam kasus pembunuhan adalah : Apakah kasus pembunuhan itu dengan sengaja atau tidak. Apakah si terbunuh itu seorang mukmin atau bukan. Apakah si terbunuh itu seorang mukmin yang berada dalam komunitas lawan/musuh ataukah tidak. Apakah si terbunuh itu seorang mukmin yang berada dalam komunitas yang terikat janji atau tidak.

Yang tidak aman tetangganya dari gangguannya dikategorikan tidak beriman (Simak HR Bukhari, Muslim dari Abi Hurairah, dalam “Riadhus Shalihin” Imam Nawawi, pasal “Hak Tetangga”). Yang menjadi masalah, dikategorikan apakah seorang majikan yang berperilaku tak manusiawi, yang menyiksa, menganiaya pembantunya.

Ungkapan “illa khthaan” dipahami “kecuali (si pembunuh) bersalah”. Tak pernah dipahami “kecuali (si terbunuh) bersalah” dalam ayat QS 4:92 tersebut. Bagaimana yang sebenarnya ? Wallahu a’lam bis-shawab.

Sanksi hukum pidana (Islam lebih mengutamakan damai)

Sanksi hukum pidana maksimal ditetapkan untuk mencegah berulangnya, berkembaangnya aksi tindak pidana (jarimah). Hukum qishash dalam Islam pun dilaksanakan untuk mencegah berulangnya, berkembangnya aksi tindak pidana. Bukan untuk menambah, tetapi untuk mengurangi. Bukan untuk saling bunuh membunuh, tetapi untuk saling berdamai, saling mema’afkan.

Mencuri akibat kesalahan masyarakat tak serta merta mengakibatkan si pencuri laangsung dihukum potong tangan. Illat, sebab sesuatu aksi tindak pidana menjadi bahan pertimbangan hukum di siding pengadilan.

Sanksi hukum diat, uang tebusan mengindikasikan bahwa saling berdamai, saling ma’af mema’afkan itu lebih utama dari pada saling qishash mengqishash.

Dari ayat QS 4:92-93, yang jadi bahan pertimbangan hukum dalam kasus pembunuhan adalah : Apakah kasus pembunuhan itu dengan sengaja atau tidak. Apakah si terbunuh itu seorang mukmin atau bukan. Apakah si terbunuh itu seorang mukmin yang berada dalam komunitas lawan/musuh ataukah tidak. Apakah si terbunuh itu seorang mukmin yang berada dalam komunitas yang terikat janji atau tidak.

Yang tidak aman tetangganya dari gangguannya dikategorikan tidak beriman (Simak HR Bukhari, Muslim dari Abi Hurairah, dalam “Riadhus Shalihin” Imam Nawawi, pasal “Hak Tetangga”). Yang menjadi masalah, dikategorikan apakah seorang majikan yang berperilaku tak manusiawi, yang menyiksa, menganiaya pembantunya.

Ungkapan “illa khthaan” dipahami “kecuali (si pembunuh) bersalah”. Tak pernah dipahami “kecuali (si terbunuh) bersalah” dalam ayat QS 4:92 tersebut. Bagaimana yang sebenarnya ? Wallahu a’lam bis-shawab.



Pamer kecurangan

Kita ini bangsa munafik, bangsa curang. Kalau jujur, tak ikut curang akan didemo, dikucilkan, diasingkan. Dimana-mana pamer kecurangan. Di pendidikan, di pengadilan, di yudikatif, di legislatif, di eksekutif, di mana-mana.

Lima puluh tahun yang lalu, dalam majalah SASTRA, No.8/9, Th.II, 1962 terdapat cerita pentas “Domba-Domba Revolusi”, oleh B Soelarto. Seluruh pelakunya : perempuan, penyair, petualang, politikus, pedagang, serdadu adalah pembohong, pendusta. Semuanya mahir, terampil mengemas, memoles kebohongan, kedustaan dengan menggnakan ribuan topeng, masker.

Keahlian menyembunyikan kebohongan untuk sesaat memang dapat menyelamatkan diri. Namun “sekali lancung ke ujian, sepanjang hidup tak dipercaya”.

Diceritakan bahwa Syaikh Abdul Qadir Jailani, ketika berangkat pergi belajar, menuntut ilmu agama, di tengah perjalanan ia bertemu dengan sekawanan penyamun, perampok. Salah seorang dari penyamun itu menghampirinya dan menanyakan kepadanya apakah ia membawa uang. Abdul Qadir kecil teringat akan didikan ibunya agar jangan pernah berbohong, berdusta. Ia menjawab bahwa ia membawa dua puluh keping uang mas yang dijahitkan oleh ibunya dalam bajunya. Ia menerangkan bahwa ibunya mengajarinya, mendidiknya agar jangan pernah berbohong, berdusta. Mendengar cerita Abdul Qadir kecil, maka hati, perasaan si penyamun itu tersentuh, tergugah. Bahkan akhirnya si penyamun tersebut menjadi murid pertama dari Syaikh Abdul Qadir Jailani (“Sepintas Tentang Riwayat Hidup Syaikh Abdul Qadir Jailani”, dalam “Kunci Tasawuf : Menyingkap Rahasia Kegaiban Hati”, terbitan Husaini, bandung, 1985:VI).

Iman-islam mencegah kecurangan, kemunafikan. Rasulullah saw mengajarkan agar tak pernah berbohong, berdusta. “Sesungguhnya berkata benar itu membawa kepada kebaikan dan kebaikan itu membawa ke surga. Seorang membiasakan diri berkata benar hingga tercatat di sisi Allah sebagai seorang benar. Dan dusta itu membawa kepada kecurangan, dan kecurangan itu menuju ke neraka Seorang selalu berdusta hingga tercatat di sisi Allah sebagai pendusta” (HR Bukhari Muslim dari Ibnu Mas’ud dalam “Riadhus Shalihin” Imam Nawawi, pasal “Haram Berdusta”).

Diceritakan bahwa seorang preman, begajul dating mengunjungi seorang kiyai. Ia minta diajari tentang Islam. Sang kiyai hanya mengajarinya agar tak pernah berbohong, berdusta. Dengan mengamalkan, menerapkan ajaran tersebut, si preman tak pernah lagi melakukan tindak kejahatan, perbuatan munkar.

Sorang Islam, seorang beriman tak akan melakukan tindak kejahatan, perbuatan munkar. Seorang Islam hanya akan melakukan tindak kejahatan, perbuatan munkar ketika Islam itu terlepas dari dirinya. “Tidak akan berzina seorang pelacur di waktu berzina, jika ia beriman, dan tidak akan minum khamar ketika meminumnya jika beriman, dan tidak akan mencuri seorang pencuri di waktu mencuri jika ia berman (HR Bukhari, Muslim dari Abu Hurairah, dalam “alLukluk wal Marjan”, hadits no.36).

Orang Islam, pertama sekali diajarkan Rasulullah saw adalah keimanan, kepercayaan akan Allah swt. Dimana dan kapan pun berada, Allah senantiasa mengawasi, memperhatikan tindakan, perbuatan. Seorang Islam sangat malu melakukan tindak kejahatan, perbuatan munkar. Malu akan dirinya, akan keluarganya, akan tetangganya, akan masyarakatnya, akan Tuhannya. Jika sudah tak punya malu, jika sudah turun ke taraf binatang, silakan berbuat sesuka hati. “Jika kamu tak punya malu, lakukanlah sesukamu” (HR Bukhari dalam “Mukhtarul Ahadits anNabawiyah” Ahmad alHasyimi Beik, hal 52, hadits no.364).

(written by sicumpaz@gmail.com at BKS1106150545)

Labels:

संक्सी हुकुम pidana

Catatan serbaneka asrir pasir

Sanksi hukum pidana (Islam lebih mengutamakan damai)

Sanksi hukum pidana maksimal ditetapkan untuk mencegah berulangnya, berkembaangnya aksi tindak pidana (jarimah). Hukum qishash dalam Islam pun dilaksanakan untuk mencegah berulangnya, berkembangnya aksi tindak pidana. Bukan untuk menambah, tetapi untuk mengurangi. Bukan untuk saling bunuh membunuh, tetapi untuk saling berdamai, saling mema’afkan.

Mencuri akibat kesalahan masyarakat tak serta merta mengakibatkan si pencuri laangsung dihukum potong tangan. Illat, sebab sesuatu aksi tindak pidana menjadi bahan pertimbangan hukum di siding pengadilan.

Sanksi hukum diat, uang tebusan mengindikasikan bahwa saling berdamai, saling ma’af mema’afkan itu lebih utama dari pada saling qishash mengqishash.

Dari ayat QS 4:92-93, yang jadi bahan pertimbangan hukum dalam kasus pembunuhan adalah : Apakah kasus pembunuhan itu dengan sengaja atau tidak. Apakah si terbunuh itu seorang mukmin atau bukan. Apakah si terbunuh itu seorang mukmin yang berada dalam komunitas lawan/musuh ataukah tidak. Apakah si terbunuh itu seorang mukmin yang berada dalam komunitas yang terikat janji atau tidak.

Yang tidak aman tetangganya dari gangguannya dikategorikan tidak beriman (Simak HR Bukhari, Muslim dari Abi Hurairah, dalam “Riadhus Shalihin” Imam Nawawi, pasal “Hak Tetangga”). Yang menjadi masalah, dikategorikan apakah seorang majikan yang berperilaku tak manusiawi, yang menyiksa, menganiaya pembantunya.

Ungkapan “illa khthaan” dipahami “kecuali (si pembunuh) bersalah”. Tak pernah dipahami “kecuali (si terbunuh) bersalah” dalam ayat QS 4:92 tersebut. Bagaimana yang sebenarnya ? Wallahu a’lam bis-shawab.

(written by sicumpaz@gmail.com at BKS1106210630)

Labels:

मेंकारी keadilan

Catatan serbaneka asrir pasir

Mencari keadilan (Masing-masing bicara keadilan)

“Adil merupakan kata pendek tapi menjadi kunci untuk hidup dengan tenang di dunia. Di Negara yang tidak makmur tapi rakyatnya merasa diperlakukan secara adil maka Negara tersebut merasa aman. Lawan dari kata adil adalah seweang-wenang. Menetapkan sesuatu urusan berdasarkan kemauan sendiri. Tanpa mengindahkan perasaan-perasaan dan kepentingan orang lain. Sehingga ada pihak yang merasa tersudut dn mencari-cari kesempatan untuk balas dendam”.

“Orang atau golongan yang merasa diberlakukan tidak adil akan bias bermata gelap untuk berbuat apa saja. Kalu perlu melukai lawannya sampai di dalam hatinya terasa puas karena telah membalas dendam”.

“Karena itu menjagaa stabilitas yang paling hakiki adalah dengan menegakkan keadilan yang tulus”. “Yang dirindukan oleh rakyat adalah yang memberikan perasaan tenteram, yang menetapkan suatu kepututsan dengan tidak berat sebelah, yang mementingkan kepentingan rakyat lebih di atas kepentingan pribadinya”.

“Ancaman terhadap stabilitas yang paling utama di dalam masyarakat adalah perasaan diperlakukan tidak adil”. “Bila rasa tidak adil ini membahana di dalam hati rakyat maka sewaktu-waktu bias berkobar menjadi prahara besar. Menjaga stabilitas yang paling hakiki adalah dengan menegakkan keadilan karena rasa adil membuat rakyat merasa sejahtera walau hidup tidak melimpah-ruah”.

“Setidaknya ada kemauan yang tulus untuk bersikap adil denga kesediaan untuk melihat agar persoalan terhadap masalah yang timbul di dalam masyarakat, kenapa kecewa, kenapa mereka berontak, untuk kemudian ditelusuri ke relung akar persoalannya”.

“Mengatasi persoalan tanpa mengenal sumber penyebabnya dengan benar malah bias menimbulkan masalah baru”. “Persoalan akan bias teratasi dengan baik kalau kita mau mengenal akar permasalahannya dengan jujur”. Demikian cuplikan dari “Masalah Diri, oleh Achsin Utami (KOMPAS, Kamis, 26 Desember 1996, hal 5).

“Secara obyyektif pembawaan dan dampak ekonomi pasar (ekonomi kapitalis) adalah pertumbuhan dan kemajuan besar, sekaligus juga kesenjangan (social ekonomi)”. “Ekonomi pasar membawa ketamakan (avarice)”. “Ketamakan (kerakusan) melekat pada pembawaan ekonomi pasar”. “Ketamakan (kapitalaisme) dipandang sebagai kebajikan”. “Ekonomi pasar berorientasi kepada laba, materi, pola konsumerisme” (laissez faier, laissez passer).

“Asas keadilan, rasa keadilan, rasa kepatuhan, timbang rasa masih tetap diberlakukan sebagai pernyataan verbal, namun dirasakan semakin senjang dari kenyataan yang dihadapi”. Demikian disimak dari “Tajuk Rencana” KOMPAS, Kamis, 16 Januari 1997, hal 4.

“Masyarakat yang bekerja di sector industry atau non pertanian yang makin lama makin kehilangan basis agraris, akan menjadi proletariat tulen. Para proletariat kota dan para pekerja non pertanian itulah yang apabila persoalan (pengangguran, penghinaan) mudah menjadi agresif emosional, punya “collective behavior” tanpa harus digerakkan pihak ketiga atau dikipasi”.

“Sudah waktunya semboyan pemerataan diganti dengan perataan. Berbicara tentang kesenjangan yang bersifat strukutral (kesenjangan struktural) dengan solusi perubahan structural pula”. “kita takut berbicara structural karena konotasinya revolusi dan revolusi konotasinya komunisme”. Demikian ungkap budayawan Kuntowijoyo (KOMPAS, Kamis, 16 Januari 1997, hal 1 dan 15).

“Bukti yang ditemukan Tim Pencari Fakta (TPF) Ansor jatim di Situbondo dan PB HMI di Tasikmalaya menunjukkan bahwa santri, komunitas Islam dan kiai tidak terlihat dalam kerusuhan. Peristiwa itu dilakukan, digerakkan oleh “dunia luar” (suatu kekuatan di luar wilayah yang terjangkau oleh otoritas kiai)”.

“TPF PB HMI menemukan banyak preman, pelacur, tukang ojek dan kelompok rentan lainnya (yang tersisngkir dalam persaingan di era modern) yang ikut terlihat aktif dalam kerusuhan Tasikmalaya”.

“Karena keterbatasan sarana dan “skill”, maka golongan masyarakat bawah tidak mampu menikmati produk modernisasi. Mereka selalu kalah terus-menerus (karena watak modernisasi yang berasaskan persaingan bebas, seleksi alamiah-rekayasa tumbuhlah pemiskinan structural)”. Demikian cuplikan dari “Di balik Akar Kerusuhan Situbondo-Tasikmalaya”, oleh Al-Zastrouw Ng (KOMPAS, Kamis, 16 Januairi 1997, hal 4).

“Hartono (Kepala Staf TNI-AD waktu itu) menilai, jika kerusuhan-kerusuhan yang terjadi dikaitkan dengan kesenjangan social, hal ini masih harus dipertanyakan. ‘Kalau kesenjangan, dari sudut mana kita melihat dan menilai. Seperti kata adil. Adil yang bagaimana ?”’tandasnya, sambil menambahkan, untuk mendapatkan peniliaian yang obyektif, kita harus memasukkan semua kondisi yang ada”. (KOMPAS, Rabu, 8 Januari 1997, hal 14).

Iya pula. Apa itu adil ? Sebagai pernyataan verbal, asas keadilan, rasa keadilan masih teap diberlakukan, namun dirasakan semakin senjang dari kenyataan. Demikian disimak dari “Tajuk Rencana” KOMPAS, Kamis, 16 Januari 1997, hal 4.

Apa criteria dari adil itu ? Barangkali bila ditanyakan, maka yang punya modal (konglomerat) akan memberikan jawaban bahwa yang adil adalah membagi keuntungan (kueh pembangunan) berdasarkan besar kecilnya modal yang dimiliki (kekayaan).

Seperti yang sering disaksikan pada tayangan “Dunia Fauna” di televise, dan yang dirumuskan oleh Darwin dalam teori evolusinya (seleksi alam), maka ada yang berpendirian bahwa yang adil itu itu adalah bila yang “lemah aalah santapan yang kuat”, “yang melarat adalah santapan konglomerat”. Sedangkan yang tidak adil itu adalah yang sebaliknya.

Yang punya intelegensia (teknokrat) akan member jawaban bahwa yang adil adalah membaginay berdasarkan tinggi rendahnya kecerdasan/kecakapan yang dimiliki. Yang punya tenagaaa (yang melarat) akan member jawaban bahwa yang adil itu adalah membaginya berdasarkan besar kecilnya kekuatan yang dimiliki. Yang lain akan member jawaban bahwa yang adil itu adalah membaginya berdasarkan besar kecilnya jasa yang dipunyai.

Ada yang berpendirian bahwa yang adil itu berpedoman pada “From each according to his ability to each according to his work”, atau “for everyone according to his need, from everyone according to his ability” (AlChaidar : “Wacana Ideology Negara Islam”, 1999:72).

Semuanya punya persepsi, pandangan masing-masing tentang keadilan, kecurangan, tentang kejujuran, kebohongan. Terdakwa, jaksa, pengacara, hakim punya pandangan sendiri tentang keadilan. Semuanya bertikai pangkai, beradu kelihaian mengemas kecurangan. Pengadilan bukanlah tempat mencari keadilan, tetapi arena adu ketangkasan memanipulasi kebohongan menjadi kebenaran.

Dikisahkan, bahwa tatkala tiba waktunya pada pembagian pengisi perut atau bawah perut masing-masing menuntut yang terbanyak. Guna menunjang tuntutannya masing-masing membesar-besarkan jasanya (markuping).

“Kalau bukan kami yang banting tulang, pengisi perut ini tidak mengin diperoleh” dakwa yang satu. “Betul, kamu yang banting tulang, tapi kalau bukan karena diplomasi yang manggut-manggut, pengisi perut ini tidak mungkin kita peroleh” yang lain membantah sambil berkacak pinggang.

“Tidak bias” yang lain lagi angkat bicara sambl membususngkan dada. “Kalian semua hanya mengada-ada” serobot yang lain. “Pengisi perut ini adalah pemberian yang berkuasa berkenan memberikan ini hanya karena sangat saying kepada kami. Kami adalah para teladan yang paling penurut. Kaena itu, sebagian besar dari pengisi perut ini mesti untuk kami” tantangnya. Demikian dikisahkan kembali oleh Si Pahit Lidah dalam suatu edisi harian Ibukota (Simak juga Tabloid PELUANG, No.8, Tahun I, 31 Desember 1998, hal 3, boss)

Nah, kepada siapa seharusnya keadilan diminta yang dapat diterima semua pihak ? Kepada siapa kueh pembangunan, pengisi perut atau bawah perut harus diserahkan untuk dapat dibagi secara adil ?

Ini kisah lain. Dua ekor kucing saling memperebutkan sekerat daging, saling mengaku memilikinya. Seekor kera lewat. Kera tersebut menawarkan jasa baiknya untuk membagi daging tersebut secara adil untuk kedua kucing itu. Kedua kucing itu setuju menyerahkan pembagian kucing itu untuk mendapatkan keadilan. Kera membuat alat penimbang. Pada kedua daun timbangan itu ditaruh kera masing-masing potongan daging itu yang sebelumnya telah dipotong dua. Ternyata potongan yang satu lebih berat dari potongan yang satu lagi. Segera kera menggit potongan yang lebih berat itu sedikit dan menelannya. Kemudian ditimbangnya lagi. Setiap yang lebih berat langsung digigit sedikit oleh kera. Akhirnya daging tersebut selurunya habis masuk ke dalam perut si kera. Kedau kucing tinggal melongo. Demikian disimak dari buku cerita untuk tingkat sekolah dasar (Mahmud Yunus : “AlMuthala’ah alHaitsah”, III, hal 35-36, “Alqiththaan almutanaza’aan”, “The monkey and the two cats”). Di pengadilan kalah jadi abu, menang jadi arang. Yang menang uang.

Di antara pengamat Injil menyebutkan bahwa keadilan itu adalah peristiwa keprgian, perpisahan, kematian (YOHANNES 16:10). Mencari keadilan adalah mencari kematian. Jalan untuk mewujudkan keadilan adalah kematian. Tanpa kematian, maka keadilan tak dapat tegak. Yang mati dalam menegakkan keadilan disebut pahlawan.

Keadilan itu mutlak punya Tuhan. Dia yang berhak menghidupkan. Dan Dia pula yang berhak mematikan. Seandainya manusia yang memegang keadilan pastilah dia jadi pembunuh. Yang harus dicari dalam hidup adalah kebenaran, bukan keadlan. Dengan kebenaran pula mencari diri. Aku berfikir, karena itu aku ada. Demikian kata Rene Descartes. Berbahagialah yang sudah menemukan hakekat kebenaran. Setelah peristiwa kepergian, kematian, Roh Kebenaran dating membawa kebenaran, menerangkan perihal dosa, keadilan, hukum (Yohannes 16:8-12). Apakh yang akan terjadi bila sudah mati, beku, tak peduli perihal dosa, keadilan hukum ?

Meskipun berdasarkan landasan hukum yang sama, namun keadilan menurut versi yang berkuasa tetap saja berbeda dengan versi yang terkuasa. Hanya rasa keadilan yang berdasarkan keyakinan akan hadirnya Hari Keadlan yang akan dapat memenuhi kebutuhan pencari keadilan. Ya. Keadilan dulu, baru perataan. Dan setelah itu pertumbuhan (kemajuan) serta stabilitas.

Masihkan akan mencari keadilan ? Ataukah akan bersenandung “Aku cuma batu. Tak ada lagi laporan dariku, kecuali aku telah berubah jadi batu. Menggeletak sendiri di bibir Kedungombo, menemani pengamen buta yang kecewa, menyanyikan kidung yang sudah dilupakan. Syukur kepada Tuhan yang telah mengabulkan cita-citaku. Batu adalah kebahagiaanku. Kini taka pa pun yang kubutuhkan. Tidak demokrasi, hak asasi, keterbukaan, kebebasan, keadilan, kemakmuran, maupun kebenaran. Tidak juga ganti rugi. Bugkus semuanya itu, dan masukkan ke dalam sakumu sendiri” ? Demikian bisik (Danarto dalam “Refleksi” suatu edisi REPUBLIKA.

Ataukah akan ikut “Perahu Retak”nya Emha Ainun Nadjib yang dilantunkan Franky Sahilatua (alm) “Aku heran. Yang salah dipertahankan. Yang benar disingkirkan. Keserakah diagungkan …” ?

(written by sicumpaz@gmail.com at BKS9701200915)

Labels: